Você está na página 1de 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki
kerentanan HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan perubahan
kehidupan sosial. Saat ini epidemi AIDS dunia sudah memasuki dekade
ketiga, namun penyebaran infeksi terus berlangsung yang menyebabkan
negara kehilangan sumber daya dikarenakan masalah tersebut. Materi dasar
dalam pelatihan konseling dan tes HIV akan menggambarkan kebijakan
Pemerintah RI dalam penanganan HIV dan membantu peserta memahami
arti dari epidemiologi. Program HIV AIDS dikelola pemerintah dan
masyarakat merupakan kebijakan yang terpadu untuk mencegah penularan
HIV dan memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV. Berdasarkan
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap kegiatan
dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non
diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Peraturan Presiden No. 75
Tahun 2006 mengamanatkan perlunya peningkatan upaya penanggulangan
HIV dan AIDS di seluruh Indonesia.
Indonesia secara kumulatif berdasarkan laporan dari seluruh provinsi
yang dikeluarkan secara triwulan oleh Kementerian Kesehatan RI sampai
bulan Maret tahun 2010, tercatat 20.564 kasus AIDS dengan persentase,
laki-laki sebanyak 62%, perempuan 30% dan tidak diketahui 8 %. Estimasi
yang dilakukan pada tahun 2006 diperkirakan di Indonesia terdapat sekitar
193.000 orang terinfeksi HIV dan sekitar 186.000 orang tahun 2009,
sedangkan kasus AIDS yang tercatat oleh Kementerian Kesehatan RI
sampai dengan September 2010 tercatat 22.726 orang hidup dengan HIV
AIDS. AIDS pada pengguna Napza Suntik (penasun) di Indonesia sampai
tahun 2010 sebanyak 2.224 kasus dan jika dilihat dari kelompok umur dari
kelompok tersebut ada 70% berada di kelompok usia produktif (20-39

1
2

tahun). Indonesia sudah menjadi negara urutan ke 5 di Asia paling berisiko


HIV AIDS. Para pakar memperkirakan jumlah kasus HIV AIDS sudah
mencapai 130.000 orang, sehingga tidak bisa dihindari lagi bagi Indonesia
untuk menerapkan kesepakatan tingkat Internasional yang diikuti kebijakan
nasional. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa
sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%), yaitu pada pengguna
Napza suntik (penasun), wanita pekerja seks (WPS), dan waria.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang menjadi pokok
bahasan masalah ini adalah :
1) Apa saja Kebijakan Tentang Pengendalian HIV/AIDS Di Indonesia?
2) Bagaimana Strategi Pencegahan HIV Melalui Program Konseling dan Tes
HIV di Indonesia ?
3) Apa saja kebijakan tentang pengendalian HIV/AIDS Secara Global ?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum :
Diharapkan mahasiswa dapat memahami dan dapat mengerti tentang
Kebijakan tentang pengendalian HIV/AIDS di indonesia.
1.3.2 Tujuan Khusus :
Adapun tujuan khususnya dari pembuatan makalah ini yaitu :
1) Pembaca diharapkan dapat memahami tentang Apa saja Kebijakan Tentang
Pengendalian HIV/AIDS Di Indonesia.
2) Pembaca diharapkan dapat memahami tentang Bagaimana Strategi
Pencegahan HIV Melalui Program Konseling dan Tes HIV di Indonesia.
3) Pembaca diharapkan dapat memahami tentang Apa saja kebijakan tentang
pengendalian HIV/AIDS Secara Global.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi penulis menambah pengetahuan dan wawasan tentang apa
ituKebijakan tentang pengendalian HIV/AIDS di indonesia dan juga
sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan serta menambah
pengetahuan dan wawasan juga bagi pembaca.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Tentang Pengendalian HIV/AIDS Secara Global


a. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus memperhatikan nilai-nilai
agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya diarahkan
untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan
keluarga;Mengingat luasnya respon dan permasalahan, maka upaya
penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu gerakan secara
nasional bersama sektor dan komponen lain.
b. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus menghormati harkat dan
martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
c. Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak sekolah, remaja dan masyarakat
umum diselenggarakan melalui kegiatan komunikasi, informasi dan
edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat.
d. Upaya pencegahan yang efektif termasuk penggunaan kondom 100%
pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata hanya untuk memutus
rantai penularan HIV;
e. Upaya penanggulangan HIV AIDS merupakan upaya-upaya terpadu dari
peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan penyakit, pengobatan dan
perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta dukungan terhadap
Odha
f. Upaya penanggulangan HIV AIDS diselenggarakan oleh masyarakat,
pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip kemitraan. Masyarakat dan
LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah berkewajiban
mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung
terselenggaranya upaya penanggulangan HIV AIDS;
g. Upaya penanggulangan HIV AIDS diutamakan pada kelompok
masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula memperhatikan
kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan
pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV AIDS.

3
4

2.2 Kebijakan Tentang Pengendalian HIV/AIDS Di Indonesia


a. Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi secara
nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi orang dengan
HIV/AIDS.
b. Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai azas
desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program;
c. Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya ARV maupun reagen
pemeriksaan secara berkesinambungan;
d. Pengembangan layanan bagi orang dengan HIV/AIDS dilakukan melalui
pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi : situasi
epidemi daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan
perencanaan, kesinambungan, fasilitas, SDM dan pembiayaan. Sesuai
dengan kewenangannya pengembangan layanan ditentukan oleh Dinas
Kesehatan.
e. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV AIDS harus didahului
dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang
bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus
diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan
diberitahukan kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan
kepada pihak lain;
f. Setiap pemberi pelayanan berkewajiban memberikan layanan tanpa
diskriminasi kepada Odha.
g. Keberpihakan kepada Odha dan masyarakat (patient and community
centered); Upaya mengurangi infeksi HIV pada pengguna napza suntik
melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm reduction)
dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan
penyembuhan dari ketergantungan napza;
5

h. Penguatan dan pengembangan program diprioritaskan bagi peningkatan


mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap pencegahan, pelayanan
dan pengobatan bagi Odha
i. Layanan bagi Odha dilakukan secara holistik, komprehensif dan
integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan yang
berkesinambungan;
j. Pengembangan layanan dilakukan secara bertahap pada seluruh
pelayanan yang ada sesuai dengan fungsi dan strata pelayanan dengan
mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan sarana, tenaga dan dana;
k. Pencapaian target program nasional juga memperhatikan komitmen dan
target internasional.

2.3 Strategi Pencegahan HIV Melalui Program Konseling dan Tes HIV di
Indonesia
Cara paling efisien untuk menurunkan penyebaran HIV dilakukan
pada semua populasi dan memprioritaskan target yang berisiko tinggi
terinfeksi HIV, yaitu pada kelompok pengguna NAPZA suntik, kelompok
pekerja seks, kelompok laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
serta pasangan seksual. Epidemi HIV melalui IDU dimulai di beberapa
negara Asia dan kemudian menyebar kepada kelompok berisiko tinggi dan
populasi umum. Program pengurangan dampak buruk (harm reduction)
dengan pencucian alat suntik dan pertukaran alat suntik, serta terapi rumatan
dengan subsitusi terbukti efektif menghambat penularan HIV diantara
pengguna NAPZA suntik. Akses ke VCT dan ARV harus tersedia di semua
area semua Rumah Sakit rujukkan tingkat propinsi dan Kabupaten/Kota.
2.3.1 Voluntary counseling and testing (VCT) sebagai strategi kesehatan
masyarakat
VCT yang berkualitas baik tidak saja membuat orang mempunyai
akses terhadap berbagai pelayanan, tetapi juga efektif bagi pencegahan
terhadap HIV. Pelayanan VCT dapat digunakan untuk mengubah perilaku
berisiko dan memberikan informasi tentang pencegahan HIV. Klien
6

dimungkinkan mendapat pengetahuan tentang cara penularan, pencegahan,


dan pengobatan terhadap HIV, seperti penggunaan kondom, tidak berbagi
alat suntik, dan penggunaan alat suntik steril. Konselor juga harus mampu
memberikan pengetahuan tentang hubungan IMS dengan HIV dan merujuk
klien ketika IMS nya perlu dideteksi dan diobati lebih lanjut. Di banyak
negara pembagian kondom dilakukan di klinik VCT dimana VCT
merupakan komponen utama dalam program HIV di negara-negara industri.
tetapi belum mendapat perhatian baik di negara-negara berkembang. Namun
peran pencegahan penularan dan perbaikan akses ke pelayanan perawatan
merupakan gambaran bahwa VCT mulai dikenal dan dilaksanakan. Sampai
dengan Juni 2010 terdapat lebih kurang 8.000 konselor yang telah dilatih
oleh tim pelatih VCT Nasional dengan Sertifikasi yang difasilitasi oleh
Kementrian Kesehatan. Sementara itu Rumah Sakit atau klinik VCT yang
sudah ada sebanyak 210 klinik baik yang di Rumah Sakit dan klinik.
Kemudian untuk Rumah Sakit rujukan ARV mulai tahun 2004 di bentuk di
25 RS, tahun 2006 dikembangkan di 75 RS dan tahun 2007 dikembangkan
di 125 RS yang sudah dilatih VCT. Selain itu dalam rangka meningkatkan
mutu layanan terutama yang berkaitan dengan kualitas dan sistem layanan
VCT, Subdit AIDS dan PMS Ditjen P2PLP Kemenkes RI secara berkala
melakukan monitoring dan mentoring terhadap layanan-layanan VCT yang
ada di Indonesia. Peningkatan kemampuan konselor juga dilakukan dengan
melakukan pelatihan lanjutan VCT, pelatihan konseling Adherence ART
dan PITC dan pelatihan konseling terkait lainnya. Di samping itu dalam
upaya mengoptimalkan sistem pelayanan VCT di Indonesia saat ini dengan
membentuk asosiasi konselor VCT HIV Indonesia, PKVHI (Perhimpunan
Konselor VCT HIV Indonesia). Perhimpunan ini mempunyai kepengurusan
pusat maupun daerah serta secara rutin melakukan musyawarah nasional
maupun wilayah. PKVHI berperan dalam meningkatkan mutu konselor
VCT.
7

2.3.2 Kaitan VCT dengan Provider Initiative Testing and Counseling/ PITC
Saat ini di berbagai rumah sakit di Indonesia telah dilakukan layanan
tes HIV melalui program PITC. PITC adalah program yang dikembangkan
dari layanan konseling dan tes HIV. PITC dan VCT adalah satu kesatuan
pendekatan dalam HIV konseling dan tes HIV. PITC bukanlah tes
mandatori karena mengedepankan prinsip 3C-2R yaitu Consent (persetujuan
setelah mendapat informasi dan memahaminya), Counseling (konseling),
Confidentiality (konfidensialitas) serta Report (pelaporan) dan Referral
(rujukan). Dalam PITC proses konseling pra tes dilakukan dalam bentuk
pemberian informasi. Pada hakekatnya layanan PITC bekerja bersama
dengan layanan VCT dalam konseling dukungan serta keduanya akan
terlaporkan dalam suatu sistem yang baku.
2.3.3 Pencegahan Positif dalam Konseling dan Tes HIV
Kementerian Kesehatan mendukung upaya pencegahan positif
melalui pendekatan konseling dan tes HIV. Pencegahan seharusnya
merupakan tanggung jawab bersama, termasuk pemerintah terlibat dalam
program pencegahan positif. Tak ada satupun pencegahan HIV yang 100%
efektif. Pencegahan dan perawatan HIV saling terkait dan tidak boleh saling
bertentangan. Melibatkan orang yang positif pada tiap tahap pengembangan
dan implementasi program. Program pencegahan HIV seharusnya
dikembangkan tanpa stigmatisasi lebih jauh pada mereka yang sudah
termarginalisasi. Kunci pencegahan positif dalam konseling adalah:
a. Mencegah penularan HIV kepada orang lain
b. Mencegah penularan infeksi ulang HIV dan infeksi lainnya
c. Meningkatkan kualitas hidup terkait dengan rencana masa depan
(termasuk berkeluarga dan keluarga berencana)
8

BAB 3
PENUTUP
3.1 Simpulaan
Pemerintah pusat bertugas melakukan regulasi dan standarisasi
secara nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan bagi orang dengan
HIV/AIDS. Penyelenggaraan dan pelaksanaan program dilakukan sesuai
azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program. Pemerintah berkewajiban menjamin tersedianya ARV maupun
reagen pemeriksaan secara berkesinambungan. Pengembangan layanan bagi
orang dengan HIV/AIDS dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari
berbagai aspek yang meliputi : situasi epidemi daerah, beban masalah dan
kemampuan, komitmen, strategi dan perencanaan, kesinambungan, fasilitas,
SDM dan pembiayaan. Sesuai dengan kewenangannya pengembangan
layanan ditentukan oleh Dinas Kesehatan.

3.2 Saran
Setiap kebijakan yang di buat oleh pemerintah itu bertujuan untuk
mengatur dan membuat rasa nyaman dan amab bagi warganya, karena
landasan yang bertujuan untuk kebaikan dan meningkatlkan kesehatan
masyarakat. Maka dalam kebijakan-kebijakan yang buat harus di ikuti
dengan sunguh sungguh untuk mencapai hasil yang di harapkan.

Você também pode gostar

  • Leaflet Memerah Asi
    Leaflet Memerah Asi
    Documento3 páginas
    Leaflet Memerah Asi
    LodiaKristinManipada
    100% (1)
  • Leaflet Perawatan Luka
    Leaflet Perawatan Luka
    Documento2 páginas
    Leaflet Perawatan Luka
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Anemia
    Leaflet Anemia
    Documento2 páginas
    Leaflet Anemia
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Woc Diabetes Mellitus
    Woc Diabetes Mellitus
    Documento4 páginas
    Woc Diabetes Mellitus
    desty s ika
    75% (4)
  • SAP Luka Gangren
    SAP Luka Gangren
    Documento6 páginas
    SAP Luka Gangren
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Woc CA Mamae
    Woc CA Mamae
    Documento2 páginas
    Woc CA Mamae
    DếltrặMếndrỏfẳ
    67% (3)
  • Woc SC
    Woc SC
    Documento1 página
    Woc SC
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Woc Asfiksia
    Woc Asfiksia
    Documento1 página
    Woc Asfiksia
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • WOC Hernia
    WOC Hernia
    Documento2 páginas
    WOC Hernia
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Kematian: Krsakan Glomerulus SCR Progresif
    Kematian: Krsakan Glomerulus SCR Progresif
    Documento2 páginas
    Kematian: Krsakan Glomerulus SCR Progresif
    Annis Laella Megassari
    Ainda não há avaliações
  • Woc SC
    Woc SC
    Documento1 página
    Woc SC
    LodiaKristinManipada
    Ainda não há avaliações
  • Woc Kanker Payudara
    Woc Kanker Payudara
    Documento2 páginas
    Woc Kanker Payudara
    LodiaKristinManipada
    100% (2)