Você está na página 1de 10

2.

2 Peranan Filsafat dalam Pendidikan

Tujuan filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses


pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang kebijakan
dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik pendidikan atau
proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi kurikulum dan
interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan dengan
menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan memberikan
inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat, memberikan arah yang
jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan pendidikan dan praktik di
lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. Seorang guru perlu menguasai
konsep-konsep yang akan dikaji serta pedagogi atau ilmu dan seni mengajar materi subyek
terkait, agar tidak terjadi salah konsep atau miskonsepsi pada diri peserta didik.

Sesungguhnya ajaran filsafat merupakan sumber, landasan dan identitas tatanan atau sistem nilai
kehidupan umat manusia. Sedemikian berkembang, maka khasanah ajaran nilai filsafat
kuantitati-kualitatif terus meningkat; terbukti dengan berbagai aliran (sistem) filsafat yang
memberikan identitas berbagai sistem pendidikan, sistem budaya, sistem
Kenegaraan dan peradabanbangsa-bangsa modern.

Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, yang berarti bahwa filsafat pendidikan pada
dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil kajian dari filsafat,
yaitu, berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan dan nilai, khususnya yang
berkaitan dengan praktek pelaksanaan pendidikan.

Seorang guru, baik sebagai pribadi maupun sebagai pelaksana pendidikan, peru
mengetahui filsafat pendidikan. Seorang guru perlu memahami dan tidak boleh buta terhadap
filsafat pendidikan, karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan
hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan
pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup. Guru sebagai pribadi
mempunyai tujuan hidupnya dan guru sebagai masyarakat mempunyai tujuan hidup
bersama. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para pendidik
(guru). Hal tersebut akan mewarnai sikap perilakunya dalam mengelola proses belajar mengajar
(PBM). Selain itu pemahaman filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan
meraba-raba tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.

Filsafat Pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam pendidikan (Kneller, 1971). Pendidikan
membutuhkan filsafat karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan yang dibatasi pengalaman, tetapi masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta
lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak
memungkinkan dapat dijangkau.

Dalam filsafat terdapat berbagai aliran; sehubungan dengan itu maka dalam filsafat pendidikan
pun terdapat berbagai aliran sesuai dengan aliran yang ada dalam filsafat. Berikut ini
akandiuraikan berbagai aliran filsafat pendidikan tersebut.
2.3 Aliran-aliran filsafat Pendidikan yang digunakan di

Indonesia

2.3.1 Aliran Filsafat Pendidikan Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates.Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita)
dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa
yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta
penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Keberadaan idea tidak tampak
dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam
dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli.

Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan
dua macam realita.

Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan
ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran
yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan
kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea,
dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti
yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang
paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut
dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis
yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan
hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu
dengan individu lainnya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang
lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang
kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi.

2.3.2 Aliran Filsafat Pendidikan Realisme

Menurut realisme, kualitas nilai tidak dapat ditentukan secara konseptual, melainkan
tergantung dari apa atau bagaimana keadaannya bisa dihayatioleh subjek tertentu dan selanjutnya
akan tergantung pula dari sikap subjek tersebut. Teori lain yang muncul dari realisme disebut
determinismetis. Dikatakan bahwa semua yang ada dalam alam ini, termasuk manusia,
mempunyai hubungan hingga merupakan rantai sebab akibat.

Realisme dalam berbagai bentuk menurut Kattsoff (1996:126) menarik garis pemisah yang tajam
antara yang mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme
atau monisme materialistik.

Menurut Amos Comenius: Manusia selalu berusaha untuk mencapai tujuan hidup berupa
keselamatan dan kebahagiaan hidup yang abadi dan kehidupn dunia yang sejahtera serta damai.
Oleh karena itu dalam pembelajaran sangat ditekankan dengan penggunaan metode peragaan
atau metode peragaan merupakan suatu keharusan dalam proses belajar mengajar, sehingga
beliau dijuluki sebagai Bapak Keperagaan dalam Belajar Mengajar

Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mengenai pendidikan mencerminkan dua jenis


determinasi mutlak dan determinasi terbatas;

1. Determinisme Mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengenal hal-hal yang tidak dapat
dihalang-halangi adanya, jadi harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini.

2. Determinisme Terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar.


Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang kuantitatif didunia ini tidak berarti
dimungkinkan adanya penguasaan terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawasan
diperlukan.

2.3.3. Aliran Filsafat Pendidikan Materialisme

Aliran materialisme adalah suatu aliran filsafat yang berisikan tentang ajaran kebendaan,
dimana benda merupakan sumber segalanya, sedangkan yang dikatakan materialistis
mementingkan kebendaan menurut materialisme (Poerwadarminta, 1984:638). Materialisme,
yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini
tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialisme memiliki dua variasi yaitu
materialisme dialektik dan materialisme humanistis. MenurutNoor Syam, (1986:162-163)
semuanya adalah materi, serba zat, serba benda, manusia merupakan makhluk ilmiah yang tidak
punya perbedaan dengan alam semesta demikian juga wujudnya yang merupakan makrokosmos,
dan tingkah laku manusia pada prosesnya sejalan dengan sifat dan gerakan peristiwa alamiah,
yang terkait dengan benda dan menjadi bagian dari hukum alam.

Karl Marx, memberikan suatu pandangan bahwa kenyataan yang ada adalah dunia materi, dan
didalam suatu susunan kehidupan yaitu masyarakat, pada muatannya terdapat berupa kesadaran-
kesadaran yang menumbuhkan ide serta teori serta pandangan yang semuanya adalah suatu
gambaran yang nyata.

2.3.4. Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut)
tidak doktriner tetapi relatif tergantung kepada kemampuan minusia.
Filsafat ini dipandang sebagai filsafat Amerika asli, pada hal kenyataan yang sebenarnya adalah
berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa sumber pengetahuan
manusia adalah apa yang manusia alami. Tokoh yang terkenal filsafat ini adalah Charles Sandre
Pierce (1839-1914), William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952). Pragmatisme
berasal dari kata pagma yang berarti praktik atau aku berbuat. Pendidikan menurut pandangan
pragmatisme bukan merupakan suatu proses pembentukan dari luar dan juga bukan merupakan
suatu pemerkahan kekuatan-kekuatan laten dengan sendirinya (unfolding), melainkan merupakan
suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu; yang berarti
bahwa setiap manusia selalu belajar dari pengalamannya.

Menurut John Dewey (Sadulloh. 2003), pendidikan perlu didasarkan pada tiga pokok pemikiran,
yakni:

1. Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup

2. Pendidikan sebagai pertumbuhan

3. Pendidikan sebagai fungsi sosial

2.3.5. Aliran Filsafat Pendidikan Eksistensialisme

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Eksistensialisme adalah salah satu aliran besar dalam filsafat, khususnya tradisi filsafat
Barat. Eksistensialisme mempersoalkan keber-Ada-an manusia, dan keber-Ada-an itu dihadirkan
lewat kebebasan. Pertanyaan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme adalah melulu
soal kebebasan. Apakah kebebasan itu? bagaimanakah manusia yang bebas itu? dan sesuai
dengan doktrin utamanya yaitu kebebasan, eksistensialisme menolak mentah-mentah bentuk
determinasi terhadap kebebasan kecuali kebebasan itu sendiri. Dalam studi sekolahan filsafat
eksistensialisme paling dikenal hadir lewat Jean-Paul Sartre, yang terkenal dengan diktumnya
"human is condemned to be free", manusia dikutuk untuk bebas, maka dengan kebebasannya
itulah kemudian manusia bertindak. Pertanyaan yang paling sering muncul sebagai derivasi
kebebasan eksistensialis adalah, sejauh mana kebebasan tersebut bebas? atau "dalam istilah orde
baru", apakah eksistensialisme mengenal "kebebasan yang bertanggung jawab"? Bagi
eksistensialis, ketika kebebasan adalah satu-satunya universalitas manusia, maka batasan dari
kebebasan dari setiap individu adalah kebebasan individu lain. Namun, menjadi eksistensialis,
bukan melulu harus menjadi seorang yang lain-daripada-yang-lain, sadar bahwa keberadaan
dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu
yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan
atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme. Sebagai contoh, mau tidak mau kita akan terjun ke berbagai profesi seperti
dokter, desainer, insinyur, pebisnis dan sebagainya, tetapi yang dipersoalkan oleh
eksistensialisme adalah, apakah kita menjadi dokter atas keinginan orang tua, atau keinginan
sendiri.

Filsafat ini memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum,


eksistensialisme menekankan pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan
kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas.

Beberapa tokoh dalam aliran ini : Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin
Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich.

Eksistensialisme:

Menekankan pada individual dalam proses progresifnya dengan pemikiran yang merdeka dan
otentik.

Pada dasarnya perhatian dengan kehidupan sebagai apa adanya dan tidak dengan kualitas-
kualitas abstraknya.

Membantu individu memahami kebebasan dan tanggung jawab pribadinya. Jadi,


menggunakan pendidikan sebagai jalan mendorong manusia menjadi lebih terlibat dalam
kehidupan sebagaimana pula dengan komitmen tindakannya.

Individu seharusnya senantiasa memperbaiki diri dalam kehidupan dunia yang terus berubah.

Menekankan pendekatan I-Thou (Aku-Kamu) dalam proses pendidikan, baik guru maupun
murid.

Promosikan pendekatan langsung-mendalam (inner-directed) yang humanistik; dimana siswa


bebas memilih kurikulum dan hasil pendidikannya.

2.3.6. Aliran Filsafat Pendidikan Progresivisme

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum dan bahwa manusia
berkembang terus menerus dalam arah yang posisitf. Apa yang dipandang benar sekrang belum
tentu benar pada masa yang akan dating. Oleh sebab itu, peserta didik bukan dipersiapkan untuk
menghidupi kehidupan masa kini, melainkan mereka harus dipersiapkan menghadapi kehidupan
masa dating. Permasalahan hidup masa kini tidk akan sama dengan permasalahan hidup masa
yang akan dating. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal; menyala.
tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai
yang telah disimpan dalam kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan
sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu
kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Guru pendidik harus berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar peserta didik terdorong
dan terbantu untuk mempelajari dan memiliki pengalaman tentang hal yang penting bagi
kehidupan mereka, bukan memberikan sejumlah kebenaran yang disebut abadi.

Progresivisme menekankan pada perubahan dan sesuatu yang baru. Progresivisme berpendapat
bahwa tidak ada teori realita yang umum dan ini bertentangan dengan perenialisme. Pengalaman
menurut progresivisme bersifat dinamis dan temporal, tidak pernah sampai pada yang paling
extrim serta pluralistis. Menurutnya nilai berkembang terus karena adanya pengalaman -
pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan.

Progresivisme:

1. Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.

2. Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut.

3. Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup.

4. Pendidikan dipandang sebagai suatu proses.

5. Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan
keterampilan yang memadai.

6. Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi


humanisasi.

7. Bercorak student-centered.

8. Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan.

9. Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau
masyarakat.

2.3.7 Aliran Filsafat Pendidikan Perenialisme

Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan kacau balau seperti


sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah
teruji. Menurut. perenialisme, kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala
isinya. Perenialisme berpandangan hahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab
hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat dipandang baik.

Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan:

1. Program pendidikan yang ideal harus didasarkan atas paham adanya nafsu, kemauandan akal
(Plato)
2. Perkemhangan budi merupakan titik pusat perhatian pendidikan dengan filsafat sebagai alat untuk
mencapainya ( Aristoteles)

3. Pendidikan adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur agar menjadi aktif atau
nyata (Thomas Aquinas)

Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah cinta kebenaran, cinta
kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.

Perenialisme:

Berhubungan dengan perihal sesuatu yang terakhir. Cenderung menekankan seni dan sains
dengan dimensi perennial yang bersifat integral dengan sejarah manusia.

Pertama yang harus diajarkan adalah tentang manusia, bukan mesin atau teknik. Sehingga
tegas aspek manusiawinya dalam sains dan nalar dalam setiap tindakan.

Mengajarkan prinsip-prinsip dan penalaran ilmiah, bukan fakta.

Mencari hukum atau ide yang terbukti bernilai bagi dunia yang kita diami.

Fungsi pendidikan adalah untuk belajar hal-hal tersebut dan mencari kebenaran baru yang
mungkin.

Orientasi bersifat philosophically-minded. Jadi, fokus pada perkembangan personal.

Memiliki dua corak:

Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan
penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan
proposisional.

Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan
diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic
method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari
buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan
masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis
dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri
sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.

2.3.8. Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme

Esensialisme berpendapat bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela yang
mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula. Esensialisme didukung oleh idealisme
modern yang mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam semesta tempat manusia
berada. Esensialisme juga didukung oleh idealisme subjektif yang berpendapat hahwa alam
semesta itu pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada dalam
arti spiritual. Realisme berpendapat bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana
keadaannya, apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada subjek
tersebut. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang
apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan
sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional
yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersehut. Menunut
realisme, pengetahuan terbentuk berkat bersatunya stimulus dan tanggapan tententu menjadi satu
kesatuan. Sedangkan menurut idealisme, pengetahuan timbul karena adanya hubungan antara
dunia kecil dengan dunia besar. Esensialisme berpendapat bahwa pendidikan haruslah bertumpu
pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa

Essensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya


dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap trend-trend progreif di sekolah-sekolah. Essensialisme,
berpendapat bahwa kultur kita telah memiliki suatu inti pengetahuan umum yang harus diberikan
di sekolah-sekolah dalam suatu cara yang sistematik dan berdisiplin. Essensialisme menekankan
pada apa yang mendukung pengetahuan dan keterampilan yang diyakini penting yang harus
diketahui oleh para anggota masyarakat yang produktif.

Essensialisme, sepertihalnya perenialisme dan progresivisme bukan merupakan suatu aliran


filsafat tersendiri, yang mendirikan suatu bangunan filsafat, malainkan suatu gerakan dalam
pendidikan yang memprotes terhadap pendidikan progresivisme. Essensialisme mengadakan
protes tersebut tidak menolak atau menentang secara keseluruhan pandangan progresivisme
seperti halnya yang dilakukan perenislisme.

Dua aliran filsafat idealisme dan realisme yang membentuk corak essensialisme sebagai
pendukung essensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya
yang utama pada dirinya masing-masing.

Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan
menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan
hidupnya.

Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional.

Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra,
bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik.

Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks.

Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien.

Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri.

Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami
serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.
2.3.9 Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme

Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresifisme dalam
pendidikan. Tidak cukup kalau individu belajar hanya dari pengalaman-pengalaman
kemasyarakatan di sekolah. Tujuan pendidikan adalah untuk menumbuhkan kesadaran peserta
didik akan masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi manusia bukan hanya
nasional, regional, akan tetapi juga ecara global.

Brameld (Sadulloh:2003) mengemukakan teori pendidikan rekonstruksionisme terdiri dari lima


tesis.

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu


tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan
merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang
mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai
beberapa konsep umum seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan


mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara
aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah
ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini


berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau
sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman


pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam


pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai idea
yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin benar atau
tidak.

Rekonstruksionisme:

Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian
problema sosial yang signifikan.
Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist.

Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu
pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan
yang perlu diciptakan.

Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan
melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.

Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas
hidup yang nyata bersama sesamanya.

Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).

Você também pode gostar