Você está na página 1de 5

INFECTION CONTROL RISK ASSESSEMENT (ICRA)

PROGRAM PEMBERIAN TERAPI CAIRAN

A. Latar Belakang
Dalam pemberian terapi intravena tidak bisa lepas dari adanya
komplikasi. Komplikasi yang bisa didapatkan dari pemberian terapi intravena
adalah komplikasi sistemik dan komplikasi lokal. Komplikasi sistemik lebih
jarang terjadi tetapi seringkali lebih serius dibanding komplikasi lokal seperti
kelebihan sirkulat, emboli udara dan infeksi. Komplikasi lokal dari terapi
intravena antara lain infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan
ekstravasasi.
Beberapa obat mempunyai tingkat komplikasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan obat lain dikarenakan sifat fisika kimia dari obat
tersebut.

B. Tujuan
1. Mengurangi resiko komplikasi terkait pemberian obat dengan konsentrasi
yang tinggi/pekat.
2. Mengurangi resiko komplikasi terkait pemberian obat dengan osmolaritas
yang tinggi.
3. Mengurangi resiko komplikasi terkait pemberian obat yang bersifat iritatif.
4. Mengurangi resiko infeksi akibat pencampuran obat yang tidak aseptis.

C. Aplikasi
Kajian resiko pemberian terapi cairan ini diaplikasikan untuk :
1. Proses pencampuran/pengenceran KCI oleh Farmasi.
2. Proses pemberian KCI ke pasien oleh perawat.
3. Proses penyiapan/rekonstitusi obat golongan sitostatika oleh Farmasi.
4. Proses pemberian obat golongan sitostatika ke pasien oleh perawat.
5. Proses penyiapan obat injeksi/infuse yang akan diadministrasikan ke
pasien.
6. Proses pencabangan/pencampuran obat yang diadministrasikan ke pasien.

D. Kajian Resiko
Dalam hal pemberian terapi cairan, beberapa resiko dapat terjadi,
diantaranya:
1. Infeksi
Dapat terjadi pada proses penyiapan dan pemberian terapi :
a. Infeksi yang di sebabkan pemberian obat ke pasien yang tidak/kurang
aseptis.
b. Infeksi yang di sebabkan proses pencampuran/pengenceran yang
kurang aseptis.
2. Phlebitis/Nekrosis
Dapat terjadi pada proses pemberian terapi :
a. Phlebitis /nekrosis yang di karenakan pemberian obat yang mempunyai
konsentrasi dan osmolaritas yang tinggi.
b. Phlebitis yang di karenakan infeksi karena administrasi obat yang
tidak/kurang aseptis.
c. Phlebitis yang di karenakan sifat obat yang iritatif yang tidak tertangani
dengan baik.
d. Phlebitis yang di karenakan incomapatibilitas (ketidak tercampuran
obat) dari obat yang di pakai pasien pada program terapi.
e. Phlebitis yang di karenakan faktor mekanis, seperti pemilihan vena
(terkait usia pasien, kelenturan vena, dll)
Dapat pentabelan kajian resiko di gambarkan sebagai berikut :

Resiko
(kesehatan, Sistem yang
Probabilitas Skor
Potensial Risk/Problem financial,legal, ada
peraturan)
4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Pengenceran Elektrolit
Konsentrat (KCI)
7
Pemberian Terapi
Elektrolit Konsentrat (KCI) 8
Penyiapan/rekonstitusi
obat Sitostika 8
Pemberian Terapi Obat
Statostika 8
Penanganan obat
injeksi/infus
9
Pencabangan/pencampura
n obat injeksi 11

Keterangan :
Probabilitas Resiko Sistem yang ada
0 : Tidak pernah 1 : Klinis dan keuangan minimal 5 : Tidak ada
1 : Jarang 2 : Klinis dan keuangan sedang 4 : Jelek
2 : Kadang 3 : Masa perawatan memanjang 3 : Sedang
3 : Agak sering 4 : Berkurangnya fungsi 2 : Baik
4 : Sering 5 : Kehilangan nyawa 1 : Sangat baik

E. Kebijakan
Berdasarkan kajian resiko tersebut, standar perlakuan di perlukan dalam
pemberian terapi cairan baik pada pasien maupun petugas terkait. Standar
pemberian terapi cairan di jabarkan sebagai berikut :
1. Melakukan proses perhitungan osmolaritas larutan yang akan di buat.
Untuk pemberian secara intravena perifer, pada pasien dewasa,
osmolaritas larutan 600 mOsm/L.
Melakukan proses pencampuran/pengenceran dengan memperhatikan
tahap proses aseptis, yaitu :
Memakai APD standar berupa : baju dalam untuk ruang steril, topi
disposable, masker, sarung tangan.
Melakukan cuci tangan sesuai standar WHO sebelum memakai
APD dan setelah proses pengenceran.
Melekukan swab sebelum dan sesudah melakukan pengenceran,
meliputi meja, bengkok, leher flacon KCI, tutp karet infuse, dan
menutup tutup karet infuse dengan sisi dalam parafilm setelah
melakukan pengenceran.

2. Proses administrasi ke pasien


a. Elektrolit konsentrat ( KCI) tidak boleh di berikan tanpa pengenceran.
b. Elektrolit konsentrat (KCI) tidak boleh di berikan secara intravena (iv)
bolus.
c. Elektrolit konsentrat (KCI) yang telah di encerkan dapat di berikan
melalui perifer kecuali kondisi vena perifer yang tidak memungkinkan
seperti faktor usia yang mempengaruhi kelenturan vena, pada vena
perifer sudah di bebankan banyak obat dengan pencabangan, dll maka
di berikan melalui vena central untuk mengurangi resiko phlebitis.
d. Pemasangan infuse di lakukan dengan tahap proses aseptis.

F. Quality Control
Injeksi/Infus yang di siapkan di ruang perawatan :
1. Pencabangan/pencampuran obat injeksi
Tidak ada kasus phlebitis/nekrosis di karenakan percabangan/pencampuran
obat yang injeksi/infuse.
2. Penanganan obat injeksi/infuse
a. Petugas melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah menyiapkan obat
injeksi/infuse.
b. Petugas yang menyiapkan obat injeksi/infuse memahami dan
menjalankan teknik aseptis.
c. Trolly penyiapan injeksi di bersihkan setiap hari dan setiap kali akan di
lakukan/setelah penyiapan obat injeksi, di buktikan dengan data
dokumentasi pembersihan trolly.

Penanganan Elektrolit Konsentrat


Untuk memastikan program pemberian terapi elektrolit konsentrat sudah
dilakukan dengan benar, dapat dilakukan pemantauan sebagai berikut :
1. Petugas melakukan cuci tangan sebelum dan sesudahpengenceran dan
administrasi KCI ke pasien.
2. Petugas memakai APD sesuai standar.
3. Semua pengenceran KCI di lakukan oleh farmasi di ruang steril Vineristin.
4. Tidak ada kasus phlebitis yang di karenakan pemberian KCI yang kurang
tepat.
Penaganan Obat Sitostatika
Untuk memastikan program penanganan obat sitostatika sudah dilakukan
dengan benar, maka dilakukan pemantauan sebagai berikut :
1. Penyiapan di Ruang Steril
a. Proses administrasi
Petugas administrasi melakukan cuci tangan sebelum dan setelah
melakukan administrasi.
Petugas APD sesuai standar.
Petugas administrasi menerima lembar permintaan rekonstitusi dan
obat kemoterapi dari perawat khusus kemoterapi dan melakukan
pengecekan.
Petugas melakukan administrasi dengan mendokumentasikan pada
gambar administrasi rekonstitusi.
b. Proses pengecekan
Dilakukan dengan melihat literature standar :
Handbook on Injectable Drug
www.bc-cancer.bc.ca
www.micromedexsolution.com
c. Proses rekonstitusi
Dengan memperhatikan tahap proses aseptis, yaitu :
Petugas rekonstitusi melakukan cuci tangan sebelum dan setelah
melakukan rekonstitusi.
Petugas rekonstitusi memakai APD standar kemoterapi berupa
sepatu dalam, baju dalam, masker, kacamata google, penutup
kepala, baju luar dab sarung tangan steril.
Petugas rekonstitusi melakukan swab terhadap meja kerja/BSC
(Biological Safety Cabinet) setiap kali sebelum dan sesudah proses
pencampuran/rekonstitusi sitostatika. Swab dilakukan dengan
menggunakan alcohol 70% pada bagian dalam BSC.
2. Proses administrasi ke pasien
a. Administrasi obat ke pasien dilakukan dengan tahap proses aseptis.
b. Obat sitostatika di berikan sesuai dengan lama waktu pemberian yang
di perintahkan okter.
c. Mlakukan kroseek antara obat dan pasien untuk menjamin kebenaran
pemberian obat.

Você também pode gostar