Você está na página 1de 37

Nama : Dian Meilina

NIM : 06071004034
Mata Kuliah : Sejarah Lokal

ADAT ISTIADAT SUMATERA BARAT

Sistim Matrilinial

Menurut para ahli antropologi tua pada abad 19 seperti J.


Lublock, G.A. Wilken dan sebagainya, manusia pada mulanya hidup
berkelompok, kumpul kebo dan melahirkan keturunan tanpa ikatan.

Kelompok keluarga batih (Nuclear Family) yang terdiri dari


ayah-ibu dan anak-anak seperti sekarang belum ada. Lambat laun
manusia sadar akan hubungan antara ibu dan anak-anaknya
sebagai satu kelompok keluarga karena anak-anak hanya mengenal
ibunya dan tidak tahu siapa dan dimana ayahnya. Dalam kelompok
keluarga batih ibu dan anak-anaknya ini, si Ibulah yang menjadi
Kepala Keluarga. Dalam kelompok ini mulai berlaku aturan bahwa
persenggamaan (persetubuhan) antara ibu dan anak lelakinya dihindari
dan dipantangkan (tabu). Inilah asal mula perkawinan diluar batas
kelompok sendiri yang sekarang disebut dengan adat eksogami.
Artinya perkawinan hanya boleh dilakukan dengan pihak luar, dan
sebaliknya perkawinan dalam kelompok serumpun tidak
diperkenankan sepanjang adat. Kelompok keluarga itu tadi makin
lama makin bertambah banyak anggotanya. Karena garis
keturunan selalu diperhitungkan menurut Garis Ibu, dengan
demikian terbentuk suatu masyarakat yang oleh para sarjana seperti
Wilken disebut masyarakat matriarchat. Istilah matriarchat
yang berarti ibu yang berkuasa sudah ditinggalkan. Para ahli
sudah tahu bahwa sistem ibu yang berkuasa itu tidak ada. Yang
ada ialah kelompok keluarga yang menganut prinsip silsilah keturunan
yang diperhitungkan melalui garis ibu atau dalam bahasa asing disebut
garis matrilinial. Jadi dalam sistem kekerabatan matrilinial
terdapat 3 unsur yang paling dominan :

Garis keturunan menurut garis ibu.


Perkawinan harus dengan kelompok lain diluar kelompok sendiri
yang sekarang dikenal dengan istilah Eksogami matrilinial.
Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan,
pengamanan kekayaan dan kesejahteraan keluarga

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang


Minang)

ADAT PERKAWINAN

1. Fungsi perkawinan

Pada umumnya perkawinan mempunyai aneka fungsi sebagai


berikut :
Sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara pria dengan
wanita dipandang dari sudut adat dan agama serta undang-
undang negara.
Penentuan hak dan kewajiban serta perlindungan atas suami istri
dan anak-anak.
Memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup status sosial
dan terutama untuk memperoleh ketentraman batin.
Memelihara kelangsungan hidup kekerabatan dan
menghindari kepunahan.

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang


Minang)

2. Perkawinan Adat Minangkabau

Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya


Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut : Kedua calon
mempelai harus beragama Islam.

Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku
yang sama, kecuali pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak
yang lain.
Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan
menghargai orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber
penghasilan untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.
Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas
dianggap perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak
memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu masih ada
tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus
dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang,
batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan
sebagainya. Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak
mungkin diremehkan karena semua orang Minang menganggap
bahwa Perkawinan itu sesuatu yang agung, yang kini diyakini
hanya sekali seumur hidup.

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang


Minang)

3. Perkawinan Eksogami

Perkawinan diluar batas tertentu ini disebut dengan istilah


eksogami. Istilah eksogami ini mempunyai pengertian yang sangat
nisbi (relatif). Pengertian diluar batas lingkungan bisa diartikan luas
namun bisa pula sangat sempit. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat
kalau orang dilarang kawin dengan saudara-saudara kandungnya,
maka kita sebut eksogami keluarga batih. Kalau orang dilarang
kawin dengan semua orang yang mempunyai marga marga yang
sama, disebut eksogami marga. Kalau orang dilarang kawin
dengan orang yang berasal dari nagari yang sama, kita sebut
dengan eksogami nagari. Adat Minang menentukan bahwa orang
Minang dilarang kawin dengan orang dari suku yang serumpun. Oleh
karena garis keturunan di Minangkabau ditentukan menurut garis ibu,
maka suku serumpun disini dimaksudkan serumpun menurut garis
ibu, maka disebut eksogami matrilokal atau eksogami
matrilinial.

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang


Minang)

4. Urang Sumando

Berbagai istilah diberikan oleh orang Minang sebagai penilaian


atas perangai dan tingkah laku Urang Sumando mereka. Ada Urang
Sumando memperoleh sebutan terhormat sebagai Rang Sumando
Niniek-mamak, karena tingkah laku dan adat istiadatnya
menyenangkan pihak keluarga istri. Namun sebaliknya banyak pula
Urang Sumando ini yang mendapat gelar-gelar ejekan yang diberikan
kepada Urang Sumando itu sesuai dengan tingkah polah perangai
mereka itu. Rang Sumando yang kerjanya hanya kawin-cerai di
setiap kampung dan meninggalkan anak dimana-mana disebut dengan
Rang Sumando Langau-Hijau atau Rang Sumando Lalat-Hijau
yang kerjanya meninggalkan larva (ulat) dimana-mana. Rang
Sumando yang kerjanya hanya mengganggu ketentraman tetangga
karena menghasut dan memfitnah, atau memelihara binatang ternak
yang dapat mengganggu lingkungan seperti itik, ayam, kambing dan
lainnya diberi gelar Rang Sumando Kacang Miang, yaitu sejenis
kacang-kacangan yang kulitnya berbulu gatal-gatal. Di Minangkabau
berlaku pepatah Kaluak paku kacang balimbing, daun simantuang
lenggang-lenggangkan anak dipangku kemenakan dibimbing
urang kampung dipatenggangkan . Kalau seorang suami sampai
lupa kepada kemenakan dan kampung halamannya sendiri, karena
sibuk dan rintang dengan anak dan istrinya saja, maka suami yang
demikian itu diberi gelar oleh orang kampungnya sendiri sebagai
Rang Sumando Lapiak Buruak, yang artinya Rang Sumando
yang diibaratkan sama dengan tikar pandan yang lusuh di rumah
istrinya. Bagi suami atau Rang Sumando yang kurang
memperhatikan kewajiban terhadap anak-anaknya sendiri, maka
Rang Sumando yang demikian itu mendapat gelar Rang
Sumando apak paja, yang artinya hanya berfungsi sebagai pejantan
biasa dan Rang Sumando semacam ini merupakan kebalikan dari
Rang Sumando lapiak buruak yang menjadi orang pandie di
rumah istrinya. Dalam zaman modern ini, dimana kehidupan telah
berubah dari sektor agraria menjadi sektor jasa dan industri, maka
sebagian keluarga Minang terutama di rantau telah berubah dan
cenderung kearah pembentukan keluarga batih dalam sistem
patrilinial atau sistem keluarga barat dimana bapak merasa dirinya
sebagai kepala keluarga dan sekaligus sebagai kepala kaum,
menggantikan kedudukan mamak. Kecenderungan semacam ini telah
merusak tatanan sistem kekerabatan keluarga Minang yang telah
melahirkan pula jenis. Rang Sumando, bentuk baru yang dapat kita
beri sebutan sebagai Rang Sumando Gadang Malendo, yang
tanpa malu-malu telah menempatkan dirinya sendiri sebagai kepala
kaum, sehingga menyulitkan kedudukan mamak terhadap para
kemenakannya.

(Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang


Minang)

Proses upacara perkawinan adat istiadat minangkabau dapat dibuat


menjadi suatu urutan sebagai berikut :

I. Maresek

Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga, bermula


dari penjajakan. Di Minangkabau sendiri kegiatan ini di sebut dengan
berbagai istilah. Ada yang menyebut maresek, ada yang mengatakan
marisiak, ada juga yang menyebut marosok sesuai dengan dialek
daerah masing-masing. Tapi tujuan dan artinya sama yaitu melakukan
penjajakan pertama.
Tata cara pelaksanaannya berbeda-beda di Sumatera Barat. Ada
nagari-nagari di mana perempuan yang datang dahulu melamar. Tapi
ada juga nagari-nagari di mana pihak laki-laki yang melakukan
pelamaran. Namun sesuai dengan system kekerabatan matrilineal yang
berlaku di Minankabau, maka yang umum melakukan lamaran ini
adalah pihak keluarga perempuan.
Pelaksanaan penjajakan tidak perlu ayah-ibu atau mamak-mamak
langsung dari si anak gadis yang akan di carikan jodoh itu yang
datang. Biasanya perempuan-perempuan yang sudah berpengalaman
untuk urusan-urusan semacam itu yang di utus terlebih dahulu.
Tujuannya adalah mengajuk-ajuk apa pemuda yang dituju telah ada
niat untuk dikawinkan dan kalau sudah berniat apakah ada
kemungkinan kalau dijodohkan dengan anak gadis si A yang juga
sudah berniat untuk berumah tangga.
Jika mamak atau ayah bundanya nampak memberikan respon yang
baik, maka angin baik ini segera di sampaikan kembali oleh si
telangkai tadi kepada mamak dan ayah bunda pihak si gadis.
Urusan resek-maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama,
tetapi juga berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih
berada di Sumatera Barat, maupun bagi mereka yang sudah bermukim
di rantau-rantau.
Terutama tentu saja bagi keluarga-keluarga yang keputusan-keputusan
penting masih tergantung kepada orang-orang tua mereka. Untuk
kasus-kasus yang semacam ini, tentang siapa yang harus terlebih
dahulu melakukan penjajakan, tidaklah merupakan masalah. Karena di
sini berlaku hokum sesuai dengan pepatah petitih :

Sia marunduk sia bungkuak


Sia malompek sia patah
Artinya siapa yang berkehendak,tentulah dia yang harus mengalah

Seringkali resek-maresek ini tidak selesai satu kali, tapi bisa berlanjut
dalam beberapa kali perundingan. Dan jika semuanya telah bersepakat
untuk saling menjodohkan anak kemenakan masing-masing dan
segala persyaratan untuk itupun telah di setujui oleh pihak keluarga
laki-laki dengan telangki yang, maka barulah selanjutnya di tentukan
untuk mengadakan pertemuan secara lebih resmi oleh keluarga kedua
belah pihak. Acara inilah yang di sebut acara maminang.

II. Maminang/Batimbang Tando


Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga anak gadis yang akan
dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak mamaknya datang
bersama-sama kerumah keluarga calon muda yang dituju. Lazimnya
untuk acara pertemuan resmi pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah si
gadis dan diiringkan oleh beberapa orang wanita yang patut-patut dari
keluarganya. Dan biasanya rombongan yang datang juga telah
membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih
berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang ahli untuk
itu.
Untuk menghindarkan hal-hal yang dapt menjadi penghalang bagi
kelancaran pertemuan kedua keluarga untuk pertama kali ini, lazimnya
si telangkai yang marisiak, sebelumnya telah membicarakan dan
mencari kesepakatan dengan keluarga pihak pria mengenai materi apa
saja yang akan di bicarakan pada acara maminang itu. Apakah setelah
meminang dan pinangan di terima lalu langsung di lakukaan acara
batuka tando atau batimbang tando ?
Batuka tando secara harfiah artinya adalah bertukar tanda. Kedua
belah pihak keluarga yang telah bersepakat untuk saling menjodohkan
anak kemenakannya itu, saling memberikan tanda sebagai ikatan
sesuai dengan hokum perjanjian pertunangan menurut adat
Minagkabau yang berbunyi ;
Btampuak lah buliah dijinjing,.
Batali lah buliah diirik.
Artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalan satu acara resmi oleh
keluarga belah pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda
tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakatan sebagai
dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua keluarga
pun telah terikatan untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak
dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu.
Barang-barang yang dibawa
Barang-barang yang dibawa waktu meminang, yang utama adalah
sirih pinang lengkap. Apakah di susun dalam carano atau dibawa
dengan kampia, tidak menjadi soal. Yang penting sirih lengkap harus
ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih
pinang lengkap harus ada. Tidaklah di sebut beradat sebuah acara,
kalau tidak ada sirih diketengahkan.
Pada daun sirih yang dikunyah menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu
pahit dan manis, terkandung symbol-simbol tentang harapan dan
kearifan manusia akan kekurangan-kekurangan mereka. Lazim saja
selama pertemuan itu terjadi kekhilafan-kekhilafan baik dalam tindak-
tanduk maupun dalam perkataan, maka dengan menyuguhkan sirih di
awal pertemuan, maka segala yang janggal itu tidak akan jadi
gunjingan. Sebagaimana dalam pasambahan siriah disebutkan :

Kok siriah lah kami makan


Manik lah lakek di ujuang lidah
Pahik lah luluih karangkuangan
Jika sirih sudah kami makan
Yang manis lekat di ujung lidah
Yang pahit lolos ke kerongkongan.

Artinya orang tidak lagi mengigat-mengigat segala yang jelek, hanya


yang manis saja pada pertemuan itu yang akan melekat dalam
kenangannya.
Kalau disepakati sebelumnya bahwa pada acara maminang tersebut
sekaligus juga akan dilangsungkan acara batuka tando atau batimbang
tando maka benda yang akan dipertukarkan sebagai tanda itu juga
dibawa dalam wadh yang sudah dihias. Yang dijadikan sebagai tanda
untuk dipertukarkan lazimnya adalah benda-benda pusaka,
sepertikeris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi
keluarga.
Karena nilai sejarahnya inilah maka barang -barang yang dijadikan
sebagai tanda itu sangat berharga bagi keluarga yang bersangkutan
dan karena itu pula maka setelah nanti akad nikah dilangsungkan,
masing-masing tanda ini harus di kembalikan lagi dalam suatu acara
resmi oleh kedua belah pihak.

Urutan Acara
Pembicaran dalam acara maminang dan batuka tando ini berlangsung
antara mamak atau wakil dari pihak keluarga si gadis dengan mamak
atau wakil dari pihak keluarga pemuda. . Bertolak dari penjajakan
yang telah dilakukan sebelumnya ada empat hal secara simultan yang
dapat dibicarakan, dimufakati dan diputuskan oleh kedua belah pihak
saat itu.
Namun menurut yang lazim di kampung, jika acara maminang itu
bukan sesuatu yang direkayasa oleh kedua keluarga sebelumnya, maka
acara ini akan berlangsung berkali-kali sebelum urutan ketentuan di
atas dapat dilaksanakan. Karena pihak keluarga pemuda pasti tidak
dapat memberikan jawaban lagsung pada pertemuan pertama itu.
Orang tuanya atau ninik mamaknya akan meminta waktu dengan
keluarga-keluarganya yang patut-patut lainnya. Paling -paling pada
pertemuan tersebut, pihak keluarga pemuda menentukan waktu kapan
mereka memberikan jawaban atas lamaran itu.
Acara maminang yang berlangsung di kota-kota umumnya sudah
dibuat dengan scenario yang praktis berdasqrkan persetujuan kedua
keluarga, sehingga urutan-urutan seperti kami cantukan diatas dapat
dilaksanan secara simultan dan diselasaikan dalam satu kali
pertemuan.
Tata Cara
Setelah rombongan keluarga pihak wanita dipersilakan naik ke atas
rumah dan didududkan di sekitar seprai yang telah ditata dengan
makanan-makanan kecil, maka mamak atau jurubicara dari pihak
keluarga wanita yang datang yang kan memulai pembicaraan menurut
tata adat sopan santun Minang yang disebut pasambahan.
Sambah yang dilakukan dengan mengakat kedua telapak tangn
dihadpan wajah ini, harus ditujukan kepada ninik mamak atau orang
yang memang sudah ditentukan oleh keluarga pihak pria yang telah
ditunjuk untuk itu.
Yang menjadi inti pembicaraan pertama ialah pasambahan siriah, di
mana jurubicara pihak keluarga yang datang menyuguhkan sirih
lengkap yang dibawahnya untuk dicicipi oleh semua yang patut -patut
dalam keluarga pihak laki-laki. Sirih yang disuguhkan itu juga tidak
harus dimakan; dengan memegang atau mengupil secuil daun sirih itu
saja juga sudah dianggap sah.
Setelah itu barulah juru bicara pihak yang datang menanyakan apakah
mereka sudah boleh menyampaikan maksud dan tujuan dari
kedatangan mereka itu.
Lazimnya menurut adat, permintaan dari yang datang ini tidak
langsung dipenuhi oleh keluarga yang menunggu.
Bagaimanapun sesuai dengan basa-basi, sebelum pembicaraan
dimulai, pihak tuan rumah ingin menyuguhkan makanan dan
minuman yang telah terhidang sebagai pelepas lelah bagi tamu-
tamunya. Dalam hal ini berlaku hokum pepatah petitih adat yang
mengatakan :

Jikok manggolek dinan data


Jikok barudiang sudah makan
Jikalau berbaring di tempat yang rata
Kalau berunding sesuadh makan

Selesa makan dan minum, juru bicara keluarga yang datang akan
mengulangi lagi permintaannya apakah sudah dibolehkan
menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Jika lamaran telah diterima, maka dilangsungkanlah acara batuka
tando. Tanda dari pihak keluarga perempuan yang meminang
diserahkan olek ninik mamaknya kepada ninik mamak keluarga pria.
Dan dari ninik mamak ini baru diteruskan kepada ibu dari calon
mempelai wanita. Begitu pula sebaliknya.
1. Melamar : Menyampaikan secara resmi lamaran dari pihak kelurga
si gadis kepada pihak keluarga si pemuda.
2. Batuka tando : Mempertukarkan tanda ikatan masing-masing
3. Baretong : Memperembukkan tata cara yang akan dilaksanakan
nanti dalam penjumpatan calon pengantin pria waktu akan dinikahkan.
4. Manakuak Hari : Menentukan waktu kapan niat itu akan
dilaksanakan

Bila seorang pemuda telah ditentukan jodoh dan hari perkawinannya,


maka kewajiban yang pertama menurut adat yang terpikul langsung ke
diri orang yang bersangkutan, ialah memberitahu dan mohon restu
kepada mamak-mamaknya, kepada saudara-saudara ayahnya ; kepada
kakak-kakanya yang telah berkeluarga dan kepada orang-orang tua
lainnya yang dihormati dalam kelurganya.
Acara ini pada beberapa daerah di Sumatera barat di sebut minta izin.
Bagi calon pengantin wanita, kewajiban ini tidaklah terpikul langsung
kepada calon anak daro, tetapi dilaksanakan oleh kaum keluarganya
yang wanita yang telah berkeluarga , acara ini disebut mahanta siriah.
Atau menghantar sirih.
Tata cara
Pada hari yang telah ditentukan calon mempelai pria dengan
membawa seorang kawan (biasanya teman dekatnya yang telah atau
baru berkeluarga) pergi mendatangi langsung rumah isteri dari
keluarga-keluarga yang patut dihormati.
Kemudian menjelaskan segala rencana perhelatan yang akan diadakan
oleh orang tuanya.
Lalu minta izin (mohon doa) restu dan kalu perlu minta petunjuk dan
sifat yang diperlukan dalam rencana perkawinan.
Terakhir tentu memohon kehadiran orang bersangkutan serta seluruh
keluarganya pada hari-hari perhelatan tersebut.
Tata busana
Untuk melaksanakan acara ini calon pengantin pria diharuskan untuk
mengenakan busana khusus. Ada dua pilihan untuk itu yang lazim
berlaku sampai sekarang di beberapa daerah di Sumatera Barat :
1. Mengenakan celana batik dengan baju ganting cina berkopiah hitam
dan menyandang kain sarung pelekat (atau sarung bugis )
2. Mengenakan celana batik degan kemeja putih yang diluarnya
dilapisi dengan jas, kerah kemeja ke luar menjepit leher jas. Tetap
memakai kopiah dengan kain sarung pelekat yang disandang di bahu
atau dilingkarkan di leher.
Dahulu si calon mempelai pria juga di haruskan untuk membawa
salapah (semacam tempat untuk rokok daun nipah dengan
tembakaunya) sekarang ditukar dengan rokok biasa. Sebab tujuan
membawa barang tersebut hanyalah sebagai suguhan pertama sebelum
membuka kata .
Bagi keluarga calon pengantin wanita yang bertugas melaksanakan
acara ini yang disebut mahanta siriah, yaitu peralatan yang dibawa
sesuai dengan namanya yaitu seperangkat daun sirih lengkap bersadah
pinang yang telah tersusun rapi baik di letakkan diatas carano maupun
di dalam kampia (tas yang terbuat dari daun pandan). Sebelum
maksud kedatangan disampaikan maka sirih ini terlebih dahulu yang
disuguhkan kepada orang yang didatangi.

IV. Babako -Babaki


Pelaksanaan acara ini dalam rentetan tata cara perkawinan menurut
adat Minangkabau memang dilaksanakan oleh pihak bako. Yang
disebut bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak
bako ini menyebut anak-anak yang dilahirkan oleh keluarga mereka
yang laki-laki dengan isterinya dari suku yang lain dengan sebutan
anak pusako. Tetapi ada juga beberapa nagari yang menyebutnya
dengan istilah anak pisang atau anak ujung emas.
Dalam sisitim kekerabatab matrilineal di Minangkabau, pihak
keluarga bapak tidaklah begitu banyak terlibat dan berperan dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakasanakan dalam lingkungan keluarga
anak pusakonya. Menurut ketentuan ketentuan adat setidaknya ada
empat peristiwa dalam kehidupan seorang anak pusako dimana pihak
bako ikut berkewajiban untuk mengisi adat atau melaksanakan
acaranya secara khusus.
Empat peristiwa tersebut ialah :
1. Waktu melaksanakan acara turun mandi atau memotong rambut
anak pusako beberapa waktu setelah dilahirkan.
2. Waktu perkawinannya.
3. Waktu pengangkatannya jadi penghulu (kalau dia laki-laki)
4. Waktu kematiannya.
Khusus pada waktu perkawianan anak pusako, keterlibatan pihak bako
ini terungkap dalam acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam
acara itu, sejumlah keluarga ayah secara khusus mengisi adat dengan
datang berombongan kerumah calon mempelai wanita dengan
membawa berbagai macam antaran.
Hakikat dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa penting semacam
itu, pihak keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih sayangnya kepad
anak pusako mereka dan merasa harus ikut memikul beban sesuai
dengan kemampuan mereka.
Karena itulah dalam acara ini rombongan pihak bako waktu datang
kerumah anak pusakonya membawa berbagai macam antaran.
Acara ini dilaksanakan beberapa hari sebelum acara akad nikah
dilangsungkan. Untuk efisiensi waktu dan biaya terutama di kota-kota
besar, acara babako-babaki ini sekarang sering distalikan
pelaksanaannya dengan acara malam bainai.
Sore harinya pihak bako datang dantetap tinggal di rumah anak
pusakonya itu untuk dapat mengikuti acara bainai yang akan dilang-
sungkan malam harinya.
Tata cara
Menurut tradisi di kampung, gadis anak pusako yang akan kawin
biasanya dijemput dulu oleh bakonya dan dibawa kerumah keluarga
ayahnya itu. Calon anak daro ini akan bermalam semalam di rumah
bakonya, dan pada kesempatan itu yang tua-tua akan memberikan
petuah dan nasehat yang berguna bagi si calon pengantin sebagai
bekal untuk menghadapi kehidupan berumah tangga nanti.
Arak-arakan bako mengahantar anak pusako ini diiringkan oleh para
ninik mamak dan ibu-ibu yang menjunjung berbagai macam antaran
dan sering pula dimeriahkan dengan iringan pemain-pemain musik
tradisional yang ditabuh sepanjang jalan.
Keluarga ibu juga mempersiapkan penyabutab kedatngan rombongan
bako ini dengan tidak kalah meriahnya. Mulai dari penyambutan
dihalaman dengan tari gelombang sampai kepada penyediaan
hidangan-hidangan di atas rumah
Barang yang dibawa bako
1. Sirih lengkap dalam carano (sebagai kepla adat )
2. Nasi kuning singggang ayam (sebagai makanan adat)
3. Perangkat busana. Bisa berupa bahan pakaian atau baju yang telah
dijahit,selimut dan lain-lain.
4. Perangkat perhiasan emas
5. Perangkat bahan mentah yang diperlukan di dapur untuk persiapan
perhelatan, seperti beras, kelapa binatang-binatang ternak yang hidup,
seperti ayam kambing atau kerbau.
6. Perangkat makanan yang telah jadi, baik berupa lauk pauk maupun
kue-kue besar atau kecil.
Menurut tradisi di kampung dulu, bawaan pihak bako ini juga
dilengkapi dengan berbagai macam bibit tumbuh-tumbuhan yang
selain mengandung arti simbolik juga dapat dipergunakan oleh calon
anak daro dan suaminya sebagai modal untuk membina perekomonian
rumah tangganya nanti.
Lazim juga dibeberapa daerah di Minangkabau, air harum racikan dari
haruman tujuh macam bunga dengan sitawa sidingin dan tumbukan
daun inai yang akan dipergunakan dalam acara mandi-mandi dan
bainai, langsungkan disiapkan dan ikuti dibawa dalam arak-arakan
keluarga bako ini.

V. Malam Bainai
Bainai artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang
dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari
calon pegantin wanita. Bisa dilakukan oleh siapa saja. Mandi-mandi
dilaksanakan oleh perempuan-perempuan tua, maka acara Bainai bisa
oleh yang muda-muda pria dan wanita. Jumlahnya juga harus ganjil, 7
atau 9 orang.
Tumbukan halus daun inai ini kalau dibiarkan lekat semalam, akan
meninggalkan bekas warna merah yang cemerlang pada kuku.
Filosofinya : Melindugi si calon pengantin wanita dari segala kejadian
yang dapat mengganggu lancarnya perjalanan acara-acara yang akan
dilaksanakan, baik yang didatangkan oleh manusia yang dengki
maupun oleh setan-setan.
Ada kepercayaan orang-orang tua tempo dulu, keinginan-keinginan
jahat dari seseorang dapat dimasukan melalui ujung-ujung jari. Karena
itu ujung-ujung jari harus dilindungi dengan warna merah. Tapi lepas
dari itu, pekerjaan memerahkan kuku bagi wanita sekarang ternyata
juga merupakan bagian dari element kecantikan.
Lazimnya dan seterusnya acara ini dilangsungkan malam hari sebelum
besok paginya calon anak daro melangsungkan akad nikah.
Tujuan :
1. Untuk membersihkan dan mensucikan si Calon Pengantin secara
lahiriah dan badaniah. Serta untuk melakukan berbagai usaha agar si
calon Pengantin nampak lebih cantik dan cemerlang selam pesta-pesta
perkawinannya.
2. Untuk memberi kesempatan seluruh keluarga terdekat berkumpul
menunjukan kasih saying dan memberikan doa restunya kepada si
Calon Pengantin .
Tata cara
1. Babako-Babaki :
Keluarga pihak ayah yang dalam sistim kekerabatan Matrilinial
Minang disebut Bako yang berperan penting dalam acara ini. Mereka
datang lebih awal membawa segala perlengkapn yang diperlukan
untuk acara serta sekalian membawa barang-barang bawaan
pemberian pihak Bako untuk si Calon Anak daro. Penyerahan segala
barang-barang bawaan bako ini kepada pihak keluarga pengantin
wanita dilakukan secara resmi.
Filosofinya : Ringan sama dijinjing-Berat sama dipikul.
2. Sitawa Sidingin :
Jika semua keluarga terdekat telah hadir termasuk juga keluarga-
keluarga terdekat Calon Pengantin Pria, maka dilangsungkan acara
mandi-mandi secara simbolis dengan memercikkan air dengan ramuan
7 kembang. Air ini dipercikan kecuali oleh Ayah Bundanya juga oleh
perempuan-perempuan tua atau sudah berkeluarga dilingkungan
kelurga Bako- keluarga Ayah-Ibu dan keluarga Calon Besan.
Jumlahnya harus ganjil-7 atau 9 orang.
Si calon Pengantin wanita didudukan pada satu tempat khusus dengan
dipayungi dengan paying kuning oleh seorang dari saudara-saudara
kandungnya yang laki-laki.
Filosofinya : kehormatan dan keselamatan seorang wanita berada
dibawah lindungan saudaranya yang laki-laki yang dalam struktur
kekeluargaan Minang akan menjadi mamak bagi anak-anak yang akan
dilahirkan nanti.
Selain itu 2 orang Wanita saudara-saudara ibunya akan mendampingi
dengan memegang kain Simpai .
Filosofinya : Keluarga-keluarga wanita dari pihak ibu ikut
bertanggung jawab melindungi ponakan-ponakannya yang wanita dari
segala aib dan gunjingan orang.
3. Manapak Jajakan kunigan :
Di beberapa nagari di Sumatera Barat acara malam bainai ini sering
juga diawali lebih dahulu dengan acara mandi-mandi yang akan
dilaksanakan khusus oleh wanita-wanita di siang hari atau sore
harinya.
Maksudnya kira-kira sama dengan siraman dalam tradisi Jawa..
Jika kita simpulkan maka hakikat dari kedua acara ini untuk zaman
kini mempunyai tujuan dan makna sebagai berikut :
1. Untuk mengungkapkan kasih saying keluarga kepada sang dara
yang akan meninggalkan masa remajanya.
2. Untuk memberikan doa restu kepada calon pengantin yang segera
akan membina kehidupan baru berumah tangga.
3. Untuk menyucikan diri calon pengantin lahir dan batin sebelum ia
melaksanakan acara yang sacral, yaitu akad nikah,
4. Untuk membuat anak gadis kelihatan lebih cantik, segar dan
cemerlang selama ia berdandan sebagai anak daro dalam perhelatan-
perhelatannya.
Acara mandi-mandi secara simbolik ini harus diawali oleh ibunya dan
diakhiri oleh Ayahnya. Setelah itu kedua ibu-Bapak menggandeng
puterinya dengan penuh kasih saying secara pelan-pelan membawa
menapak di atas kain jajakan kuning yang terentang antara tempat
acara mandi-mandi dengan pelaminan dimana acara Bainai yang
dilaksanakan.
Filosofinya : Bimbingan terakhir dari seorang ayah dan ibu yang telah
membesarkan puterinya dengan penuh kehormatan, karena setelah
menikah maka yang akan membimbingnya lagi adalah suaminya.
Demikianlah seluruh rangkaian acara malam bainai dan upacara ini
seluruhnya dipandu oleh 2 orang wanita yang dalam istilah Minang
disebut UCI-UCI.

VI. Manjapuik Marapulai


Diselenggarakan pada waktu menjemput calon mempelai pria ke
rumah orang tuanya untuk dibawa kerumah calon pengantin wanita.
Hal-hal lain di luar ini, itu tergantung kepada adat istiadat daerah
masing-masing yang berbeda-beda, serta perjanjian yang telah
disepakati sebelumnya. Umpamanya untuk daerah pesisir Sumatera
Barat seperti padang Pariaman, berlaku ketentuan untuk membawa
payung kuning tujuh tungketan, tombak jingo janggi, pedang (kalau si
calon pengantin prianya bergelar Marah, Sidi dan Bagindo ).
Tujuan dari manjapuik marapulai ini untuk menghormati calon
menantu dan calon besan sesuai dengan adat Minang yang
mengkategorikan mereka dalam keluarga yang harus diperlakukan
secara lebih khusus dengan aturan Ereng-Gendeng - Kato
Malereng- Datang bajapuik-Tibo basonsong.
Tata Caranya :
1. manjapuik :
Keluarga-keluarga terdekat pihak calon pengantin wanita termasuk
menantu-menantu berpasangan suami isteri (minimal 5 pasangan )
dengan dipimpin seorang Ninik Mamak yang ahli berpetatah petitih
sambil membawa 2 orang Pasundan berangkat menurut waktu yang
telah ditentukan menuju rumah calon mempelai pria..
Secara umum menurut ketentuan adat yang lazim, dalam menjemput
calon pengantin pria ini pihak keluarga calon pengantin wanita harus
membawa tiga bawaan wajib, yaitu :
Pertama : Sirih lengkap dalam cerana menandakan datangnya secra
beradat.
Kedua : Pakaian pengantin lengkap dari tutup kepala sampai ke alas
kaki yang akan dipakai oleh calon pengantin pria.
Ketiga : Nasi kuning singgang ayam dan lauk-pauk yang telah
dimasak serta makanan dan kue-kue lainnya sebagai buah tangan.
2. Sambah Manyambah :
Setalah sampai di rumah calon mempelai pria dan telah dipersilakan
duduk diatas rumah ninik mamak juru bicara calon mempelai wanita
membuka kata dengan mempersembahkan sirih kepada keluarga yang
patut-patut diatas rumah itu terlebih dahulu. Kemudian baru
menyampaikan maksud kedatangan yang ditujukan kepada wakil-
ninik mamak calon mempelai pria yang telah ditujuk untuk itu.
Pengutaran maksud dan jawabannya dilakukan dengan pepatah petitih
Minang. Inilah yang disebut acara : Sambah menyambah.
Filosofinya : Untuk sebuah acara yang sacral semacam perkawinan
tentulah diperlukan pembicaraan dan sikap yang lebih tertib dan sopan
santun seremonial dibandingkan dengan pembicaraan-pembicaraan
keseharian.
3. Mananyokan gala :
Pada kesempatan tersebut selain dari mengutarakan maksud
kedatangan dan basa-basi lainnya yang penting lagi kalau calon
menantu tersebut juga berasal dari minang maka waktu itu juga
dengan sambah manyambah langsung ditanyakan siapa gelar yang
telah diberikan oleh ninik mamak kaum kepada anak kemenakan
mereka yang akan dikawinkan itu. Tapi kalau calon menatu tersebut
bukan orang Minang, maka acara pemberian gelar diberikan oleh
keluarga Ayah calon anak daro selesai acara akad nikah.
Filosofihnya : Untuk semenda-semenda dari Minang di sebut Ketek
banamo-Gadang bagala Sedangkan untuk semenda-semenda diluar
Minang, disebut : Inggok mancangkam Tambang basitumpu.
4. Tari Galombang & Carano.
Jika acara di rumah calon mempelai pria telah selesai si calon telah
didandani lalu diiringkan bersama-sama menuju rumah Calon
mempelai wanita. Disini dilakukan penyambutan Adat sebagai berikut
:
w Payung Kuning
Seturunnya dari mobil calon mempelai pria harus segera disambut
dengan memayunginya dengan payung kuning.
Filosofinya : Calon pengantin pada hari perkawinanya. Ditinggikan
sarantiang didahulukan salangkah artinya harus diperlakukan sebagai
orang penting dengan segala atributnya.
w Tari Galombang
Lalu disambut oleh pemuda-pemuda dalam lingkungan kampung si
Calon anak Daro dengan Tri Galombang.
Filosofinya : Tibo basongsong - dan keselamatan orang datang harus
dijaga oleh pemuda-pemuda tsb yang dalam pola kekerabatan di
Minang disebut Parik Paga dalam Nagari. Merekalah yang bertugas
menjaga keamanan dan ketertiban kampung halamannya termasuk
menjaga keselamatn tamu-tamu yang datang.
w Persembahan Carano
Penyambutan yang dilakukan dijalan raya dimuka rumah calon
mempelai wanita ini dilanjutkan lagi dengan Tari Carano oleh
sejumlah Dara-dara minang yang disebut Limpapeh Rumah Nan
Gadang. Mereka mempersembahkan sirih lengkap dalam Carano Adat
kepada Orang tua dan ninik mamak keluarga Calon mempelai pria dan
terakhir kepada si calon sendiri.
Filosofihnya : tagak Adat - tagak Carano. Sirih lengkap dalam
wadahnya yang disuguhkan kepada orang-orang yang dihormati itu
berarti acara dilaksanakan secara ber-adat.
w Pasambahan Manyarahkan Anak kamanan
Selesai penyambutan dengan tari-tarian ini, maka dipintu ke
pekarangan rumah calon mempelai wanita dilangsungkan lagi acara
sambah-manyambah antara 2 ninik mamak yang telah ditunjuk untuk
mewakil kedua keluarga itu. Persembahan dengan pepatah petitih
minang ini bertujuan pokok dimana pihak keluarga calon pengantin
pria menitipkan anak kemenakannya untuk dikawinkan dan mohon
untuk dapat diterima diperlakukan pula sebagai anak kemenakan
kandung sendiri dalam keluarga calon mempelai wanita.
Filosifnya ; tatungkuik samo makan tanah-talilantang samo minum
ambun. Artinya perlakukan calon menantu itu sebagai anak
kemenakan sendiri. Sakit sama merasakan sakit-senang sama
menikamati kesenangan.
w Manapak Kain Jajaka Putih
Menapak kedalam pekarangan sebelum masuk kedalam rumah,
dilakukan lagi penyambutan adat oleh perempuan- perempuan tua
dilingkungan keluarga calon mempelai wanita. Mereka juga
memegang wadah yang berisi beras kuning untuk ditaburkan kepada
calon mempelai pria. Ini bermakna doa restu dari seluruh keluarga
yang menunggu bagi calon menantu mereka. Setelah itu secara
simbolik dituangkanlah beberapa tetes air kesepatu calon menantu
untuk selanjutnya dikembangkan kain jajakan putih yang terbentang
dari tempat tsb sampai ke tempat dimana acaraakad nikah akan
dilangsungkan. Kain jajakan putih ini hanya boleh diinjak dan dilalui
oleh Si calon Pengatin.
Filosofihnya : Perkawinan harus dilakukan hanya dengan niat yang
suci dan hati yang bersih sesuci yang datang , sesuci itu pula hati yang
menerima.

VII. Pemberian Gelar


Sesuatu yang sangat khas Minangkabau ilah bahwa setiap laki-laki
yang telah dianggap dewasa harus mempunyai gelar. Ukuran dewasa
seorang laki-laki ditentukan apabila ia telah berumah tangga. Oleh
karena itulah untuk setiap pemuda Minang, pada hari perkawinannya
ia harus diberi gelar pusaka kaumnya.
Penyembutan gelar seorang menantu, walaupun dengan kata-kata Tan
saja untuk Sutan atau kuto saja untuk Sutan Mangkuto, telah
mengungkapkan adanya sikap untuk menghormati sang menantu atau
semendanya itu dan telah terbiasa memanggil nama.
Setiap kelompok orang seperut yang disebut satu suku didalam sistim
kekerabatan Miangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri yang
diturunkan dari ninik kepada mamak dan dari mamak kepada
kemenakan-kemenakannya yang laki-laki. Gelar inilah yang diberikan
sambut bersambut kepada pemuda-pemuda sepersukuan yang akan
berumah tangga. Pada umumnya gelar untuk pemuda-pemuda yang
baru kawin ini diawali dengan Sutan. Ada ketentuan adat yang
tersendiri dalam menempatkan orang semenda dan menantu-menantu
dari suku lain ini didalam struktur kekerabatan Minangkabau.
Bagaimanapun para orang semenda ini, jika telah beristerikan
perempuan Minang, maka mereka itu oleh pihak keluarga mempelai
wanita ditegakkan sama tinggi dan kedudukan sama rendah dengan
menantu dan orang semendanya yang lain.

Bila akad nikah dilangsungkan dirumah calon mempelai wanita,


bukan di masjid, maka acara penyambutan kedatangan calon
mempelai pria dengan rombongannya dihalaman rumah calon
pengantin wanita akan menjadi peristiwa besar . Acara ini disebut
sebagai acara baralek gadang dengan menegakkan marawa-marawa
Minang sepanjang jalan sekitar rumah.
Tata cara
Ada empat tata cara menurut adat istiadat Minang yang dapat
dilakukan oleh pihak keluarga calon mempelai wanita dalam
menyambut kedatangan calon mempelai pria yang dilangsungkan
pada empat titik tempat yang berbeda pula dihalaman rumahnya.
Pertama, memayungi segea calon mempelai pria dengan paying
kuning tepat pada waktu kedatangannya pada titik yang telah
ditentukan di jalan raya di depan rumah. Atau kalau rombongan
datang dengan mobil, pada titik tempat calon mempelai pria
ditentukan untuk turun dari mobilnya dan akan melanjutkan
perjalanan menuju rumah dalam arak-arakan berjalan kaki.
Kedua, penyambutan dengan tari gelombang Adat timbal balik oleh
pemuda-pemuda yang disebut parik paga dalam nagari dengan
memberiakan penghormatan pertama dan menjaga kiri kanan jalan
yang akan dilewati oleh rombongan.
Pada satu titik di pertengahan jalan kedua barisan gelombang ini kan
bersobok dan pimpinannya masing-masing akan melakukan sedikit
persilatan. Kemudian acara dilanjutkan dengan barisan dara-dara
limpapeh rumah nan gadang yang menyonsong mempersembahkan
sirih lengkap dalam carano adat bertutup dalamak secara timbal balik
dalam gerakan menyilang antara yang datang dan yang menanti.
Ketiga, sambah-menyambah antar jurubicara pihak tuan rumah
dengan jurubicara rombongan calon mempelai pria yang
dilangsungkan tepat di depan pintu gerbang sebelum masuk ke
pekarangan rumah calon mempelai wanita. Menurut adanya sambah-
manyambah di luar rumah ini diawali oleh jurubicara pihak calon
pengantin wanita sebagai sapaan kehormatan atas datangnya tamu-
tamu kerumah mereka.
Keempat, penyambutan oleh perempuan-perempuan tua tepat pada
titik sebelum calon mempelai pria memasuki pintu utama rumah.
Perempuan-perempuan inilah menaburi calon pengantin pria dengan
beras kuning sambil berpantung dan kemudian setelah
mempersilahkan naik manapiak bandua maningkek janjang, mencuci
kaki calon menantunya dengan menuangkan sedikit air ke ujung
sepatu calon mempelai pria.
Tata Busana
Dua orang yang jadi jurubicara untuk sambah menyambah boleh
berpakaian yang sama dengan keluarga.Yaitu pakai sarung dan
berkemeja dilapisi jas di luarnya, yang penting kepalanya harus
tertutup dengan kopiah hitam. Boleh juga dikenakan busana model
engku damang atau yang sekarang juga sering disebut sebagai jas
dubes. Atau kalau dia hanya memakai kemeja dan pantaloon biasa
maka di lehernya harus dikalungkan kain pelekat yang kedua
ujungnya terjuntai ke dada. Sedangkan kepala harus memakai kopiah.

ACARA ADAT SESUDAH AKAD NIKAH


1. Sambah Bakti :
Selesai acara akad nikah secara Islam maka dilanjutkan lagi dengan
beberapa acara adat. Yang pertama kedua pengantin yang sudah syah
menjadi suami isteri itu wajib melakukan Sembah bakti kepada Ayah
Bunda dan ayah ibu mertua masing-masing dan terhadap nenek kakek
dari kedua belah pihak.
Filosofinya : Sejak detik itu kekempat orang tua dan nenek kakek
masing-masing telah berstatus sama sebagai Ayah Bunda dan nenek
kakek mereka berdua untuk juga diberikan perhatian dan kasih saying
yang tidak berbeda.
2. Mamasang Cincin
Secara bersilang oleh Ibuda masing-masing dilakukan pemasangan
cincin kawin kepada masing-masing menantunya dijari manis kanan.
Filosofinya : Basuluah bulan matoari-bagalanggang mato urang
banyak. Batampuak bullah dijinjiang - batali buliah diirik. Artinya :
Dengan disaksikan orang banyak mereka telah dinyatakan sayah
terikat sebagai suami isteri.
3. Malewakan gala.
Kalau untuk menantu yang berasal dari Minang, gelar adat yang yang
diberikan oleh kaumnya disampaikan secara resmi dalam kesempatan
ini langsung oleh ninik mamak atau yang mewakili keluarga pengantin
pria. Untuk menantu yang bukan berasal dari Minang. Gelar ini
disebutkan secara resmi oleh wakil keluarga Ayah bpengantin Pria.
Filosofinya : Seorang semenda harus lah dihormati oleh keluarga
pengantin Wanita dan tidaklah layak untuk memanggilnya hanya
dengan menyebut namanya saja. Itu dapat dilakukan terhdap anak-
anak kecil, sedangkan pemuda yang sudah kawin menurut tata tertib
adat disebut sudah gadang sudah bisa dibawa berunding. Ketek
banamo-Gadang bagala. Dan gelar ini juga harus disebutkan secara
resmi ditengah-tengah orang ramai. Inilah yang disebut acara
Malewakan gala Marapulai.
4. Balatuang kaniang.
Dengan disaksikan orang banyak kedua kening pengantin itu
dipersentuhkan.
Filosofinya : Mereka sudah syah menjadi Muhrim. Dan persentuhan
kulit tidak lagi membatalkan uduk mereka.
5. Mangaruak nasi kuning.
Kedua pengantin saling berebutan mengambil daging ayam yang
tersembunyi didalam tumpukan nasi kuning. Dan bagian apa dari
daging ayam itu yang mereka dapat bersama-sama dipertontonkan
kepada tamu-tamu.
Maknanya : Menurut kepercayaan orang-orang tua dulu bagian-bagian
apa dari daging ayam itu yang terpegang oleh masing-masing
pengantin bisa meramalkan tentang posisi masing-masing nanti
didalam mengelola kehidupan rumah tangga mereka.
Acara ini dilanjutkan dengan acara saling suap menyuapkan makanan
tersebut. Terlebih dahulu si suami mengambil sejemput besar nasi
kuning itu dan menyerahkan kepada si isteri. Si Isteri hanya
memakannya secuwil saja dan menyimpan sisanya.
Filosofinya : Si Isteri didalam berumah tangga harus bisa berhemat
dan tidak menghabiskan begitu saja semua rejeki yang diberikan oleh
suaminya.
6. Bamain Coki.
Kedua suami baru itu dituntun untuk bermain coki, sejenis permainan
semacam catur. Tapi sekarang memang banyak dipergunakan adalah
papan catur itu sendiri.
Filosofinya : Suami Isteri dalam kehidupan berumah tangga harus bisa
mengatur taktik dan strategi , bukan untuk saling mengalahkan tetapi
yang penting bisa saling mengikuti pola main masing-masing demi
untuk kebahagian dan kelanggengan perkawinan.
Manjalang/ Mahanta Nasi
Sesuai acara akad nikah yang dilanjutkan dengan basadiang di rumah
kediaman mempelai wanita, maka sebuah acara lagi yang
dikategorikan sebagai perhelatan besar dalam tata cara adat istiadat
perkawinan di Minangkabau, ialah acara manjalang..
Tujuannya dan maksudnya , yaitu kewajiban untuk mengisi adat
setelah akad nikah dari pihak keluarga mempelai wanita kepada
keluarga mempelai pria.
Sesuai dengan judulnya mahanta nasi maka rombongan keluarga
mempelai wanita yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria wanita
yang datang kerumah ayah ibu mempelai pria ini memang diharuskan
untuk membawa berbagai macam makanan.
Semua bawaan ini ditata diatas diulang-ulang tinggi yang tertutup kain
dalamak dan dibawa dengan dijunjung diatas kepla dalam barisan oleh
wanita-wanita yang berpakaian adat. Prosesi inilah yang disebut
dengan istilah manjujuang jamba.
Arak-arakan manjalang atau mahanta nasi dari rumah mempelai
wanita ke rumah orang tua mempelai pria ini selain diikuti oleh
wanita-wanita yang berpakaian adat atau berbaju kurung , juga diikuti
oleh para ninik mamak yang mengenakan lengkap busana-busana adat
sesuai dengan fungsinyadi dalam kaum. Adalah kewajiban adat bagi
ayah ibu pengantin pria setelah acara selesai, sebelum tamu-tamu
pulang, untuk mengisi beberapa wadah bekas pembawaan makanan
keluarga pengantin wanita yang telah kosong.
Pelaminan
Secara kasat mata siapapun dapat melihat adanya pengaruh-pengaruh
kebudayaan India dan kebudayaan India dan kebudayaan Cina pada
corak dan motif ornamen-ornamen kain sulamannya. Hal ini lebih
ditegaskan lagi, jika kita mengetahui bahwa benang emas yang
dipergunakan untuk menyulam kain-kain adat Minang juga disebut
benang macao.
Umpamanya untuk keturunan puti-puti kelambu yang dipergunakan
harus berlapis tujuh. Dan semakin banyak banta gadang yang dipasang
berarti semakin tinggi pula derajat orang yang dikawinkan, dan lain-
lain sebagainya.
Sebagaimana kita menjaga identitas produk-produk kebudayaan
Minang lainnya, maka untuk pelaminan pun ada hal-hal yang
ensensial yang tidak boleh kita buang dan kta tinggalkan. Hal-hal
yang ensensial yang memberi cirri Minang pada pelaminan itu ialah :
1. bahan-bahan yang dipergunakan baik untuk tabia maupun yang
lain-lainnya ialah kain-kain bersulam benang emas atau perak dengan
motif ukiran Minang.
2. Harus mempunyai banta-banta gadang.
3. Ada tirai (langik-langik) diatas tempat bersandingnya yang
menggantungkan mainan angkin dan karamalai.
4. Ada lalansia, kulumbu balapih dan banta-banta kopek pada bilik
utamannya.
5. Mempunyai galuangan dan kain jalin dengan butun-butun pengapit
biliknya.
Hiasan Kepala Anak Daro
Suntiang Gadang
Bentuk hiasan kepala pengantin Wanita Minang yang dipakai secara
umum sekarang, namanya suntiang gadang, berasal dari daerah
Padang/Pariaman. Kata gadang berarti besar. Ini untuk membedakan,
karena ada juga suntiang ketek (kecil) yang biasa dipakai oleh
pendamping-pendamping pengantin yang disebut pasundan.
Penyusunan kembang-kembang sunting ini diatas kepala pengantin
wanita mengikuti deret ganjil. Paling tinggi sebelas tingkat, dan paling
rendah tujuh tingkat. Sedangkan sunting untuk para pasundan, dimulai
dari deret lima sampai tiga.
Ada empat jenis nama kembang goyang yang disusun susun diatas
kepala untuk membentuk sunting Minang tersebut. Lapisan-lapisan
paling bawah dinamakan bungo arunai yang deretan terdiri dari tiga
sampai lima lapis. Kemudian deretan bungo gadang yang deretannya
terdiri dari tiga sampai lima lapis lagi. Dan yang paling diatas ialah
deretan kambang goyang. Sedangkan bagian-bagian yang jatuh ke
arah pipi kiri dan kanan, disebut kote-kote.
Busana Pengantin Minang
Bentuk utama dari busana tradisional wanita Minang adalah baju
kurung.
Empat macam baju kurung.
1. Pertama, baju kurung batabue
Hiasan bunga-bunganya yang terbuat dari lempengan-lempengan
loyang kecil berwarna emas dijahitkan bertabur di sekitar baju. Motif
lempengan itu bermacam-macam. Ada yang berbentuk bunga, kupu-
kupu atau wajik-wajik dan lain-lain sebagainya dalam ukuran kecil.
2. Kedua, baju kurung balapak
Dibuat dari kain songket tenunan benang katun dengan benang emas
atau perak.
3. Ketiga, baju kurung basulam
Hiasan bunga-bunganya disulamkan kekain dengan mempergunakan
benang-benang warna warni. Model sulaman ini sering juga disebut
sulaman kepala peniti.
4. keempat, baju kurung batarawang.
Hiasan bunga-bung di buat dengan mencongkel atau melobangi
bagian-bagian tertentu dari kain yang akan dijadikan baju.
Sedangkan pengantin Pria, mengenakan baju model roki sebutan
untuk jas dan celananya. Karena baju jas itu terbuka maka untuk
penutupdada dipakai rompi dengan ikatan tali ke punggung.
Sedangkan pinggang memakai kain samping dari bahan songket
balapak.
Yang umum dipakai sekarang oleh pengantin Pria Minang adalah
tutup kepala berbentuk saluak. Karena itu disebut saluak marapulai.
Tari Galombang
Tarian yang dipergunakan untuk menyambut pengantin yang sesuai
dengan adat istiadat Minang ialah tari galombang.
Dua macam galombang
Pola galombang adat timbal balik . Jika perhelatan mereka
langsungkan dirumah-rumah dengan pekarangan yang luas atau kalau
jalan raya di depan rumah mereka dapat ditutupi dari lalu lintas
kendaraan lain selama berlangsungnya upacara acara tersebut.
Pola Galombang sapihak biasanya untuk pesta-pesta yang diadakan di
gedung-gedung, maka maka dalam penyambutan datangnya pengantin
dan keluarga lazimnya dinanti dengan barisan satu arah .
Ada empat macam lagu tradisional yang lazim dipergunakan untuk
mengiringi tari galombang dan persembahan sirih ini.

- Lagu talempong Tupai baguluik untuk mengiringi gerakan maju


penari-penari galombang.
- Lagu saluang lubuak sao untuk mengiringi gerak maju dara-dara
yang membawa carano.
- Lagu bansi Palayaran untuk mengiringi tarian dara-dara yang
membawa mempersembahkan sirih pada tamu-tamu.
- Lagu talempong si kambang manih untuk mengiringi tarian gembira
ketika penari-penari galombang dan persembahan sirih mengelu-
elukan kedatangan pengantin di akhir penyambutan

Você também pode gostar