Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Dasar
1.1.1 Pengertian
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai
oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Bronkitis kronik, emfisema paru, dan asma bronchial membentuk
kesatuan yang disebut PPOK (Price, 2012).
PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan aliran udara
yang tidak sepenuhnya reversible (David, 2011).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sebuah istilah keliru yang
sering dikenakan pada pasien yang menderita emfisema, bronchitis kronis, atau
campuran dari keduanya. Ada banyak pasien yang mengeluh bertambah sesak nafas
dalam beberapa tahun dan ditemukan mengalami batuk kronis, toleransi olahraga
yang buruk, adanya obstruksi jalan nafas, dan gangguan pertukaran gas (John B,
2010).
1.1.2 Klasifikasi
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
1. Bronkitis kronik
Bronkitis merupakan definisi klinis batuk-batuk hampir setiap hari disertai
pengeluaran dahak, sekurang-kuranganya 3 bulan dalam satu tahun dan terjadi
paling sedikit selama 2 tahun berturut-turut.
2. Emfisema paru
Emfisema paru merupakan suatu definisi anatomic, yaitu suatu perubahan
anatomic paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara
bagian distal bronkusterminalis, yang disertai kerusakan dinding alveolus.
1
2
3. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-
cabang trakea bronkial terhadap berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan saluran-saluran napas secara periodic dan
reversibel akibat bronkospasme.
1.1.3 Etiologi
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik
dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan
pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan
faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit ini.
Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahunan. PPOK juga
ditemukan terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal
mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu. PPOK tampak timbul
cukup dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan
lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan
fungsi paru (Smeltzer 2011).
PPOK disebabkan oleh faktor lingkungan dan gaya hidup. Yang sebagian
besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90%
kasus PPOK. Menurut Somantri, (2011) faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko munculnya PPOK adalah:
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu, asap, dan gas-gas kimiawi akibat kerja.
4. Riwayat infeksi saluran nafas.
5. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin.
6. Hiper-reaktivitas jalan napas (asma)
7. Infeksi paru berulang
8. Jenis kelamin
9. Ras
3
1.1.5 Patofisiologi
Bronkitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronchitis kronis. Pada infeksi saluran nafas bagian
atas, biasanya virus, seringkali merupakan awal dari serangan bronchitis akut.
Dokter akan mendiagnosa bronchitis kronis jika klien mengalami batuk atau
produksi sputum selama beberapa hari + 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit
dalam 2 tahun berturut-turut.
Bronkitis timbul sebagai akibat dari adanya paparan terhadap agent infeksi
maupun non-infeksi (terutama rokok tembakau). Iritan akan menyebabkan
timbulnya respon inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema
mukosa dan bronchospasme.
Klien dengan bronchitis kronis akan mengalami:
1. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang mana
akan meningkatkan produksi mukus.
2. Mukus lebih kental
3. Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan mukus.
Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami kerusakan dan
meningkatkan kecenderungan untuk terserang infeksi. Ketika infeksi timbul,
kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan hyperplasia sehingga produksi
mukus akan meningkat.
4. Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kaliketebalan
normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini bersama-sama dengan
produksi mukus yang banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan
mempersempit saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi
hanya pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5. Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan nafas,
terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan
penurunan ventilasi alveolar, hipoksia dan asidosis.
5
1.1.6 Komplikasi
Irman Somantri (2010: 50) menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi
sebagai berikut:
1. Hipoksemia
Hipoksemia di definisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg, dengan
nilai nsaturasi oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan
mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lanjut akan timbul
sianosis.
2. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, kelelahan, pusing dan takipnea.
3. Infeksi Respiratori
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan
rangsangan otot polos bronchial serta edema mukosa, terbatasnya aliran udara
akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
4. Gejala Jantung
Terutama korpulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Kardiak Distritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronchial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak
6
2. Data Sekunder
a) B1 (Breathing)
Sesak nafas, nyeri dada, napas cepat, RR > 24x/menit,terjadi karena ada
beberapa jaringan dan organ yang mengalami kekurangan oksigen,
adakah suara napas tambahan, adakah suara napas yang terdengar berat,
adakah retraksi sternal, intercoste, adakah tanda tanda distress
pernapasan, perhatikanwarna kulit pasien (adakah sianosis, pucat),
perhatikan warna membran mukosa (warna pink, atau pucat), apakah
kulit tampak hangat, kering, atau dingin kulit tampak hangat, kering,
atau dingin. Pada pasien dengan gangguan perfusi jaringan perifer akan
muncul tanda tanda tersebut.
b) B2 (Blood)
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, akral dingin, CRT > 2 detik,
konjungtiva anemis, adanya sianosis, warna kulit pasien pucat, adakah
tanda tanda sindrom kompartemen.
c) B3 (Brain)
Terjadi penurunan sensoris, GCS = 4,5,6, padapasien koma GCS = 1,1,1,
pupil isokort, kesadaran : compos metis, coma
d) B4 (Bladder)
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine,riwayat ISK, riwayat
gangguan BAK, apakah warnaurinenormal.
e) B5 (Bowel)
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah,dehidrase, apakah ada riwayat
gastritis, sirosishepatis, apendisitis, dan pankreatitis, apakah adarasa
nyeri pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Periksa warna, tekstur, turgor, adakah tanda-tanda pucat,sianosis,
kekuningan, cepat lelah,lemah, apakah ada penyakit kulit akut, seperti
bintikmerah, luka bakar, memar, ptechiae. Apakah adapenyakit kulit
10
1.2.3 Intervensi
Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini status kesehatan yang
diuraikan dalam hasil yang diharapkan (Potter & Perry. 2011).
Diagnosa 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
ketidakadekuatan batuk, peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi
lendir Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat
meningkatkan bersihan jalan napas. Kriteria hasil: Mampu mendemonstrasikan
batuk terkontrol, cairan adekuat
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan klien untuk 1. Memantau tingkat kepatenan jalan
memobilisasi sekresi, jika tidak nafas dan meningkatkan
mampu : kemampuan klien merawat diri /
a. Ajarkan metode batuk membersihkan/membebaskan jalan
terkontrol nafas
b. Gunakan suction (jika perlu
untuk mengeluarkan sekret)
c. Lakukan fisioterapi dada
2. Secara rutin tiap 8 jam lakukan 2. Memantau kemajuan bersihan jalan
auskultasi dada untuk mengetahui nafas
kualitas suara nafas dan
kemajuannya.
pendengaran, vertigo.
3. Tekankan pentingnya 3.Memenuhi kebutuhan metabolik
mempertahankan protein tinggi dan membantu meminimalkan kelemahan
diet karbohidratdan pemasukan dan meingkatkan penyembuhan.
cairan adekuat.
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan
(Potter & Perry. 2011). Tahap awal tindakan keperawatan menunutut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan: review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada
tahap perencanaan, menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dan tindakan keperawatan yang mungkin
timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan
lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan dilaksanakan, mengidentifikasi
aspek hokum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
16
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah langkah final dari proses keperawatan, yaitu suatu metode
sistematik untuk mengorganisasi dan memberikan asuhan keperawatan (Potter &
Perry. 2005). Evaluasi juga adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selam tahap
pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksaan tindakan.