Você está na página 1de 62

PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN

KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................. 3
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH ........................................................................ 4
1.3 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 4
1.4 TUJUAN ....................................................................................................... 5
1.6 MANFAAT .................................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
2.1 PENGERTIAN AIR BUANGAN ............................................................ 6
2.2 SISTEM DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN ............................ 7
2.3 SISTEM PENGELOLAAN AIR BUANGAN ...................................... 13
2.4 DASAR PERENCANAAN ................................................................... 19
2.5 PRINSIP DALAM PENYALURAN AIR BUANGAN ........................ 23
2.6 PENEMPATAN PIPA ........................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ....................................................... 30
3.1 TUJUAN PERENCANAAN ................................................................. 30
3.2 METODE PENGUMPULAN DATA .................................................... 30
3.3 DIAGRAM ALIR .................................................................................. 32
BAB IV ................................................................................................................. 33
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SELOPAMPANG ................................ 33
4.1 GAMBARAN UMUM .......................................................................... 33
4.2 GAMBARAN FISIK ............................................................................. 34
4.3 GAMBARAN SOSIAL EKONOMI ..................................................... 35
4.4 SARANA DAN PRASARANA ............................................................ 36
BAB V................................................................................................................... 39
ANALISIS DAN PERHITUNGAN ..................................................................... 39
5.1 ASPEK PENENTUAN SISTEM PELAYANAN ................................. 44
5.2 PEMBAGIAN BLOK PELAYANAN AIR BUANGAN ..................... 46
5.3 PEMILIHAN PROFIL SALURAN ....................................................... 47
5.4 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN ............................................ 47

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

5.5 BANGUNAN PELENGKAP PENYALURAN AIR BUANGAN ....... 48


5.6 PERHITUNGAN PEMAKAIAN AIR .................................................. 48
5.7 CONTOH PERHITUNGAN DEBIT AIR BUANGAN ........................ 49
5.8 CONTOH DAN ANALISIS PERHITUNGAN DIMENSI ................... 50
5.9 CONTOH PENANAMAN PIPA ............................................................. 51
5.10 PERHITUNGAN SEPTIK TANK ......................................................... 52
BAB VI ................................................................................................................. 57
O&M SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN ............................................. 57
6.1 PROGRAM PEMELIHARAAN ................................................................ 57
6.2 PERMASALAHAN YANG TERJADI DAN PENANGANANNYA ....... 57
6.3 PEMELIHARAAN PENCEGAHAN ......................................................... 59
6.4 PEMELIHARAAN PERBAIKAN ............................................................. 59
BAB VII ................................................................................................................ 60
PENUTUP ............................................................................................................. 60
7.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 60
7.2 SARAN ....................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan gedung-

gedung atau perumahan d i k e c a m a t a n S e l o p am p a n g K a b u p a t e n

T e m a n g gu n g, maka kebutuhan akan air semakin besar dan hasil dari

penggunaan air tersebut pun akan semakin besar pula dengan kualitas air

limbah yang sangat buruk dikarenakan adanya penggunaan zat-zat kimiawi

yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan disekitarnya, sehingga

diperlukan pengaturan yang baik dalam pendistribusian air tersebut. Kebutuhan

air yang semakin besar merupakan faktor utama meningkatnya debit.

Dalam perencanaan wilayah pemukiman di Kecamatan

Selopampang banyak dijumpai kesalahan perencanaan saluran-saluran

pembuangan yang mengakibatkan saluran yang direncanakan tidak dapat

menampung debit puncak air buangan dari pemukiman tersebut. Hal ini

disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak per

rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor koefisien

perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau wilayah

yang direncanakan. Kemudian dalam pengolahannya pun masih kurang

direncanakan dengan baik dan hanya dilakukan dengan pengolahan sederhana

yang dapat menghasilkan kualitas air limbah yang sangat buruk bagi

lingkungan disekitarnya.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Sistem saluran pembuangan air limbah domestik ini adalah sebuah

saluran tertutup yang mengarah ke sungai induk. Kondisi eksisting di komplek

perumahan ini menggunakan sarana pembuangan limbah domestik yang

ada berupa pemakaian septik tank (yang masih kurang optimal dalam

peruntukkannya), komplek perumahan ini masih belum memiliki suatu

instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik sebagai sarana sanitasi

masyarakat secara terpusat, dengan direncanakannya suatu sistem penyaluran

air buangan domestik diharapkan dapat:

a. Mencegah penyebaran penyakit melalui media air buangan.

b. Mencegah pencemaran terhadap lingkungan.

c. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan tercapainya hal-hal tersebut di atas maka dapat

menunjang tercipta lingkungan masyarakat di Kecamatan Selopampang yang

sehat dan produktif. Daerah perencanaan di kecamatan Selopampang Kabupaten

Temanggung diharapkan menjadi daerah yang memiliki sarana dan prasarana

pengelolaan air buangan yang lebih baik.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Pemakaian air bersih yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, akan
menimbulkan buangan yang meningkat pula. Debit air buangan tergantung pada
pemakaian air bersih sehari-hari, sedangkan pemakaian air besarnya selalu
meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan tingkat
social. Perlu adanya penanganan khusus yang harus direncanakan supaya tidak
terjadi suatu masalah terhadap penanganna air buangan dari masyarakat.

1.3 RUMUSAN MASALAH

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Tahapan setelah pembatasan masalah adalah perumusan masalah.


Perumusan masalah mengacu kepada point-point penting yang perlu dikaji secara
lebih detail dan mendalam, untuk mendapatkan pemecahan (solusi) masalah yang
diharapkan. Dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi fisik, sosial di kecamatan Selopampang sebagai
wilayah perancangan?
2. Bagaimana pertimbangan alternative perancangan yang cocok di
kecamatan Selopampang?
3. Bagaimana detail perhitungan dan desain yang ada dalam perencanaan?
4. Berapa biaya yang dibutuhkan dalam perencanaan (RAB dan BOQ) ?

1.4 TUJUAN

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari perencanaan ini
adalah :
1. Mengetahui kondisi fisik, sosial di wilayah perencanaan.
2. Mengetahui alternatif perancangan yang cocok di kecamatan Selopampang
3. Mengetahui detail perhitungan dan desain yang dibutuhkan dalam
perancangan.
4. Mengestimasi baiaya yang dibutuhkan dalam perancangan.

1.6 MANFAAT

Dari perencanaan sistem penyaluran air buangan ini diharapkan dapat


memberikan manfaat ke banyak pihak, antara lain :
1. Bagi masyarakat Kecamatan Selopampang
Perancangan ini berguna sebagai bahan masukan dan pertimbangan
terhadap pengelolaan sistem sanitasi yang lebih baik yang selanjutnya
perbaikan sistem sanitasi tersebut manfaatnya dapat dirasakan oleh
masyarakat setempat.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang perancangan penyaluran,
pengolahan dan pembuangan air limbah domestik sebagai wujud aplikasi
dari materi yang didapat di kalangan akademika.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN AIR BUANGAN

Air buangan adalah limbah hasil buangan dari perumahan, bangunan


perdagangan, pertokoan dan sarana sejenisnya. Air limbah domestik juga
diartikan sebagai air buangan yang tidak dapat digunakan lagi untuk tujuan
semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari kamar mandi,
aktivitas dapur dan mencuci, yang kualitasnya antara 60%80% dari rata-rata
pemakaian air bersih (Anomim, 1998).
Air limbah adalah air bekas pemakaian, baik dari bekas pemakaian rumah
tangga, maupun dari bekas pemakaian industri. Air bekas rumah tangga dapat
disebut dengan Air Limbah Domestik berasal dari aktivitas sehari-hari manusia
seperti bak cuci dapur maupun tangan, kamar mandi, kakus (WC atau peturasan)
dan lain sebagainya. Air limbah domestik ini tidak hanya berasal dari rumah
tinggal tetapi dapat juga berasal dari instansi-instansi seperti perkantoran, sekolah-
sekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya serta dapat juga dari daerah komersil
yaitu perhotelan, tempat hiburan, mall, pasar, dan lain lain-lain. Sedangkan air
bekas pemakaian proses industri disebut dengan Air Limbah Industri.
Sesuai dengan penggunaannya, setiap air bekas pemakaian pasti telah
terkontaminasi oleh bahan-bahan yang dipakainya, yang kemungkinan bersifat
fisik, air menjadi keruh, berbau, berwarna. Bersifat kimiawi, air mengandung
bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Bersifat organo-biologis,
air mengandung mikroba/zat organik yang bersifat pathogen dan lain sebagainya.
Cemaran air limbah domestik umumnya bersifat organo-biologis, sedangkan air
limbah industri lebih cenderung bersifat fisiko-kimiawi karena didalamnya
terdapat bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3) yaitu logam berat yang

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

sebelum dibuang ke badan sungai harus diolah secara tepat agar tidak mencemari
lingkungan.

2.2 SISTEM DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN

2.2.1 Kuantitas
Penentuan kuantitas air buangan secara tepat sangat sulit ditentukan, hal
ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi air
buangan adalah (Moduto, 2000) :
a. Jumlah air bersih yang dibutuhkan perkapita akan mempengaruhi jumlah air
limbah yang dihasilkan.
b. Keadaan masyarakat di daerah tersebut, yang dibedakan berdasarkan :
- Tingkat perkembangan suatu daerah. Jumlah air limbah dikota lebih banyak
dari pada di daerah pedesaaan.
- Daerah yang mengalami kekeringan akan berbeda cara membuang
limbahnya jika dibandingkan dengan daerah yang tidak mengalami
kekeringan.
- Pola hidup masyarakat, terutama cara membuang limbahnya.
Besaran air buangan yang sering digunakan dalam perencanaan (Moduto,
2000) :
- Amerika : 100200 liter/orang/hari
- Eropa : 40225 liter/orang/hari
- Indonesia : 100150 liter/orang/hari
Untuk air limbah dari WC besaran yang sering digunakan dalam perencanaan
tangki septik peresapan adalah 25 liter/orang/hari. Menurut Babbit (1969),
kuantitas air limbah domestik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Jumlah Penduduk, semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah air limbah
yang dihasilkan semakin tinggi karena 60%-80 % dari air bersih akan menjadi
air limbah.
b. Jenis aktifitas, semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatan
maka air limbah yang dihasilkan juga semakin banyak.
c. Iklim, pada daerah beriklim trofis dan kuantitas hujannya tinggi cenderung
menghasilkan air limbah yang lebih tinggi.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

d. Ekonomi, pada tingkat ekonomi yang lebih tinggi kecenderungan pemakaian


air bersih akan lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan menghasilkan air limbah
yang lebih tinggi pula.
e. Infiltrasi, adanya infiltrasi baik dari air hujan ataupun air permukaan lainnya
akan mempengaruhi jumlah air limbah yang ada pada suatu perkotaan.
f. Jenis saluran pengumpul, bila saluran pengumpul yang digunakan saluran
terbuka, maka jumlah air limbah yang dihasilkan akan banyak karena
kemungkinan terjadi infilterasi dari air hujan ataupun dari sumber lain lebih
besar. Bila jenis saluran pengumpul yang digunakan adalah berupa jaringan
perpipaan maka kemungkinan terjadi infilterasi lebih kecil.

2.2.2 Kualitas
Menurut Babbit (1969) faktor yang mempengaruhi kualitas air limbah
adalah :
a. Musim/Cuaca, negara yang mengalami 4 musim debit maksimum terjadi
biasanya pada musim dingin, karena terjadi penggelontoran yang cukup
besar untuk mencegah terjadinya pembekuan didalam pipa.
b. Waktu harian, konsumsi air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat
bervariasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air limbah yang
diterima oleh bangunan pengolah. Konsumsi air ini mengalami puncak
rata-rata ada jam 06.00-08.00 dan jam 16.00 18.30.
c. Waktu perjalanan, Waktu konsumsi puncak air belum tentu sama dengan
waktu puncak timbulnya air limbah yang diterima oleh badan
pengolahan, karena adanya waktu perjalanan dari sumber ke unit
pengolahan. Semakin dekat perjalanan maka semakin dekat perbedaan
puncak konsumsi air dengan waktu puncak timbulnya air limbah.
d. Jumlah Penduduk, semakin banyak populasi yang akan dilayani semakin
besar pula debit air limbah yang timbul.
e. Jenis aktifitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari
suatu tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air
limbah dari pasar memiliki kandungan organik lebih tinggi dari pada air
limbah dari perkantoran.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

f. Jenis saluran pengumpul air limbah yang digunakan, jika menggunakan


sistem tercampur maka air limbah akan lebih buruk karena partikulat.
Dalam sistem terpisah kontaminan yang ada pada air limbah memiliki
konsenterasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan dengan sistem
tercampur karena adanya pengenceran oleh air hujan.
Kualitas air buangan dapat diketahui dari karakteristik fisik, karakteristik
kimia dan karakteristik biologi (Tchobanoglous dan Burton, 1991).
a. Karateristik fisik
Beberapa sifat fisik air buangan adalah :
- Suhu air buangan biasanya lebih tinggi dari pada suhu air bersih.
- Tercium bau busuk saat air limbah terurai secara anaerob.
- Zat padat yang menyebabkan kekeruhan berupa : zat padat tersuspensi,
terapung dan terlarut.
- Warna air limbah dapat digunakan untuk memperkirakan umur air limbah:
Cokelat muda, mengindikasikan air limbah berumur 6 jam.
Abu-abu tua, mengindikasikan air limbah sedang mengalami pembusukan.
Hitam, mengindikasikan air limbah yang telah membusuk oleh penguraian
bakteri anaerob.
Klasifikasi karakteristik fisik air buangan dapat dilihat pada tabel
2.2.
Tabel 2.2 Karakteristik Fisik Air Buangan
Sifat-sifat Sumber
Suhu Limbah industri dan domestik.
Benda padat Limbah domestik, limbah industri, erosi tanah, inflow/
infiltrasi.
Bau Dekomposisi air limbah, limbah industri.
Warna Limbah domestik dan limbah industri, penguraian material
organik.
Sumber: Tchobanoglous dan Burton, 1991.

b. Karakteristik kimia
Klasifikasi karakteristik kimia meliputi zat organik dan zat anorganik.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

- Zat organik
Sumber utama zat organik berasal dari kotoran limbah manusia yaitu 80
90 gram/orang/hari. Pada prinsipnya kategori zat organik yang dapat
terdegradasi dalam air limbah adalah protein, karbohidrat, dan lipid
(Sundstrom & Klei, 1979). Zat organik dalam air limbah jumlahnya cukup
dominan, karena 75% dari zat padat tersuspensi dan 40% dari zat padat
tersaring merupakan bahan organik. Selanjutnya bahan organik ini
dikelompokkan menjadi 40-60% berupa protein, 25-50% berupa
karbohidrat, 10% berupa lemak/minyak dan urea. Urea sebagai kandungan
bahan terbanyak di dalam urine, merupakan bagian lain yang penting
dalan bahan organik (Hindarko, 2003).
Protein, senyawa kombinasi dari bermacam-macam asam amino ini
dijumpai pada makanan manusia dan hewan seperti kacang-kacangan
mengandung sekitar 16 % unsur nitrogen sehingga bersama dengan
urea protein menjadi sumber nitrogen dalam air limbah. Proses
penguraian protein menimbulkan bau busuk.
Karbohidrat, dijumpai dalam gula, selulosa, serat kayu dan lain-lain.
Dalam air limbah terdiri atas senyawa C,H, dan O. Sejenis karbohidrat
yang berbentuk gula, mudah larut dan mengalami penguraian oleh
mikroba menjadi alkohol dan CO2.
Lemak dan Minyak, tidak mudah diuraikan oleh mikroba melainkan
oleh asam mineral sehingga terjadi gliserin dan asam jenuh. Minyak
dan olie yang berasal dari hasil tambang masuk ke dalam air limbah
melalui bengkel kendaraan bermotor dan tidak dapat diuraikan oleh
mikroba serta menutupi permukaan air limbah sehingga menganggu
proses selanjutnya. Sehingga minyak dan olie harus disingkirkan
melalui bangunan penangkap minyak/olie.
Surfactant (surface active agent) yang berasal dari detergen pencuci
pakaian. Deterjen adalah golongan dari molekul organik yang
digunakan sebagai penganti sabun untuk pembersih supaya
mendapatkan hasil yang lebih baik. Pada IPAL membentuk busa yang

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

stabil sehingga sangat menganggu operasi instalasi ini. Keberadaannya


dapat dideteksi oleh methylene blue.
Pestisida, penggunaan dalam tanaman harus dikendalikan agar tidak
terbawa oleh limpasan air hujan. Zat organik ini tergolong beracun dan
bisa mematikan ikan dan mencemari sumber air bersih.
- Zat anorganik
Sumber dari zat anorganik meliputi : pH, Klorida, Nitrogen, Phospor,
Kebasaan (Alkalinitas) dan Belerang (Hindarko, 2003).
pH, parameter ini sangat penting untuk menentukan kehidupan
mikroorganisme di dalam air limbah, pH pada pengolahan air
digunakan sebagai kontrol korosi pada pipa dan bangunan pengolahan.
Pada pengolahan air limbah yang menggunakan proses biologi pH
perlu dikontrol agar berada pada kisaran yang memungkinkan
organisme berkembang. Pada kondisi asam ( pH < 4) atau alkali (pH >
9,5) bakteri akan mati. Menurut PP No.82 tahun 2001 tentang
pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kisaran pH
yang diperbolehkan adalah 6 9.
Nitrogen, dalam pengolahan air limbah diperlukan zat hara dalam
bentuk protein yang elemen utamanya adalah nitrogen, phospor, dan
zat besi. Nitrogen yang terkandung dalam tubuh mahluk hidup
diuraikan oleh bakteri menjadi ammonia, tetapi ada juga yang
mengambil bentuk urea dalam air kencing yang diuraikan menjadi
ammonia.
Phosfor, bila kandungannya dalam air permukaan tidak terkontrol
maka phosfor merupakan nutrien bagi tumbuhan seperti eceng gondok,
ganggang sehingga permukaan air itu dipenuhi tumbuhan air. Hal ini
menganggu kegiatan pelayaran, perikanan. Kandungan phospor
dibatasi antara 4 15 mg/liter.
Logam berat dan senyawa beracun, seperti Hg, Pb, Ni, Cr, dan lain-
lain. Kehadiran unsur ini perlu untuk menunjang kehidupan biota, dan
ganggang. Namun kadar yang tinggi dapat menebarkan zat beracun.
Crom dan Nikel sebaiknya tidak melebihi kadar 500 mg/liter.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Belerang, unsur ini dibutuhkan untuk sintesa protein. Disamping itu


pada kondisi anaerobik bakteri desulfovibrio dapat menguraikan zat
organik bersama sulfat menjadi sulfida reaksinya
Zat organik + SO4-2 S-2 + H2O + CO2
S-2 + 2 H + H2S
Gas H2S biasanya berkumpul pada bagian atas pipa air limbah dan bila
terdapat cukup bakteri Thiobacillus, maka gas ini dapat dioksidasi
menjadi asam sulfat.
Bakteri hiobacillus
Reaksinya : H2S + O2 H2SO4
H2SO4 yang terbentuk dapat merusak mahkota pipa yang terbuat dari
beton, asbes, dan besi. Gas H2S yang tercampur bersama gas CH4 dan
gas CO2 bersifat sangat korosif terhadap pipa dan bila terbakar dalam
mesin dapat menimbulkan letupan yang dapat merusak mesin tersebut.
Klorida
Masuknya klorida dalam air limbah bisa berasal dari intrusi air laut
yang berinfiltrasi ke dalam pipa, tinja manusia yang mengandung 6
gram/orang/hari. Pengolahan air limbah tidak dapat menurunkan kadar
klorida. Sehingga pencegahan dini masuknya klorida lebih bermanfaat
daripada mengeluarkan klorida yang ada.

c. Karakteristik biologi
Aspek biologi ini mencakup mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah.
Organisme ini digunakan sebagai indikator polusi dan untuk mengetahui metode
pengolahan yang tepat. Setiap manusia mengeluarkan 100-400 milyar
coliform/hari. Coliform digunakan sebagai indikator mikroorganisme pathogen
(Anomin, 1998). Beberapa macam mikroorganisme yang banyak terdapat dalam
air limbah domestik adalah :
- Jamur, membutuhkan zat asam dan mendapatkan makanan dari mahluk yang
telah mati. Tugas utamanya menguraikan senyawa karbon bila di alam ini
tidak ada jamur maka siklus senyawa karbon akan terhenti dan zat organik
akan menumpuk.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

- Ganggang, banyak terlihat didalam sungai, danau dimana ada limpahan air
limbah. Limpahan ini membawa zat nutrient biologis yang menyebabkan
pertumbuhan ganggang dengan pesat yang diikuti bau tertentu.
- Organisme patogen, dalam air limbah yang berasal dari tubuh manusia yang
terinfeksi penyakit, seperti typhus, kolera, disentri dan sebagainya. Dan bila
sanitasi daerah kurang sehat standar yang ada, maka organisme ini akan
menimbulkan angka kesakitan yang cukup tinggi.
- Bakteri coli sebagai indikator bibit penyakit, berasal dari tinja manusia yang
memasuki air limbah. Untuk menganalisa bakteri patogen digunakan
parameter mikrobiologis dengan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
dalam 100 ml air limbah serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
tinja dalam 100 ml air limbah.

2.3 SISTEM PENGELOLAAN AIR BUANGAN

2.3.1 Dasar Perencanaan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan
desain suatu sistem penyaluran air buangan adalah :
Sistem perpipaan merupakan saluran yang tertutup, sehingga terhindar dari
gangguan terhadap lingkungan di sekitarnya dan saluran tidak terganggu oleh
kegiatan di sekitarnya
Air bekas dibuang dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu
keindahan dan kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh proses penguraian
maupun lalat dan binatang lain yang mungkin hidup sehingga harus disalurkan
ke pengolahan.
Waktu pengaliran air buangan dari titik terjauh ke lokasi pengolahan tidak
boleh lebih dari 18 jam untuk menghindari terjadinya proses penguraian dalam
saluran
Penyaluran air buangan dilakukan dengan cara gravitasi dalam saluran tidak
bertekanan
Jaringan sistem pengumpul harus melayani semua daerah pelayanan

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Menurut Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah,2003 supaya


saluran tetap berfungsi baik dalam keadaan debit maksimum maupun minimum,
ada beberapa faktor seperti:
- Luas penampang saluran
- Kemiringan saluran serta kekasarannya
- Kondisi pengaliran
- Belokan atau rintangan lain
- Karakteristik efluen
2.3.2 Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat ( On Site System )
Sistem pengelolaan air limbah setempat sebagai sistem dimana fasilitas
pengolahan air limbah berada dalam persil atau batas tanah yang dimiliki. Sistem
setempat (on site) merupakan sistem penyaluran air buangan yang dialirkan ke
dalam suatu tempat penampungan seperti tangki septik sebagai tempat
pengolahan. Sistem ini biasanya digunakan dalam skala kecil (keluarga), tetapi
ada juga yang digunakan dalam skala besar (WC Umum). Sistem ini biasanya
digunakan pada daerah yang tidak ada riol kota. Untuk meningkatkan taraf
kesehatan masyarakat maka jenis yang baik untuk digunakan adalah jenis tangki
septik (septik tank). Tetapi bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah masih
menggunakan sistem pembangunan yang sederhana yaitu cubluk (Anomin, 1999).
Kriteria perencanaan untuk sistem setempat (on site) meliputi :
a. Kemampuan ekonomi rendah.
b. Pmakaian air kurang dari 120 liter/orang/hari.
c. Jumlah penduduk yang terlayani kurang dari 200 juwa/ha.
d. Pendapatan ekonomi penduduk rendah.
e. Persyaratan badan air penerima rendah.
Dalam pemilihan sistem ini harus mempengaruhi hal-hal di bawah ini :
a. Waktu detensi adalah waktu tinggal dalam suatu tangki septik sekurang-
kurangnya 1 (satu) hari dan maksimal 3 (tiga) hari.
b. Periode pengurasan lumpur 2-5 tahun.
c. Banyaknya lumpur yang mengendap antara 30-40 liter/orang/hari.
d. Kuantitas air limbah yang dibuang ke dalam tangki sesuai dengan penggunaan
air bersihnya.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tangki septik yang
baik agar tidak mecemari air tanah di sekitarnya, yaitu (Anomin, 1999) :
a. Dinding tangki septik hendaknya dibuat dari bahan yang rapat air.
b. Untuk membuang air limbah hasil pencemaran dari tangki septik perlu dibuat
daerah peresapan.
c. Tangki septik derencanakan untuk membuang kotoran rumah tangga dengan
volume sebesar 100 liter/orang/hari.
d. Waktu tinggal air di dalam tangki septik diperkirakan minimal selama 24 jam.
e. Besarnya ruang lumpur diperkirakan untuk menampung lumpur yang
dihasilkan proses pencerna dengan standar banyaknya lumpur sebesar 30
liter/orang/tahun, sedangkan pengambilan lumpur diperhitungkan minimal
selama 4 tahun.
f. Lantai dasar tangki septik harus dibuat miring kearah ruang lumpur.
g. Pipa air masuk (inlet) ke dalam tangki septik hendaknya selalu lebih tinggi
2,5 cm dari pipa keluarnya.
h. Tangki septik hendaknya dilengkapi dengan lubang pemeriksa (manhole) dan
lubang udara (vent) untuk membuang gas hasil pencemaran.
i. Untuk menjamin tercapainya bidang peresapan, maka pemasangan siphon
otomatis adalah sangat bermanfaat agar air limbah yang dibuang ke daerah
peresapan terbuang secara berkala.
Jarak minimum suatu bangunan, sumur maupun pipa air bersih dari tangki
septik dan bangunan peresapan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Jarak Minimum Bangunan dengan Tangki Septik dan Peresapan
No. Jarak Tangki Septik Banguan Peresapan
1 Bangunan peresapan 1,5 m 1,5 m
2 Sumur 10,0 m 10,0 m
3 Pipa air bersih 3,0 m 3,0 m
Sumber : Anomim, 1999

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

DAPUR SARANA TRANSPORTASI TINJA


INSTALASI
KAKUS PENGOLAHAN
TINJA

PRASARANA TRANSPORT
AIR LIMBAH DARI KAKUS
KE TANGKI SEPTIK
TANGKI SEPTIK

SANITASI SETEMPAT

TANGKI SEPTIK & CUBLUK


BIDANG REMBESAN

PENGOSONGAN LUMPUR DAPAT DIKOSONGKAN DENGAN DIKOSONGKAN MANUAL


TINJA DILAKUKAN DENGAN TRUK "VACUM" MANUAL SEMENTARA SATU CUBLUK DIKOSONGKAN
BANTUAN TRUK TINJA BIASA SEMENTARA CUBLUK DIKOSONGKAN YANG LAIN BISA DIGUNAKAN
CUBLUK TIDAK BISA DIGUNAKAN

Gambar 2.1 Sistem Pembuangan Air Limbah On-Site


Sumber : Anonim , 1999
Pemakaian Sistem ini terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain:
Kelebihan sistem pengelolaan air limbah setempat yaitu :
Menggunakan teknologi sederhana
Memerlukan biaya yang rendah
Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri
Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat
Kekurangan sistem pengelolaan air limbah setempat yaitu :
Tidak dapat diterapkan pada tiap daerah, bergantung pada sifat permeabilitas
tanah, tingkat kepadatan, dan lain-lain
Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air
limbah kamar mandi dan air bekas mesin cuci
Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan
(Dept. KimPrasWil, 2003 )
2.3.3 Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat ( Off Site System )
Sistem pengelolaan air limah terpusat adalah sistem pengelolaan air
limbah dengan menggunakan suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung
dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Sistem
penyaluran terpusat adalah fasilitas sanitasi yang berada duluar persil. Contoh
sistem ini adalah sistem penyaluran air limbah yang kemudian dibuang ke suatu

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

tempat pembuangan (disposal site) yang aman dan pembuangan air limbah
domestik di daerah kepadatan penduduk tinggi, kemiringan tanah di daerah
tersebut > 1%, rumah yang sudah dilengkapi dengan tangki septik tetapi tidak
mempunyai cukup lahan untuk bidang resapan atau bidang resapan tidak efektif
atau karena permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat (Anomin, 1999).
Sedangkan Jaringan sistem pipa pengumpul terpusat (Off Site System)
terdiri dari: (Moduto, 2000) :
2.1 Conventional Sewer
Merupakan jaringan penyaluran air limbah domestik yang terdiri dari
pipa persil, pipa service, pipa lateral dan pipa induk. Sistem ini melayani
daerah pelayanan yang cukup luas. Karena pembangunan sistem penyaluran
secara konvensional merupakan pilihan yang memerlukan biaya tinggi, maka
hanya cocok bila tidak ada pilihan lain. Penerapan untuk sistem ini adalah:
- Pusat kota dengan kepadatan tinggi.
- Penduduk umumnya menggunakan air tanah, permeabilitas tanah rendah, air
tanah sudah tercemar dan lahan terbatas.
- Pendapatan penduduk tinggi sehingga mampu memikul biaya operasi dan
pemeliharaan.
2.2 Shallow Sewer
Shallow sewer pada prinsipnya sama dengan conventional sewer,
hanya pada pemasangan pipa kemiringannya lebih landai daripada
conventional sewer. Sistem ini bergantung pada pembilasan air limbah yang
diperlukan untuk mendorong limbah padat.
Biaya pembuatan shallow sewer lebih rendah dari pada conventional
sewer dan lebih cocok sebagai saluran sekunder di daerah kampung dengan
kepadatan tinggi. Sistem ini melayani air limbah dari kamar mandi, cuci,
dapur dan kakus. Jaringan salurannya terdiri dari pipa persil, pipa service dan
pipa lateral, tetapi tanpa pipa induk. Penerapan sistem ini adalah:
- Pada daerah yang mempunyai kemiringan kurang dari 2 %.
- Luas satu unit pelayanan maksimum sekitar 4 unit luas daerah layanan
retikulasi. Setiap unit daerah rekulasi jumlah sambungan rumah maksimum

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

800 rumah dengan ukuran riol terbesar 225 mm. Jadi ada 4 lajur pipa induk
dengan diameter 225 mm dari 4 x 800 rumah.
- Daerah pelayanan shallow sewer mempunyai luas maksimum 4 x 25 Ha = 100
Ha dengan kepadatan penduduk rata-rata 160 jiwa/Ha
- Daerah pemukiman yang masyarakatnya mendapatkan pelayanan dari PDAM,
permeabilitas tanah rendah, air tanah sudah tercemar dan sulit memperoleh
lahan untuk pembuatan prasarana sanitasi setempat.

2.3 Small Bore Sewerage


Sistem ini merupakan penyaluran air limbah dengan menggunakan
saluran berdiameter kecil. Saluran ini digunakan untuk menerima air limbah
dari kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik (bukan
tinjanya) serta bebas dari benda padat.
Sistem ini cocok diterapkan untuk daerah pelayanan yang relatif lebih
kecil dari jaringan saluran konvensional sewerage. Sistem ini tepat untuk
menangani pembuangan air limbah domestik di daerah kepadatan penduduk
tinggi, kemiringan tanah di daerah tersebut > 1%, rumah yang sudah
dilengkapi dengan tangki septik tetapi tidak mempunyai cukup lahan untuk
bidang resapan atau bidang resapan tidak efektif atau karena permeabilitas
tanah tidak memenuhi syarat.
PADAT
( PUPUK )

DAPUR KAKUS
KAMAR MANDI

SEWERAGE CAIR
(TRANSPORT) ( SUNGAI )
INSTALASI PENGOLAHAN
LIMBAH TERPUSAT

Gambar 2.2 Sistem Pembuangan Air Limbah Off-Site


Sumber : Anonim , 1999

Pemakaian Sistem ini terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain:


Kelebihan sistem pengelolaan air limbah terpusat yaitu :
menyediakan pelayanan yang terbaik
sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

pencemaran terhadapa air tanah dan badan air dapat dihindari


memiliki masa guna yang lebih lama
dapat menampung semua air limbah
Kekurangan dari sisem pengelolaan air limbah terpusat yaitu:
memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan tinggi
menggunakan teknologi tinggi
tidak dapat dilakukan perseorangan
waktu yang, lama dalam perencanaan dan pelaksanaan
memerlukan pengelolaan, operasi dan pemeliharaan yang baik
( Dept. KimPrasWil, 2003 )

2.4 DASAR PERENCANAAN

Hal-hal yang perlu diperhatikan dan menjadi bahan pertimbangan adalah :


1. Jaringan sistem pengumpul harus melayani semua daerah pelayanan
2. Sistem perpipaan merupakan saluran yang tertutup, sehingga terhindar
dari gangguan terhadap lingkungan di sekitarnya dan saluran tidak
terganggu oleh kegiatan di sekitarnya.
3. Air bekas dibuang sejauh mungkin dari pemukiman penduduk agar tidak
mengganggu keindahan dan kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh
proses penguraian maupun lalat dan binatang lain yang mungkin di lokasi
pengolahan.
4. Waktu pengaliran air buangan dari titik terjauh ke lokasi pengolahan
tidak boleh lebih dari 28 jam untuk menghindari terjadinya proses
penguraian dalam saluran.
5. Penyaluran air buangan dilakukan dengan cara gravitasi dalam saluran
tidak bertekanan.
2.4.1 Pemilihan Sistem
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem pengelolaan air
limbah adalah:
a. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk merupakan hal yang paling menentukan dalam hal
penyediaan lahan untuk pembangunan fasilitas pengolahan air limbah

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

aik dalam sistem terpusat maupun pada sistem setempat. Makin tinggi
angka kepadatan penduduknya, teknologi yang dipakai juga akan
semakin mahal baik dalah investasi maupun operasi dan
pemeliharaannya. Strategi nasional juga telah mengklasifikasikan tingkat
kepaatan sebagai berikut :
- tingkat kepadatan sangat tinggi : 500 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan penduuk tinggi : 300-400 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan sedang : 150-300 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan rendah : < 150 jiwa/Ha
Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang
dapat ditimbulkan pada air permukaan.
kepadatan rendah 100 jiwa/Ha = BOD 0-30 mg/L
kepadatan sedang 100-300 jiwa/Ha = BOD 30-80 mg/L
kepadatan tinggi 300 jiwa/Ha = BOD 80-200 mg/L
b. Sumber Air yang Ada
Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaan sewerage
terutama yang diencanakan membawa buangan padat disamping limbah
airnya. Pemakaian sewerage lebih disarankan untuk daerah yang
mempunyai jaringan air bersih dengan pemakaian > 60 liter/orang/hari
c. Permeabilitas Tanah
Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2,7 x 10-4 L/m2/dt 4,2 x
10-3 L/m2/dt
d. Kedalaman Muka Air Tanah
Perlu dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan
pencemaran air tanah oleh fasilitas sanitasi yang diperlukan
e. Kemiringan Tanah
Daerah dengan kemiringan 1 % lebih memberikan biaya ekonomis
dalam pembangunannya dibandingkan dengan aerah yang datar
f. Kemampuan Membiayai
Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembiayaan operasi dan pemeliharaan ( Dept. KimPrasWil, 2003 )
2.4.2 Proyeksi Jumlah Penduduk

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Dalam perancangan sistem penyaluran air buangan ini masalah yang


jumlah penduduk yang ada di daerah perencanaan merupakan hal yang
utama. Jumlah penduduk ini akan berpengaruh pada jumlah air buangan
yang dihasilkan serta pada perencanaan dimensi perpipaan saluran air
buangan. Jumlah penduduk ini perlu diproyeksikan untuk mengetahui
jumlah penduduk sampai akhir periode perancangan
Untuk memproyeksikan jumlah penduduk pada daerah perencanaan
dibandingkan dengan tiga metode proyeksi. Kemudian, dari ketiga metode
tersebut dipilih yang paling sesuai untuk karakteristik daerah yang
ditinjau. Adapun metode-metode yang dipakai dalam memproyeksikan
jumlah penduduk untuk diperbandingkan antara lain:
a. Metode Aritmatik
Jika metode proyeksi menggunakan metode ini, maka pertambahan
penduduk daerah perencanaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Pt = Pi + Ka (tf ti)
Pt Pi
Ka =
tf ti
dimana : Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
Pi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi
Ka = konstanta aritmatik
tf - ti = jumlah tahun proyeksi
b. Metode Geometrik
Jika metode yang digunakan adalah metode geometrik, maka pertambahan
penduduk dapat dihitung dengan rumus :
log Pt = log Pi + Kg (tf ti)
log pf log pi
Kg =
tf ti
Dimana :
Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
Pi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi
Kg = konstanta geometrik

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

tf - ti = jumlah tahun proyeksi


c. Metode Eksponensial
Jika metode yang digunakan adalah metode eksponensial, maka
pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus :
ln Pt = ln Pi + Kg (tf ti)
ln pf ln pi
Kg =
tf ti

Dimana :
Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
Pi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi
Kg = konstanta geometrik
tf - ti = jumlah tahun proyeksi
d. Metode Least Square Aritmatic
Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Aritmatic , maka
pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus :
y = a + bx

a+b
x - y=0
n n

x xy = 0
2

a+b -
n n
Dimana : y = laju pertumbuhan (%)
x = jumlah populasi tahun ke-x
e. Metode Least Square Geometric
Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Geometric, maka
pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus :
log y = a + bx
Dimana : y = laju pertumbuhan (%)
x = jumlah populasi tahun ke-n
Pemilihan metode proyeksi penduduk daerah perencanaan dilakukan
dengan cara pengujian statistik, yaitu dengan koefisien korelasi. Metode
proyeksi yang paling tepat adalah metode yang memberikan nilai R 2

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

mendekati atau sama dengan 1. Setelah itu, metode tersebut dipakai untuk
memproyeksikan jumlah penduduk yang diinginkan.
(Moduto, 2000)

2.5 PRINSIP DALAM PENYALURAN AIR BUANGAN

Prinsip-prinsip yang mendasari dalam penyaluran air buangan tidak


berbeda dengan prinsip dalam penyaluran air bersih, prinsip-prinsip yang perlu
diperhatikan adalah persamaan kontinuitas dan persamaan energi.
a. Prinsip Kontinuitas
Prinsip kontinuitas menyatakan bahwa debit pada suatu penampang
saluran merupakan perkalian antara luas penampang saluran dengan kecepatan
pada penampang saluran tersebut, dan besarnya sama di setiap titik pada suatu
saluran.
Persamaan kontinuitas diformulasikan dalam bentuk matematik sebagai :
Q = A1.V1 = A2. V2 = konstan
Q = debit aliran (m3/dt)
A = luas penampang saluran (m2)
V = kecepatan aliran (m/dt)
b. Persamaan Energi
Persamaan umum energi adalah sebagai berikut :
v 2

/ 2 g p / g z 1 Ha v 2 / 2 g p / g z
2 Hl

v2/2g = head kecepatan (m)


p/g = head tekanan (m)
z = ketinggian saluran dari datum (m)
Ha = energi tambahan (m)
Hl = kehilangan energi (m)
(Moduto, 2000)

c. Persamaan Aliran dari Manning


Persamaan Manning dapat dipergunakan baik dalam aliran penuh maupun
aliran tidak penuh. Manning menampilkan formulasi sebagai berikut :

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

1 2 / 3 1/ 2
v R S
n
v = kecepatan aliran rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
S = slope saluran (m/m)
N = koefisien kekasaran Manning
Penggunaan persamaan Manning dalam perhitungan disederhanakan
dalam bentuk nomogram. Nomogram hanya dipakai dalam mengecek hasil
perhitungan atau memperkirakan dimensi.
(Moduto, 2000)
2.6 DEBIT AIR BUANGAN
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran air
buangan, yaitu :
sumber atau asal air buangan
besar atau prosentase air buangan dari air minum
besarnya curah hujan
Dalam air buangan dikenal beberapa istilah debit, yaitu :
debit rata-rata (Qr), debit hari maksimum (Qmd), debit minimum (Qmin), debit
infiltrasi (Qinf), debit puncak (Qpeak), dan debit air buangan non domestik (Qx).
a. Debit Rata-Rata Air Buangan (Qr)
Debit rata-rata air buangan adalah debit air buangan yang berasal dari
rumah tangga, bangunan umum, bangunan komersial, dan bangunan industri. Dari
berbagai sarana di atas, tidak semua air yang diperlukan untuk kegiatan sehari-
hari terbuang ke saluran pengumpul, hal ini disebabkan beragamnya kegiatan.
Berkurangnya jumlah air yang terbuang sebagai air buangan disebabkan kegiatan-
kegiatan seperti mencuci kendaraan, mengepel lantai, menyiram tanaman, dan
lain-lain.
(Moduto, 2000)
b. Debit Hari Maksimum (Qmd)
Debit hari maksimum adalah debit air buangan pada keadaan pemakaian
air maksimum. Besar debit hari maksimum merupakan perkalian faktor peak kali
debit air buangan rata-rata. Harga faktor peak merupakan rasio debit maksimum

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

dan minimum terhadap debit rata-rata. Harga faktor peak bervariasi tergantung
jumlah penduduk kota yang dilayani, dan dirumuskan sebagai berikut :
18 p 2.5
fp
4 p 0.5
sedangkan debit maksimum dirumuskan sebagai :
Qmd = fp. Qab
Dimana :
Qmd = debit hari maksimum (l/dt)
Fp = faktor peak
Qab = debit air buangan rata-rata (l/dt)
P = jumlah penduduk dalam ribuan (jiwa)
(Moduto, 2000)
c. Debit Minimum (Qmin)
Debit minimum adalah debit air buangan pada saat minimum. Debit
minimum ini berguna dalam penentuan kedalaman minimum, untuk menentukan
apakah saluran harus digelontor atau tidak. Persamaan untuk menghitung debit
minimum adalah :
Q min 0,2 p1, 2 qr (l / det) (1 < p < 1000)
(Moduto, 2000)
d. Debit Inflow / Infiltrasi (Qinf)
Debit infiltrasi adalah debit air yang masuk saluran air buangan yang
berasal dari air hujan, infiltrasi air tanah, dan air permukaan. Infiltrasi air dari
sumber-sumber di atas biasanya masuk melalui jalur pipa dan sambungan rumah.
Infiltrasi dari sumber-sumber yang disebutkan di atas tidak dapat dihindari, hal ini
disebabkan oleh:
pekerjaan sambungan pipa kurang sempurna
jenis bahan saluran dan sambungan yang dipergunakan
kondisi tanah dan air tanah
adanya celah-celah pada tutup manhole
Besar debit infiltrasi/inflow ditentukan berdasarkan :
luas daerah pelayanan
panjang saluran

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

panjang saluran dan diameter


Besarnya debit inflow berdasarkan luas daerah pelayanan menurut ASCE dan
WPCF adalah 400 200000 gpd/acre.
(Moduto, 2000)
e. Debit Puncak (Qpeak)
Debit puncak adalah debit air buangan yang dipergunakan dalam
menghitung dimensi saluran. Debit puncak merupakan penjumlahan dari debit
maksimum dan debit infiltrasi / inflow.
Qp 5 p 0,8 qmd Cr. p.qr L / 1000.q inf( l / det)

= 5 p 0,8 qmd q inf low


Qp = debit puncak (l/dt)
p = jumlah penduduk dalam ribuan
Qmd = debit satuan hariam maksimum (l/dt.1000 jiwa)
Cr = koefisien infiltrasi di daerah persil
qr = debit satuan harian rata-rata (l/dt.1000 jiwa)
qinf = debit infiltrasi saluran (l/dt.km)
(Moduto, 2000)
f. Debit Air Buangan Non Domestik (Qx)
Debit air buangan non domestik adalah debit air buangan yang berasal dari
bangunan komersial, bangunan industri, bangunan umum/institusi, dan bangunan
pemerintahan. Debit air buangan non domestik tergantung dari pemakaian air dan
jumlah penghuni bangunan-bangunan tersebut. Kecuali air buangan yang berasal
dari bangunan industri, semua air buangan yang berasal dari non domestik
dilayani sistem penyaluran air buangan, dengan alasan karakteristik air
buangannya mempunyai kesamaan dengan air buangan domestik.
Dalam perhitungan debit puncak, debit air buangan yang berasal dari
bangunan non domestik diekivalenkan dengan jumlah penduduk yang dilayani
pada daerah domestik. Perhitungan ekivalen debit air buangan non domestik
adalah :
qx
pek
qr
pek = jumlah penduduk ekivalen ( jiwa )

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

qx = total debit air minum non domestik (l/dt)


qr = pemakaian air rata-rata (l/orang/hari)
(Moduto, 2000)
2.7 KEDALAMAN ALIRAN
Kedalaman aliran sangat berpengaruh terhadap kelancaran aliran, oleh
karena itu ditetapkan kedalaman minimum yang harus dipenuhi dalam penyaluran
air buangan. Kedalaman minimum ini disamakan dengan kedalaman berenang
tinja. Di Indonesia kedalaman berenang ditetapkan 5 cm pada pipa halus, dan 7,5
cm pada pipa kasar. Kedalaman minimum didapat dari nomogram Design Main
Sewer dengan mengetahui debit minimum, jika kedalaman minimum kurang dari
kedalaman berenang maka saluran tersebut harus digelontor. Karena aliran air
buangan bersifat terbuka, maka kedalaman aliran dalam pipa tidak boleh penuh.
Kedalaman aliran dalam pipa dibatasi 0,6 D sampai 0,8 D pada debit puncak. Jika
kedalaman saluran sudah melebihi 0,8 diameter, maka diameter pipa harus
diperbesar atau kemiringan saluran diperbesar.
(Moduto, 2000)
2.8 KEDALAMAN PEMASANGAN PIPA
Kedalaman pemasangan pipa saluran air buangan bergantung dari fungsi
pipa itu sendiri yang dibagi menjadi : pipa persil, pipa service dan pipa lateral.

1. Kedalaman awal pemasangan pipa


a. Persil = 0,45 meter
b.Service = 0,6 meter
c. Lateral = 1,00 1,20 meter
2. Kedalaman akhir pemasangan pipa
Kedalaman akhir pemasangan pipa air buangan diisyaratkan tidak melebihi 7
meter, jika penanaman pipa sudah melebihi 7 meter harus dipergunakan
pompa untuk menaikkan air buangan untuk mendapatkan kedalaman galian
yang disyaratkan.

2.9 PEMILIHAN BAHAN PIPA


Pemilihan bahan pipa harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut :

1. Harus mengalirkan air buangan sebaik mungkin

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

2. Kekuatan dan daya tahan harus terjamin baik dari gaya dalam
maupun luar pipa
3. Mudah dalam pemasangan
4. Tahan terhadap penggerusan
5. Tahan terhadap korosi asam baik dari air buangan maupun air
tanah
6. Ketersediaannya di pasaran terjamin
7. Harus kedap air begitu juga dengan sambungannya
8. Harga pipa
9. Kondisi geologi dan topografinya

2.10 PENEMPATAN PIPA

Penempatan pipa tergantung dari:

- jaringan jalan yang ada

- jenis, kondisi, dan topografi tanah yang dilalui

- sistem perpipaan yang lain (air minum, listrik, gas)

- kapasitas dan lokasi bangunan yang dilayani

Umumnya pipa dipasang di pertengahan jalan karena:

- tidak perlu membebaskan tanah penduduk

- pemeriksaan saluran lebih mudah

Pipa dipasang di pinggir jalan jika:

- bangunan pada satu sisi jalan lebih banyak daripada sisi lainnya

- perbedaan ketinggian anatar kedua sisi jalan terlalu besar

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Gambar 2.9 Penempatan Saluran Air Limbah


(Sumber: Moduto, 2000)

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perletakan saluran,


diantaranya adalah sebagai berikut:

- kedalaman saluran minimum adalah 1.00 meter pada awal penanamannya


(untuk pipa servis) dan paling dalam 7.0 meter pada akhir saluran
- apabila kedalaman ujung saluran telah mencapai 7.00 m, maka aliran air
buangan dalam saluran harus dinaikkan dengan menggunakan pompa,
sehingga aliran secara gravitasi dapat berlangsung lagi
- apabila kedalaman ujung saluran kurang dari 1.00 m (akibat kemiringan
muka tanah lebih besar dari kemiringan saluran) perlu diperbesar, yaitu
dengan bangunan drop manhole
- penempatan saluran dapat di tengah jalan jika badan jalan tidak terlalu
lebar dan lalu lintas kendaraan tidak terlalu ramai
- bila beban penerimaan air limbah dari kanan dan kiri jalan tidak sama,
saluran ditempatkan di tepi jalan di bagian yang bayak memberikan air
buangan
- bila beban penerimaan air limbah dari kanan dan kiri jalan sama dan badan
jalan cukup lebar, arus lau lintas cukup padat, maka saluran ditempatkan
di kanan dan kiri jalan
- di daerah pemukiman, bila terdapat Brandgang, maka saluran
ditempatkan di brandgang belakang rumah
(Anonim, 2003)

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 TUJUAN PERENCANAAN

Tujuan perancangan dari penyaluran air buangan ini adalah untuk


mengevaluasi penyaluran air buangan yang ada di Kecamatan Selopampang,
Kabupaten Temanggung dan membandingan kondisi yang ada di lapangan dengan
literatur acuan. Selain itu untuk membuat system penyaluran air buangan yang ada
di Kecamatan Selopampang.
Tahapan Perencanaan
Tahapan perencanaan dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, dilakukan proses pemilihan tempat perencanaan
PAB yaitu di Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung.

2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data di kantor Kecamatan
Selopampang. Selain itu perlu juga dilakukan pengambilan data di BPS
Kota Semarang.
3. Tahap Penyusunan Laporan
Membuat sistem Penyaluran Air Buangan dengan membandingkan antara
teori di perkuliahan dan kenyataan di lapangan. Kemudian membuat
kesimpulan dan saran.

3.2 METODE PENGUMPULAN DATA

Untuk membuat suatu perencaaan sistem penyaluran air buangan yang baik,
tentunya diperlukan informasi mengenai data-data penunjang, seperti:

3.2.1 Metode Pengumpulan Data Primer

Metode yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data dari tiap
unit pekerjaan, kemudian diolah dan dievaluasi secara deskriptif dan dianalisa
untuk mendapatkan data-data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

3.2.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder


Metode pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan pengumpulan data
sebagai penunjang data primer. Data-data sekunder yang diperlukan meliputi:

1. Data fasilitas umum Kecamatan Selopampang


2. Data Kependudukan atau monografi Kecamatan Selopampang
3. Peta administrasi
4. Peta Topografi
5. Peta wilayah dan perencanaan

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

3.3 DIAGRAM ALIR

Mulai

-Administrasi

Pengambilan
Data

- Data
- Observasi Kependudukan
Lapangan Data Data - Data Fasilitas
- Data
Primer Sekunder -
Umum
Peta Wilayah
Perencanaan dan
Perencanaan
- Peta Topografi

Pengolahan dan Analisis


Data

Proyeksi Proyeksi Debit Air Proyeksi


Penduduk Buangan Fasilitas

Hasil
Analisis

Perencangan dan
Pengembangan Sistem
PAB On Site dan Off Site

Dokumentasi, Desain
dan Gambar-gambar

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Perancangan Pengelolaan Air Buangan

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB IV
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SELOPAMPANG

4.1 GAMBARAN UMUM

Untuk merencanakan sistem penyaluran air buangan suatu wilayah,


dibutuhkan pengetahuan tentang kondisi riil dilapangan. Data mengenai kondisi
riil daerah perencanaan diperoleh dari studi literatur.
Pada bagian ini akan dibahas secara umum kondisi daerah perancangan
Kecamatan Selopampang ditinjau dari aspek fisik dan sosial ekonomi yang ada di
Kecamatan Selopampang.

Gambar 4.1 Peta Kabupaten Temanggung

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Gambar 4.1 Peta Kecamatan Selopampang

4.2 GAMBARAN FISIK


4.2.1 Geografi
Kecamatan Selopampang adalah salah satu dari 20 kecamatan di wilayah
Kabupaten Temanggung, Jarak dari Kota Temanggung 14 Km dengan luas 1.729
Ha. Dengan rincian Lahan Sawah 790 Ha dan Bukan Lahan Sawah 939 Ha.
4.2.2 Administrasi
Kabupaten Temanggung mempunyai batas wilayah sebagai berikut :
Utara = Kab. Kendal dan Kab. Semarang
Selatan = Kab. Magelang
Barat = Kab. Wonosobo
Timur = Kab. Semarang dan Kab. Magelang
Kecamatan Selopampang sebagai daerah perencanaan mempunyai batas-
batas wilayah sebagai berikut :
Utara = Kecamatan Tembarak
Selatan = Kecamatan Windusari
Barat = Kecamatan Tlogomulyo
Timur = Kecamatan Kranggan
Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung dalam pembagian
wilayah Administrasi terbagi menjadi 12 Desa, 41 Dusun, 129 RT, 52 RW.
dengan jumlah Kades 12, perangkat desa 147 dan anggota BPD 80.

Ada 12 Desa di kecamatan Selopampang antara lain :

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

1. Tangulanom 7. Kacepit
2. Jetis 8. Gambasan
3. Ngaditirto 9. Kebonagung
4. Bulan 10. Bagusan
5. Salamrejo 11. Plumbon
6. Selopampang 12. Bumiayu

4.2.3 Topografi
Kecamatan Selopampang terletak di ketinggian rata-rata 800 meter dari
permukaan laut (mdpl). Desa dengan tofografi tertinggi adalah Tanggulanom
yaitu 1.040 mdpl, sedangkan yang terrendah adalah Plumbon yang berada 460
meter diatas permukaan laut.

4.2.4 Klimatologi
Kecamatan Selopampang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan
rata-rata per tahun 22 mm. Kecamatan Selopampang mempunyai suhu udara
maksimum 29oC dan suhu udara minimum 19oC. Kondisi curah hujan di daerah
studi dapat dipantau dari beberapa stasiun di sekitarnya.

4.3 GAMBARAN SOSIAL EKONOMI


4.3.1 Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Selopampang dapat dikatakan
belum termasuk daerah yang padat penduduk, karena jumlah penduduk masih
dibawah 20.000 jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan Selopampang untuk Tahun
2007-2011 dilihat pada tabel di bawah ini :

Table 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Selopampang 2007-2011

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)


2007 17857
2008 17923
2009 18153
2010 18153
2011 18201
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2007-2011

4.3.2 Kepadatan Penduduk


Jumlah penduduk untuk setiap km2 menunjukkan besarnya kepadatan
penduduk di daerah tersebut. Kepadatan penduduk di daerah Kecamatan
Selopampang dari tahun 2007-2011 diperlihatkan pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Kepadatan Penduduk di Daerah Kecamatan Selopampang Tahun 2007-2011
Tahun Jumlah Kepala Keluarga Kepadatan Penduduk
2007 4530 785
2008 4875 804
2009 5174 831
2010 5282 837
2011 5298 846
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2007-2011

4.4 SARANA DAN PRASARANA


4.4.1 Fasilitas Pendidikan
Fasilitas yang ada di Kecamatan Selopampang meliputi Taman Kanak-
Kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama. Data mengenai fasilitas
tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Tabel 4.3
Fasilitas Pendidikan Tahun 2011
No Fasilitas Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-Kanak 13
2 Sekolah Dasar 15
3 Sekolah Menengah Pertama 3
4 Sekolah Menengah atas 1
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2011
4.4.2 Fasilitas Peribadatan
Masyarakat Selopampang sebagian besar baragama Islam. Yang menganut
agama selain Islam memiliki jumlah yang sangat sedikit. dari data tahun 2009,
diketahui bahwa hanya 10 jiwa dari 18.153 jiwa yang beragama selain Islam,
yaitu beragama Kristen. Untuk medukung fasilitas peribadatan di kecamatan
Selopampang, dibagun beberapa fasilitas ibadah. Data mengenai fasilitas
peribadatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Fasilitas Peribadatan Tahun 2011
No Fasilitas Peribadatan Jumlah

1 Masjid 39
2 Gereja -
3 Mushola 50
4 Vihara -
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2011
4.4.3 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas-fasilitas kesehatan di Kecamatan Selopampang antara lain
Puskesmas, Klinik KB, Posyandu, dan PKD. Data selengkapnya mengenai
fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.5
Fasilitas Kesehatan Tahun 2011

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

No Fasilitas Kesehatan Jumlah


1 Puskesmas 1
2 Puskesmas pembantu 2
3 Posyandu 39
4 PKD 6
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2011

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB V
ANALISIS DAN PERHITUNGAN

5.1 PERHITUNGAN SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN


KECAMATAN KARANGGAYAM
Banyaknya debit air buangan yang dihasilkan oleh manusia pada dasarnya
merupakan sisa dari penggunaan air bersih dalam berbagai aktivitas. Secara
umum hal-hal penting yang dipakai dalam perhitungan perencanaan adalah :
1.Proyeksi Jumlah Penduduk selama periode perencanaan
2.Proyeksi Jumlah Penduduk yang akan dilayani oleh sistem PAB yang
direncanakan
3.Tingkat pemakaian air oleh konsumen / masyarakat
4.Presentase air buangan yang dihasilkan terhadap kebutuhan air bersih

5.1.1 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk


Terdapat bermacam-macam metode untuk memproyeksi jumlah
penduduk, diantaranya yaitu metode Aritmatika, Geometrik, dan Eksponensial.
Untuk menentukan metode yang tepat dalam memproyeksi jumlah penduduk,
yaitu dengan membandingkan nilai regresi linier dari tiap-tiap metode dalam
perhitungan pertumbuhan penduduk. Nilai regresi yang paling besar menunjukkan
bahwa perhitungan pertumbuhan penduduk menggunakan metode tersebut paling
mendekati linier, maka proyeksi penduduk tahun 2010 2031 akan menggunakan
metode tersebut.
Berikut rumus untuk memproyeksikan jumlah penduduk dari tiga metode :
1. Metode Aritmatik
Pn = Po + rn
Dimana Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk pada awal perhitungan
n : periode perhitungan
r : rasio pertambahan penduduk/tahun

Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi :

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Pn = Po + rn
y = b + ax
Dimana : Pn = y : jumlah penduduk pada tahun n
Po = b : koefisien
n = x : tahun dimana jumlah penduduk akan dihitung
r = a : koefisien x
2. Metode Geometrik
Pn = 10rn + Po
Dimana Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk pada awal perhitungan
n : periode perhitungan
r : rasio pertambahan penduduk/tahun
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi :
log Pn = rn + log Po
y = ax + b
Dimana : log Pn = y : jumlah penduduk pada tahun n
Log Po = b : koefisien
n=x : tahun jumlah penduduk yang akan dihitung
r=a : koefisien x
3. Metode Eksponensial
Pn = e rn + Po
Dimana : Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk pada awal perhitungan
n : periode perhitungan
r : rasio pertambahan penduduk/tahun
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi :
ln Pn = rn + ln Po
y = ax + b

Dimana : n Pn = y : jumlah penduduk pada tahun n


Ln Po = b : koefisien

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

n=x : tahun jumlah penduduk akan dihitung


r=a : koefisien x

Table 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Selopampang 2007-2011
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
2007 17857
2008 17923
2009 18153
2010 18153
2011 18201
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2007-2011

Setelah mendapatkan nilai logaritma dan eksponensial dari jumlah


penduduk yang ada, maka untuk proyeksi penduduk di tahun-tahun berikutnya
dapat dihitung dengan metode aritmatik, geometrik dan eksponensial melalui
grafik yang ditunjukkan pada gambar 5.1.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Gambar 5.1 Grafik dan Persamaan Proyeksi Penduduk Metode Aritmatik,


Geometrik, dan Eksponensial

Tabel 5.3 Hasil Analisa Standar deviasi


LEAST
ARITMATIK GEOMETRIK
SQUARE
STANDAR DEVIASI 222.16 199.22 250.80
R 0.97 0.98 0.97

Dari Grafik dan mentode proyeksi di atas, dapat disimpulkan bahwa


metode yang akan digunakan untuk mendapatkan proyeksi penduduk kecamatan
Selopampang adalah metode Geometri karena dengan menghitung menggunakan
standar deviasi, maka diperoleh nilai R yang paling mendekati 1 adalah metode
Geometri. Nilai R2 yang semakin besar ini menunjukkan semakin tingginya
tingkat ketelitian dari perhitungan dengan metode tersebut. Proyeksi penduduk
dengan metode geometrik dapat dilihat di tabel 5.2.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Tabel 5.3 Metode Proyeksi Penduduk Terpilih dengan Metode Geometri


Geometri
No. Tahun y = 370ln(x) +
17828
1 2007 17857
2 2008 17972
3 2009 18340
4 2010 18348
5 2011 18393
6 2012 18491
7 2013 18548
8 2014 18597
9 2015 18641
10 2016 18680
11 2017 18715
12 2018 18747
13 2019 18777
15 2021 18830
16 2022 18854
17 2023 18876
18 2024 18897
19 2025 18917
20 2026 18936
21 2027 18954
22 2028 18972
23 2029 18988
24 2030 19004
25 2031 19019

5.1.2 Parameter Penentuan Sistem Pelayanan


Sistem terpusat (off site) didasari pada sistem dimana air limbah dari
seluruh daerah pelayanan dikumpulkan dalam saluran riol pengumpul, kemudian
dialirkan dalam riol kota menuju ke tempat pembuangannya yang aman, baik
melalui bangunan pengolahan air buangan atau dengan pengenceran tertentu
untuk memenuhi baku mutu agar bisa dibuang ke badan air.
Sistem setempat (on site) yaitu sistem dimana pada daerah itu tidak ada
riol kota. Air limbah ditangani setempat dengan bangunan cubluk atau tanki
septik. Penentuan kedua sistem pelayanan ini memerlukan beberapa kriteria

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

seperti yang tertera pada tabel 5.4. Kriteria penentuan sistem pelayanan digunakan
sebagai pedoman dalam menentukan sistem pelayanan air buangan secara onsite
atau offsite. Idealnya seluruh kritera yang ada dapat dipenuhi tetapi karena setiap
wilayah /kawasan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak
seluruh kriteria penentuan terpenuhi.
Tabel 5.4 Parameter Penentuan Sistem Pelayanan
Parameter Onsite Offsite
Penduduk kota - >100000jiwa
Kepadatan penduduk <200jiwa/ha >150jiwa /ha
Pelayanan air bersih perkotaan <80% <80%
Pemakaian air <120 l/o/hr >150 l/o/hr
Kemampuan untuk mendanai O&M Mampu/kurang Mampu
Pelayanan terhadap penduduk - -
perkotaan
Jumlah penduduk dilayani - 30000-120000jiwa
Parameter Penunjang
Pendapatan penduduk - >80% menengah
keatas
Lebar Jalan 2m >4m
Tinggi muka air tanah >2m -
Permeabilitas tanah >10 l/m3/hr -
Persyaratan badan air penerima - Tinggi
efluen
Menunjang program lain - Sektor srategis,
peremajaan kota

5.2 ASPEK PENENTUAN SISTEM PELAYANAN


Aspek-aspek yang berperan dalam penentuan sistem pelayanan air
buangan yaitu:
5.2.1 Aspek Teknis

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Aspek teknis dalam penentuan sistem pelayanan air buangan meliputi


berapa besar persen pelayanan air bersih perkotaan yang ada, berapa besar rata-
rata pemakaian air penduduk, tinngi muka air tanah, dan permeabilitas tanah
wilayah perencanaan.Persen pelayanan air bersih perkotaan diharapkan seminimal
mungkin untuk kedua sistem. Sistem offsite bertujuan agar tidak terjadi kesulitan
peletakan instalasi perpipaan air buangan mengingat bahwa pipa air buangan dan
pipa air bersih tidak diijinkan berada berdekatan. Jika terjadi kebocoran perpipaan
dan hal ini diabaikan maka dikawatirkan terjadi pencemaran air bersih oleh air
buangan. Sistem onsite bertujuan agar tersedia cukup lahan untuk membuat septic
tank tanpa kuatir air buangan yang meresap akan mencemari air bersih melalui
kebocoran pipa.Tingginya kebutuhan air bersih penduduk mendukung adanya
sistem pelayanan offsite. Besarnya penggunaan air bersih sebanding dengan
besarnya air buangan yang dihasilkan. Kebutuhan air bersih tinggi berarti air
buangan yang dihasilkan juga besar sehingga perlu pengolahan air buangan secara
lebih baik melalui sistem offsite agar beban alam tidak terlalu berat. Sistem onsite
memerlukan kondisi tinggi muka air tanah dan permeabilitas tanah yang besar
dengan tujuan memperkecil kemungkinan tercemarnya air tanah oleh air buangan.
5.2.2 Aspek Sosial Ekonomis
Aspek sosial ekonomi merupakan kemampuan finansial penduduk wilayah
perencanaan. Kemampuan finansial penduduk perlu diperhitungkan. Sekiranya
penduduk memiliki status ekonomi menengah kebawah tentunya sangat tidak
mungkin dilakukan sistem offsite mengingat investasi dan biaya operasional yang
sangat besar yang harus ditanggung masyarakat sendiri. Sistem seperti bisa saja
dilakukan tetapi harus ada bantuan atau sumbangan investasi dan pemeliharaan/
operasional dari pemerintah. Indonesia tidak mungkin memaksakan kondisi yang
seperti ini karena pemerintah masih kekurangan dana di bidang lain yang
dianggap lebih penting.
5.2.3 Aspek Lingkungan
Aspek lingkungan yaitu keadaan wilayah perencanaan secara keseluruhan.
Lingkungan harus dapat mendukung setiap sistem yang diterapkan. Kepadatan
penduduk seharusnya tidak kurang dari 150 jiwa/ha untuk sistem offsite agar
biaya infestasi dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Sistem onsite memerlukan

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

tingkat kepadatan penduduk yang rendah agar tersedia lahan untuk pembuatan
tanki septik. Kecuali hal itu perlu juga keadaan yang memungkinkan
ditempatkannya jaringan pipa untuk penggunaan sistem offsite.

5.3 PEMBAGIAN BLOK PELAYANAN DAN PENGALIRAN AIR


BUANGAN
Pembagian blok daerah pengaliran ini berdasarkan atas beberapa
pertimbangan, dengan melihat peta dan kemudian menganalisanya. Hal-hal yang
perlu dipertimbangkan antara lain :
1) Topografi Daerah
Dalam hal ini dapat diketahui kondisi topografi daerah dan dapat
diperkirakan bahwa air akan cenderung mengalir dari daerah yang
berelevasi tinggi menuju daerah berelevasi rendah dengan kemiringan
tanah yang paling tajam.
2) Luas Daerah
Blok daerah pengaliran dapat dibatasi yaitu dengan melihat daerah yang
luas pengalirannya dapat tertampung pada saluran dengan panjang
tertentu, karena luas daerah akan menentukan debit yang dialirkan pada
saluran.

3) Jarak Pengaliran
Dalam hal ini berhubungan dengan daerah, untuk suatu titik yang terlalu
jauh dengan jarak inlet, lebih baik dibuat blok aliran yang baru, yang lebih
dekat dengan titik tersebut. Sebab hal ini akan memperlama waktu
pengaliran.
Pengaliran dilakukan dengan metode gravitasi mengikuti topografi yang
ada, mengingat metode ini lebih mudah kontrol dan perhitungannya dan
biaya konstruksi dibandingkan dengan sistem yang menggunakan pompa.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Tabel 5.5 Pembagian Blok Pelayanan Kecamatan Selopampang


No. Kelurahan Nama Blok
1 Tanggulanom 1
2 Jetis 2
3 Ngaditirto, Bulan, Salamrejo 3
4 selopampang 4
5 kacepit, gambasan, kebonagung 5
6 Bumiayu, Bagusan, Plumbon 6

5.4 PEMILIHAN PROFIL SALURAN


Perencanaan air buangan di Kecamatan Selopampang menggunakan
saluran tertutup. Sebab jika digunakan saluran terbuka untuk penyaluran air
buangan, akan timbul efek-efek negative yang berakibat pencemaran bau dan
udara yang membahayakan kesehatan masyarakat, dan juga akan merusak estetika
dari lingkungan sendiri. Dengan digunakannya saluran tertutup yang ditanam di
dalam tanah, diharapkan efek-efek tersebut dapat dicegah dan penyaluran air
buangan menjadi lebih aman. Dengan saluran bawah tanah, lahan yang
dibutuhkan menjadi lebih hemat, dan tidak mengganggu aktivitas manusia
terutama jika saluran melewati kawasan yang padat baik pemukiman, perkantoran
maupun niaga. Saluran air buangan ini direncanakan dengan satu penyaluran,
tanpa adanya perencanaan untuk penyaluran selain air buangan. Saluran yang
digunakan untuk penyaluran dipilih berbentuk lingkaran dengan pertimbangan :
1.) Pembuatan saluran bentuk ini relative lebih mudah dibanding bentuk
saluran lain
2.) Dapat menyalurkan air buangan dengan debit yang cukup besar dengan
sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.
3.) Biaya pembuatan dan pemeliharaan murah dan praktis.

5.5 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN


Dalam perencanaan dimensi saluran diusahakan mengikuti kriteria-kriteria
utama, yaitu :

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

1) Dimensi saluran yang direncanakan dapat mengalirkan debit puncak


2) Slope perpipaan yang direncanakan dimungkinkan untuk mengikuti muka
tanah, jika tidak memungkinkan maka dilengkapi dengan bangunan
pelengkap.
3) Pengaliran yang direncanakan tidak menimbulkan pengendapan Lumpur
maupun penggerusan saluran sehingga penyaluran lebih tahan lama.
4) Perancangan dimensi saluran menguntungkan dari segi teknis, ekonomis
dan aman untuk lingkungan

5.6 BANGUNAN PELENGKAP SISTEM PENYALURAN AIR


BUANGAN
Perencanaan yang baik untuk suatu sistem penyaluran air buangan harus
menyertakan bangunan-bangunan pelengkap selain sistem perpipaan sebagai
pendukung berjalannya sistem. Pada kecamatan Karanggayam adapun bangunan
pelengkap yang diperlukan adalah :
1. Manhole
2. Drop Manhole
3. Bangunan Penggelontor
4. Sambungan rumah
5. Terminal Clean Out
6. Fitting-fitting pipa yang diperlukan pada belokan, transition dan
junction

5.7 PERHITUNGAN PEMAKAIAN AIR


Dalam merencanakan system penyaluran, perlu diketahui berapa banyak
pemakaian air bersih dalam area perencanaan tersebut, sehingga jumlah air
buangannya dapat diperkirakan. Pemakaian air bersih ini mencakup domestik dan
non domestik. Disini diasumsikan 80 % dari pemakaian air bersih total. Dalam
perhitungan ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah :
1. Tingkat pelayanan PDAM, diasumsikan sudah mencapai 80 %, dan
fasilitas-fasilitas sosial niaga juga bertambah.
2. Jumlah penduduk, dihitung berdasarkan kepadatan penduduk dan luas
blok yang ada, dengan pemakaian air = 130 l/org/hari.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Perhitungan debit pemakaian air bersih kecamatan Selopampang tahun 2031 dan
perkiraan buangan air per blok pelayanan dapat dilihat pada lampiran

5.8 CONTOH DAN ANALISIS PERHITUNGAN DEBIT AIR


BUANGAN
Penentuan total air bersih yang digunakan, perlu diketahui kebutuhan air
domestik serta kebutuhan air non-domestik. Kebutuhan non-domestik sendiri
contohnya berasal dari kebutuhan air dari pasar, industri, sarana peribadatan,
kantor, rumah makan, dan lain sebagainya. Contoh perhitungan pada pipa lateral
terakhir pada blok 1 :
Berdasarkan perhitungan proyeksi, pada tahun 2031 jumlah orang pada
pipa 1 yang dilayani adalah sebesar 28,076 Ha.
Penggunaan air/org/hari = 130 L/org/hari
1. Q total (l/s)
Qtotal = Qdom + Qnon-dom
Qtotal = {(130 L x jumlah penduduk terlayani) / 86400} + {(Unit per Jenis
Fasilitas x Kebutuhan Air per unit fasilitas)/86400}
Qtotal = 3.874 L/detik
2. Q Air Buangan Rata - rata (l/s)
Q ab (l/s) = 80% x Q total kebutuhan air
= 80% x 3.874 L/detik
= 3.099 L/detik
5. Q Harian maksimum (l/s)
Q max (l/s) = 1,25 x Q ab
= 1,25 x 3.099 L/detik
= 3.874 L/detik
6. Q Minimum
Q min (l/s) = 0,2 x [JPT]0,2 x Qabr
= 0,2 x [2342]0,2 x 69,168 L/detik
= 2.925 L/detik
7. Q Infiltrasi
Q inf (l/s) = faktor infiltrasi x Q ab

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

= 0,2 x 3.099
= 0,775 L/detik
8. Q Peak (l/s)
Q peak (l/s) = =((18+JPT^0.5)/(4+JPT^0.5)) x Q ab
= 4,909 L/detik
9. Q ab peak total (l/s)
Q ab peak total (l/s) = Q peak + Q infiltrasi
= 4.909 L/detik + 0.775 L/detik
= 5.684 L/detik

5.9 CONTOH DAN ANALISIS PERHITUNGAN DIMENSI


Perhitungan Penentuan Dimensi pipa dan Debit Penggelontoran
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Sebagai contoh, Blok 1 pipa 2. Dari
perencanaan awal diketahui bahwa :
Jenis Pipa = Lateral
Slope = 0.0033
Q total = 0.0010m3/s (dari tabel pembebanan Blok A)
d/D = 0,7 (Asumsi) , maka nilai Qp/Qfull = 0.8371m3/dt (dari tabulasi Nilai
Sebanding Sebagian Penuh Pengoperasian Pipa Dengan Kecepatan dan
Pembuangan)
1. Q Full (m3/s)
Q Full (m3/s) = Qtotal /(Qp/Qfull)
= 0,001 / 0,8371
= 0.00121 m3/s
2. Diameter (m)
d (m) = ((Qfull x n) / (0.3117 x Slope0.5)) 0.375
d (m) = 0.0714 m
D pipa terpilih adalah 0,2 m (200mm)
3. Q full (m3/s) dari Diameter Pasaran
Q full (m3/s) = 0,3117 x (Diameter 2.667/n) x (slope0.5)
Q full (m3/s) = 0.0188

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

4. A (m2)
A (m2) = 0,25 x 3,14 x Diameter pipa terpilih2
A (m2) = 0.0314
5. Vfull (m/s)
Vfull (m/s) = Qfull / A
Vfull (m/s )= 0.599746566
6. Qp/Qf
Qp/Qf= Qtotal (m3/s) / Qfull(m3/s)
Qp/Qf= 0.05381
7. d/D = d asumsi / D pipa terpilih
d/D = 0.16
8. Vp/Vf (dari tabulasi Nilai Sebanding Sebagian Penuh Pengoperasian Pipa
Dengan Kecepatan dan Pembuangan)
Vp/Vf = 0.5376
9. Vpeak (m/s)
Vpeak (m/s) = Vfull x (Vp/Vfull)
Vpeak (m/s) = 0.3224
10. Kontrol Vmin (m/s)
Vmin = (1 / n) x (( D pipa terpilih/4)0,67) x (Slope0,5))
Vmin (m/s) = 0,5938 m/detik 0.6 m/detik (sesuai kriteria kecepatan
minimum lebih dari 0,6 m/detik)

5.10 CONTOH PENANAMAN PIPA


Penanaman pipa dari Blok 1, Nomor pipa 2.
Dengan data- data :
Panjang pipa = 283.58 m
Elevasi Tanah Awal = 1163 m
Elevasi Tanah Akhir = 1125 m
Standar Penanaman Pipa = 0,80 meter
Slope = 0.0033
Diameter Pipa = 0.2 meter
1. hf

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

hf = Elevasi Tanah awal x Panjang Pipa


hf = 0.9358 meter
2. Elevasi Pipa Awal
Elevasi Pipa Awal = El.Tanah Awal 0,8 m
Elevasi Pipa Awal = 1161.68 meter
3. Elevasi Pipa Akhir
Elevasi Pipa Akhir = El.Tanah Awal 0,8 m hf diameter pipa
Elevasi Pipa Akhir = 1123.06 meter
4. Tinggi Galian (m)
a. Tinggi Galian Awal = Elevasi Tanah Awal - Elevasi Pipa Awal
Tinggi Galian (m) = 1.324m
b. Tinggi Galian Akhir = Elevasi Tanah Akhir - Elevasi Pipa Akhir
Tinggi Galian (m) = 1.94 m
Data lengkap hasil perhitungan tinggi galian pemasangan pipa dapat dilihat pada
lampiran.

5.11 PERHITUNGAN SEPTIK TANK


Untuk merancang sanitasi yang lebih baik, maka dibutuhkan sistem yang
lebih baik juga. Dalam daerah perencanaan di kecamatan selopampang ini, ada
beberapa desa yang letaknya tidak terjangkau oleh aliran pipa air buangan. Untuk
mengatasi hal ini perlu dibuat pengolahan secara on site yakni dengan
membangun septik tank pada setipa rumah warga. Sehingga daerah seperti
sebagian dari desa Jetis dab Bumiayu di kecamatan selompampang dapat terjaga
sanitasinya.
Untuk merancang menentukan dimensi septik tank, yang pertama harus
diketahui adalah kapasitas atau debit air limbah domestik yang akan diolah.
Perhitungan debit air limbah rata-rata berdasarkan SNI 03-2398-2002 adalah
sebagai berikut.
Qrata-rata = (q x p) / 1000
dimana : q = laju timbulan air limbah
Bila tangki septik hanya menerima dari kakus saja (sistem terpisah) maka
q merupakan gabungan dari limbah tinja dan air penggelontoran yang
besarnya antara 5-40 liter/orang/hari

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Bila tangki septik menerima air limbah tercampur (sistem tercampur),


maka q merupakan gabungan limbah tinja dan air limbah lainnya dari
kegiatan rumah tangga seperti mandi, cuci, masak dan lainnya yang
besarnya 80% dari konsumsi air bersih pemakai yang besarnya antara 45-
150 liter/orang/hari
p = jumlah pemakai (orang)
dengan menggunakan sistem tercampur sehingga nilai q yang digunakan
adalah 67.5 liter/orang/hari, maka Qrata-rata untuk perumahan warga Jetis dan
Bumiayu
Qrata-rata = (q x p) / 1000
= (67.5liter/orang/hari x 5 orang) / 1000
= 0,3375 m3/hari
Minimum waktu detensi yang dibutuhkan untuk proses pengolahan dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
Untuk tangki septik dengan sistem terpisah :
Td = 2,5 0,3 log (p x q) 0,5 hari
Untuk tangki septik dengan sistem tercampur :
Td = 1,5 0,3 log (p x q) 0,2 hari
Dengan menggunakan sistem tercampur, maka Td untuk sistem
perencanaan adalah :
Td = 1,5 0,3 log (p x q) 0,2 hari
= 1,5 0,3 log (5 orang x 67.5 liter/orang/hari) 0,2
= 1,5 1.24168 0,2 hari
= 0,741 hari 0,2 hari (memenuhi)
Di dalam tangki septik tank akan terbagi beberapa zona mengikuti proses
degradasi yang terjadi. Zona tersebut adalah zona buih dan gas, zona
pengendapan, zona stabilisasi, dan zona lumpur.
Zona buih (scum) dan gas untuk membantu mempertahankan kondisi
anaerobic di bawah permukaan air limbah yang akan diolah. Zona ini
disediakan setinggi 25-30 cm atau 20% dari kedalaman tangki.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Zona pengendapan sebagai tempat proses pengendapan padatan mudah


mengendap (settleable). Volume zona pengendapan (Vpengendapan)
ditentukan dengan persamaan :
Vpengendapan = Qrata-rata x Td 37,5 cm3
Berdasarkan persamaan diatas, maka Vpengendapan untuk sistem
perencanaan ini adalah :
Vpengendapan = Qrata-rata x Td 37,5 cm3
= 0.3375 m3/hari x 0,2 hari 37,5 cm3
= 0.0675 m3 37,5 cm3

Gambar 4.4 Zona-Zona dalam Tangki Septik


Sumber : SNI 03-2398-2002
Zona stabilisasi adalah zona yang disediakan untuk proses stabilisasi
lumpur yang baru mengendap melalui proses pencernaan secara
anaerobic (anaerobic digestion). Volume zona ini ditentukan
berdasarkan kecepatan stabilisasi lumpur dan jumlah pemakai tangki

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

septik. Volume zona stabilisasi dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan :
Vstabilisasi = Rs x p
dimana, Rs = kecepatan stabilisasi = 0,0425 m3/orang

Sehingga Vstabilisasi untuk sistem perencanaa gedung adalah :


Vstabilisasi = Rs x p
= 0,0425 m3/orang x 5 orang
= 0.2125 m3
Zona lumpur merupakan zona tempat terakumulasinya lumpur yang
lebih stabil dan harus dikuras secara berkala. Volume zona lumpur
bergantung pada kecepatan akumulasi lumpur, periode pengurasan,
dan jumlah pemakai tangki septik. Volume zona (Vlumpur) ini dapat
diketahui dengan persamaan berikut.
Vlumpur = Rlumpur x N x P
dimana :
Rlumpur = kecepatan akumulasi lumpur matang = (0,03-0,04)
m3/orang/tahun
N = kecepatan pengurasan (2-3 tahun)
P = jumlah pemakai (orang)
Sehingga untuk perencanaan diatas (Rlumpur = 0,04 m3/orang/tahun),
volume untuk zona lumpur adalah :
Vlumpur = Rlumpur x N x P
= 0,04 m3/orang/tahun x 2 tahun x 5 orang
= 0.4 m3
Maka, volume tangki septik komunal
Vpengendapan + Vstabilisasi + Vlumpur = 0,0675 m3 + 0.2125 m3+ 0.4 m3
= 24.9947 m3
= 0.68 m3 1 m3

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

Secara umum, tangki septik dengan bentuk persegi panjang mengikuti


kriteria desain yang mengacu pada SNI 03-2398-2002. Sehingga dimensi tangki
septik komunal pada sistem perencanaan adalah :
panjang : lebar = (2-3) : 1 (SNI 03-2398-2002) ambil missal 2 : 1
Asumsikan tinggi = 0,5 m
V=pxlxt
V = 2l x l x 0.5 m
1 m 2 = 4 l2
1 m=l
L=1m
P = 2l = 2 x 1 = 2 m
Dimensi septic tank adalah :
Panjang =2 m
Lebar =1 m
Tinggi = 0.5 m
tinggi zona buih (tbuih) = 20% x tinggi tangki
= 20% x 0.5 m
= 0,1 m
free board = (0,2 0,4 m) (SNI 03-2398-2002) = 0,4 m
tinggi total = tinggi + tbuih + free board
= 0.5 m + 0,1 m + 0,4 m
=1m
Jadi dimensi septik tank yang dibutuhkan untuk perencanaan di
perumahan warga Jetis dan Bumiayu adalah 2 m x 1 m x 1 m

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB VI
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN

6.1 PROGRAM PEMELIHARAAN


Tujuan utama program pemeliharaan adalah untuk memanfaatkan
modal investasi yang telah ditanamkan dalam pembangunan sistem roil
sesuatu kota itu, agar dapat dioperasikan dengan efisiensi dan kinerja yang
optimum.
Jenis-jenis program pemeliharaan yang penting diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance)
Jadual operasi pemeliharaan harus direncanakan yang rapid an ketat, agar
dapat memperkecil gangguan dan memperbaiki kemacetanserta
memperlancar operasi setempat agar umur efektifnya panjang.
b. Pemeliharaan Perbaikan(Corrective Maintenance)
Reparasi atau mengganti alat-alat atau perlengkapan yang telah rusak.
c. Pemeliharaan Urusan Rumahtangga(House keeping Maintenance)
Menjaga kebersihan dan keindahan semua unit fasilitas yang ada.
d. Pendataan dan Pelaporan
Pendataan dan pelaporan perlu dilaksanakan dengan jadual waktu yang
periodik dan disusun yang rapi serta informative.

6.2 PERMASALAHAN OPERASI YANG SERING TERJADI DAN


PENANGANANNYA
6.2.1 Permasalahan Hidrolis
Eksisting air penggelontor sangat kecil, sehingga transportasi tinja
tidak selalu dapat berenang hanyut, melainkan sebagian kandas, tertinggal dan
lengket di dasar saluran, mengakibatkan kekasaran pipa menjadi besar dan
mengecilnya ruang di dalam pipa. Di samping itu, emisi gas H2S tinja busuk
tidak dapat dihindari. Alternatif penanganannya antara lain :
1. Sistem Flushing di tiap WC distandardisasi, misal > 15 L.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

2. Menjaga agar kotoran padat dari luar tidak masuk ke dalam roil dengan
membuat saringan pada setiap inlet pemasukan misal inlet pengenceran air
hujan.
3. Pembersihan saluran diintensifkan, terutama pembilasan air dari terminal
cleanout sering dilakukan, serta sistem penggelontoran yang diefektifkan.
4. elevasi setiap bak kontrol dibuat lebih tinggi dari elevasi lahan tanah
sekitarnya, agar tidak terbenam limpasan air hujan yang mungkin dapat
masuk dan membawa kotoran yang hanyut.
5. Sistem drainase jalan yang dilalui jalur pipa roil diperbaiki, agar air
infiltrasi yang masuk ke celah-celah lubang tutup manhole tidak membawa
hanyutan benda-benda padat kasar yang berpotensi mengakibatkan
penyumbatan.

6.2.2 Permasalahan Endapan dan Sampah


Lajur saluran pada jalan yang drainasenya jelek, infiltrasi air hujan
yang masuk melalui celah-celah lubang manhole, sering membawa hanyutan
suspensi padatan diskrit dan sampah. Hal ini berpotensi untuk membuat
sumbatan-sumbatan aliran dan emisi gas H2S, CO2, dan gas methan.
Permasalahannya adalah operasi pembersihan endapan tidak dapat
dilkukan karena adanya gas CO2 yang bisa mematikan operator. Untuk itu
maka, sebelum masuk manhole, lebih dulu diturunkan nyala lampu lilin atau
lentera. Jika nyala lampu lilin atau lentera mati yang bukan karena tiupan
angin, berarti bahwa di dalam roil ada gas CO2 berkonsentrasi tinggi yang
dapat membahayakan pekerja. Alternatif penanganannya :
1. Drainase jalan diperbaiki.
2. Kebersihan jalan dijaga.
3. Tutup manhole dikunci, sehingga tidak dapat diisi sampah.
4. Inspeksi rutin tutup manhole.

6.2.3 Permasalahan Tutup Manhole


Tutup manhole terbuat dari besi baja, mahal harganya. Jika tidak
dikunci berpotensi hilang dicuri orang. Alternatif penanganannya :
1. Tutup manhole dikunci

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

2. Inspeksi rutin

6.2.4 Permasalahan Akar Pohon


Pepohonan sekitar lajur saluran mempunyai akar yang berpotensi untuk :
a) Merubah kedudukan perletakan pipa, yang dapat mengangkat,
menurunkan, menggeser ke kanan ke kiri, dan mungkin mengakibatkan
pasangan pipa lepas atau pipa patah.
b) Masuk ke dalam celah-celah sambungan, oleh akr serabut yang halus,
sehingga mengakibatkan kebocoran pipa serta menggangu jalannya aliran
yang mungkin bisa terjadi penyumbatan.
Alternatif penanganannya :
1. Dilarang menanam pohon terlalu dekat dengan lajur saluran pipa roil,
terutama untuk jenis pohon yang berakar panjang dan berserabut.
2. Pemeliharaan rutin. Bila terjadi, dibersihkan dengan alat Root Cutting
Saw.

6.3 PEMELIHARAAN PENCEGAHAN


Program kerja pemeliharaan pencegahan meliputi pekerjaan rutin
terjadwal pengawasan dan pemeliharaan saluran. Dimulai dengan pengawasan
mula-mula(Pre-inspection). Dari pengawasan mula, diperoleh metoda dan
jenis pemeliharaan pencegahan berikutnya, sehingga dapat diketahui peralatan
yang diperlukan.

6.4 PEMELIHARAAN PERBAIKAN


Perbaikan perbaikan meliputi normalisasi pada pipa roil, reparasi
mesin-mesin pompa dan alt-alat mekanik lainnya. Adapun pemeliharaan
urusan rumah tangga(Housekeeping maintenance) dan pendataan dan
pelaporan (Recods an Reports), sudah jelas seperti yang diuraikan di atas.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB VII
PENUTUP

7.1 KESIMPULAN

1. Perencanaan saluran air buangan dilakukan dengan mempertimbangkan kepadatan


penduduk, topografi, dan keadaan sarana-prasarana kota sehingga sistem yang
digunakan dalam perencanaan penyaluran air buangan adalah dengan sistem off
site
2. Alternatif pengaliran yang digunakan adalah alternatif 3 dengan
mempertimbangkan jarak total dan jumlah manhole, dimana letak BPAB berada
di desa
3. Debit rata-rata air buangan Kecamatan Selopampang adalah sebagai berikut :

NO Pipa Debit (l/detik)

1 Lateral Blok 1 5.683


2 Lateral Blok 2 11.661
3 Lateral Blok 3 22.766
4 Lateral Blok 4 27.869
5 Lateral Blok 5 36.621
6 INDUK 44.509

4. Perencanaan saluran air buangan dilakukan berdasarkan garis topografi sehingga


diharapkan pengaliran secara gravitasi tanpa pemompaan dan tinggi galian tidak
lebih dari 7 meter.
5. Debit air buangan merupakan kumulatif dari saluran-saluran sebelumnya. Q
induk merupakan gabungan Q lateral, Q lateral berasal dari Q service.
6. Dengan debit dan dimensi saluran yang ada, diperkirakan saluran dapat
menampung kapasitas tampungan dengan tepat.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

7.2 SARAN
Berdasarkan pada hasil perencanaan yang telah dilakukan, maka untuk mencapai tujuan
dari sistem ini yaitu menyalurkan air buangan secara optimal, dapat dilakukan:
1. Letak bangunan bangunan pelengkap seperti bangunan penggelontor, manhole, dll harus
diperhatikan.
2. Dipilih materi atau bahan bangunan dan pipa yang sesuai dengan kondisi lapangan.
3. Memilih jalur pipa yang efektif dan efisien.
4. Besar debit air buangan yang disalurkan dan cara penyalurannya harus direncanakan secara
akurat.
Dari seluruh pemaparan di atas, perlu diingat bahwa perencanaan ini tidak berdasarkan
penelitian atau survei lapangan yang detail, hanya berdasarkan pengamatan secara umum.
Oleh karena itu pembahasan terbatas, hanya merupakan garis besar

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
PERENCANAAN PENYALURAN AIR BUANGAN
KECAMATAN SELOPAMPANG, KABUPATEN TEMANGGUNG

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pedoman Pengelolaan Air Limbah
Perkotaan. Jakarta.
Depertemen Pekerjaan Umum. 1989. Small Towns Sanitation Project. Bandung.
Departemen PU. 1989. Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Tata cara Perencanaan
Bangunan MCK Umum. Bandung: Yayasan LPMB
Soedjono, DR. Ir. Edy Setiadi, MSc. 2001. Diktat Kuliah : Sistem Penyaluran Air Buangan.
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS. Surabaya.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Van Der Zwan. J. T. Blockland. M. W. 1989. Water Transport and distributin part 1
Planning and Desain of Network Sistem. IHE DELFT : Netherland.

POSO NASUTION/ 21080110110031


TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO

Você também pode gostar