Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................. 3
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH ........................................................................ 4
1.3 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 4
1.4 TUJUAN ....................................................................................................... 5
1.6 MANFAAT .................................................................................................. 5
BAB II ..................................................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6
2.1 PENGERTIAN AIR BUANGAN ............................................................ 6
2.2 SISTEM DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN ............................ 7
2.3 SISTEM PENGELOLAAN AIR BUANGAN ...................................... 13
2.4 DASAR PERENCANAAN ................................................................... 19
2.5 PRINSIP DALAM PENYALURAN AIR BUANGAN ........................ 23
2.6 PENEMPATAN PIPA ........................................................................... 28
BAB III METODOLOGI PERENCANAAN ....................................................... 30
3.1 TUJUAN PERENCANAAN ................................................................. 30
3.2 METODE PENGUMPULAN DATA .................................................... 30
3.3 DIAGRAM ALIR .................................................................................. 32
BAB IV ................................................................................................................. 33
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SELOPAMPANG ................................ 33
4.1 GAMBARAN UMUM .......................................................................... 33
4.2 GAMBARAN FISIK ............................................................................. 34
4.3 GAMBARAN SOSIAL EKONOMI ..................................................... 35
4.4 SARANA DAN PRASARANA ............................................................ 36
BAB V................................................................................................................... 39
ANALISIS DAN PERHITUNGAN ..................................................................... 39
5.1 ASPEK PENENTUAN SISTEM PELAYANAN ................................. 44
5.2 PEMBAGIAN BLOK PELAYANAN AIR BUANGAN ..................... 46
5.3 PEMILIHAN PROFIL SALURAN ....................................................... 47
5.4 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN ............................................ 47
BAB I
PENDAHULUAN
penggunaan air tersebut pun akan semakin besar pula dengan kualitas air
menampung debit puncak air buangan dari pemukiman tersebut. Hal ini
disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak per
rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor koefisien
yang dapat menghasilkan kualitas air limbah yang sangat buruk bagi
lingkungan disekitarnya.
ada berupa pemakaian septik tank (yang masih kurang optimal dalam
Pemakaian air bersih yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, akan
menimbulkan buangan yang meningkat pula. Debit air buangan tergantung pada
pemakaian air bersih sehari-hari, sedangkan pemakaian air besarnya selalu
meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan tingkat
social. Perlu adanya penanganan khusus yang harus direncanakan supaya tidak
terjadi suatu masalah terhadap penanganna air buangan dari masyarakat.
1.4 TUJUAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari perencanaan ini
adalah :
1. Mengetahui kondisi fisik, sosial di wilayah perencanaan.
2. Mengetahui alternatif perancangan yang cocok di kecamatan Selopampang
3. Mengetahui detail perhitungan dan desain yang dibutuhkan dalam
perancangan.
4. Mengestimasi baiaya yang dibutuhkan dalam perancangan.
1.6 MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebelum dibuang ke badan sungai harus diolah secara tepat agar tidak mencemari
lingkungan.
2.2.1 Kuantitas
Penentuan kuantitas air buangan secara tepat sangat sulit ditentukan, hal
ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi air
buangan adalah (Moduto, 2000) :
a. Jumlah air bersih yang dibutuhkan perkapita akan mempengaruhi jumlah air
limbah yang dihasilkan.
b. Keadaan masyarakat di daerah tersebut, yang dibedakan berdasarkan :
- Tingkat perkembangan suatu daerah. Jumlah air limbah dikota lebih banyak
dari pada di daerah pedesaaan.
- Daerah yang mengalami kekeringan akan berbeda cara membuang
limbahnya jika dibandingkan dengan daerah yang tidak mengalami
kekeringan.
- Pola hidup masyarakat, terutama cara membuang limbahnya.
Besaran air buangan yang sering digunakan dalam perencanaan (Moduto,
2000) :
- Amerika : 100200 liter/orang/hari
- Eropa : 40225 liter/orang/hari
- Indonesia : 100150 liter/orang/hari
Untuk air limbah dari WC besaran yang sering digunakan dalam perencanaan
tangki septik peresapan adalah 25 liter/orang/hari. Menurut Babbit (1969),
kuantitas air limbah domestik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
a. Jumlah Penduduk, semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah air limbah
yang dihasilkan semakin tinggi karena 60%-80 % dari air bersih akan menjadi
air limbah.
b. Jenis aktifitas, semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatan
maka air limbah yang dihasilkan juga semakin banyak.
c. Iklim, pada daerah beriklim trofis dan kuantitas hujannya tinggi cenderung
menghasilkan air limbah yang lebih tinggi.
2.2.2 Kualitas
Menurut Babbit (1969) faktor yang mempengaruhi kualitas air limbah
adalah :
a. Musim/Cuaca, negara yang mengalami 4 musim debit maksimum terjadi
biasanya pada musim dingin, karena terjadi penggelontoran yang cukup
besar untuk mencegah terjadinya pembekuan didalam pipa.
b. Waktu harian, konsumsi air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat
bervariasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air limbah yang
diterima oleh bangunan pengolah. Konsumsi air ini mengalami puncak
rata-rata ada jam 06.00-08.00 dan jam 16.00 18.30.
c. Waktu perjalanan, Waktu konsumsi puncak air belum tentu sama dengan
waktu puncak timbulnya air limbah yang diterima oleh badan
pengolahan, karena adanya waktu perjalanan dari sumber ke unit
pengolahan. Semakin dekat perjalanan maka semakin dekat perbedaan
puncak konsumsi air dengan waktu puncak timbulnya air limbah.
d. Jumlah Penduduk, semakin banyak populasi yang akan dilayani semakin
besar pula debit air limbah yang timbul.
e. Jenis aktifitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari
suatu tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air
limbah dari pasar memiliki kandungan organik lebih tinggi dari pada air
limbah dari perkantoran.
b. Karakteristik kimia
Klasifikasi karakteristik kimia meliputi zat organik dan zat anorganik.
- Zat organik
Sumber utama zat organik berasal dari kotoran limbah manusia yaitu 80
90 gram/orang/hari. Pada prinsipnya kategori zat organik yang dapat
terdegradasi dalam air limbah adalah protein, karbohidrat, dan lipid
(Sundstrom & Klei, 1979). Zat organik dalam air limbah jumlahnya cukup
dominan, karena 75% dari zat padat tersuspensi dan 40% dari zat padat
tersaring merupakan bahan organik. Selanjutnya bahan organik ini
dikelompokkan menjadi 40-60% berupa protein, 25-50% berupa
karbohidrat, 10% berupa lemak/minyak dan urea. Urea sebagai kandungan
bahan terbanyak di dalam urine, merupakan bagian lain yang penting
dalan bahan organik (Hindarko, 2003).
Protein, senyawa kombinasi dari bermacam-macam asam amino ini
dijumpai pada makanan manusia dan hewan seperti kacang-kacangan
mengandung sekitar 16 % unsur nitrogen sehingga bersama dengan
urea protein menjadi sumber nitrogen dalam air limbah. Proses
penguraian protein menimbulkan bau busuk.
Karbohidrat, dijumpai dalam gula, selulosa, serat kayu dan lain-lain.
Dalam air limbah terdiri atas senyawa C,H, dan O. Sejenis karbohidrat
yang berbentuk gula, mudah larut dan mengalami penguraian oleh
mikroba menjadi alkohol dan CO2.
Lemak dan Minyak, tidak mudah diuraikan oleh mikroba melainkan
oleh asam mineral sehingga terjadi gliserin dan asam jenuh. Minyak
dan olie yang berasal dari hasil tambang masuk ke dalam air limbah
melalui bengkel kendaraan bermotor dan tidak dapat diuraikan oleh
mikroba serta menutupi permukaan air limbah sehingga menganggu
proses selanjutnya. Sehingga minyak dan olie harus disingkirkan
melalui bangunan penangkap minyak/olie.
Surfactant (surface active agent) yang berasal dari detergen pencuci
pakaian. Deterjen adalah golongan dari molekul organik yang
digunakan sebagai penganti sabun untuk pembersih supaya
mendapatkan hasil yang lebih baik. Pada IPAL membentuk busa yang
c. Karakteristik biologi
Aspek biologi ini mencakup mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah.
Organisme ini digunakan sebagai indikator polusi dan untuk mengetahui metode
pengolahan yang tepat. Setiap manusia mengeluarkan 100-400 milyar
coliform/hari. Coliform digunakan sebagai indikator mikroorganisme pathogen
(Anomin, 1998). Beberapa macam mikroorganisme yang banyak terdapat dalam
air limbah domestik adalah :
- Jamur, membutuhkan zat asam dan mendapatkan makanan dari mahluk yang
telah mati. Tugas utamanya menguraikan senyawa karbon bila di alam ini
tidak ada jamur maka siklus senyawa karbon akan terhenti dan zat organik
akan menumpuk.
- Ganggang, banyak terlihat didalam sungai, danau dimana ada limpahan air
limbah. Limpahan ini membawa zat nutrient biologis yang menyebabkan
pertumbuhan ganggang dengan pesat yang diikuti bau tertentu.
- Organisme patogen, dalam air limbah yang berasal dari tubuh manusia yang
terinfeksi penyakit, seperti typhus, kolera, disentri dan sebagainya. Dan bila
sanitasi daerah kurang sehat standar yang ada, maka organisme ini akan
menimbulkan angka kesakitan yang cukup tinggi.
- Bakteri coli sebagai indikator bibit penyakit, berasal dari tinja manusia yang
memasuki air limbah. Untuk menganalisa bakteri patogen digunakan
parameter mikrobiologis dengan perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
dalam 100 ml air limbah serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform
tinja dalam 100 ml air limbah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tangki septik yang
baik agar tidak mecemari air tanah di sekitarnya, yaitu (Anomin, 1999) :
a. Dinding tangki septik hendaknya dibuat dari bahan yang rapat air.
b. Untuk membuang air limbah hasil pencemaran dari tangki septik perlu dibuat
daerah peresapan.
c. Tangki septik derencanakan untuk membuang kotoran rumah tangga dengan
volume sebesar 100 liter/orang/hari.
d. Waktu tinggal air di dalam tangki septik diperkirakan minimal selama 24 jam.
e. Besarnya ruang lumpur diperkirakan untuk menampung lumpur yang
dihasilkan proses pencerna dengan standar banyaknya lumpur sebesar 30
liter/orang/tahun, sedangkan pengambilan lumpur diperhitungkan minimal
selama 4 tahun.
f. Lantai dasar tangki septik harus dibuat miring kearah ruang lumpur.
g. Pipa air masuk (inlet) ke dalam tangki septik hendaknya selalu lebih tinggi
2,5 cm dari pipa keluarnya.
h. Tangki septik hendaknya dilengkapi dengan lubang pemeriksa (manhole) dan
lubang udara (vent) untuk membuang gas hasil pencemaran.
i. Untuk menjamin tercapainya bidang peresapan, maka pemasangan siphon
otomatis adalah sangat bermanfaat agar air limbah yang dibuang ke daerah
peresapan terbuang secara berkala.
Jarak minimum suatu bangunan, sumur maupun pipa air bersih dari tangki
septik dan bangunan peresapan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.1 Jarak Minimum Bangunan dengan Tangki Septik dan Peresapan
No. Jarak Tangki Septik Banguan Peresapan
1 Bangunan peresapan 1,5 m 1,5 m
2 Sumur 10,0 m 10,0 m
3 Pipa air bersih 3,0 m 3,0 m
Sumber : Anomim, 1999
PRASARANA TRANSPORT
AIR LIMBAH DARI KAKUS
KE TANGKI SEPTIK
TANGKI SEPTIK
SANITASI SETEMPAT
tempat pembuangan (disposal site) yang aman dan pembuangan air limbah
domestik di daerah kepadatan penduduk tinggi, kemiringan tanah di daerah
tersebut > 1%, rumah yang sudah dilengkapi dengan tangki septik tetapi tidak
mempunyai cukup lahan untuk bidang resapan atau bidang resapan tidak efektif
atau karena permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat (Anomin, 1999).
Sedangkan Jaringan sistem pipa pengumpul terpusat (Off Site System)
terdiri dari: (Moduto, 2000) :
2.1 Conventional Sewer
Merupakan jaringan penyaluran air limbah domestik yang terdiri dari
pipa persil, pipa service, pipa lateral dan pipa induk. Sistem ini melayani
daerah pelayanan yang cukup luas. Karena pembangunan sistem penyaluran
secara konvensional merupakan pilihan yang memerlukan biaya tinggi, maka
hanya cocok bila tidak ada pilihan lain. Penerapan untuk sistem ini adalah:
- Pusat kota dengan kepadatan tinggi.
- Penduduk umumnya menggunakan air tanah, permeabilitas tanah rendah, air
tanah sudah tercemar dan lahan terbatas.
- Pendapatan penduduk tinggi sehingga mampu memikul biaya operasi dan
pemeliharaan.
2.2 Shallow Sewer
Shallow sewer pada prinsipnya sama dengan conventional sewer,
hanya pada pemasangan pipa kemiringannya lebih landai daripada
conventional sewer. Sistem ini bergantung pada pembilasan air limbah yang
diperlukan untuk mendorong limbah padat.
Biaya pembuatan shallow sewer lebih rendah dari pada conventional
sewer dan lebih cocok sebagai saluran sekunder di daerah kampung dengan
kepadatan tinggi. Sistem ini melayani air limbah dari kamar mandi, cuci,
dapur dan kakus. Jaringan salurannya terdiri dari pipa persil, pipa service dan
pipa lateral, tetapi tanpa pipa induk. Penerapan sistem ini adalah:
- Pada daerah yang mempunyai kemiringan kurang dari 2 %.
- Luas satu unit pelayanan maksimum sekitar 4 unit luas daerah layanan
retikulasi. Setiap unit daerah rekulasi jumlah sambungan rumah maksimum
800 rumah dengan ukuran riol terbesar 225 mm. Jadi ada 4 lajur pipa induk
dengan diameter 225 mm dari 4 x 800 rumah.
- Daerah pelayanan shallow sewer mempunyai luas maksimum 4 x 25 Ha = 100
Ha dengan kepadatan penduduk rata-rata 160 jiwa/Ha
- Daerah pemukiman yang masyarakatnya mendapatkan pelayanan dari PDAM,
permeabilitas tanah rendah, air tanah sudah tercemar dan sulit memperoleh
lahan untuk pembuatan prasarana sanitasi setempat.
DAPUR KAKUS
KAMAR MANDI
SEWERAGE CAIR
(TRANSPORT) ( SUNGAI )
INSTALASI PENGOLAHAN
LIMBAH TERPUSAT
aik dalam sistem terpusat maupun pada sistem setempat. Makin tinggi
angka kepadatan penduduknya, teknologi yang dipakai juga akan
semakin mahal baik dalah investasi maupun operasi dan
pemeliharaannya. Strategi nasional juga telah mengklasifikasikan tingkat
kepaatan sebagai berikut :
- tingkat kepadatan sangat tinggi : 500 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan penduuk tinggi : 300-400 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan sedang : 150-300 jiwa/Ha
- tingkat kepadatan rendah : < 150 jiwa/Ha
Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang
dapat ditimbulkan pada air permukaan.
kepadatan rendah 100 jiwa/Ha = BOD 0-30 mg/L
kepadatan sedang 100-300 jiwa/Ha = BOD 30-80 mg/L
kepadatan tinggi 300 jiwa/Ha = BOD 80-200 mg/L
b. Sumber Air yang Ada
Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaan sewerage
terutama yang diencanakan membawa buangan padat disamping limbah
airnya. Pemakaian sewerage lebih disarankan untuk daerah yang
mempunyai jaringan air bersih dengan pemakaian > 60 liter/orang/hari
c. Permeabilitas Tanah
Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2,7 x 10-4 L/m2/dt 4,2 x
10-3 L/m2/dt
d. Kedalaman Muka Air Tanah
Perlu dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan
pencemaran air tanah oleh fasilitas sanitasi yang diperlukan
e. Kemiringan Tanah
Daerah dengan kemiringan 1 % lebih memberikan biaya ekonomis
dalam pembangunannya dibandingkan dengan aerah yang datar
f. Kemampuan Membiayai
Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembiayaan operasi dan pemeliharaan ( Dept. KimPrasWil, 2003 )
2.4.2 Proyeksi Jumlah Penduduk
Dimana :
Pt = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi
Pi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi
Kg = konstanta geometrik
tf - ti = jumlah tahun proyeksi
d. Metode Least Square Aritmatic
Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Aritmatic , maka
pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus :
y = a + bx
a+b
x - y=0
n n
x xy = 0
2
a+b -
n n
Dimana : y = laju pertumbuhan (%)
x = jumlah populasi tahun ke-x
e. Metode Least Square Geometric
Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Geometric, maka
pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus :
log y = a + bx
Dimana : y = laju pertumbuhan (%)
x = jumlah populasi tahun ke-n
Pemilihan metode proyeksi penduduk daerah perencanaan dilakukan
dengan cara pengujian statistik, yaitu dengan koefisien korelasi. Metode
proyeksi yang paling tepat adalah metode yang memberikan nilai R 2
mendekati atau sama dengan 1. Setelah itu, metode tersebut dipakai untuk
memproyeksikan jumlah penduduk yang diinginkan.
(Moduto, 2000)
1 2 / 3 1/ 2
v R S
n
v = kecepatan aliran rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolis saluran (m)
S = slope saluran (m/m)
N = koefisien kekasaran Manning
Penggunaan persamaan Manning dalam perhitungan disederhanakan
dalam bentuk nomogram. Nomogram hanya dipakai dalam mengecek hasil
perhitungan atau memperkirakan dimensi.
(Moduto, 2000)
2.6 DEBIT AIR BUANGAN
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran air
buangan, yaitu :
sumber atau asal air buangan
besar atau prosentase air buangan dari air minum
besarnya curah hujan
Dalam air buangan dikenal beberapa istilah debit, yaitu :
debit rata-rata (Qr), debit hari maksimum (Qmd), debit minimum (Qmin), debit
infiltrasi (Qinf), debit puncak (Qpeak), dan debit air buangan non domestik (Qx).
a. Debit Rata-Rata Air Buangan (Qr)
Debit rata-rata air buangan adalah debit air buangan yang berasal dari
rumah tangga, bangunan umum, bangunan komersial, dan bangunan industri. Dari
berbagai sarana di atas, tidak semua air yang diperlukan untuk kegiatan sehari-
hari terbuang ke saluran pengumpul, hal ini disebabkan beragamnya kegiatan.
Berkurangnya jumlah air yang terbuang sebagai air buangan disebabkan kegiatan-
kegiatan seperti mencuci kendaraan, mengepel lantai, menyiram tanaman, dan
lain-lain.
(Moduto, 2000)
b. Debit Hari Maksimum (Qmd)
Debit hari maksimum adalah debit air buangan pada keadaan pemakaian
air maksimum. Besar debit hari maksimum merupakan perkalian faktor peak kali
debit air buangan rata-rata. Harga faktor peak merupakan rasio debit maksimum
dan minimum terhadap debit rata-rata. Harga faktor peak bervariasi tergantung
jumlah penduduk kota yang dilayani, dan dirumuskan sebagai berikut :
18 p 2.5
fp
4 p 0.5
sedangkan debit maksimum dirumuskan sebagai :
Qmd = fp. Qab
Dimana :
Qmd = debit hari maksimum (l/dt)
Fp = faktor peak
Qab = debit air buangan rata-rata (l/dt)
P = jumlah penduduk dalam ribuan (jiwa)
(Moduto, 2000)
c. Debit Minimum (Qmin)
Debit minimum adalah debit air buangan pada saat minimum. Debit
minimum ini berguna dalam penentuan kedalaman minimum, untuk menentukan
apakah saluran harus digelontor atau tidak. Persamaan untuk menghitung debit
minimum adalah :
Q min 0,2 p1, 2 qr (l / det) (1 < p < 1000)
(Moduto, 2000)
d. Debit Inflow / Infiltrasi (Qinf)
Debit infiltrasi adalah debit air yang masuk saluran air buangan yang
berasal dari air hujan, infiltrasi air tanah, dan air permukaan. Infiltrasi air dari
sumber-sumber di atas biasanya masuk melalui jalur pipa dan sambungan rumah.
Infiltrasi dari sumber-sumber yang disebutkan di atas tidak dapat dihindari, hal ini
disebabkan oleh:
pekerjaan sambungan pipa kurang sempurna
jenis bahan saluran dan sambungan yang dipergunakan
kondisi tanah dan air tanah
adanya celah-celah pada tutup manhole
Besar debit infiltrasi/inflow ditentukan berdasarkan :
luas daerah pelayanan
panjang saluran
2. Kekuatan dan daya tahan harus terjamin baik dari gaya dalam
maupun luar pipa
3. Mudah dalam pemasangan
4. Tahan terhadap penggerusan
5. Tahan terhadap korosi asam baik dari air buangan maupun air
tanah
6. Ketersediaannya di pasaran terjamin
7. Harus kedap air begitu juga dengan sambungannya
8. Harga pipa
9. Kondisi geologi dan topografinya
- bangunan pada satu sisi jalan lebih banyak daripada sisi lainnya
BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pengambilan data di kantor Kecamatan
Selopampang. Selain itu perlu juga dilakukan pengambilan data di BPS
Kota Semarang.
3. Tahap Penyusunan Laporan
Membuat sistem Penyaluran Air Buangan dengan membandingkan antara
teori di perkuliahan dan kenyataan di lapangan. Kemudian membuat
kesimpulan dan saran.
Untuk membuat suatu perencaaan sistem penyaluran air buangan yang baik,
tentunya diperlukan informasi mengenai data-data penunjang, seperti:
Metode yang dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data dari tiap
unit pekerjaan, kemudian diolah dan dievaluasi secara deskriptif dan dianalisa
untuk mendapatkan data-data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan cara pengamatan dan pengukuran langsung.
Mulai
-Administrasi
Pengambilan
Data
- Data
- Observasi Kependudukan
Lapangan Data Data - Data Fasilitas
- Data
Primer Sekunder -
Umum
Peta Wilayah
Perencanaan dan
Perencanaan
- Peta Topografi
Hasil
Analisis
Perencangan dan
Pengembangan Sistem
PAB On Site dan Off Site
Dokumentasi, Desain
dan Gambar-gambar
Selesai
BAB IV
GAMBARAN UMUM KECAMATAN SELOPAMPANG
1. Tangulanom 7. Kacepit
2. Jetis 8. Gambasan
3. Ngaditirto 9. Kebonagung
4. Bulan 10. Bagusan
5. Salamrejo 11. Plumbon
6. Selopampang 12. Bumiayu
4.2.3 Topografi
Kecamatan Selopampang terletak di ketinggian rata-rata 800 meter dari
permukaan laut (mdpl). Desa dengan tofografi tertinggi adalah Tanggulanom
yaitu 1.040 mdpl, sedangkan yang terrendah adalah Plumbon yang berada 460
meter diatas permukaan laut.
4.2.4 Klimatologi
Kecamatan Selopampang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan
rata-rata per tahun 22 mm. Kecamatan Selopampang mempunyai suhu udara
maksimum 29oC dan suhu udara minimum 19oC. Kondisi curah hujan di daerah
studi dapat dipantau dari beberapa stasiun di sekitarnya.
Table 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Selopampang 2007-2011
Tabel 4.2
Kepadatan Penduduk di Daerah Kecamatan Selopampang Tahun 2007-2011
Tahun Jumlah Kepala Keluarga Kepadatan Penduduk
2007 4530 785
2008 4875 804
2009 5174 831
2010 5282 837
2011 5298 846
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2007-2011
Tabel 4.3
Fasilitas Pendidikan Tahun 2011
No Fasilitas Pendidikan Jumlah
1 Taman Kanak-Kanak 13
2 Sekolah Dasar 15
3 Sekolah Menengah Pertama 3
4 Sekolah Menengah atas 1
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2011
4.4.2 Fasilitas Peribadatan
Masyarakat Selopampang sebagian besar baragama Islam. Yang menganut
agama selain Islam memiliki jumlah yang sangat sedikit. dari data tahun 2009,
diketahui bahwa hanya 10 jiwa dari 18.153 jiwa yang beragama selain Islam,
yaitu beragama Kristen. Untuk medukung fasilitas peribadatan di kecamatan
Selopampang, dibagun beberapa fasilitas ibadah. Data mengenai fasilitas
peribadatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.4
Fasilitas Peribadatan Tahun 2011
No Fasilitas Peribadatan Jumlah
1 Masjid 39
2 Gereja -
3 Mushola 50
4 Vihara -
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2011
4.4.3 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas-fasilitas kesehatan di Kecamatan Selopampang antara lain
Puskesmas, Klinik KB, Posyandu, dan PKD. Data selengkapnya mengenai
fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.5
Fasilitas Kesehatan Tahun 2011
BAB V
ANALISIS DAN PERHITUNGAN
Pn = Po + rn
y = b + ax
Dimana : Pn = y : jumlah penduduk pada tahun n
Po = b : koefisien
n = x : tahun dimana jumlah penduduk akan dihitung
r = a : koefisien x
2. Metode Geometrik
Pn = 10rn + Po
Dimana Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk pada awal perhitungan
n : periode perhitungan
r : rasio pertambahan penduduk/tahun
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi :
log Pn = rn + log Po
y = ax + b
Dimana : log Pn = y : jumlah penduduk pada tahun n
Log Po = b : koefisien
n=x : tahun jumlah penduduk yang akan dihitung
r=a : koefisien x
3. Metode Eksponensial
Pn = e rn + Po
Dimana : Pn : jumlah penduduk pada tahun n
Po : jumlah penduduk pada awal perhitungan
n : periode perhitungan
r : rasio pertambahan penduduk/tahun
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi :
ln Pn = rn + ln Po
y = ax + b
Table 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Selopampang 2007-2011
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
2007 17857
2008 17923
2009 18153
2010 18153
2011 18201
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung
2007-2011
seperti yang tertera pada tabel 5.4. Kriteria penentuan sistem pelayanan digunakan
sebagai pedoman dalam menentukan sistem pelayanan air buangan secara onsite
atau offsite. Idealnya seluruh kritera yang ada dapat dipenuhi tetapi karena setiap
wilayah /kawasan memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga tidak
seluruh kriteria penentuan terpenuhi.
Tabel 5.4 Parameter Penentuan Sistem Pelayanan
Parameter Onsite Offsite
Penduduk kota - >100000jiwa
Kepadatan penduduk <200jiwa/ha >150jiwa /ha
Pelayanan air bersih perkotaan <80% <80%
Pemakaian air <120 l/o/hr >150 l/o/hr
Kemampuan untuk mendanai O&M Mampu/kurang Mampu
Pelayanan terhadap penduduk - -
perkotaan
Jumlah penduduk dilayani - 30000-120000jiwa
Parameter Penunjang
Pendapatan penduduk - >80% menengah
keatas
Lebar Jalan 2m >4m
Tinggi muka air tanah >2m -
Permeabilitas tanah >10 l/m3/hr -
Persyaratan badan air penerima - Tinggi
efluen
Menunjang program lain - Sektor srategis,
peremajaan kota
tingkat kepadatan penduduk yang rendah agar tersedia lahan untuk pembuatan
tanki septik. Kecuali hal itu perlu juga keadaan yang memungkinkan
ditempatkannya jaringan pipa untuk penggunaan sistem offsite.
3) Jarak Pengaliran
Dalam hal ini berhubungan dengan daerah, untuk suatu titik yang terlalu
jauh dengan jarak inlet, lebih baik dibuat blok aliran yang baru, yang lebih
dekat dengan titik tersebut. Sebab hal ini akan memperlama waktu
pengaliran.
Pengaliran dilakukan dengan metode gravitasi mengikuti topografi yang
ada, mengingat metode ini lebih mudah kontrol dan perhitungannya dan
biaya konstruksi dibandingkan dengan sistem yang menggunakan pompa.
Perhitungan debit pemakaian air bersih kecamatan Selopampang tahun 2031 dan
perkiraan buangan air per blok pelayanan dapat dilihat pada lampiran
= 0,2 x 3.099
= 0,775 L/detik
8. Q Peak (l/s)
Q peak (l/s) = =((18+JPT^0.5)/(4+JPT^0.5)) x Q ab
= 4,909 L/detik
9. Q ab peak total (l/s)
Q ab peak total (l/s) = Q peak + Q infiltrasi
= 4.909 L/detik + 0.775 L/detik
= 5.684 L/detik
4. A (m2)
A (m2) = 0,25 x 3,14 x Diameter pipa terpilih2
A (m2) = 0.0314
5. Vfull (m/s)
Vfull (m/s) = Qfull / A
Vfull (m/s )= 0.599746566
6. Qp/Qf
Qp/Qf= Qtotal (m3/s) / Qfull(m3/s)
Qp/Qf= 0.05381
7. d/D = d asumsi / D pipa terpilih
d/D = 0.16
8. Vp/Vf (dari tabulasi Nilai Sebanding Sebagian Penuh Pengoperasian Pipa
Dengan Kecepatan dan Pembuangan)
Vp/Vf = 0.5376
9. Vpeak (m/s)
Vpeak (m/s) = Vfull x (Vp/Vfull)
Vpeak (m/s) = 0.3224
10. Kontrol Vmin (m/s)
Vmin = (1 / n) x (( D pipa terpilih/4)0,67) x (Slope0,5))
Vmin (m/s) = 0,5938 m/detik 0.6 m/detik (sesuai kriteria kecepatan
minimum lebih dari 0,6 m/detik)
BAB VI
OPERASI DAN PEMELIHARAAN
SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN
2. Menjaga agar kotoran padat dari luar tidak masuk ke dalam roil dengan
membuat saringan pada setiap inlet pemasukan misal inlet pengenceran air
hujan.
3. Pembersihan saluran diintensifkan, terutama pembilasan air dari terminal
cleanout sering dilakukan, serta sistem penggelontoran yang diefektifkan.
4. elevasi setiap bak kontrol dibuat lebih tinggi dari elevasi lahan tanah
sekitarnya, agar tidak terbenam limpasan air hujan yang mungkin dapat
masuk dan membawa kotoran yang hanyut.
5. Sistem drainase jalan yang dilalui jalur pipa roil diperbaiki, agar air
infiltrasi yang masuk ke celah-celah lubang tutup manhole tidak membawa
hanyutan benda-benda padat kasar yang berpotensi mengakibatkan
penyumbatan.
2. Inspeksi rutin
BAB VII
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
7.2 SARAN
Berdasarkan pada hasil perencanaan yang telah dilakukan, maka untuk mencapai tujuan
dari sistem ini yaitu menyalurkan air buangan secara optimal, dapat dilakukan:
1. Letak bangunan bangunan pelengkap seperti bangunan penggelontor, manhole, dll harus
diperhatikan.
2. Dipilih materi atau bahan bangunan dan pipa yang sesuai dengan kondisi lapangan.
3. Memilih jalur pipa yang efektif dan efisien.
4. Besar debit air buangan yang disalurkan dan cara penyalurannya harus direncanakan secara
akurat.
Dari seluruh pemaparan di atas, perlu diingat bahwa perencanaan ini tidak berdasarkan
penelitian atau survei lapangan yang detail, hanya berdasarkan pengamatan secara umum.
Oleh karena itu pembahasan terbatas, hanya merupakan garis besar
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pedoman Pengelolaan Air Limbah
Perkotaan. Jakarta.
Depertemen Pekerjaan Umum. 1989. Small Towns Sanitation Project. Bandung.
Departemen PU. 1989. Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Tata cara Perencanaan
Bangunan MCK Umum. Bandung: Yayasan LPMB
Soedjono, DR. Ir. Edy Setiadi, MSc. 2001. Diktat Kuliah : Sistem Penyaluran Air Buangan.
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS. Surabaya.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.
Van Der Zwan. J. T. Blockland. M. W. 1989. Water Transport and distributin part 1
Planning and Desain of Network Sistem. IHE DELFT : Netherland.