Você está na página 1de 17

PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISA STABILITAS LERENG GUNUNG

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEDY YUANDA


NIM : 12.05.1.1316
PRODI : TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SAMUDRA
LANGSA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Tugas Akhir ini. Adapun judul Proposal Tugas Akhir ini adalah Analisa
Stabilitas Lereng Gunung yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Teknik UNSAM.

Dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan


dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dosen-dosen pembahas yang telah sudi meluangkan waktunya untuk


memberikan kritik dan saran demi penulisan tugas akhir ini menjadi lebih baik.
2. Orang tua saya tercinta yang selalu mendukung semua kegiatan saya, dan juga
selalu memberikan doa bagi setiap hal yang saya lakukan.
3. Karyawan/ti serta Staf Fakultas Teknik UNSAM.
4. Rekan-rekan Mahasiswa serta semua pihak yang telah ikut membantu penulis
dalam merampungkan laporan ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan dengan harapan semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Langsa, Juli 2017


Penulis

DEDY YUANDA
12.05.1.1316
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL .......................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 LATAR BELAKANG ........................................................... 1

1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................... 2

1.3 TUJUAN PENULISAN ......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 3

2.1 PENGERTIAN STABILITAS LERENG / LONSOR ............. 3

2.2 PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG /LONSOR ......... 10

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 12

3.1 KESIMPULAN ........................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting


dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah,
batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia
(pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan
dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada
pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.

Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan


diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air
kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih
(stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses
penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu
kegiatan produksi.

Dari keterangan diatas, dapat dipahami bahwa analisis kemantapan lereng


merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya gangguan
terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal. Dalam
keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan umumnya berada dalam
keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul dari dalam. Kalau misalnya
karena sesuatu sebab mengalami perubahan keseimbangan akibat pengangkatan,
penurunan, penggalian, penimbunan, erosi atau aktivitas lain, maka tanah atau
batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaaan yang baru secara alamiah. Cara
ini biasanya berupa proses degradasi atau pengurangan beban, terutama dalam
bentuk longsoran-longsoran atau gerakan-gerakan lain sampai tercapai keadaaan
keseimbangan yang baru. Pada tanah atau batuan dalam keadaan tidak terganggu
(alamiah) telah bekerja tegangan-tegangan vertikal, horisontal dan tekanan air dari
pori. Ketiga hal di atas mempunyai peranan penting dalam membentuk kestabilan
lereng

Sedangkan tanah atau batuan sendiri mempunyai sifat-sifat fisik asli


tertentu, seperti sudut geser dalam (angle of internal friction), gaya kohesi dan bobot
isi yang juga sangat berperan dalam menentukan kekuatan tanah dan yang juga
mempengaruhi kemantapan lereng. Oleh karena itu dalam usaha untuk melakukan
analisis kemantapan lereng harus diketahui dengan pasti sistem tegangan yang
bekerja pada tanah atau batuan dan juga sifat-sifat fisik aslinya. Dengan
pengetahuan dan data tersebut kemudian dapat dilakukan analisis kelakuan tanah
atau batuan tersebut jika digali atau diganggu. Setelah itu, bisa ditentukan
geometri lereng yang diperbolehkan atau mengaplikasi cara-cara lain yang dapat
membantu lereng tersebut menjadi stabil dan mantap.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis membatasi dengan hanya mengkaji


masalah - masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan Stabilitas lereng/longsor?
2. Jenis- jenis lereng/longsor?
3. Apa saja pencegahan terjadinya lereng/longsor?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan latar belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa itu Stabilitas lereng/longsor
2. Menjelaskan beberapa jenis- jenis lereng/longsor
3. Menjelaskan pencegahan terjadinya lereng/longsor
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN STABILITAS LERENG/LONGSOR

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut


kemiringan tertentu dengan bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara
alamiah karena proses geologi ataukarena dibuat oleh manusia. Lereng yang
terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai, sedangkan lereng
buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk membuat jalan raya dan
jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal sertatambang terbuka.Suatu
longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuahlereng
sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapat
terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau mendadak serta
denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa bumi, longsoran
merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi
maupun kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain
yaitu rusaknya lahan pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana
komunikasi.

Analisis kestabilan lereng harus berdasarkan model yang akurat mengenai


kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air tanah dan pembebanan yang
mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang memadai, analisis
hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga
kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor,
metode janbu, metode Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor
keamanan (safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang
menahan gerakan terhadap gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap
stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :
Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Dimana untuk keadaan :

F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap

F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor

F < 1,0 : lereng tidak mantap

Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan


perhitungan untuk mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kemantapan lereng, antara lain :

Penyebaran batuan

Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan


lereng, ini karena kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan
batuan lainnya. Penyamarataan jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil
analisis. Misalnya :

kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang
terdiri dari lempung atau campurannya.

Struktur geologi

Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan


dalam analisis adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar,
kekar, bidang perlapisan, sinklin dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur
ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan karena umumnya merupakan bidang
lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan air yang
mempercepat proses pelapukan.

Morfologi

Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng


didaerah tersebut. Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan
bentuk permukaan bumi, sangat menentukan laju erosi dan pengendapan yang
terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan maupun air tanah dan proses
pelapukan batuan.

Iklim

Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada
proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi
akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-
tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih
rendah dari batuan segarnya.

Tingkat pelapukan

Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka


kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat
pelapukan, maka kekuatan batuan akan menurun.

Hasil kerja manusia

Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya,
suatu lereng yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung,
pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian /
tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga
erosi dan longsoran mudah terjadi.

Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan
geser (she ar st ree s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun
faktor yang dapat menaikkan tegangan geser adalah :

Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu


yang menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air
rembesan, dan penumpukan.
Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan
pembentukan pegunungan dan perubahan sudut kemiringan lereng.
Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai,
pelapukan dan erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan,
berkurangnya/hancurnya material dibagian dasar.
Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan
air, penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.

Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :

Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh
komposisi, tekstur, struktur dan geometri lereng.
Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung
berposi menjadi lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi,
pengggembungan lapisan lempung, pelarutan material penyemen batuan
Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air
pori.
Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di
tebing / lereng.

JENIS-JENIS LERENG/LONGSOR
dalam bidang teknik sipil ada dua jenis lereng, yaitu :

Lereng Alam (Natural Slopes)


Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi
bilamana tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang
menyebabkan gelincir pada bidang longsor. Lereng alam yang telah stabil selama
bertahun-tahun dapat saja mengalami longsor akibat hal-hal berikut :

1) Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.

2) Gempa.
3) Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem
drainase dan lain-lain.

4) Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang


bidang yang berpotensi longsor.

5) Proses pelapukan.

Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi geologi dan
topografi, kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat geser, aliran air bawah tanah
dan kecepatan pelapukan.

Lereng Buatan (Man Made Slopes)


Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)


Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan kemiringan
tertentu. Untuk pembuatan jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan
pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat
rembesan, dan cara pemotongan.

Lereng Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)


Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan, badan jalan kereta
api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat
kepadatan tanah.

Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling umum adalah longsornya suatu galian atau
timbunan. Apabila terjadi suatu longsoran dalam tanah lempung, seringkali didapat
merupakan sepanjang suatu busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong
permukaan lereng, melalui titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep
seated) dan menyebabkan
peningkatan pada dasar.
Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor berdasar material dan kecepatan
pergerakan tanah dengan siklus geomorfologi serta faktor cuaca.

Sedangkan Savarenski dari Soviet (1939) membagi kelongsoran kedalam 3


kelompok sebagai berikut :

Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan bidang longsornya
hampir mendekati lingkaran.

Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau
sesar (joint).

Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal terhadap lapisan
dan umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang runtuhnya panjang
menembus kedalam tanah.

Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk
memperbaiki klasifikasi dan terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan
kecepatan pergerakan. Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar
yaitu:

A. Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat dari rangkak
talud sampai pergerakan lereng gunung akibat gravitasi dalam jangka waktu yang
panjang atau lama.

B. Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka perilaku longsor
seperti aliran. Contoh aliran tanah (earthflow) atau aliran lumpur (mudflow).

C. Gelincir (Sliding)
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang longsor yang tertentu
dikelompokkan kedalam kategori ini.
D. Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal
bebas (free fall).

Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir tegak lurus dan sejajar
dengan muka tanah yang bersifat bergerak dalam suatu jurusan.

Analisa Terjadinya Longsor

Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap
bahaya longsor, perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor kelongsoran. Dari
pengamanan, maka perlu diketahui lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor,
antara lain :

i. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
secara disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada, karena secara logis dapat
dikatakan semakin terjal suatu lereng akan semakin besar kemungkinan untuk
longsor.
ii. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau
disengaja juga akan merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng akan
semakin besar longsornya.
iii. Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan dalam
tanah termasuk meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan
stabilitas lereng dan sering terjadi karena adanya pembangunan didaerah tebing
seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
iv. Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air tempat lain
dalam tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan
geser dalam lapisan tanah.
v. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja
sebagai pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah karena air dapat
menurunkan tingkat kelekatan butir.
vi. Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat
mengganggu kekuatan geser dalam tanah.
vii. Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan perubahan
kandungan air tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah. Faktor
air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan dalam tanah. Disamping itu,
kestabilan lapisan permukaan tanah juga tergantung adanya penggundulan.
viii. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan
tanah dan batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.

Kekuatan Geser Tanah dan Hubungannya Dengan Kemantapan Lereng


Jika tanah dibebani, maka akan mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan
geser akan mencapai harga batas, maka massa tanah akan mengalami deformasi dan
cenderung akan runtuh. Keruntuhan tersebut mungkin akan mengakibatkan
longsoran timbunan tanah. Keruntuhan geser dalam tanah adalah akibat gerak
relatif antara butir-butir massa tanah. Jadi kekuatan geser tanah ditentukan untuk
mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa terjadi keruntuhan.Cara-cara
Menstabilkan Lereng Pada prinsipnya, cara yang dipakai untuk menjadikan lereng
supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu :
Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak

Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merobah bentuk
lereng yang bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a) Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.

(b) Memperkecil ketinggian lereng.

Memperbesar gaya melawan atau momen melawan


Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa cara; yang
paling sering dipakai ialah sebagai berikut :
(a) Dengan memakai counterweight, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.

(b) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.

(c) Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan
membuat dinding penahan.
(d) Dengan cara injeksi.

2.2 PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG/LONGSOR

Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode


tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih
yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat terasering. Namun,
upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya
adalah dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng.
Cara-cara ini mampu meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi
lereng, yang kebanyakan dibuat lebih curam maupun lebih tinggi. Namun,
penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya longsoran-longsoran
kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir tenah
secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan,
sedangkan lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.

Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang


belakangan banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk
mengikat butir-butir tanah dengan memberikan lapisan selimut lolos air
(permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada daerah dengan lereng
curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras menggunakan
angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses
yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin
ditumbuhi oleh rerumputan.
Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya,
metode geosintetik tentu saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk
melindungi lereng secara keseluruhan. Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat
ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat produktifitasnya tidak sebaik
tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak lapisan geosintetik. Metode
ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang memang
memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan
sebagainya
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting


dalam pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah,
batuan dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia
(pekerja), keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Keadaan ini berhubungan
dengan terdapat dalam bermacam-macam jenis pekerjaan, misalnya pada
pembuatan jalan, bendungan, penggalian kanal, penggalian untuk konstruksi,
penambangan dan lain-lain.

Dalam operasi penambangan masalah kemantapan lereng ini akan


diketemukan pada penggalian tambang terbuka, bendungan untuk cadangan air
kerja, tempat penimbunan limbah buangan (tailing disposal) dan penimbunan bijih
(stockyard). Apabila lereng-lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses
penambangan (pit slope) maupun yang merupakan sarana penunjang operasi
penambangan (seperti bendungan dan jalan) tidak stabil, maka akan mengganggu
kegiatan produksi.

Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan


terjadi bilamana tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang
menyebabkan gelincir pada bidang longsor.
Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope), Lereng ini dibuat dari tanah
asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk pembuatan jalan atau
saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh kondisi geologi,
sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode
tradisional atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih
yang rumit dan mahal. Yang paling sederhana adalah membuat terasering. Namun,
upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi erosi akibat limpasan air hujan.
Daftar Pustaka

Gian Paolo Giani, Rock Slope Stability Analysis, A.A Balkema, Rotterdam, Brookfield,
1992.

Hoek, E. and Bray, J.W., Rock Slope Engineering 3rd Ed., The Institution Of Mining
and Metallurgy London, !981.

Made Astawa Rai.Analisa Kemantapan Lereng : Proyeksi Stereografis dan Metode


Grafis, Kursus Geoteknik dan Perencanaan Tambang Terbuka, 1993.

Made Astawa Rai, Kemantapan Lereng Batuan, Kursus Pengawas Tambang, 1993.

Você também pode gostar