Você está na página 1de 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I


MENINGITIS

KELOMPOK : K17
FEBBY HANDRIANY, S.Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat.
(Suriadi dkk, 2006).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur (Smeltzer, 2001).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat
(Suriadi & Rita, 2001).
Jadi meningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau
semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang
belakang, yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh
bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus.

2. Etiologi
Meningitis merupakan peradangan pada daerah meningen, meningitis itu
sendiri terdiri atas meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan
meningitis virus atau disebut nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic
meningitis yang disebabkan oleh virus (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006).
Meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang.
a. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus
influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus
Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon
terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan
dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari
bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di
dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi
tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial.
Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
b. Meningitis Virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis.Ini biasanya
disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti;
gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan
organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri
dan lapisan otak.Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus
bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.

3. Klasifikasi Meningitis
a. Meningitis purulenta
Radang selaput otak (aracnoid dan piamate ) yang menimbulkan eksudasi
berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih
sering didapatkan pada anak daripada orang dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit
lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak, misalnya pada penyakit
penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain
lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ/
jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan
lain lain.
Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus,
hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan
salmonella.Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat
pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat .
b. Meningitis serosa (tuberculosa)
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan
orang dewasa.Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab
tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena
terinfeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder
melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang
atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium
tuberculosa.Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak
sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa
parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi
berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal.

4. Manifestasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)


b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif,
dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal (kaku kuduk). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positif: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi
lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi
ektremitas yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata

5. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater.
Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel, bergerak/ mengalir
melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum
tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-
jari di dalam lapisan subarachnoid.
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oropharing dan diikuti
dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian
atas.Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf
baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.Saluran vena yang melalui
nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan
dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang
di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan
penurunan aliran darah serebral.Jaringan serebral mengalami gangguan
metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi.Eksudat purulen
dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis.Radang juga menyebar ke
dinding membran ventrikel serebral.
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial,
yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak
(barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.Pada infeksi akut pasien
meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.Infeksi terbanyak dari
pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.
6. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
a. Analisis CSS dari lumbal pungsi (pemeriksaan untuk diagnosis meningitis
dan pemeriksaan cairan serebrospinal) :
1) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
c. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
d. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
e. Elektrolit darah : Abnormal .
f. ESR/LED : meningkat pada meningitis
g. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah
pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
i. Rontgen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.

7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu
menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna
sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan
pengobatan meningitis meliputi: Pemberian antibiotic yang mampu melewati
barier darah otak ke ruang subarachnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk
menghentikan perkembangbiakan bakteri. Baisanya menggunakan sefaloposforin
generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotic agar pemberian
antimikroba lebih efektif digunakan.
Obat anti-infeksi (meningitis tuberkulosa):
a. Isoniazid 10-20 mg/kgBB/24 jam, oral, 2x sehari maksimal 500 mg selama
1 setengah tahun.
b. Rifampisin 10-15 mg/kgBB/24 jam, oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
c. Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM, 1-2 x sehari selama 3
bulan.

Obat anti-infeksi (meningitis bakterial):


a. Sefalosporin generasi ketiga
b. Amfisilin 150-200 mg/kgBB/24 jam IV, 4-6 x sehari
c. Klorafenikol 50 mg/kgBB/24 jam IV 4 x sehari.

Pengobatan simtomatis:
a. Antikonvulsi, Diazepam IV; 0,2-0,5 mgkgBB/dosis, atau rectal: 0,4-0,6
mg/kgBB, ataufenitoin 5 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari atau Fenobarbital 5-
7 mg/kgBB/24 jam, 3 x sehari.
b. Antipiretik: parasetamol/asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis.
c. Antiedema serebri: Diuretikosmotik (seperti manitol) dapat digunakan
untuk mengobati edema serebri.
d. Pemenuhan oksigenasi dengan O2.
e. Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian
tambahan volume cairan intravena.

8. Komplikasi Meningitis
a. Hidrosefalus obstruktif
b. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal
bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder

B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Umur : dapat menyerang semua kelompok umur.
Jenis Kelamin : tidak terdapat perbedaan.
Status ekonomi : sering terjadi keadaan nutrisi yang buruk, karena faktor
ekonomi.
Lingkungan tempat tinggal yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
menunjang juga terjadinya penyakit ini.
b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama.
Kejang-kejang dapat disertai dengan penurunan kesadaran,tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial (kaku kuduk)
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien menjadi lesu atau terjadi kelemahan secara umum, nyeri ekstremitas,
mudah terangsang/irritable, demam (39- 41C), nafsu makan menurun,
muntah-muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, pucat, gelisah,
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Klien pernah menderita penyakit yan disebabkan oleh virus, seperti virus
influenza, varisella,adenovirus, coxsachie, echovirus atau parainfluenza,
infeksi bakteri, parasit satu sel, cacing, fungus, riketsia, TBC
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga ada yang menderita penyakit yang dapat menular
kepada anggota keluarga yang lain.
c. Pengkajian Fungsional Gordon
1) Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pada umumnya klien dengan meningitis belum mengetahui penyakit
meningitis dan penyebabnya, serta biasanya sebelum terdiagnosis
meningitis klien jarang memeriksakan kesehatannya kepada tim medis.
2) Nutrisi dan metabolic
Pada pasien meningitis biasanya mendapatkan diit makanan lunak atau
cair serta terdapat perubahan dari pola nutrisi serta penurunan nafsu makan
akibat peningkatan TIK.Pasien meningitis yang didahului dengan TB Paru
cenderung mengalami perubahan berat badan dalam 6-9 bulan.
3) Eliminasi
Pada pasien dengan meningitis adanya penurunan kesadaran maka terjadi
inkontinensia urin, inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang tidak
dapat mengontrol pengeluaran urine, ini disebabkan karena kerusakan
otak. Selain itu, pada pasien dengan meningitis biasanya pasien
mengalami kesulitan pada saat buang air kecil dikarenakan pasien kurang
mau untuk minum air yang banyak.
4) Aktivitas-latihan
Pada pasien meningitis sering didapatkan bahwa pasien mengalami
gangguan pekerjaan atau aktivitas karena terdapat keterbatasan dalam
bergerak yang dapat disebabkan dari adanya kelemahan pada otot otot
yang berhubungan dengan adanya peningkatan TIK yang menyebabkan
pusing berlebihan.Aktivitas terganggu juga dapat disebabkan karena
adanya kejang, mual muntah, atau juga terdapat kaku pada leher yang
disebabkan adanya kekakuan pada otot leher.
5) Tidur-istirahat
Pada pasien meningitis biasanya ditemukan pasien dengan ganngguan pola
tidurnya sangat banyak dikarenakan pasien merasa tidak enak badanya dan
merasa lemas.
6) Kognitif-persepsi
Pada pasien meningitis biasanya mengalami gangguan kognitif dan
persepsi karena adanya penurunan fungsi saraf yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.Pada pasien meningitis selalu didapatkan bahwa
pasien sangat mengeluh kesakitan terutama merasakan nyeri yang hebat
pada kepalanya.Selainmengalami nyeri pada kepala pasien juga dapat
ditemukan dengan keluhan nyeri pada tenggorokansehingga dapat
mengganggu pesien pada saat menelan.Pasien meningitis juga sering
mengalami foto sensitifitas atau foto fobia dikarekan adanya disfungsi
pada syaraf III oculomotorius (merupakan nervus yang mensyarafi otot
otot bola mata), syaraf IV toklearis (syaraf yang mensyarafi pupil ukuran
pupil biasanya anisokor), syaraf VI abdusen (syaraf yang mensyarafi bola
mata).
7) Persepsi diri Konsep diri
Pasien biasanya mengalami kecemasan terkait dengan penyakitnya.
8) Peran Hubungan
Pasien meningitis membutuhkan peran dn hubungan yang baik dengan
keluarga. Pasien meningitis mengalami penurunan kesadaran sehingga
aktivitas sangat tergantung dengan keluarga.
9) Seksualitas Reproduksi
Pasien jelas terganggu dalam melakukan hubungan seksualakibat dari
penurunan kesadaran dan kondisi ektremitas yang lemah.
10) Pola koping dan toleransi stress
Pasien biasanya akan mengalami cemas dan gelisah karena penyakit yang
dideritanya.
11) Nilai dan kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, system kepercayaan dan tujuan dalam
hidup pasien dengan meningitis.

d. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda-tanda Vital
- Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal, yaitu 38-410 C, dimulai dari fase sistemik. Kemerahan,
panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu
pusat pengatur suhu tubuh.
- Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan
sering berrhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan
adanya infeksi pada system pernafasan sebelum mengalami
meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-
tanda peningkatan TIK.

2) Pemeriksaan system persarafan


a) Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya
berkisar pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien
sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk
menilai tingkat kasadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pembarian asuhan keperawatan.
Cara melakukan penilaian GCS adalah dengan menevaluasi respon
motorik pasien, verbal dan respon membuka mata, lalu masing-msing
respon diberikan sebuah angka sebagai berikut :
Membuka mata
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1
Respon Motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Respon Verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dimengerti 2
Tidak ada respon 1

Lalu nilai dari respon motorik, verbal dan membuka mata dijumlahkan,
dan rentang nilai GCS adalah antara 3 sampai 15, nilai GCS akan tinggi
untuk normal dan rendah bila ada gangguan.

b) Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik
yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.

c) Pemeriksaan saraf cranial


- Saraf I (olfaktorius) : Biasanya pada klien meningitis tiidak ada
kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II. (optikus) : Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada
meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi ssubdural yang
menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
- Saraf III,IV, dan VI. (Okulomotorius, Troklearis, Abdusen):
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.
Pada tahap lanjut meningitis yang telah mengganggu kesadaran, tanda-
tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan
alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeluh mengalami
fotofobia atau sensitive yang berlebihan terhadap cahaya.
- Saraf V. (Trigeminus): Pada klien meningitis umumnya tidak
didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak
ada kelainan.
- Saraf VII. (Fasialis) :Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
- Saraf VIII. (Vestibularis) : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
- Saraf IX dan X. (Glosofaringeus, Vagus) :kemampuan menelan baik.
- Saraf XI. (Asesorius) :Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius. Adanya usuha dari klien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk (rigiditas nukal).
- Saraf XII. (Hipoglosus) :Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi
dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

d) Pemeriksaan Motorik (kekuatan otot)


Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Penilaian kekuatan otot :
1) Derajat 5 : Kekuatan normal dimana seluruh gerakan dapat
dilakukan berulang ulang tanpa menimbulkan
kelelahan
2) Derajat 4 : Dapat melakukan gerakan perintah secara penuh
dan dapat melawan tahanan ringan
3) Derajat 3 : Dapat melakukan gerakan perintah secara penuh
dengan melawan gaya berat ( gravitasi ), tetapi tidak
dapat melawan tahanan
4) Derajat 2 : Didapatkan gerakan tetapi gerkan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi).
5) Derajat 1 : Kontraksi otot minimal terasa / teraba pada otot
klien tanpa menimbulkan gerakan
6) Derajat 0 : Tidak ada kontraksi otot sama sekali.

e) Pemerikaan rangsangan meningeal


Pada pasien dengan meningitis, pemeriksaan rangsangan meningeal bernilai
positif (+)
Adapun cara pemeriksaan rangsangan meningeal yaitu :
1) Kaku kuduk dengan cara:
- Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan
diusahakan agar dagu mencapai dada.
- Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
- Bila ada kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak
mencapai dada.
- Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang
berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke
belakang.
- Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang
dialami waktu menekukkan kepala.

2) Tanda laseque
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
- Pasien berbaring lurus
- lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
- Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada
sendi panggul.
- Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi /
lurus.
- Normal: Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul
rasa sakit atau tahanan.
- Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita
mencapai 70.

3) Tanda Kerniq
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
- Pasien berbaring lurus di tempat tidur
- Pasien difleksikan pahanya pada sendi panggul sampai membuat
sudut 900
- Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut.
- Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara
tungkai bawah dan tungkai atas.
- Tanda kerniq (+) = Bila ada tahanan dan rasa nyeri sebelum
tercapai sudut 135
4) Tanda Brudzinsky I
Pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:
- Pasien berbaring di tempat tidur.
- Dengan tangan yang ditempatkan di bawah kepala pasien yang
sedang berbaring, kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai
dagu mencapai dada.
- Tangan yang satunya lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien
untuk mencegah diangkatnya badan.
- Brudzinsky I (+) ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5) Tanda Brudzinsky II
Pemeriksaan dilakukan seagai berikut:
- Pasien berbaring di tempat tidur.
- Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang
satu lagi berada dalam keadaan lurus.
- Brudzinsky II (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi
perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.

f) Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Patologis


Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya lesi UMN.

g) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak
dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang
dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi
sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.

h) Pemeriksaan Sensorik
- Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan
tubuh. Sensasi proprioseptif dan diskriminatif normal.
- Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan
peningkatan TIK. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat
eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik
tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat
kesadaran.
B. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peradangan dan
edema pada otak dan selaput otak.
b. Nyeri kepala berhubungan dengan peningkatan TIK
c. Risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan adanya kejang berulang,
fiksasi kurang optimal.

C. NANDA NOC NIC

No. NANDA NOC NIC


1. Perubahan perfusi Circulation Status Intracranial pressure (ICP)
jaringan otak Tissue Prefusion: cerebral Monitoring :
Kriteria Hasil: - Berikan informasi kepada
berhubungan dengan - Mendemonstrasikan status keluarga
sirkulasi yang ditandai - Set alarm
peradangan dan edema
dengan : - Monitor tekanan perfusi
pada otak dan selaput 1. Tekanan systole dan serebral
diastole dalam rentang yang - Catat respon pasien
otak.
diharapkan. terhadap aktivitas
2. tidak ada ortostatik - Monitor tekanan
O: hipertensi intracranial pasien dan
Perubahan 3. tidak ada tanda respon neurology terhadap
status mental peningkatan tekanan aktivitas
Perubahan intracranial - Monitor jumlah drainage
perilaku cairan serebrospinal
Perubahan - Mendemonstrasikan - Monitor intake dan output
respon motorik kemampuan kognitif yang cairan
Perubahan ditandai dengan: - Monitor suhu
reaksi pupil 1. berkomunikasi dengan - Kolaborasi pemberian
Kesulitan jelas dan sesuai kemampuan antibiotic
menelan 2. menunjukkan perhatian, - Posisikan pasien pada
Kelemahan atau konsentrasi, dan orientasi. posisi semifowler
paralisis 3. memproses informasi. - Minimalkan stimuli dari
ekstremitas 4. membuat keputusan lingkungan
Paralisis dengan benar
Ketidaknormala
n dalam
berbicara
2. Nyeri kepala - Pain level - Pemberian analgesic
- Pain control - Modifikasi perilaku
berhubungan dengan
- Comfort level - Restrukrisasi kognitif
peningkatan TIK - Peningkatan koping
Kriteria Hasil : - Manajemen medikasi
1. mampu mengontrol nyeri - Manajemen alam perasaan
S:
2. melaporkan bahwa nyeri - Manajemen nyeri
Laporan secara berkurang dengan - Tingkatkan istirahat
verbal manajemen nyeri - Monitor TTV
O: 3. mampu mengenali nyeri
Perubahan (skala, intensita, frekuensi,
kemampuan dan tanda nyeri)
untuk 4. menyatakan rasa nyaman
meneruskan setelah nyeri berkurang
aktivitas 5. tanda vital dalam rentan
sebelumnya normal
Anoreksia 6. tidak mengalami
Atrofi kembali gangguan tidur
otot yang
terlibat
Perubahan pola
tidur
Wajah topeng
Perilaku
melindungi
Iritabilitas
Perilaku
protektif yang
dapat diamati
Penurunan
interaksi dengan
orang lain
Gelisah
Berfokus pada
diri sendiri
Perubahan berat
badan
3. Risiko tinggi cedera - Risk control Manajemen lingkungan :
- Immune status - Sediakan lingkungan yang
yang berhubungan
- Safety behavior aman untuk pasien
dengan adanya kejang - Identifikasi kebutuhan
Kriteria hasil : keamanan pasien, sesuai
berulang, fiksasi kurang
1. klien terbebas dari cedera dengan kondisi fisik dan
optimal. 2. kejang berulang tidak ada fungsi kognitif pasien dan
3. mampu mengenali riwayat penyakit
Faktor-faktor risiko :
perubahan status kesehatan - Menghindarkan lingkungan
Eksternal : 4. menggunakan fasilita yng berbahaya
kesehatan yang ada - Memasang side rali tempat
- Biological (tingkat tidur
- Menyediakan tempat tidur
imunisai,
yng nyaman dan bersih
mingkroorganisme) - Membatasi pengunjung
- Menganjurkan keluarga
- Kimia (obat-obatan,
untuk menemani pasien
ager farmassi, - Berikan penjelaan kepada
keluarga atas perubahan
alcohol, kafein,
status kesehatan dan
nikotin, bahan penyebab penyakit.
pengawet, racun)
Internal :
- Psikologik (orientasi
afektif)
- Bentuk darah
abnormal
- Biokimia (tidak
berfungsinya senoris)
- Disfungsi efektor
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi
8. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan


Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa
Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.

L. Betz, Cecily, Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan


Pediatric.Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar KeperawatanMedikal


Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Você também pode gostar