Você está na página 1de 24

TUGAS KELOMPOK

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

BANK INDONESIA TAHUN 2013-2016

Disusun oleh:
1. I Putu Fajar Dipayana Putra (18)
2. Mohammad Novaldi (26)
3. Riyan Tastaftiyan Adi (30)
4. Salman Agus (31)
5. Silmiana Nisa Fadila (35)

Untuk memenuhi tugas Analisis Laporan Keuangan Bank Indonesia


Pertemuan ke-12

PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2017
A. Profil Bank Indonesia
1. Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009.
Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang
independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan
Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam
undang-undang ini.

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan


setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut.
Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank
Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk
apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan
agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.

Selain itu, Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan
hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan
dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan
wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan
atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

2. Visi dan Misi dan Sasaran Strategis Bank Indonesia


Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan
nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar
yang stabil
Misi
a. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
b. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian nasional.
c. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi
terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan
memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
d. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata
kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang
diamanatkan UU.
Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and
Teamwork
Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia
menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :
1. Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
2. Menjaga stabilitas nilai tukar
3. Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
4. Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5. Mewujudkan keuangan inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6. Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
7. Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel
8. Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan
governance
9. Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
10. Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
11. Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK

3. Tujuan dan Tugas

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini
mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta
kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan
laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap
mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas
sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan
demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan
mudah.

Untuk mencapai tujuan utama, Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar utama. Ketiga
pilar tersebut perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah
dapat dicapai secara efektif dan efisien. Berikut tugas dan fungsi Bank Indonesia yang telah
dituangkan dalam bentuk gambar berisi tiga pilar sebagai berikut.

sumber: www.bi.go.id

Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk memutuskan dan
melaksanakan kebijakan moneter yang tepat bagi kondisi di Indonesia. Kebijakan itu bisa
berupa Open Market Operation, Discount Policy, Sanering, dan Selective Credit. Dalam hal
menjaga menjaga stabilitas rupiah perlu dibuat pengaturan dan pengelolaan akan kelancaran
Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu didukung oleh
infrastruktur yang handal. Jadi, semakin lancar dan handal SPN, maka akan semakin lancar
pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat memiliki titik kritis terhadap waktu. Bila
kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai tukar.

BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN di Indonesia. Sebagai
otoritas moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN.
Selain itu, BI juga memiliki kewenangan khusus dalam memberikan persetujuan dan
perizinan serta melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN
yang bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu
menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS).

B. Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia


A. Prinsip Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan

Kerangka dasar pelaporan keuangan Bank Indonesia diatur dalam Prinsip Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK) sesuai dengan Peraturan Dewan
Gubernur Bank Indonesia (PDGBI) Nomor 14/10/PDG/2012 tanggal 04 Mei 2012 tentang
Kerangka Dasar Penyusunan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia (KDPKAK-
BI).
Prinsip dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan Bank Indonesia mencakup:
Tujuan laporan keuangan Bank Indonesia;
Asumsi dasar laporan keuangan Bank Indonesia;
Karakteristik kualitatif yang menentukan manfaat informasi dalam laporan keuangan
Bank Indonesia; serta
Definisi, pengakuan, dan pengukuran unsur-unsur laporan keuangan Bank Indonesia.
a. Tujuan Laporan Keuangan Bank Indonesia
Berdasarkan Kebijakan Akuntansi Keuangan Bank Indonesia, tujuan laporan keuangan
Bank Indonesia adalah untuk menunjukkan pencapaian manajemen atau
pertanggungjawaban manajemen dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah,
yang meliputi informasi tentang dampak keuangan dari kebijakan Bank Indonesia terhadap
posisi keuangan dan surplus/defisit Bank Indonesia.
b. Asumsi Dasar Laporan Keuangan Bank Indonesia
Asumsi Dasar Laporan Keuangan yang dijabarkan dalam Prinsip Dasar Penyusunan dan
Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK), adalah sebagai berikut:
Akrual
Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (bukan
pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi
serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Laporan
keuangan yang disusun atas dasar akrual memberikan informasi kepada pengguna tidak
hanya transaksi masa lalu yang melibatkan penerimaan dan pembayaran kas, tetapi juga
liabilitas pembayaran kas pada masa depan serta sumber daya yang merepresentasikan
kas yang akan diterima pada masa depan
Periodicity
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan Bank Indonesia dibagi menjadi periode-
periode pelaporan sehingga surplus/defisit Bank Indonesia dapat diukur dan posisi
keuangan Bank Indonesia dapat ditentukan. Periode utama yang digunakan adalah
tahunan.
Going Concern
Dengan adanya peraturan bahwa Bank Indonesia menjalankan fungsi dan kewenangan
sebagai Bank Sentral, maka going concern bukan lagi masalah bagi Bank Indonesia.
c. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Bank Indonesia
Berdasarkan Prinsip Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK)
karakteristik kualitatif laporan keuangan Bank Indonesia sebagai berikut:
Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh pengguna
dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman
para pengguna. Untuk itu pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai
atas tujuan Bank Indonesia serta dampaknya terhadap pelaporan keuangan Bank
Indonesia, dan memiliki kemampuan untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
Relevan
Informasi memiliki kualitas relevan apabila dapat memengaruhi keputusan pengguna
dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan,
menegaskan, atau memperbaiki hasil evaluasi mereka pada masa lalu.

Andal
Informasi juga harus andal (reliable) agar bermanfaat. Informasi memiliki kualitas andal
jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
penggunanya sebagai penyajian yang jujur (faithful representation) dari yang seharusnya
disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
Dapat Dibandingkan
Pengguna harus dapat membandingkan laporan keuangan Bank Indonesia antar-periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi keuangan dan surplus/defisit Bank
Indonesia. Oleh karena itu, pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi
dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan secara konsisten antar-periode.

d. Unsur Laporan Keuangan Bank Indonesia


Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan Bank
Indonesia adalah aset dan liabilitas. Sementara itu, unsur yang berkaitan dengan
surplus/defisit Bank Indonesia adalah penghasilan dan beban. Penyajian berbagai unsur ini
dalam laporan posisi keuangan dan laporan surplus/defisit Bank Indonesia memerlukan
proses subklasifikasi. Subklasifikasi unsur laporan keuangan akan meningkatkan
kemampuan pengguna laporan keuangan dalam memahami informasi keuangan Bank
Indonesia.

Laporan Posisi Keuangan


Menurut Prinsip Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (PDP2LK),
laporan posisi keuangan Bank Indonesia terdiri dari dua jenis, yaitu Aset dan Liabilitas:
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh Bank Indonesia sebagai akibat peristiwa
masa lalu dan mencerminkan hak Bank Indonesia untuk memperoleh manfaat ekonomi
dalam upaya mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah yang berdampak ekonomi dan
sosial kepada masyarakat dan perekonomian nasional.
Aset merupakan Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset Bank
Indonesia adalah potensi aset tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung,
digunakan dalam pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara
stabilitas nilai rupiah. Potensi tersebut dapat berbentuk sesuatu yang produktif dan
merupakan bagian dari aktivitas Bank Indonesi, dan dapat juga berbentuk sesuatu yang dapat
digunakan sebagai instrumen kebijakan atau berbentuk kredibilitas yang dapat membantu
keefektifan pencapaian tujuan.
Liabilitas adalah klaim kini terhadap Bank Indonesia dengan karakteristik yang berbeda-
beda yang timbul dari peristiwa masa lalu. Liabilitas Bank Indonesia terutama terdiri dari
uang dalam peredaran, liabilitas lainnya dari pelaksanaan kebijakan Bank Indonesia, selisih
revaluasi, modal, dan akumulasi surplus/defisit.
Laporan Surplus / Defisit
Berdasarkan Kerangka Akuntansi Keuangan Bank Indonesia, unsur laporan
surplus/defisit Bank Indonesia adalah penghasilan dan beban. Pengakuan dan pengukuran
penghasilan dan beban Bank Indonesia dipengaruhi oleh penerapan akuntabilitas manajemen
Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan Bank Indonesia.
Oleh sebab itu, pengakuan dan pengukuran penghasilan dan beban Bank Indonesia
mempertimbangkan konsep kesesuaian dengan upaya pencapaian tujuan Bank Indonesia.
Penghasilan (income) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aset atau penurunan liabilitas, yang
mengakibatkan kenaikan akumulasi surplus/defisit, yang tidak berasal dari penambahan
modal. Penghasilan (income) meliputi pendapatan (revenues) ataupun keuntungan (gains).
Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal Bank Indonesia, seperti pendapatan
bunga dan pendapatan jasa perbankan
Beban (expenses) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya liabilitas, yang
mengakibatkan penurunan akumulasi surplus/defisit. Definisi beban meliputi beban yang
timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal Bank Indonesia ataupun kerugian. Beban yang
timbul dalam pelaksanaan aktivitas normal Bank Indonesia meliputi, beban pengendalian
moneter, beban jasa giro pemerintah, dan beban gaji. Beban tersebut biasanya berbentuk
bertambahnya liabilitas, seperti giro atau uang dalam peredaran.
Penghasilan dan beban merupakan penghasilan dan beban yang berasal dari transaksi
yang telah direalisasi dan transaksi unik Bank Indonesia yang telah mencapai tujuan akhir
dari pelaksanaan transaksi tersebut. Definisi penghasilan dan beban mengidentifikasikan ciri-
ciri esensial tetapi tidak mencoba untuk mengidentifikasikan kriteria yang perlu dipenuhi
sebelum diakui dalam laporan surplus/defisit Bank Indonesia.
B. Pernyataan Kebijakan Akuntansi Keuangan
Dalam Kerangka Akuntansi Keuangan Bank Indonesia terdapat 7 (tujuh) Pernyataan
Kebijakan Akuntansi Keuangan (PKAK) dalam menyusun Laporan Keuangan Bank
Indonesia, yaitu:
PKAK 01 : Kebijakan Akuntansi
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini dalam pemilihan dan penerapan kebijakan
akuntansi.
PKAK 02 : Penyajian Laporan Keuangan
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan bertujuan umum sesuai dengan PKAK. Sesuai dengan PKAK 02 paragraf 83
diatur bahwa penyajian kembali laporan keuangan satu periode sebelumnya
dipersyaratkan sebagai informasi komparatif.
PKAK 03 : Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini dalam akuntansi transaksi dan saldo pos
moneter dalam valuta asing yang terkait dengan transaksi Bank Indonesia yang bersifat
unik. Untuk akuntansi transaksi dan saldo pos moneter dalam valuta asing yang terkait
dengan transaksi yang bersifat tidak unik, Bank Indonesia mengacu pada standar
akuntansi umum.
PKAK 04 : Emas
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini untuk akuntansi emas yang berupa emas
batangan dan hak kontraktual atas emas batangan. Untuk akuntansi instrument keuangan
yang didenominasikan dalam satuan nilai tukar emas, Bank Indonesia menerapkan
PKAK 06: Instrumen Keuangan Kebijakan.
PKAK 05 : Uang Dalam Peredaran
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini untuk akuntansi uang dalam peredaran yang
meliputi kegiatan pengedaran, pencabutan dan penarikan uang Rupiah.
PKAK 06 : Instrumen Keuangan Kebijakan
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini untuk seluruh jenis instrumen keuangan
untuk pelaksanaan kebijakan kecuali uang Rupiah dalam penguasaan Bank Indonesia
sesuai dengan PKAK 05: Uang Dalam Peredaran.
PKAK 07 : Transaksi Tidak Unik
Bank Indonesia menerapkan pernyataan ini untuk akuntansi transaksi konvensional dan
tidak unik di Bank Indonesia.
C. LAPORAN POSISI KEUANGAN BANK INDONESIA

Tujuan Penyusunan :
untuk menunjukkan pencapaian manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas
penggunaan sumber daya keuangan dalam mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah,
yang meliputi informasi tentang dampak keuangan dari kebijakan Bank Indonesia terhadap
posisi keuangan dan surplus/defisit Bank Indonesia.

Dasar Penyusunan :
Penyusunan laporan keuangan Bank Indonesia mengacu pada standar akuntansi yang
berlaku bagi Bank Indonesia yang disebut Kebijakan akuntansi Keuangan Bank Indonesia
(KaKBI).
KaKBI disusun oleh Komite Penyusun KaKBI yang independen. KaKBI disusun dengan
mengacu pada Standar akuntansi Keuangan yang berlaku dengan penyesuaian untuk
mengakomodasi keunikan bisnis entitas Bank Indonesia sebagai bank sentral yang tidak

Penerapan Teori Entitas


Bank Indonesia menerapkan konsep teori entitas. Berdasarkan teori tersebut, laporan
keuangan tidak memisahkan dengan tegas unsur liabilitas dan ekuitas. Bank Indonesia
menempatkan seluruh pemangku kepentingan pada prioritas yang setara. Bank Indonesia
tidak menyajikan subklasifikasi ekuitas di Laporan Posisi Keuangan

Dasar Pengukuran :
Laporan keuangan disusun berdasarkan konsep historis, kecuali untuk pos:
1. Emas yang diukur pada nilai wajar melalui selisih revaluasi;
2. Instrumen keuangan pelaksanaan kebijakan yang diukur pada nilai wajar melalui
selisih revaluasi;
3. Instrumen derivatif yang diukur pada nilai wajar melalui selisih revaluasi;
4. Liabilitas imbalan kerja yang diukur sebesar nilai kini imbalan kerja dikurangi nilai
bersih aset program.
ANALISIS COMMON SIZE LAPORAN POSISI KEUANGAN - ASET BANK INDONESIA 2013-2016 (JUTAAN RUPIAH)
2016 2015 2014 2013
1. Emas 39.090.228 2,00% 36.781.172 1,93% 37.441.928 2,07% 36.757.308 2,23% 37.517.659 2,05%
2. Aset Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter 1.657.786.926 84,76% 1.573.395.660 82,54% 1.490.095.581 82,20% 1.320.110.600 80,07% 1.510.347.192 82,49%
a. Surat berharga dan tagihan
dalam rupiah 159.559.984 8,16% 153.628.086 8,06% 134.444.810 7,42% 116.124.369 7,04% 140.939.312 7,70%
b. Surat berharga dan tagihan
berbasis syariah dalam rupiah 4.472.827 0,23% 2.327.535 0,12% 1.403.251 0,08% 1.161.504 0,07% 2.341.279 0,13%
c. Surat berharga dan tagihan
dalam valuta asing 1.493.754.115 76,37% 1.417.440.039 74,36% 1.354.247.520 74,71% 1.202.824.727 72,96% 1.367.066.600 74,67%
3. Hak Tarik Khusus di Lembaga
Keuangan Internasional 34.323.368 1,75% 36.473.988 1,91% 31.731.041 1,75% 33.060.049 2,01% 33.897.112 1,85%
4. Tagihan 197.920.303 10,12% 223.129.030 11,71% 230.568.589 12,72% 237.158.546 14,38% 222.194.117 12,14%
a. Kepada Pemerintah 197.613.683 10,10% 222.720.114 11,68% 229.135.649 12,64% 234.952.818 14,25% 221.105.566 12,08%
b. Kepada Bank 306.620 0,02% 408.916 0,02% 1.432.941 0,08% 2.205.728 0,13% 1.088.551 0,06%
5. Aset Non Kebijakan 26.729.367 1,37% 36.413.967 1,91% 22.951.832 1,27% 21.588.950 1,31% 26.921.029 1,47%
a. Penyertaan 824.381 0,04% 873.541 0,05% 819.923 0,05% 850.343 0,05% 842.047 0,05%
b. Aset Keuangan 1.655.046 0,08% 2.107.250 0,11% 2.122.832 0,12% 3.435.290 0,21% 2.330.105 0,13%
c. Aset Tetap Lainnya 24.249.940 1,24% 33.433.176 1,75% 20.009.077 1,10% 17.303.317 1,05% 23.748.878 1,30%
1.955.850.192 100% 1.906.193.817 100,00% 1.812.788.971 100,00% 1.648.675.453 100,00% 1.830.877.108 100,00%

Rata-Rata Komposisi Aset Bank Indonesia 2013-2016

1.47% 2.05%
Emas

1.85% 12.14%
Aset Keuangan untuk
Pelaksanaan Kebijakan
Moneter

Hak Tarik Khusus di


Lembaga Keuangan
Internasional

Tagihan
82.49%

Aset Non Kebijakan


ANALISIS PERCENTAGE LAPORAN POSISI KEUANGAN - ASET BANK INDONESIA
2016 2015 2014 AVERAGE
1. Emas 6,28% -1,76% 1,86% 2,13%
2. Aset Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter 5,36% 5,59% 12,88% 7,94%
a. Surat berharga dan tagihan
dalam rupiah 3,86% 14,27% 15,78% 11,30%
b. Surat berharga dan tagihan
berbasis syariah dalam rupiah 92,17% 65,87% 20,81% 59,62%
c. Surat berharga dan tagihan
dalam valuta asing 5,38% 4,67% 12,59% 7,55%
3. Hak Tarik Khusus di Lembaga
Keuangan Internasional -5,90% 14,95% -4,02% 1,68%
4. Tagihan -11,30% -3,23% -2,78% -5,77%
a. Kepada Pemerintah -11,27% -2,80% -2,48% -5,52%
b. Kepada Bank -25,02% -71,46% -35,04% -43,84%
5. Aset Non Kebijakan -26,60% 58,65% 6,31% 12,79%
a. Penyertaan -5,63% 6,54% -3,58% -0,89%
b. Aset Keuangan -21,46% -0,73% -38,21% -20,13%
c. Aset Tetap Lainnya -27,47% 67,09% 15,64% 18,42%
TOTAL ASET 2,61% 5,15% 9,95% 5,90%

PERCENTAGE - ASET BANK INDONESIA 2013-2016


100.00%

80.00%

60.00% 1.
2.
40.00%
3.
4.
20.00%
5.

0.00% TOTAL ASET


2016 2015 2014

-20.00%

-40.00%
D. ASET BANK INDONESIA TAHUN 2013-2016

Apabila dilihat dari data di atas dapat diketahui bahwa komposisi aset pada laporan
keuangan Bank Indonesia dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 yang memiliki proporsi
paling besar adalah Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter. Akun ini memiliki
rata-rata proporsi selama tahun 2013 sampai dengan tahun 2016 sebesar 82,49%. Nilai tertinggi
terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp1.657 triliun dan nilai terendah terjadi pada tahun 2013
sebesar Rp1.320 triliun. Aset terbesar kedua setelah Aset Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter adalah Tagihan dengan rata-rata proporsi 12,14%. Aset selanjutnya adalah
Emas dengan rata-rata proporsi 2,05%, Hak Tarik Khusus di Lembaga Keuangan Internasional
sebesar 1,85%, dan yang paling kecil adalah Aset Non Kebijakan dengan rata-rata proporsi
sebesar 1,47%.

Pertumbuhan aset Bank Indonesia dari tahun 2013-2016 cenderung mengalami penurunan.
Rata-rata pertumbuhan total aset Bank Indonesia selama tahun 2013-2016 adalah sebesar 5,90%.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 9,95% dari tahun 2013. Sedangkan
pada tahun 2016, tingkat pertumbuhan hanya sebesar 2,61% dari tahun 2015.

1. Aset Keuangan untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter

Aset keuangan untuk kebijakan moneter terdiri dari surat berharga dan tagihan dalam
rupiah, berbasis syariah dan dalam valuta asing. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa surat
berharga yang dimiliki oleh Bank Indonesia didominasi oleh surat berharga dalam valuta asing
dengan rata-rata proporsi sebesar lebih dari 90% terhadap Aset Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter selama tahun 2013-2016. Penempatan dana di luar negeri tersebut
diantaranya pada IMF berupa Poverty Reduction and Growth Facility dan Trust for Special
PRGF Operationsfor the Heavily Indebted Poor Countries (HIPC) and PRGF Subsidy
Operations (The Trust). Selain itu terdapat pula penempatan pada Third Party Securities
Lending dimana jika dipinjamkan pada pihak lain bank Indonesia akan memperoleh agunan
(collateral).

2. Tagihan

Aset selanjutnya yang dimiliki BI adalah Tagihan. Tagihan BI sebagian besar adalah
tagihan kepada pemerintah dengan rata-rata proporsi sebesar 12,08% selama tahun 2013-2016
yang muncul karena adanya surat utang pemerintah dengan tujuan penanaman modal pada
persero, surat utang untuk restrukturisasi utang sebelumnya, obligasi negara mengenai
penyelesaian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), serta tagihan karena keanggotaan
pemerintah dalam Lembaga Keuangan Internasional. Sedangkan tagihan kepada bank yang
hanya sebesar 0,06% merupakan tagihan kepada bank dalam rangka kredit sebelum tahun 1999.
Jumlah tagihan tersebut akan berkurang seiring dengan pelunasan yang dilakukan oleh bank lain
yang menerima kredit sebelum tahun 1999.

3. Emas

Emas adalah bagian dari cadangan devisa yang ditujukan antara lain sebagai penyangga
likuiditas dalam mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan atau pemenuhan kewajiban
dalam valuta asing. Emas yang dimiliki Bank Indonesia terdiri dari emas batangan dan hak
kontraktual atas emas batangan. Proporsi Emas berkisar pada 2% dari total Aset Bank Indonesia
selama tahun 2013-2016. Nilai tertinggi terjadi pada tahun 2016 sebesar Rp 39,09 triliun.
Sedangkan nilai terendah terjadi pada tahun 2013 dengan nilai sebesar Rp 36,75 triliun.

Pertumuhan Emas pada tahun 2016 merupakan yang tertinggi selama periode 2013-2016.
Terjadi pertumbuhan sebesar 6,28% dari tahun 2015 yang pada tahun tersebut malah terjadi
pertumbuhan negatif sebesar -1,76% dari tahun 2014.

4. Hak Tarik Khusus di Lembaga Keuangan Internasional

Bank Indoneisa memiliki Hak tarik Khusus di IMF (SDR Holdings) yang merupakan
potensi klaim Indonesia atas freely usable currencies (SDR basket) milik anggota IMF lainnya
dan pemegang SDR lainnya yang telah ditetapkan. SDR Holdings tersebut timbul karena adanya
alokasi Hak Tarik Khusus (SDR Allocations) atau pembelian SDR. Nilai Hak Tarik Khusys di
Lembaga Keuangan Internasional tersebut memiliki rata-rata proporsi sebesar 1,85% selama
tahun 2013-2016.

Hak Tarik Khusus di Lemabaga Keuangan Internasional mengalami kenaikan dan


penurunan selama tahun 2013-2016. Pada tahun 2015 terjadi pertumbuhan sebesar 14,95% dari
tahun 2014, namun pada tahun berikutnya terjadi penurunan sebesar -5,90% di tahun 2016.
5. Aset Non Kebijakan

Komposisi Aset Non Kebijakan BI terdiri dari penyertaan, aset keuangan, dan aset tetap
lainnya. Penyertaan dilakukan pada Bank for International Settlement (BIS). Tujuan penyertaan
tersebut adalah untuk memperoleh akses lebih besar pada kegiatan BIS dalam pengambilan
keputusan, dan memanfaatkan fasilitas yang disediakan, meningkatkan kepercayaan investor
internasional, dan meningkatkan kerjasama di bidang kebanksentralan. Terdapat pula penyertaan
pada Islamic Liquidity Management dengan tujuan menyediakan instrumen keuangan syariah
jangka pendek yang likuid. Sedangkan aset tetap lainnya yang merupakan komposisi terbesar
dari Aset Non Kebijakan terdiri dari aset tetap dan aset tidak berwujud serta aset lainnya. Wajar
jika komponen ini besar karena mengandung nilai aset tetap dan tak berwujud yang dimiliki BI.

Pertumbuhan Aset Non Kebijakan mengalami kenaikan dan penurunan paling tidak stabil
dibandingkan dengan aset yang lain. Pada tahun 2015 terjadi pertumbuhan sebesar 58,65% dari
tahun sebelumnya. Akan tetapi pada tahun 2016 terjadi pertumbuhan negatif dengan jumlah yang
signifikan yaitu sebesar -26,60% dari tahun 2015.

E. ANALISIS RASIO SURPLUS DEFISIT

Surplus maupun defisit Bank Indonesia merupakan dampak dari pelaksanaan kebijakan
yang mendukung tujuan Bank indonesia. Di dalam Undang-Undang tentang Bank Indonesia, BI
memikul amanat untuk menjaga kestabilan rupiah, sehingga tujuan operasionalnya bukanlah
untuk mencari keuntungan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surplus maupun defisit
laporan keuangan Bank Indonesia mencerminkan kestabilan nilai rupiah beredar.

1. Rasio beban terhadap penghasilan


Tujuan didirikannya Bank Indonesia adalah untuk menjaga kestabilan nilau uang rupiah yang
bereda, bukan untuk mencari laba, sehingga penghasilan maupun beban di dalam laporan
keuangan BI tidak bisa dijadikan sebagai indikator pengukur kinerja BI. BI mengakui
penghasilan dan beban yang berasal dari transaksi yang telah direalisasikan dan transaksi unik BI
yang telah mencapai tujuan akhir dari transaksi. Berikut disajukan grafik perbandingan
pendapatan dan beban BI pada tahun 2013 hingga tahun 2016
JUMLAH PENGHASILAN DAN BEBAN
Penghasilan Beban

Rp140,000,000

Rp120,000,000

Rp100,000,000

Rp80,000,000

Rp60,000,000

Rp40,000,000

Rp20,000,000

Rp-
2013 (as restated) 2014 2015 2016

Berdasarkan grafik, dapat disimpulkan bawa terdapat kenaikan pendapatan dari tahun 2013
hingga tahun 2015, namun kembali menurun pada tahun 2016. Jumlah beban terlihat cukup
stabil, hanya mengalami peningkatan secara wajar akibat pengaruh inflasi.

Penurunan penghasilan di tahun 2016 terutama disebabkan oleh menurunnya selisih kurs
transaksi valas ke Rupiah dalam rangka pengelolaan devisa dan pelaksanaan kebijakan moneter.
Penurunan pendapatan tersebut merupakan dampak atau implikasi dari pelaksanaan kebijakan
yang ditempuh Bank Indonesia dalam rangka menjaga kestabilan nilai Rupiah.

Rasio beban terhadap penghasilan dapat dilihat pada grafik dibawah ini. Dari grafik tersebut,
terlihat bahwa rasio beban terhadap penghasilan relatif stabil dari tahun ke tahun. Kenaikan rasio
terjadi di tahun 2016 sebagai akibat dari menurunnya penghasilan, sementara jumlah beban yang
dikeluarkan relatif sama
Rasio beban terhadap penghasilan

61.31%

40.66% 40.82%
32.04%

2013 (AS RESTATED) 2014 2015 2016

2. Perkembangan Surplus BI

Surplus BI merupakan selisih antara penghasilan dikurangi beban. Surplus BI yang didapat
selama satu tahun buku diatur sebagai berikut:

1. 30% untuk Cadangan Tujuan; dan

2. Sisanya dipupuk sebagai Cadangan Umum,

sehingga jumlah modal dan Cadangan Umum menjadi 10% dari seluruh kewajiban moneter.

Berikut disajikan perkembangan surplus BI dari tahun 2013 hingga tahun 2016
Surplus BI
90,000,000

80,000,000

70,000,000

60,000,000

50,000,000

40,000,000

30,000,000

20,000,000

10,000,000

0
2013 (as restated) 2014 2015 2016

Poerkembangan surplus Bi tersebut tidak bisa secara langsung menggambarkan kinerja Bank
Indonesia, karena kegiatan utama Bank Indonesia bukanlah mencari keuntungan, namun untuk
menjaga agar nilai mata uang rupiah tetap stabil. Salah satu penyebab utama penurunan surplus
pada tahun 2016 adalah karena menurunnya penghasilan dari selisih kurs nilai valuta asing.

3. Beban

Beban di dalam laporan keuangan Bank Indonesia terdiri dari:

a. Beban Pelaksanaan Kebijakan Moneter;


b. Pengelolaan Sistem Pembayaran;
c. Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial;
d. Remunerasi Kepada Pemerintah; dan
e. Beban Umum dan Lainnya.
Rincian beban Bank Indonesia pada tahun2013 hingga tahun 2016 digambarkan pada grafik
berikut
Rincian Beban bi

8,277,725 8,372,137
8,212,863

3,513,071 4,253,586
5,221,080 77,856 113,531 4,177,108
2,925,977 3,742,082 138,466
2,610,495 3,096,033
169,624
2,709,357

23,206,834 22,346,172 21,473,855


18,205,381

2013 (AS RESTATED) 2014 2015 2016

Pelaksanaan Kebijakan Moneter Pengelolaan Sistem Pembayaran


Pengaturan dan Pengawasan Makroprudential Remunerasi kepada Pemerintah
Beban Umum dan Lainnya

Berdasarkan grafik, beban terbesar Bank Indonesia adalah beban pelaksanaan kebijakan moneter
disusul dengan beban umum dan lainnya. Beban umum dan lainnya berisi pengeluaran untuk
SDM, Organisasi, dll. Jika dilihat pada grafik, jumlah beban umum dan lainnya selalu berada
diatas beban pengelolaan sistem pembayaran dan beban pengaturan dan pengawasan
makroprudential. Mengingat fungsi pengelolaan sistem pembayaran dan fungsi makroprudential
merupakan fungsi utama BI, ada baiknya proporsi beban umum dan lainnya perlu
dipertimbangkan untuk dikurangi

4. Penghasilan

Penghasilan BI bersumber dari 5 bagian, yakni penghasilan yang bersumber dari pelaksanaan
kebijakan moneter, pengelolaan sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan
makroprudensial, pendapatan dari penyediaan pendanaan, dan pendapatan lainnya. Penghasilan
dari pelaksanaan kebijakan moneter mengalami penurunan di tahun 2016 yang sebagian besar
diakbatkan karena menurunnya penghasilan selisih kurs transaksi valuta asing. Penurunan
pendapatan tersebut merupakan dampak atau implikasi dari pelaksanaan kebijakan yang
ditempuh Bank Indonesia dalam rangka menjaga kestabilan nilai Rupiah. Meski demikian,
menurunnya penghasilan yang diperoleh BI tidak serta merta menunjukkan menurunnya kinerja
BI.

TOTAL PENGHASILAN

2013 (AS RESTATED) 2014 2015 2016

F. ANALISIS LIABILITAS DAN MODAL LAPORAN KEUANGAN BI

1. Analisis Common Size Liabilitas Bank Indonesia

Komponen Liabilitas pada tahun 2016


didominasi oleh Liabilitas Keuangan
untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter
yaitu sebesar 47,23% dari keseluruhan
liabilitas. Hal ini sesuai dengan tugas
utama BI yaitu untuk menjaga stabilitas
dan membuat kebijakan di bidang
moneter. Proporsi liabilitas kedua
terbesar pada tahun 2016 adalah Uang
Dalam Peredaran sebesar 31,32%. Uang
rupiah yang beredar di masyarakat
merupakan uang dalam peredaran yang mencerminkan salah satu kewajiban moneter BI sebagai
Bank Sentral atas klaim masyarakat sebesar nilai nominal rupiah. Selisih revaluasi BI sebesar
0,19% merupakan keuntungan (atau kerugian) yang belum direalisasi yang berasal dari selisih
revaluasi emas, valas, instrumen keuangan, dan lainnya.

Komponen Liabilitas Keuangan


untuk Pelaksanaan Kebijakan Moneter terdiri
atas beberapa komponen, dengan komponen
terbesar yang mendominasi adalah Giro
Bank sebesar 39,99% dari keseluruhan
Liabilitas Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter tersebut. Komponen lain
pada Liabilitas Keuangan untuk Pelaksanaan
Kebijakan Moneter ini adalah Surat
Berharga, dengan jumlah terbanyak
merupakan Surat Berharga dan Utang dalam Valas.

Komponen Liabilitas Keuangan Kepada Pemerintah terbagi atas dua komponen, yaitu
Giro dan Pinjaman. Giro mendominasi sebesar 99,97% dari liabilitas keuangan kepada
pemerintah dan sisanya adalah pinjaman kepada Pemerintah. Jumlah Giro hampir mendominasi
seluruhnya komponen liabilitas keuangan kepada pemerintah. Ini sesuai dengan fungsi Bank
Indonesia sebagai pemegang kas pemerintah.

G. Analisis Trend Liabilitas Bank Indonesia

Sejalan dengan meningkatnya aset Bank Indonesia, kewajiban Bank Indonesia dari tahun
ke tahun juga semakin meningkat. Meningkatnya kewajiban ini bukan merupakan suatu masalah
karena surplus yang
Trend Liabilitas Bank Indonesia didapatkan Bank
2016 Indonesia dalam
2015 pengelolaan
2014
keuangannya. Ada
2013
beberapa akun
1,400,000,000 1,600,000,000 1,800,000,000 2,000,000,000
signifikan dalam pos
2013 2014 2015 2016
Total Liabilitas 1,648,675,453 1,812,788,971 1,906,193,817 1,955,850,192 kewajiban Bank
Indonesia, antara lain Uang dalam peredaran, Liabilitas Keuangan untuk kebijakan moneter,
Selisih Revaluasi, dan Akumulasi Surplus (Defisit).

Proporsi liabilitas Bank Indonesia kedua terbesar adalah Uang Dalam Peredaran. Uang
dalam peredaran adalah kewajiban sistem moneter (Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank
Perkreditan Rakyat/BPR) terhadap sektor swasta domestik (tidak termasuk pemerintah pusat dan
bukan penduduk). Kewajiban yang menjadi komponen uang beredar terdiri dari uang kartal yang
dipegang masyarakat (di luar Bank Umum dan BPR), uang giral, uang kuasi yang dimiliki oleh
sektor swasta domestik, dan surat berharga selain saham yang diterbitkan oleh sistem moneter
yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. Uang
Beredar dapat didefinisikan dalam arti sempit (M1) dan dalam arti luas (M2). M1 meliputi uang
kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro berdenominasi Rupiah). Sedangkan M2
meliputi M1, uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta
giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki
sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun.
Tabel Uang Beredar di Indonesia (dalam Triliun Rupiah)

2016

Sumber : Website Resmi Bank Indonesia


Secara umum, peredaran uang Indonesia secara luas menunjukkan tren yang meningkat
dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena komponen uang beredar yang meliputi peredaran
uang kartal, uang giral, yang kuasi menunjukkan angka yang cenderung meningkat. Walaupun
surat berharga selain saham menunjukkan tren menurun namun karena nilainya tidak material
maka tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan tren keseluruhan uang beredar M2. Kenaikan
jumlah uang karta disebabkan karena ekonomi Indonesia yang berkembang dan faktor-faktor
makro ekonomi lainnya. Grafik atas uang beredar dari Tahun 2014 sd 2016 dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :

Uang Beredar
6,000.0
5,000.0
4,000.0
3,000.0
2,000.0
1,000.0
-
2014 2015 2016

Uang Beredar Luas (M2) Uang Beredar Sempit (M1)


Uang Kuasi Surat Berharga Selain Saham

Selisih revaluasi mencerminkan perubahan kumulatif nilai wajar aset dan liabilitas Bank
Indonesia atau dampak keuangan dari
transaksi unik Bank Indonesia yang Selisih Revaluasi
250,000,000

belum mencapai tujuan akhir


200,000,000
pelaksanaan transaksi tersebut. Selisih
150,000,000
revaluasi diakui apabila terjadi
perubahan nilai wajar aset dan liabilitas 100,000,000 202,878,814
158,268,155
Bank Indonesia dan/ atau perubahan 119,877,899
50,000,000
nilai Rupiah dari aset dan liabilitas Bank 62,726,901

-
Indonesia dalam valuta asing, dan/atau
2013 2014 2015 2016
terjadi keuntungan dan kerugian dari
transaksi unik Bank Indonesia yang substansi tujuan ekonominya belum tercapai pada saat
transaksi tersebut dilaksanakan, seperti selisih penjabaran mata uang sebagai dampak
penyesuaian komposisi aset valuta asing. Selisih revaluasi direalisasi menjadi penghasilan atau
beban tahun berjalan ketika tujuan akhir atau substansi tujuan ekonominya telah tercapai.

Você também pode gostar