Você está na página 1de 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi masa nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat- alat genital pada waktu persalinan
dan nifas. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya
kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas.
Metritis merupakan infeksi uterus setelah persalinan yang
merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Selain itu,
keterlambatan terapi pada kasus metritis akan menyebabkan abses pelvic
dan peritonitis. Sedangkan, abses pelvic adalah abses pada regio pelvis dan
peritonitis adalah infeksi uterus yang meluas sampai ke peritorium.
Baik abses pelvic maupun peritonitis merupakan penyebab
kematian ibu, tidak lain halnya dengan metritis. Oleh karena itu, metritis
merupakan kasus kegawatdaruratan yang perlu mendapatkan penanganan
secara cepat dan tepat, agar tidak menimbulkan infeksi yang lebih lanjut
seperti abses pelvic dan peritonitis.

B. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan infeksi masa nifas.
2. Dapat membedakan apa yang dimaksud dengan metritis, abses pelvic,
dan peritonitis.
3. Mengetahui etiologi dari metritis, abses pelvic, dan peritonitis.
4. Mengetahui tanda dan gejala dari metritis, abses pelvic, dan peritonitis.
5. Memahami cara penanganan atau penatalaksanaan kegawatdaruratan
pada kasus metritis, abses pelvic, dan peritonitis.

C. Manfaat
Dapat menambah wawasan mahasiswa mengenai infeksi masa nifas
khususnya mengenai metritis, abses pelvic, dan peritonitis.

1|Kelompok 1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Metritis

Definisi

Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan


terapi akan menyebabkan abses, peritonitis, syok, trombosis vena, emboli
paru, infeksi panggul kronik, sumbatan tuba, infertilitas (Abdul Bahri
Saifuddin ; 2010).
Infeksi masa nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat- alat genital pada waktu persalinan
dan nifas. Perlukaan karena persalinan merupakan tempat masuknya
kuman kedalam tubuh, sehingga menimbulkan infeksi pada kala nifas.

Etiologi
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan,
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari
tempat lain dalam tubuh), dan endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab
yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir.
Kuman- kuman masuk ke dalam endometrium, biasanya pada luka
bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan
seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa
patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-
sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah
berbau dan terdiri atas keping-keping nekrotis serta cairan. Pada batas
antara daerah yang meradang dan daerah sehat terdapat lapisan terdiri atas
leukosit leukosit. Pada infeksi yang lebih berat, batas endometrium dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran.

2|Kelompok 1
Faktor resiko untuk terjadinya infeksi masa nifas sangat bervariasi
pada umumnya dibagi menjadi faktor yang berkaitan dengan:

a. Faktor status sosial ekonomi


Penderita dengan status sosial ekonomi yang rendah mempunyai
risiko timbulnya infeksi nifas jika dibandingkan dengan penderita
dengan kelas sosial ekonomi menengah atau tinggi. Hal ini
berhubungan dengan keadaan gizi yang rendah, anemia, perawatan
antenatal yang tidak adekuat, dan lain-lain.

b. Faktor proses persalinan


Proses persalinan sangat mempengaruhi risiko timbulnya infeksi
nifas, di antaranya adalah partus lama, tertinggalnya sisa-sisa plasenta/
selaput ketuban, dan perdarahan yang terjadi.

c. Faktor tindakan persalinan


Tindakan persalinan merupakan salah satu faktor risiko penting
untuk terjadinya infeksi nifas.

Faktor Predisposisi

a. Kurangnya tindakan aseptik saat melakukan tindakan


b. Kurangnya higien pasien
c. Kurangnya nutrisi

Tanda dan Gejala

a. Demam >38C dapat disertai menggigil


b. Nyeri perut bawah
c. Lokia berbau dan purulen
d. Nyeri tekan uterus
e. Subinvolusi uterus
f. Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok

3|Kelompok 1
Penatalaksanaan

1. Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:


a. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
2. Jika masih demam 72 jam setelah terapi, kaji ulang diagnosis dan
tatalaksana.
3. Cegah dehidrasi. Berikan minum atau infus cairan kristaloid.
4. Pertimbangkan pemberian vaksin tetanus toksoid (TT) bila ibu dicurigai
terpapar tetanus (misalnya ibu memasukkan jamu-jamuan ke dalam
vaginanya).
5. Jika diduga ada sisa plasenta, lakukan eksplorasi digital dan keluarkan
bekuan serta sisa kotiledon. Gunakan forsep ovum atau kuret tumpul
besar bila perlu
6. Jika tidak ada kemajuan dan ada peritonitis (demam, nyeri lepas dan
nyeri abdomen), lakukan laparotomi dan drainase abdomen bila
terdapat pus.
7. Jika uterus terinfeksi dan nekrotik, lakukan histerektomi subtotal.
8. Lakukan pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap termasuk hitung jenis leukosit
b. Golongan darah ABO dan jenis Rh
c. Gula Darah Sewaktu (GDS)
d. Analisis urin
e. Kultur (cairan vagina, darah, dan urin sesuai indikasi)
f. Ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
sisa plasenta dalam rongga uterus atau massa intra abdomen-pelvik
9. Periksa suhu pada grafik (pengukuran suhu setiap 4 jam) yang
digantungkan pada tempat tidur pasien.
10. Periksa kondisi umum: tanda vital, malaise, nyeri perut dan cairan per
vaginam setiap 4 jam.
11. Lakukan tindak lanjut jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit per 48
jam. Terima, catat dan tindak lanjuti hasil kultur.Perbolehkan pasien

4|Kelompok 1
pulang jika suhu < 37,5C selama minimal 48 jam dan hasil
pemeriksaan leukosit < 11.000/mm3.
(Sumber : http://www.edukia.org/web/kbibu/8-6-1-metritis/ diakses
pada tanggal 13 Mei 2014)

B. Abses Pelvic

Definisi

Abses pelvic adalah abses pada regio pelvis.

Faktor Predisposisi

Metritis (infeksi dinding uterus) pasca kehamilan

Tanda dan gejala

a. Nyeri perut bawah dan kembung


b. Demam tinggi-menggigil
c. Nyeri tekan uterus
d. Respon buruk terhadap antibiotika
e. Pembengkakan pada adneksa atau kavum Douglas
f. Pungsi kavum Douglas berupa pus

Penatalaksanaan

1. Berikan antibiotika kombinasi sebelum pungsi dan drain abses sampai


48 jam bebas demam:

Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam


Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

2. Jika kavum Douglas menonjol, lakukan drain abses, jika demam tetap
tinggi, lakukan laparotomi.

5|Kelompok 1
(Sumber : http://www.edukia.org/web/kbibu/8-6-1-metritis/ diakses pada
tanggal 13 Mei 2014)

C. Peritonitis
Definisi
Merupakan infeksi puerperalis melalui saluran getah bening yang
dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonitis atau ke
parametrium menyebabkan parametritis (Anik Maryunani, Eka Puspita ;
2011).
Penyulit ini jarang dijumpai apabila terapi segera diberikan, tetapi
mungkin ditemukan pada infeksi pasca seksio caesarea apabila terjadi
nekrosis dan terlepasnya insisi. Peritonitis juga kadang-kadang dijumpai
pada wanita yang memiliki riwayat seksio dan menjalani persalinan
pervaginam. Yang juga jarang adalah rupturnya abses parametrium atau
adneksa yang terjadi pada tahap lanjut selulitis panggul dan menimbulkan
peritonitis generalisata parah.
Secara klinis peritonitis nifas mirip dengan peritonitis bedah,
kecuali bahwa ligiditas abdomen biasanya kurang menonjol karena pada
kehamilan terjadinya peregangan abdomen. Nyeri mungkin hebat, distensi
usus yang hebat terjadi akibat ilius paralitik. Kausa peritonitis generalisata
perlu diidentifikasi. Apabila infeksi dimulai di uterus dan meluas ke
peritonium, tetapi biasanya bersifat medis. Sebaliknya, peritonitis akibat
lesi usus atau nekrosis insisi uterus sebaiknya di terapi secara bedah.
Terapi antimikroba dilanjutkan, tetapi dapat menimbulkan terjadinya syok
septik.

Tanda dan Gejala


Gejala klinik antara lain:
a. Demam
b. Nyeri perut bawah
c. Keadaan umum baik.

6|Kelompok 1
Gejala umum :
a. Suhu meningkat
b. Nadi cepat dan kecil
c. Perut kembung dan nyeri
d. Terdapat abses pada cavum douglas
e. Defense musculair
f. Fasies hypocratica.

Penatalaksanaan
1. Pasang selang nasogastrik.
2. Infus cairan Ringer Laktat.
3. Berikan antibiotika kombinasi, sampai 48 jam bebas panas :
a. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
4. Jika perlu lakukan laparotomi untuk drainase (Abdul Bahri Saifuddin ;
2010).

7|Kelompok 1
BAB III

SOAP

Nama Pengkaji : Bidan F


Waktu Pengkajian : 17.00 WIB
Hari/Tanggal Pengkajian : Kamis, 30 Mei 2014
Tempat Pengkajian : BPM Bidan F

A. Data Subjektif
1. Identitas Klien
Istri Suami
Nama : Ny. Y Tn. Z
Umur : 24 tahun 25 tahun
Suku : Sunda Betawi
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Buruh
Alamat : Jl. Pesantren 3/5 Jl. Pesantren 3/5

2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan sudah demam sejak dua hari yang lalu dan sejak pagi tadi
disertai menggigil. Dari kemaluan keluar darah yang berbau tak sedap,
serta nyeri perut pada bagian bawah.

3. Riwayat Persalinan
Ibu melahirkan anak keduanya 5 hari yang lalu, tidak pernah keguguran,
tidak ada penyulit sewaktu hamil. Persalinan ditolong oleh paraji secara
spontan, ibu mengatakan tidak ada penyulit dan tidak terdapat luka pada
jalan lahir.

4. Konsumsi obat-obatan

8|Kelompok 1
Ibu mengatakan tidak mengkonsumsi obat apapun.

5. Riwayat Kesehatan Ibu dan Keluarga


Ibu mengatakan tidak merasa memiliki penyakit berat seperti jantung,
diabetes, darah tinggi, asthma, dan TBC. Begitu juga dengan keluarganya.

6. Riwayat Biopsikososial Ekonomi


- Biologi
Ibu mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk pauk dan
sayur mayur. Minum 6 gelas per hari. Tidak ada pantangan makanan.
Ibu mengatakan Buang Air Kecil (BAK) 3-4 kali per hari dan Buang
Air Besar (BAB) 1 kali sehari, serta istirahat tidur 6-7 jam per hari.
Ibu mandi 2 kali sehari, namun ibu mengatakan masih takut saat
membersihkan kemaluannya.
- Psikologi
Suami dan keluarga selalu membantu ibu merawat bayinya, sehingga
ibu merasa lebih tenang.
- Sosial
Ibu telah menikah selama 4 tahun dan ini merupakan pernikahannya
yang pertama.
- Ekonomi
Suami ibu bekerja sebagai buruh, dan menurut ibu penghasilan suami
dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.

7. Kegiatan Sehari-hari
- Kegiatan
Ibu merawat dan mengurus bayi serta mengerjakan pekerjaan rumah
yang ringan.
- Riwayat Laktasi
Ibu menyusui bayinya 7 kali sehari, lamanya 10 menit. Tidak ada
keluhan dalam menyusui.

9|Kelompok 1
B. Data Objektif
Keadaan Umum : Buruk
Kesadaran : Somnolen
TTV : Tekanan Darah : 90/60 mmHg
Nadi : 110 kali/menit
Suhu : 38,8C
Pernapasan : 16 kali/menit
Muka : Tidak oedema
Mata : Konjungtiva pucat, sklera putih
Leher : Tidak ada pembengkakan pada kelenjar limfe dan
kelenjar tiroid
Payudara : Simetris, puting menonjol, tidak ada nyeri tekan,
dan sudah keluar kolostrum
Abdomen : Tidak ada bekas luka operasi, TFU : 2 jari diatas
pusat, terdapat nyeri tekan,
kandung kemih : kosong.
Ekstremitas : Atas : tidak pucat dan tidak oedema
Bawah : tidak pucat, tidak ada varises dan
tidak oedema
Genetalia : Tampak pengeluaran lokhea berwarna merah dan
berbau.
Anus : Hemoroid : tidak ada

C. Analisa
Ny. Y usia 24 tahun P2A0 Postpartum 5 hari dengan metritis.

D. Penatalaksanaan

1. Segera berikan oksigen 5 liter dan infus RL.


2. Berikan antibiotika sampai dengan 48 jam bebas demam:
a. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam
b. Ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam
c. Ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam

10 | K e l o m p o k 1
(Harus dengan kolaborasi SpOG, serta sebelum diberikan antibotika secara
IV terlebih dahulu dilakukan skin test)

3. Rujuk.

11 | K e l o m p o k 1
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Metritis ialah infeksi pada uterus setelah persalinan. Keterlambatan terapi
akan menyebabkan abses pelvic, peritonitis, dan infeksi lainnya. Abses
pelvic adalah abses pada regio pelvis sedangkan peritonitis adalah infeksi
uterus yang meluas sampai ke peritorium. Metritis, abses pelvic, dan
peritonitis merupakan kasus kegawatdaruratan yang terjadi pada masa
nifas dan dapat mengakibatkan kematian ibu. Oleh karena itu, kasus-kasus
kegawatdaruratan tersebut memerlukan penanganan secara cepat serta
tepat agar nyawa ibu dapat terselamatkan.

B. Saran
Dalam kasus kegawatdaruratan, baik pasien dengan metritis, abses pelvic,
ataupun peritonitis, seorang bidan harus mampu melakukan penanganan
awal sebelum merujuk pasien tersebut ke fasilitas yang lebih lengkap dan
tentunya penanganan awal yang diberikan harus sesuai dengan
kewenangan bidan.

12 | K e l o m p o k 1

Você também pode gostar