Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN TEORI
2.1 Kejang
2.1.1 Pengertian
Kejang adalah suatu aritmia serebral (Brown, 1974). Kejang adalah
perubahan secara tiba-tiba fungsi neourologi baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak
(Pelayanan Obstetrik Emergensi Dasar). Kejang pada bayi baru lahir
adalah kejang yang timbul pada masa neonatus atau dalam 28 hari
sesudah lahir. (Buku Kesehatan Anak).
(Anik Maryunani, 2013, P:336)
Kejang neonatus adalah peubahan aritmia serebral yang terjadi
secara tiba-tiba baik fungsi motorik maupun fungsi otonomik karena
kelebihan pancaran listrik pada otak yang terjadi dalam 28 hari sesudah
bayi lahir.
2.1.2 Etiologi
1. Komplikasi perinatal
a. Hipoksi-iskhemik ensefalopati. Biasanya kejang timbul pada 24
jam pertama kelahiran
b. Trauma susunan saraf pusat. Dapat terjadi pada persalinan
presentasi bokong, ekstraksi cunam atau ekstraksi vakum berat
c. Perdarahan intrakranial
2. Kelainan metabolisme
d. Hipoglikemia
e. Hipokalsemia
f. Hipomagnesemia
g. Hiponatremia
h. Hipernatremia
i. Hiperbilirubinemia
j. Ketergantungan piridoksin
3. Infeksi
Dapat disebabkan oleh bakteri dan virus termasuk TORCH
- Ketergantungan obat
- Polisitemia
- Penyebab yang tidak diketahui (3-25%)
2.1.3 Klasifikasi
3
Berdasarkan gambaran klinisnya, kejang dapat diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga) yaitu kejang tonik, kejang klonik dan kejang
mioklonik.
1. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) dengan masa kehamilan kurang dari 34
minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis
kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstremitas atau
pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai desebrasi, atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortifikasi, tungkai dan badan
kaku dan kadang-kadang disertai
dengan deviasi mata yang tetap.
2. Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal,
unilateral, bilateral dengan permulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-
pindah. Bentuk klinik kejang fokal
berlangsung antara 1 - 3 detik,
terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan
biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini disebabkan
oleh kontusio serebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensefalopati metabolik.
3. Kejang Mioklonik
Kejang Mioklonik merupakan jingkatan-jingkatan setempat atau
menyeluruh tungkai atau badan sebentar yang cenderung melibatkan
kelompok otot distal. Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang
dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai gerakan refleks
moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat
yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang mioklonik pada bayi
tidak spesifik.
4
4. Kejang Tersamar
Kejang tersamar disebut juga kejang subtle hampir tidak
terlihat,menggambarkan perubahan tingkah laku. Bentuk kejang
tersamar diantaranya ada gerakan menyeringai pada otot muka dan
otot lidah. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi tiba-tiba. Ada
gerakan bola mata: deviasi bola mata secara horizontal, kelopak
mata berkedip-kedip, serta gerakan cepat dari bola mata. Gerakan
pada ekstremitas pergerakan seperti berenang, mengayuh pada
anggota gerak atas dan bawah.
(Anik Maryunani, 2013, P:337)
2.1.4 Penilaian
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat
persalinan dan kelahiran
a. Riwayat kehamilan
- Bayi kecil untuk masa kehamilan
- Bayi kurang bulan
- Ibu tidak disuntik toksoid tetanus
- Ibu menderita diabetes mellitus
b. Riwayat persalinan
- Persalinan pervaginam dengan tindakan (cunam, ekstraktor
vakum)
- Pesalinan presipitatus
- Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
- Trauma lahir
- Lahir asfiksia
- Pemotongan tali pusat dengan alat
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b. Suhu tubuh normal (normal, hipertermi atau hipotermi_
c. Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
a. Bentuk kejang
b. Gerakan bola mata yang abnormal, nystagmus, kedipan mata
psroksismal, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka,
timbulnya apnu yang episode, adanya kelemahan umum yang
periodik, tremor, jitternes, gerakan klonik sebagian ekstremitas,
tubuh kaku.
c. Lama kejang
d. Apakah pernah terjadi sebelumnya
4. Pemeriksaan laboratorium
5
a. Punksi lumbal
b. Punksi subdural
c. Gula darah
d. Kadar kalsium (Ca++)
e. Kadar magnesium
f. Kultur darah
g. TORCH
Kelainan fisik dan diagnosis banding kejang pada bayi baru lahir
2.1.5 Pencegahan
2.1.6 Penanganan
Prinsip dasar tindakan mengatasi kejang pada bayi baru lahir:
1. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang
(misalnya Diazepam, Fenobarbital, Fenitoin/Dilantin)
2. Menjaga jalan nafas tetap bebas
(perhatikan ABCD resusitasi)
3. Mencari faktor penyebab kejang
6
(perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan kelahiran, kelainan
fisik yang ditemukan, bentuk kejang, dan hasil laboratorium)
4. Mengobati penyebab kejang
(mengobati hipoglikemia, hipokalsemia, dll)
7
berpenyakit diabetes mellitus , dilakukan pemasangan infus melalui
vena umbilikalis
5. Bial infus sudah terpasang, diberi obat anti kejang Diazepam 0,5
mg/kg supositoria/i.m. setiap 2 menit samai kejang teratasi.
Kemudian ditambah luminal (fenobarbital) 30 mg i.m/i.v
6. Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang
ada
7. Bila kejamg sudah teratasi, diberi cairan infus Dekstrose 10%
dengan kecepatan 60 ml/kgbb/hari
8. Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor
penyebab kejang (perhatikan riwayat kehamilan, persalinan dan
kelahiran):
a. Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu berpenyakit
diabetes mellitus
b. Apakah kemungkinan bayi prematur
c. Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
d. Apakah kemungkinan ibu bayi pengidap/menggunakan bahan
narkotika
9. Bila kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan
laboratorium untuk mencari faktor penyebab kejang, misalnya:
a. Darah tepi
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. Kimia darah (kalsium, magnesium)
e. Kultur darah
f. Pemeriksaan TORCH, dll
10. Bila ada kecurigaan ke arah sepsis, dilakukan pemeriksaan pungsi
lumbal
11. Obat diberikan sesuai dengan hasil penilaian ulang
12. Apabila kejang masih berulang. Diazepam dapat diberikan lagi
selama 2 kali
a. Bila masih kejang terus, diberi Fenitoin (Dilatin) dalam dosis 15
mg/kgbb sebagai bolus i.v. diteruskan dalam dosis 2 mg/kgbb i.v.
setiap 2 jam
b. Untuk hipoglikemia (hasil dextrosit x/gula darah < 40 mg%)
diberi infus Dekstrose 10%
c. Untuk hipokalsemia (hasil kalsium darah < 8 mg%) diberi
Kalsium glukonas 10% 2 ml/kgbb dalam waktu 5-10 menit
d. Apabila belum teratasi juga, diberi Piridoksin 25-50 mg i.v.
Bagan Penanganan Kejang pada
8
Tanda-tanda : Tremor, hiperaktif, kejang-kejang, tiba-tiba menangis
melengking, tonus otot hilang disertai atau tidak dengan
hilangnya kesadaran, pergerakan-pergerakan yang tidak
terkendali (Involuntary movements), nistagmus atau
mata mengedip-ngedipparoksismal.
9
Kemudian diberi Fenobarbital 30 mg i.v./i.m.
Bila masih kejang diberi Fenitoin 15 mg/kg i.v. dilanjutkan
2 mg/kg tiap 12 jam
Infus Dekstrose 10% 60 cc/kg
Beri kalsium glukonas 2 ml/kg dalam waktu 5-10 menit
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:396)
10
1. Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga
skrining sepsis dan pengelolaan terhadap faktor risiko perlu
dilakukan.
2. Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga
memudahkan invasi mikroorganisme, sehingga infeksi mudah
menjadi berat dapat menimbulkan kematian dalam waktu bebrapa
jam atau beberapa hari bila tida mendapatkan pengobatan yang tepat.
3. Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada
waktu persalinan (intranatal) atau setelah lahir dan selama periode
neonatal (pasca natal).
4. Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh janin. Infeksi yang di dapat saat
persalinan terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau
dari cairan vagina, tinja, urin ibu. Semua infeksi yang terjadi setelah
lahir disebabkan oleh pemgaruh lingkungan.
5. Faktor resiko terjadinya sepsis neonatorum:
a. Ibu demam (2 minggu) sebelum dan selama persalinan
b. Ketuban pecah dini (lebih dari 18 jam)
c. Persalinan dengan tindakan
d. Timbul asfiksia pada saat lahir
e. BBLR
6. Terapi awal pada neonatus yang mengalami infeksi harus segera
dilakukan tanpa harus menunggu hasil kultur.
2.2.3 Patogenesis
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961)
membaginya dalam 3 golongan, yaitu:
1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Disini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.
Selanjutnya nfeks melalui sirkulas umbilicus dan masuk ke janin.
Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah: (a) virus,
yaitu rubella, poliomyelitis, coxsackie, variola, vaccnia, cytomegalic
inclusion; (b) spirokaeta, yaitu treponema palidum, (lues); (c) bakteri
jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E.Coli dan Listeria
monocytogenes. Tuberculosis congenital dapat terjadi melaui infeksi
plasenta. Focus pada plasenta pecah ke cairan amnion tersebut.
2. Infeksi Intranatal
11
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang
lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga
amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama ( jarak waktu
antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam)
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan
amniontis. Infeksi dapat pula terjad walaupun ketuban masih utuh
misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi
vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septic
hingga terjadi pneumonia congenital. Selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui
kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya
blenorea dan oral trush.
3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar
infeksi yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat
kontaminasi pada saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang
tidak steril atau akibat dari infeksi silang. Infeksi pascanatal ini
sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali
karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi
mendapat infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua
antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehtan Anak FK UI. 2005)
2.2.2 Diagnosis
1. Anamnesis
a. Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan
kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini.
b. Riwatat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan
persalinan yang kurang higinis.
c. Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah
d. Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium
dan berbau.
e. Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
12
f. Riwayat keadaan bayi lunglai (letargi), mengantuk atau aktivitas
berkurang atau iritabel/ rewel, bayi malas minum, demam tinggi
atau hipotermi, gangguan napas, kulit ikterus, sklerema atau
sklerederma, kejang.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
- Suhu tubuh tidak normal (hipotermi atau hipertermi), letargi
atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang.
- Malas minum padahal sebelumnya minum dengan baik.
- Iritabel atau rewel
- Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis
b. Gastrointestinal: Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali.
Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat.
c. Kulit: perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam,
sklerema, ikterik.
d. Kardiopulmoner: Takipnea, penurunan kesadaran, kejang, ubun-
ubun membenjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.
13
kurang higinis (menyokong ke arah mekonium
sepsis) 9) Malas minum sebelumnya
6) Kondisi memburuk secara cepat minum dengan baik
dan dramatis (menyokong kearah (menyokong ke arah sepsis).
sepsis).
(Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, 2007 )
3. Pemeriksaan Penunjang
Fasilitas penunjang di puskesmas biasanya jarang tersedia, sehingga
pemeriksaan atau ketajaman klisnis sangat diutamakan.
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk
menilai perubahan akibat infeksi. Dapat ditemukan adanya
leukositosis atau leukopeni, trombositopenia
b. Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan gram dari
darah.
c. Gangguan metabolik
d. Hipoglikemia atau hiperglikemi, asidosis metabolik
e. Peningkatan kadar bilirubin
4. Manajemen Umum
Dugaan Sepsis
a. Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uterin, ditemukan satu
kategori A dan satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda
khususnya (mis. Kejang). Lakukan pemantauan.
b. Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai
kecurigaan besar sepsis.
5. Kecurigaan besar sepsis
a. Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
Bila ada riwayat dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat atau (ketuban pecah dini) atau bayi
mempunyai 2 atau lebih kategori A atau lebih kategori B
b. Pada bayi umur lebih dari 3 hari
14
Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan kategori A atau tiga
atau tiga atau lebih temuan kategori B.
(Modul Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, 2007 )
2.2.4 Penanganan
1. Pertahankan tubuh bayi tetap hangat
2. ASI tetap diberikan atau diberi gula
3. Diberi injeksi antibiotika berspektrum luas
4. Penggunaan antibiotika yang banyak dan tidak terarah dapat
menyebabkan tumbuhnya jenis mikroorganisme yang tahan terhadap
antibiotika dan mengakibatkan tumbuhnya jamur yang berlebihan,
misalnya jenis candida albicans.
5. Perawatan sumber infeksi, misalnya pada infeksi tunggal tali pusat
(omfalitis) diberi salep yang mengandung neomisin dan basitrasin.
Jenis Antibiotika Dosis Frekuensi Pemberian
Injeksi Benzil Penisilin 50.000 IU/kg/kali i.m Tiap 12 jam
atau 50 mg/kg/kali i.m/i.v Tiap 8 jam
Injeksi Ampisilin
Dikombinasikan dengan
Injeksi Aminoglikosida 2,5 mg/kg/ kali i.m/i.v Tiap 12 jam
(Gentamisin)
Eritromisin 50 mg/kg/hari Dalam 3 dosis
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:387)
15
3. Kulit ikterik 3. Nanah di telinga
4. Bisul atau
pustule di kulit
PENANGANAN
PUSKESMAS 1. Pertahankan tubuh
bayi tetap hangat
(tidak hipotermia)
2. ASI tetap diberikan
atau diberi air gula
3. Injeksi antibiotika
1 kali
4. Rujuk ke rumah
sakit
5. Diberi injeksi
antibiotika
6. Dilanjutkan dengan
antibiotika oral
7. Nasehat perawatan
infeksi
8. Kontrol kembali
dalam 2 hari
RUMAH SAKIT 1. Sama seperti di atas
2. Diberi antibiotika ampisilin + gentamisin i.v.
3. Bila perlu diberikan oksigen
4. Infus untuk mencegah dehidrasi
ASI tetap diberikan
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:387)
16
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:388)
2.3.2 Patofisiologis
Penyakit tetanus neonaturus disebabkan oleh Clostridium tetani,
yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistem
saraf pusat. Spora kuman tersebut masuk ke dalam tubuh bayi melalui
pintu masuk satu-satunya, yaitu tali pusat, yang dapat terjadi pada saat
pemotongan tali pusat ketika bayi lahir maupun pada saat perawatannya
sebelum puput (terlepasnya tali pusat). Masa inkubasi 3-28 hari, rata-
rata 6 hari. Apabila masa inkubasi kurang dari 7 hari, biasanya peyakit
lebih parah dan angka kematiannya tinggi.
17
TT akan merangsang pembentukan antibodi spesifik yang
mempunyai peranan penting dalam perlindungan terhadap tetanus. Ibu
hamil yang mendapatkan imunisasi TT dalam tubuhnya akan
membentuk antibodi tetanus. Seperti difteri, antibodi tetanus terasuk
dalam golongan IgG yang mudah melewati sawar plasenta, masuk dan
menyebar melalui aliran darah ke janin ke seluruh tubuh janin, yang
akan mencegah terjadinya tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil diberikan 2 kali (2 dosis). Jarak
pemberian TT pertama dan kedua, serta jarak antara TT kedua dengan
saat kelahiran, sangat menentukan kadar atibodi tetanus dalam darah
bayi. Semakin lama interval antara pemberian TT pertama dan kedua,
serta antara TT kedua dengan kelahiran bayi, maka kadar antibodi
tetanus dalam darah bayi akan semakin tinggi, karena interval yang
panjang akan mempertinggi respon imunologik dan diperoleh cukup
waktu untuk menyeberangkan antibodi tetanus dalam jumlah yang
cukup dari tubuh ibu hamil ke tubuh bayinya. Interval imunisasi TT
dosis pertama dengan dosis kedua minimal 4 minggu.
TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita
hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan
imunisasi TT. Pada ibu hamil yang mendapatkan imunisasi TT tidak
didapatkan resiko cacat bawaan ataupun abortus dengan mereka yang
tidak mendapatkan imunisasi.
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:388)
2.3.4 Penilaian
Gejala klinik tetanus neonaturum antara lain sebagai berikut:
1. Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek karena
kejang otot rahang dan faring (tenggorok).
2. Mulut bayi mencucu seperti mulut ikan.
3. Kejang terutama apabila terkena rangsang cahaya, suara serta
sentuhan.
4. Kadang-kadang disertai sesak nafas dan wajah bayi membiru.
Tetanus neonaturum harus memenuhi kriteria berikut:
1. Bayi lahir hidup, dapat menangis dan menetek dengan normal
minimal 2 hari
18
2. Pada bulan pertama kehidupan timbul gejala sulit menetek disertai
kekakuan dan/atau kejang otot.
(Abdul Bari Saifuddin, 2009; P:389)
2.3.5 Penanganan
1. Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang
2. Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihan jalan nafas.
Pemasangan spitel lidah yang dibungkus kain untuk mencegah lidah
tergigit
3. Mencari tempat masuknya spora tetanus, umumnya di tali pusat atau
di telinga
4. Mengobati penyebab tetanus dengan anti tetanus serum (ATS) dan
antibiotika
5. Perawatan yang adekuat: kebutuhan oksigen, makanan,
keseimbangan cairan dan elektrolit
6. Penderita/bayi ditempatkan di kamar yang tenang dengan sedikit
sinar mengingat penderira sangat peka akan suara dan cahaya yang
dapat merangsag kejang
19
Tanda-tanda tali pusat kotor tali pusat kotor
infeksi lubang telinga bersih/kotor lubang telinga
bersih/kotor
Penanganan
2.3.6Pencegahan
1. Mencegah terjadinya luka dengan menjaga sterilitas pemotongan tali
pusat.
2. Perawatan yang adekuat pada tali pusat.
3. Pemberian imunisasi TT pada anak yang belum mendapat imunisasi.
20
21