Você está na página 1de 16

RESUME ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM DI RUANGAN IRD

RSUD DR. M. HAULUSSY AMBON

Disusun oleh :

KELOMPOK II
La Ode Muh. Syafar

Asni Wali

Annelies Souhoka

Livona Leuhena

Rais hamka

Maria Lumamina

KESEHATAN DAERAH MILITER XVI / PATTIMURA


AKADEMI KEPERAWATAN
2011

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Anak


Dengan Kejang Demam di Ruangan IRD
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

I. Landasan Teori Kejang Demam


A. Pengertian
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba
yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori
yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan
gejala dengan demam (Walley and Wongs edisi III,1996).
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38 c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering
dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh
adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri
atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun.
Kejang Demam Adalah Serangan kejang yang terjadi karena kenaikan
suhu tubuh (Rektal diatas 38C)

B. Etiologi
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor
otak, trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan
elektrolit, dan gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia,
overhidrasi, toksik subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan
idiopati (tidak diketahui etiologinya).
a. Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra
ventricular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom
Smith Lemli Opitz
b. Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia,
gangguan elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino,
ketergantungan dan kekurangan produksi kernikterus.
c. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :
Infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis,otitis media
akut,bronkitis

C. Manifestasi klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut,
bronkhitis, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik.
Kejang berhenti sendiri, menghadapi pasien dengan kejang demam,
mungkin timbul pertanyaan sifat kejang/gejala yang manakah yang
mengakibatkan anak menderita epilepsy.
untuk itu livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam
menjadi 2 golongan yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)
b. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam:
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal )lebih dari 38C
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik,tonik,klonik,fokal atau
akinek.Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan
reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persyarapan
3. Saat kejang tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan,cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedomanmendiagnosa kejang demam menurut Living Stone juga
dapat dijadikan pedoman untuk menentukan manifestasi klinik kejang
demam.Ada tujuh kriteria antara lain:
a. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 Menit
c. Kejang bersifat umum ( tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot
rahang )
d. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan sistem persyarapan sebelum dan setelah kejang tidak ada
kelainan
f. Pemeriksaan Elektro Enchephalogrhrapy dalam kurun waktu 1 minggu
atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
g. Frekwensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4X

D. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan diluar kranial seperti tonsilitis,otitis
media akut,bronchitis penyebab terbanyaknya adalah bakteri yang bersifat
toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapt menyebar keseluruh
tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik keseluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikan pengaturan suhu dihipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami
bahaya sistemik. Naiknya pengaturan suhu dihipotalamus akan merangsang
kenaikan suhu dibagian tubuh yang lain seperti otot,kulit sehingga terjadi
peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu dihipotalamus,otot,kulit dan jaringan tubuh yang lainakan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti Epinefrin dan
Prostaglandin.Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan
potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah yang merangsang
perpindahan ion Natrium,ion Kalium dengan cepat dari luar sel menuju
kedalam sel.Peristiwa ini yang diduga dapat menaikan fase depolarisasi
neuron dengan cepat sehingga timbul kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami
penurunan respon kesadaran,otot ekstrimitas maupun bronkus juga mengalami
spasme sehigga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan napas
oleh penutupan lidah dan spasme.

E. Klasifikasi kejang
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan
dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik,
kejang tonik dan kejang mioklonik.
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan
rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan
komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa
pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang
tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap
epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi
selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan
pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis
kejang klonik fokal berlangsung 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik,
tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat
trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati
metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda
kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada
kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien Kejang demam yang pertama.
Pada bayi-bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga fungsi
lumbal harus dilakukan pada bayi berumur kurang dari 18 bulan.
Elektroensephalografi (EEG) ternyata kurang mempunyai nilai
prognostik.EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk menduga
kemungkinan terjadinya efilefsi atau kejang demam berulang dikemudian hari.
Saat ini pemeriksaan EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam
sederhana.Pemeriksaan labolaturim rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.

G. Diagnosa Banding
Adapun diagnosis banding kejang pada anak adalah gemetar, apnea dan
mioklonus nokturnal benigna.
1. Gemetar
Gemetar merupakan bentuk klinis kejang pada anak tetapi sering
membingungkan terutama bagi yang belum berpengalaman. Keadaan ini
dapat terlihat pada anak normal dalam keadaan lapar seperti hipoglikemia,
hipokapnia dengan hiperiritabilitas neuromuskular, bayi dengan
ensepalopati hipoksik iskemi dan BBLR. Gemetar adalah gerakan tremor
cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan sama, kadang-kadang
bentuk gerakannya menyerupai klonik .
2. Apnea
Pada BBLR biasanya pernafasan tidak teratur, diselingi dengan henti
napas 3-6 detik dan sering diikuti hiper sekresi selama 10 15 detik.
Berhentinya pernafasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung,
tekanan darah, suhu badan, warna kulit. Bentuk pernafasan ini disebut
pernafasan di batang otak. Serangan apnea selama 10 15 detik terdapat
pada hampir semua bagi prematur, kadang-kadang pada bayi cukup bulan.
Serangan apnea tiba-tiba yang disertai kesadaran menurun pada BBLR
perlu di curigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan batang
otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dilakukan. Serangan Apnea yang
termasuk gejala kejang adalah apabila disertai dengan bentuk serangan
kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
3. Mioklonus Nokturnal Benigna
Gerakan terkejut tiba-tiba anggota gerak dapat terjadi pada semua
orang waktu tidur. Biasanya timbul pada waktu permulaan tidur berupa
pergerakan fleksi pada jari persendian tangan dan siku yang berulang.
Apabila serangan tersebut berlangsung lama dapat dapat disalahartikan
sebagai bentuk kejang klonik fokal atau mioklonik.
Mioklonik nokturnal benigna ini dapat dibedakan dengan kejang dan
gemetar karena timbulnya selalu waktu tidur tidak dapat di stimulasi dan
pemeriksaan EEG normal. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan
Penyebab Lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan,khususnya
meningitis.Adanya sumber infeksi seperti OMA tidak menyingkirkan
meningitis dan jika pasien tidak mendapat antibiotik maka perlu pertimbangan
fungsi lumbal.

H. Penatalaksanaan
Ada 3 hal pentingyang perlu dikerjakan yaitu ;
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri.Pada waktu kejang pasien
dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas
harus bebas agar oksigenisasi terjamin.Perhatikan keadaan vital
kesadaran,tekanan darah ,suhu, pernapasan dan fungsi jantung suhu tubuh
yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan pemberian
antiperitik
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah Diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis Diazepam IV 0,3-0,5mg/kg
BB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg.
Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,hentikan penyuntikan
tunggu sebentar,dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut.Bila
Diazepam IV tidak tersedia atau pemberianya sulit gunakan diazepam
intrarectal5mg(BB < 10kg) atau 10mg ( BB > 10kg) Bila kejang tidak
berhenti dapat diulang selang 5menit kemudian.bila tidak berhenti juga
berikan Fenitoin dengan dosis awal 10-20mg/kg BB secara IV perlahan
lahan 1 mg/kg BB/menit. Setelah pemberian Fenitoin,harus dilakukan
pembilasan dengan NaCL fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan
dapat menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam,dilanjutkan dengan Fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti.Dosis awal untuk bayi 1bulan-
1tahun50mg dan 1tahun keatas 75mg secara IM.Empat jam kemudian
berikan Fenobarbital dosis rumat.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama walupun
demikian kebanyakan dokter melakukan fungsi lumbal hanya pada kasus
yang dicurigai sebagai meningitis misalnya bila ada gejala meningitis atau
bila kejang demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam
Ada 2 cara profilaksis Yaitu:
a. Profilaksis intermiten saat demam
b. Profilaksis terus-menerus Dengan Antikonvultan setiap hari
II. Landasan Teori Keperawatan Kejang Demam
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai
karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti
pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk
waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi
faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan
kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus /
kekuatan otot. Gerakan involunter
b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi
dengan penurunan nadi dan pernafasan
c. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan
keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan
d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih
dan tonus spinkter
e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
f. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi
serebra
g. Riwayat jatuh / trauma

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot.
b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular
c. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
e. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko terjadinya trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan,
meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
a. Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.
b. Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.
c. Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
d. Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
e. Lindungi klien dari trauma atau kejang.
f. Berikan kenyamanan bagi klien.
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan

Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neuromuscular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak
ada, RR dalam batas normal
Intervensi
a. Observasi tanda-tanda vital,
b. Atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
c. Lakukan penghisapan lendir,
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy

Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
a. Kaji factor pencetus kejang.
b. Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
c. Ukur tanda-tanda vital.
d. Lindungi anak dari trauma.
e. Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.

Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
a. Kaji tingkat mobilisasi klien.
b. Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.
c. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.
d. Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.

Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien
tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
a. Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
b. Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
c. Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui
penkes.
d. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti.
e. Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.

4. EVALUASI
a. Cidera / trauma tidak terjadi
b. Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
c. Aktivitas kejang tidak berulang
d. Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
e. Pengetahuan keluarga meningkat
Penyimpangan KDM kejang demam

Proses infeksi Peningkatan


mukus

Perubahan Peningkatan suhu Bersihan jalan


status tubuh (hipertermi) nafas inefektif

kesehatan pada
anak Peningkatan
metabolisme otak dan
kebutuhan O2
Koping orang
Mengubah
Kurang tua/keluarga
keseimbangan
pemahaman tidak efektif
membran sel
masih ada pada
orang tua dan
Terjadi lepasan
anak
muatan listrik yang
besar
Kecemasan Relaksasi lidah
orang tua
Kurang
pengetahuan
orang tua
Meluas ke seluruhan Gangguan
sel sekitarnya melalui pernapasan otak
neurotransmitter

Terjadi kejang Berkurangnya


koordinasi otot

Resiko kejang
berulang Resiko
terjadinya
trauma/cedera

Resume Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Anak


Dengan Kejang Demam di Ruangan IRD
RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

A. Identitas Pasien
Nama : a/ C H
Umur : 3,5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat : Galala (Lampu Lima)
No. Medrik : 09 20 73
Diagnosa medis : Kejang Demam

B. Data Pengkajian
1. Keluhan utama masuk RS : Orang tua mengatakan anaknya Panas
tinggi
2. Riwayat keluhan utama : Orang tua mengatakan anaknya tiba-
tiba panas tinggi dan beberapa saat kemudian anaknya kejang lalu orang tua
memutuskan untuk membawanya ke RS.
3. Keluhan yang menyertai : Orang tua mengatakan anaknya kejang
1 kali di rumah selama 5 menit, pada saat kejang mulut dan rahang tertutup
rapat dan kedua kaki ditekuk, menggigil saat di rumah.
4. Pemeriksaan fisik
a. Airway : Tidak ada kelainan
b. Brithing : Tidak ada kelainan
c. Circulation : Nadi cepat, tidak ada sianosis
d. Disability : Compos mentis
e. Exprosure : Tidak ada kelainan
f. Full vital sign
1) TD :-
2) Suhu : 38,7 0C
3) Nadi : 120 x/m
4) Pernapasan : 24 x/m

g. Give comfort :
h. Head to toe assesment
1) Konjungtiva : Merah muda, tidak ada kelainan
2) Kuku : Merah muda, tidak ada kelainan
3) Kulit : Merah muda, tidak ada kelainan
4) KU : Lemah
i. Inspection : Tidak trauma tulang belakang

b. Therapy
a. IVFD Dextrosa 18 tts/m
b. Cefotaxime 3 x 500 mg/IV
c. Stesolit k/p

C. Klasifikasi Data
1. Data Subjektif
Orang tua mengatakan :
a. Anaknya panas tinggi
b. Anaknya kejang 1 kali di rumah selama 5 menit
c. Pada saat kejang mulut dan rahang tertutup rapat dan kedua
kaki ditekuk
d. Anaknya menggigil saat di rumah.
2. Data Objektif
a. Tanda-tanda Vital
1) Suhu : 38,7 0C
2) Nadi : 120 x/m
3) Pernapasan : 24 x/m
b. Kulit teraba panas
c. Anak tampak gelisah
d. KU lemah

D. Analisa data
Data Etiologi Masalah
1. Data Subjektif Peningkatan Resiko kejang
Orang tua mengatakan :
suhu tubuh berulang
a. Anaknya panas tinggi
b. Anaknya kejang 1 kali di rumah (hipertermi)
selama 5 menit
c. Pada saat kejang mulut dan rahang
tertutup rapat dan kedua kaki
ditekuk
d. Anaknya menggigil saat di rumah.
Data Objektif
a. Tanda-tanda Vital
Suhu : 38,7 0C
Nadi : 120 x/m
Pernapasan : 24 x/m
b. Kulit teraba
panas
c. KU lemah

E. Diagnosa keperawatan
1. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang ditandai
dengan :
Data Subjektif
Orang tua mengatakan :
a. Anaknya panas tinggi
b. Anaknya kejang 1 kali di rumah selama 5 menit
c. Pada saat kejang mulut dan rahang tertutup rapat dan kedua kaki ditekuk
d. Anaknya menggigil saat di rumah.

Data Objektif
a. Tanda-tanda Vital
Suhu : 38,7 0C
Nadi : 120 x/m
Pernapasan : 24 x/m
b. Kulit teraba panas
c. KU lemah

F. Prinsip Tindakan dan Rasional


1. Mengukur tanda-tanda vital
Hasil :
Suhu : 38,7 0C
Nadi : 114 x/m
Pernapasan : 28 x/m
Rasional
Sebagai indikator untuk melanjutkan intervensi selanjutnya

2. Pemasang infus dextrosa 18 tts/m

Rasional
Cairan yang dibutuhkan untuk mencegah dehidrasi

3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy cefotaxime 500


mg atau 2,5 cc secara IV

Rasional
Sebagai obat antibiotik

4. Memberi kompres dingin pda daerah dahi

Rasional
Pada saat dikompres panas tubuh akan berpindah ke media yang
digunakan untuk mengompres karena suhu tubuh relatif lebih tinggi serta
terjadi vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi penguapan dari panas
tubuh dan terjadi penurunan suhu tubuh

G. Tujuan Tindakan
1. Aktifitas kejang tidak berulang
2. Suhu tubuh menurun sampai normal

H. Hasil yang Diharapkan


1. Kejang dapat dikontrol
2. Suhu tubuh kembali normal

I. Evaluasi Diri
1. Perawat dapat melakukan tindakan
2. Perawat dapat melakukan tindakan secara
baik dan benar
3. Perawat dalam melakukan tindakan dengan
menggunakan prinsip 7 benar
DAFTAR PUSTAKA

Buku Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 2. Marrylin Doengoes, dkk Tahun 2000

http//askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan-2591.html.

http//Khaidirmuhaj.blogspot.com/2009//02/askep-anak-kejang-demam.html.

http://www.mantri-suster.co.cc/2010/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-kejang.html

http://as-kep.blogspot.com/2009/07/kejang-demam-pada-anak.html

Você também pode gostar