Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
AFRIKA SELATAN
A. Unsur Intrinsik
Diksi
Subagio Sastrowardjojo menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa sehari-hari. Hal ini
disebabkan bahasa sehari-hari belum cukup melukisakan apa yang dirasakannya.
Tapi kulitku hitam.
Dan sorga bukan tempatku berdiam.
Penyair memilih kata bukan tempatku berdiam yang artinya sama dengan aku tidak pantas di
surga. Tetapi penyair memilih kata-katanya dengan tepat. Dalam bait tersebut terpancar sikap dan
rasa hormat penyair yang menghormati kaum kulit hitam. Selain itu pemilihan kata yang tepat oleh
penyair dapat dilihat pada bait pertama.
Selain itu, dalam puisi Afrika Selatan pengarang juga mempergunakan kata- kata bahasa daerah.
Misalnya dalam puisi tersebut kata sepur.
Dalam puisi Subagio tersebut, aku dipersamakan dengan bumi lata, iblis laknat, dosa melekat, dan
sampah di tengah jalan.
Citraan
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup
dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan
dalam puisi ini disebut citraan (imagery).
Di dalam puisi Afrika Selatan karya Subagio Sastrowardjojo, terdapat beberapa pencitraan.
Diantaranya citraan penglihatan seperti dibawah ini.
Biografi
Nama Lengkap : Soebagio Sastrowardoyo
Profesi : -
Tempat Lahir : Madiun, Jawa Timur
Tanggal Lahir : Rabu, 1 Februari 1984
Zodiac : Aquarius
Warga Negara : Indonesia
Subagio Sastrowardoyo adalah seorang dosen, penyair, penulis cerita pendek dan esai, serta
kritikus sastra asal Indonesia. Subagio dilahirkan oleh ayah seorang pensiunan Wedana Distrik
Uteran, Madiun, yang bernama Sutejo dan ibunya yang bernama Soejati. Subagio menikah dan
dikaruniai tiga orang anak. Selama bertahun-tahun, ia adalah direktur perusahaan penerbitan Balai
Pustaka.
Dalam sastra Indonesia, Subagio lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas
pada puisi. Nama Subagio dicatat pertama kali dalam dunia perpuisian Indonesia ketika kumpulan
puisinya, Simphoni, terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Kreativitas Subagio tidak terbatas sebagai
penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis. Bahkan cerpennya yang
berjudul Kejantanan di Sumbing pernah mendapatkan hadiah sebagai cerpen terbaik.
Dalam cerpen dan sajak-sajaknya, Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang
oleh nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba mempertahankan
kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat naluriahnya. Puisi-puisi Subagio dinilai mempunyai bobot
filosofis yang tinggi dan mendalam serta tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan
lambang dalam puisinya digunakannya secara dewasa dan matang. Sementara esai-esainya
banyak menyelami latar persoalan manusia Indonesia sekarang secara jujur dan tajam.
Subagio meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 di usia 72 tahun.
PENDIDIKAN
1. Hadiah Sastra Dewan Kesenian Jakarta (1983) untuk karyanya Sastra Hindia Belanda dan
Kita
2. Hadiah Pertama dari majalah Kisah (1995) untuk cerpennya "Kedjantanan di Sumbing"
3. Hadiah dari majalah Horison untuk puisinya "Dan Kematian pun Semakin Akrab" yang
dimuat dalam majalah itu tahun 1966/1967
4. Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970) untuk kumpulan puisinya Daerah
Perbatasan
5. Penghargaan South East Asia Write Award (SEA Write Award) dari Kerajaan Thailand pada
tahun 1991 untuk kumpulan puisinya Simponi Dua