Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
OLEH:
NURUL QAMARIYAH (08360156)
BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Rasa syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan
anugerah-Nya sehinnga saya bisa menyelesaikan laporan ini tanpa kesulitan yang mendalam.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu saya sampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. F. X. Eddy Sugiharto, selaku Kepala sekolah SMPN 12 Malang;
2. Ibu Tutik Suprapti, S.Pd., M.Si., selaku Guru Pamong;
3. Ibu Dra. Puji Rahayu selaku Guru BK;
4. Bapak Drs. Samsun Hadi, MS ., selaku Dosen Pembimbing Lapangan;
5. Seluruh staf dan karyawan SMPN 12 Malang;
6. Bapak Waid (fiktif) dan Ibu Subaidah (fiktif) selaku orang tua siswa;
7. Ahmad Kifli (fiktif) selaku objek penelitian, sudah bersedia diteliti;
8. Semua pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini.
Tanpa bantuan dari berbagai pihak tersebut di atas, saya akan mengalami banyak
kesulitan dalam menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih mempunyai banyak kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu saya mohon maaf. Serta tak lupa juga saya mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Laporan Layanan Bimbingan Siswa oleh Nurul Qamariyah diperiksa dan disetujui pada
tanggal ......Maret 2012.
Mengetahui,
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan
D. Metode Pengumpulan Data...
E. Analisis Dokumenter.
F. Manfaat.
G. Profil Lembaga..
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar.
B. Pengertian Kesulitan Belajar.
C. Jenis Kesulitan Belajar..
D. Kriteria atau Patokan Kesulitan Belajar
E. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
F. Ciri-ciri Anak Kesulitan Belajar...
BAB III. PENANGANAN KASUS
A. Identitas Subyek..
B. Permasalahn.
C. Gambaran Subyek
D. Pembahasan..
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan..
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelajar memiliki tingkat motivasi dan kecerdasan yang berbeda, berbeda sikap terhadap
pembelajaran dan pengajaran, memberi respon yang berbeda kepada lingkungan ruang kelas
dan praktek pengajaran. Pelajar belajar dalam berbagai cara yaitu dengan melihat dan
mendengar, merefleksi dan melakukan, berpikir secara logis dan intuitif, dan menghafal,
mengingat dan menggambarkan.
Pembelajaran tidak hanya berhubungan dengan penambahan pengetahuan dan mengingat
kembali informasi yang dipelajari tetapi merupakan aktifitas menguasai konsep dan
memahami informasi pengetahuan dan seterusnya dapat mengaplikasikannya ke dalam
kehidupan (Hargreaves, 1996). Pembelajaran melibatkan usaha mengusai keterampilan dan
pengetahuan di samping membentuk sikap. Penelitian dalam psikologi dan menunjukkan
individu memiliki keterampilan yang berbeda memproses informasi. Metode tersendiri
individu mencari, menyimpan dan mereproduksi informasi dikenal sebagai gaya
pembelajaran (Felder dan Henriques,1995). Maka untuk berhasil, individu siswa harus
memiliki sifat belajar dan menguasai metode belajar untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan.
Pada umumnya belajar banyak ditemukan di sekolah. Para siswa mendapatkan bimbingan
belajar sehingga meminimalis banyaknya siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dan
siswa bekerja sama untuk dapat menemukan jalan terbaik, sehingga mendapatkan solusi
ketika siswa mendapatkan kesulitan dalam belajar. Bersamaan dari ini, guru tidak hnya
memberi materi pelajaran tetapi juga membimbing, mengarahkan dan mengembangkan
pribadi siswa sehingga dikatakan sebagai fasilitator siswa untuk mencapai tujuan.
Kesulitan belajar seringkali dialami oleh siswa. Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh
The United States Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003 : 06)
menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan.
Semua siswa dapat mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat dialami oleh
anak dengan bakat dan tingkat intelegensi rendah, normal dan tinggi. Meskipun mereka ada
yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi, mereka juga bisa mendapatkan kesulitan belajar
karena sebuah proses belajar mesti ada hambatan meskipun itu sangat kecil kemungkinannya.
Pemecahan masalah dalam kesuitan belajar sangat dibutuhkan. Untuk itu, studi kasus
adalah salah satu solusi untuk dapat mengetahui kesulitan belajar seperti apa yang dialami
oleh siswa. Cara ini dilakukan agar mereka dapat menemukan suatu jalan untuk mengurangi
kesulitan belajar yang mereka alami sehingga menjadi salah satu solusi yang dapat mereka
gunakan.
Berdasarkan gambaran di atas, maka dalam penyusunan studi kasus ini akan dibahas
masalah yang dihadapi oleh salah satu siswa SMPN I2 MALANG yang bernama Bimo
Satriyo Wibowo (7403) kelas dua, serta alternatip pemecahan masalah sesuai dengan masalah
yang dihadapi oleh siswa tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Termasuk dalam kesulitan belajar apakah yang dihadapi oleh objek penelitian?
2. Apa faktor-faktor kesulitan yang dialami oleh objek penelitian?
3. Bagaimana solusi yang baik untuk meminimalis kesulitan belajar yang dihadapi oleh
objek penelitian?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan studi kasus sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui termasuk dalam kesulitan belajar apakah yang dihadapi oleh objek
penelitian;
2. Untuk mengetahui faktor-faktor kesulitan yang dialami oleh objek penelitian;
3. Untuk mengetahui solusi yang baik untuk meminimalis kesulitan belajar yang
dihadapi oleh objek penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam observasi, peneliti datang ke sekolah untuk mengetahui kondisi belajar siswa.
Kemudian peneliti mencatat hal penting yang terjadi dalam proses belajar mengajar di kelas
pada saat itu. Catatan kecil yang dibuat oleh peniliti sangat berguna sebagi data yang valid
untuk diteliti.
2. Wawancara
Dalam wawancara, peneliti memilih lima objek untuk diwawancarai agar mendapatkan
data yang kuat dan valid untuk diteliti, yaitu:
1. Guru pamong;
2. Guru BK;
3. Orangtua;
4. Siwa yang bersangkutan selaku objek penelitian
5. Teman-teman objek penelitian
Wawancara yang dilakukan secara singkat namun langsung mengenai inti pembahasan,
dilakukan peneliti di sekolah dan di rumah objek penelitian. Wawancara tersebut dilakukan
tanpa merekam pembicaraan objek yang diwawancara, tetapi mencatat hal-hal penting yang
ada dalam wawancara tersebut.
3. Angket
Penulis memberikan angket pada siswa untuk mengetahui data pribadi dan kebiasaan
belajar siswa sehingga penulis dapat mengidentifikasi dan memberikan solusi terhadap
permasalahan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
4. Metode dokumentasi
Dalam metode dokumentasi, peneliti mengambil gambar keadaan proses belajar mengajar
siswa di kelas dan keadaan sekolah. Serta peneliti menghitung jumlah siswa dalam kelas dan
guru dalam sekolah.
Peneliti juga mengambil hasil belajar siswa dalam bentuk raport. Sehingga peneliti bisa
mengetahui lebih jauh tentang kemampuan siswa dalam belajar.
F. Profil Lembaga
Nama Sekolah : SMPN 12 MALANG
NSS : 201056105081
Alamat Sekolah : Jl. S. Supriyadi No. 49
Malang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi anatra stimulus dan respon. Sesorang dianggap telah belajar sesuatu apabila
ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang
terpenting masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
output.
Menrut Watson, belajar adalah proses antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observasi) dan dapat
diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam
diri seseorang dalam proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai factor yang tak peru
diperhitungkan.
Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang merangsang terjadinya proses belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa
pikiran, perasaan, atau tindakan/gerakan. Dari definisi ini, maka menurut Thorndike
perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud konkrit yaitu yang
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati.
Depdikanas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun
makna/pemahaman terhadap dan/atau pemahaman. Proses membangun makna tersebut dapat
dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi,
pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap
pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa
berbeda-beda padahal mendapatkan pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada
saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun
pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam
membangun gagasannya.
B. Kesulitan Belajar
Siswa atau peserta didik merupakan unsur terpenting dalam suatu proses kegiatan belajar
mengajar. Setiap guru berkeingingan agar siswa memperoleh hal yang optimal dari hasil
belajarnya. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan hasil yang
diharapakan. Orang tua, masyarakat dan siswa sendiri kurang mengetahui mengapa dan apa
yang terjadi sehingga siswa mendapatkan hasil yang rendah. Hal semacam itu dapat
dikatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang
bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Kegagalan
belajar ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau
tingkat penguasaan minimal dalam pengajaran tertentu, siswa tidak dapat mencapai prestasi
yang semenstinya sesuai dengan potensinya, siswa gagal kalau tidak dapat mewujudkan tugas
tugas perkembangannya, dan lain lain.
Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau
prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang
demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan
dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan belajar spesifik, serta faktor
psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat
belajar.
Kesulitan belajar ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi
dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di
dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan
perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan
berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang
berbeda, baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun social-emosional.
Mengandung makna suatu proses belajar yang terganggu karena adanya respon-respon
tertentu yang bertentangan atau tidak sesuai. Gejala semacam ini kemungkinan dialami oleh
siswa yang kurang berminat terhadap suatu mata pelajaran tertentu, tetapi harus mempelajari
karena tuntutan kurikulum. Kondisi semacam ini menimbulkan berbagai gangguan seperti
berkurangnya intensitas kegiatan-kegiatan belajar atau bahkan mogok belajar.
Kesulitan ini berupa ketidakmampuan belajar karena berbagai sebab. Siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil yang dicapai berada di bawah potensi
intelektualnya. Penyebabnya beraneka ragam, mungkin akibat perhatian dan dorongan orang
tua yang kurang mendukung atau masalah emosional dan mental.
Gangguan belajar ini berupa gejala proses belajar yang tidak berfungsi dengan baik
karena adanya gangguan syaraf otak sehingga terjadi gangguan pada salah satu tahap dalam
proses belajarnya. Kondisi semacam ini mengganggu kelancaran proses belajar secara
keseluruhan.
Siswa semacam ini memperlihatkan gejala belajar lambat atau dapat dikatakan proses
perkembangannya lambat. Siswa tidak mampu menyelesaikan pelajaran atau tugas-tugas
belajar dalam batas waktu yang sudah ditetapkan. Mereka membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang normal.
Siswa semacam ini memiliki hasrat belajar rendah di bawah potensi yang ada padanya.
Kecerdasannya tergolong normal, tetapi karena sesuatu hal, proses belajarnya terganggu
sehingga prestasi belajar yang diperolehnya tidak sesuai dengan kemampuan potensial yang
dimilikinya.
Dengan mengetahui adanya jenis-jenis kesulitan belajar, guru sebagai salah satu
komponen dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu mengenali kesulitan belajar
yang dihadapi anak didiknya dan berupaya memberi bantuan seoptimal mungkin. Dengan
demikian diharapkan siswa yang bermasalah dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar
dengan baik.
Manisfestasi gejala kesulitan belajar bermacam-macam seperti hasil belajar rendah, sikap
acuh tak acuh, sering berbuat onar, murung, suka membolos dan sebagainya. Untuk itu
dibutuhkan suatu kriteria atau patokan untuk menandai apakah siswa dapat diperkirakan
mengalami kesulitan belajar ataukah tidak.
Menurut Darsono (2000:43) kriteria atau patokan kesulitan belajar ditetapkan melalui:
1. Tujuan Pendidikan
Prestasi belajar yang dicapai siswa tergantung pada tingkat potensi (kemampuannya) baik
yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung memperoleh
prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya. Jadi siswa yang mengalami kesulitan belajar
adalah siswa yang tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan potensinya.
4). Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai siswa akan nampak dalam seluruh kepribadiannya. Setiap
proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam semua aspek kepribadian siswa. Siswa
yang berhasil dalam belajarnya tidak sekedar menjadi orang pandai, tetapi juga akan
memiliki perubahan pola-pola kepribadian tertentu yang sesuai dengan tujuan yang
ditetapkannya. Sebaliknya siswa yang mengalami kesulitan belajar menunjukan pola-pola
perilaku atau kepribadian yang menyimpang seperti sikap acuh tak acuh, sering membolos,
berdusta, berbuat onar dan sebagainya.
Dengan adanya kriteria atau patokan kesulitan belajar di atas guru akan dapat mengetahui
siswa-siswa mana yang sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa yang
belum berhasil menguasai bahan. Dengan petujuk ini guru dapat lebih memusatkan
perhatiannya kepada siswa yang belum berhasil sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.