Você está na página 1de 23

LAPORAN STUDI KASUS

SLOW LEARNER DAN KURANGNYA MINAT BELAJAR


PADA SISWA KELAS 8-A DI SMPN 12 MALANG
TAHUN AJARAN 2011-2012

OLEH:
NURUL QAMARIYAH (08360156)

BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012
KATA PENGANTAR
Rasa syukur selalu saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan
anugerah-Nya sehinnga saya bisa menyelesaikan laporan ini tanpa kesulitan yang mendalam.
Dalam penyusunan laporan ini, saya mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk
itu saya sampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. F. X. Eddy Sugiharto, selaku Kepala sekolah SMPN 12 Malang;
2. Ibu Tutik Suprapti, S.Pd., M.Si., selaku Guru Pamong;
3. Ibu Dra. Puji Rahayu selaku Guru BK;
4. Bapak Drs. Samsun Hadi, MS ., selaku Dosen Pembimbing Lapangan;
5. Seluruh staf dan karyawan SMPN 12 Malang;
6. Bapak Waid (fiktif) dan Ibu Subaidah (fiktif) selaku orang tua siswa;
7. Ahmad Kifli (fiktif) selaku objek penelitian, sudah bersedia diteliti;
8. Semua pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini.
Tanpa bantuan dari berbagai pihak tersebut di atas, saya akan mengalami banyak
kesulitan dalam menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih mempunyai banyak kekurangan dan
kesalahan, maka dari itu saya mohon maaf. Serta tak lupa juga saya mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 17 Maret 2012


Penyusun,
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Layanan Bimbingan Siswa oleh Nurul Qamariyah diperiksa dan disetujui pada
tanggal ......Maret 2012.

Guru Pamong, Konselor,

Tutik Suprapti, S.Pd., M.Si Dra. PUJI RAHAYU

NIP. 196108141986032010 NIP.19620228 198803 2 001

Mengetahui,

Kepala SMA Negeri 12 Malang, Dosen


Pembimbing Lapangan,

Drs. FX. Edi Sugiharto Drs. Samsun Hadi, MS

NIP. 1951121119800310009 NIP. 10490090191


DAFTAR ISI
Lembar Judul
Kata Pengantar
Lembar Persetujuan
Daftar Isi.

BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..
B. Rumusan Masalah.
C. Tujuan
D. Metode Pengumpulan Data...
E. Analisis Dokumenter.
F. Manfaat.
G. Profil Lembaga..
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Pengertian Belajar.
B. Pengertian Kesulitan Belajar.
C. Jenis Kesulitan Belajar..
D. Kriteria atau Patokan Kesulitan Belajar
E. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
F. Ciri-ciri Anak Kesulitan Belajar...
BAB III. PENANGANAN KASUS
A. Identitas Subyek..
B. Permasalahn.
C. Gambaran Subyek
D. Pembahasan..
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan..
B. Saran
Daftar Pustaka
Lampiran.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelajar memiliki tingkat motivasi dan kecerdasan yang berbeda, berbeda sikap terhadap
pembelajaran dan pengajaran, memberi respon yang berbeda kepada lingkungan ruang kelas
dan praktek pengajaran. Pelajar belajar dalam berbagai cara yaitu dengan melihat dan
mendengar, merefleksi dan melakukan, berpikir secara logis dan intuitif, dan menghafal,
mengingat dan menggambarkan.
Pembelajaran tidak hanya berhubungan dengan penambahan pengetahuan dan mengingat
kembali informasi yang dipelajari tetapi merupakan aktifitas menguasai konsep dan
memahami informasi pengetahuan dan seterusnya dapat mengaplikasikannya ke dalam
kehidupan (Hargreaves, 1996). Pembelajaran melibatkan usaha mengusai keterampilan dan
pengetahuan di samping membentuk sikap. Penelitian dalam psikologi dan menunjukkan
individu memiliki keterampilan yang berbeda memproses informasi. Metode tersendiri
individu mencari, menyimpan dan mereproduksi informasi dikenal sebagai gaya
pembelajaran (Felder dan Henriques,1995). Maka untuk berhasil, individu siswa harus
memiliki sifat belajar dan menguasai metode belajar untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan.
Pada umumnya belajar banyak ditemukan di sekolah. Para siswa mendapatkan bimbingan
belajar sehingga meminimalis banyaknya siswa yang mengalami kesulitan belajar. Guru dan
siswa bekerja sama untuk dapat menemukan jalan terbaik, sehingga mendapatkan solusi
ketika siswa mendapatkan kesulitan dalam belajar. Bersamaan dari ini, guru tidak hnya
memberi materi pelajaran tetapi juga membimbing, mengarahkan dan mengembangkan
pribadi siswa sehingga dikatakan sebagai fasilitator siswa untuk mencapai tujuan.
Kesulitan belajar seringkali dialami oleh siswa. Kesulitan belajar yang didefenisikan oleh
The United States Office of Education (USOE) yang dikutip oleh Abdurrahman (2003 : 06)
menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan.
Semua siswa dapat mengalami kesulitan belajar. Kesulitan belajar dapat dialami oleh
anak dengan bakat dan tingkat intelegensi rendah, normal dan tinggi. Meskipun mereka ada
yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi, mereka juga bisa mendapatkan kesulitan belajar
karena sebuah proses belajar mesti ada hambatan meskipun itu sangat kecil kemungkinannya.
Pemecahan masalah dalam kesuitan belajar sangat dibutuhkan. Untuk itu, studi kasus
adalah salah satu solusi untuk dapat mengetahui kesulitan belajar seperti apa yang dialami
oleh siswa. Cara ini dilakukan agar mereka dapat menemukan suatu jalan untuk mengurangi
kesulitan belajar yang mereka alami sehingga menjadi salah satu solusi yang dapat mereka
gunakan.
Berdasarkan gambaran di atas, maka dalam penyusunan studi kasus ini akan dibahas
masalah yang dihadapi oleh salah satu siswa SMPN I2 MALANG yang bernama Bimo
Satriyo Wibowo (7403) kelas dua, serta alternatip pemecahan masalah sesuai dengan masalah
yang dihadapi oleh siswa tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Termasuk dalam kesulitan belajar apakah yang dihadapi oleh objek penelitian?
2. Apa faktor-faktor kesulitan yang dialami oleh objek penelitian?
3. Bagaimana solusi yang baik untuk meminimalis kesulitan belajar yang dihadapi oleh
objek penelitian?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan studi kasus sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui termasuk dalam kesulitan belajar apakah yang dihadapi oleh objek
penelitian;
2. Untuk mengetahui faktor-faktor kesulitan yang dialami oleh objek penelitian;
3. Untuk mengetahui solusi yang baik untuk meminimalis kesulitan belajar yang
dihadapi oleh objek penelitian.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Dalam observasi, peneliti datang ke sekolah untuk mengetahui kondisi belajar siswa.
Kemudian peneliti mencatat hal penting yang terjadi dalam proses belajar mengajar di kelas
pada saat itu. Catatan kecil yang dibuat oleh peniliti sangat berguna sebagi data yang valid
untuk diteliti.

2. Wawancara
Dalam wawancara, peneliti memilih lima objek untuk diwawancarai agar mendapatkan
data yang kuat dan valid untuk diteliti, yaitu:
1. Guru pamong;
2. Guru BK;
3. Orangtua;
4. Siwa yang bersangkutan selaku objek penelitian
5. Teman-teman objek penelitian
Wawancara yang dilakukan secara singkat namun langsung mengenai inti pembahasan,
dilakukan peneliti di sekolah dan di rumah objek penelitian. Wawancara tersebut dilakukan
tanpa merekam pembicaraan objek yang diwawancara, tetapi mencatat hal-hal penting yang
ada dalam wawancara tersebut.
3. Angket
Penulis memberikan angket pada siswa untuk mengetahui data pribadi dan kebiasaan
belajar siswa sehingga penulis dapat mengidentifikasi dan memberikan solusi terhadap
permasalahan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.
4. Metode dokumentasi
Dalam metode dokumentasi, peneliti mengambil gambar keadaan proses belajar mengajar
siswa di kelas dan keadaan sekolah. Serta peneliti menghitung jumlah siswa dalam kelas dan
guru dalam sekolah.
Peneliti juga mengambil hasil belajar siswa dalam bentuk raport. Sehingga peneliti bisa
mengetahui lebih jauh tentang kemampuan siswa dalam belajar.

E. Manfaat Studi Kasus


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :
1. Bagi siswa
Dengan mengetahui faktor-faktor kesulitan belajar, diharapkan siswa dapat
berperan aktif dalam proses belajar mengajar sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar pada jenjang berikutnya.
2. Bagi guru
Penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi tentang faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar siswa sehingga guru dapat meningkatkan kemampuan
dalam proses pembelajarannya.

3. Bagi lembaga atau pihak sekolah


Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun kebijakan
dan strategi pengembangan pendidikan dalam usaha meningkatkan prestasi belajar
siswa.

F. Profil Lembaga
Nama Sekolah : SMPN 12 MALANG
NSS : 201056105081
Alamat Sekolah : Jl. S. Supriyadi No. 49
Malang
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi anatra stimulus dan respon. Sesorang dianggap telah belajar sesuatu apabila
ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk
perubahan yang dialami oleh siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan
cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori ini yang
terpenting masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa
output.
Menrut Watson, belajar adalah proses antara stimulus dan respon, namun stimulus dan
respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observasi) dan dapat
diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam
diri seseorang dalam proses belajar, namun ia hal-hal tersebut sebagai factor yang tak peru
diperhitungkan.
Menurut Thorndike menyatakan bahwa belajar adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang merangsang terjadinya proses belajar seperti
pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon yaitu interaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa
pikiran, perasaan, atau tindakan/gerakan. Dari definisi ini, maka menurut Thorndike
perubahan tingkah laku akibat dari kegiatan belajar itu dapat berwujud konkrit yaitu yang
dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati.
Depdikanas (2003) mendefinisikan belajar sebagai proses membangun
makna/pemahaman terhadap dan/atau pemahaman. Proses membangun makna tersebut dapat
dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi,
pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap
pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa
berbeda-beda padahal mendapatkan pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada
saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun
pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam
membangun gagasannya.

B. Kesulitan Belajar
Siswa atau peserta didik merupakan unsur terpenting dalam suatu proses kegiatan belajar
mengajar. Setiap guru berkeingingan agar siswa memperoleh hal yang optimal dari hasil
belajarnya. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa mendapatkan hasil yang
diharapakan. Orang tua, masyarakat dan siswa sendiri kurang mengetahui mengapa dan apa
yang terjadi sehingga siswa mendapatkan hasil yang rendah. Hal semacam itu dapat
dikatakan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
Menurut Burton, seorang siswa dapat juga diduga mengalami kesulitan belajar kalau yang
bersangkutan menunjukan kegagalan tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Kegagalan
belajar ini, seperti siswa dalam batas tertentu tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau
tingkat penguasaan minimal dalam pengajaran tertentu, siswa tidak dapat mencapai prestasi
yang semenstinya sesuai dengan potensinya, siswa gagal kalau tidak dapat mewujudkan tugas
tugas perkembangannya, dan lain lain.
Kesulitan belajar (Learning Difficulty) adalah suatu kondisi dimana kompetensi atau
prestasi yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan. Kondisi yang
demikian umumnya disebabkan oleh faktor biologis atau fisiologis, terutama berkenaan
dengan kelainan fungsi otak yang lazim disebut sebagai kesulitan belajar spesifik, serta faktor
psikologis yaitu kesulitan belajar yang berkenaan dengan rendahnya motivasi dan minat
belajar.
Kesulitan belajar ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf integensi
dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di
dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neorubioligis) yang dapat menimbulkan gangguan
perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman, dan
berhitung. Anak-anak disekolah pada umumnya memiliki karakteristik individu yang
berbeda, baik dari segi fisik, mental, intelektual, ataupun social-emosional.

C. Jenis Kesulitan Belajar

Darsono (2000:41) dalam bukunya Belajar dan Pembelajaran menyatakan terdapat


beberapa jenis-jenis kesulitan belajar di antaranya :

1). Learning Disorder

Mengandung makna suatu proses belajar yang terganggu karena adanya respon-respon
tertentu yang bertentangan atau tidak sesuai. Gejala semacam ini kemungkinan dialami oleh
siswa yang kurang berminat terhadap suatu mata pelajaran tertentu, tetapi harus mempelajari
karena tuntutan kurikulum. Kondisi semacam ini menimbulkan berbagai gangguan seperti
berkurangnya intensitas kegiatan-kegiatan belajar atau bahkan mogok belajar.

2). Learning Disability

Kesulitan ini berupa ketidakmampuan belajar karena berbagai sebab. Siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil yang dicapai berada di bawah potensi
intelektualnya. Penyebabnya beraneka ragam, mungkin akibat perhatian dan dorongan orang
tua yang kurang mendukung atau masalah emosional dan mental.

3). Learning Disfunction

Gangguan belajar ini berupa gejala proses belajar yang tidak berfungsi dengan baik
karena adanya gangguan syaraf otak sehingga terjadi gangguan pada salah satu tahap dalam
proses belajarnya. Kondisi semacam ini mengganggu kelancaran proses belajar secara
keseluruhan.

4). Slow Learner atau siswa lamban

Siswa semacam ini memperlihatkan gejala belajar lambat atau dapat dikatakan proses
perkembangannya lambat. Siswa tidak mampu menyelesaikan pelajaran atau tugas-tugas
belajar dalam batas waktu yang sudah ditetapkan. Mereka membutuhkan waktu lebih lama
dibandingkan dengan sekelompok siswa lain yang normal.

5). Under Achiever

Siswa semacam ini memiliki hasrat belajar rendah di bawah potensi yang ada padanya.
Kecerdasannya tergolong normal, tetapi karena sesuatu hal, proses belajarnya terganggu
sehingga prestasi belajar yang diperolehnya tidak sesuai dengan kemampuan potensial yang
dimilikinya.

Dengan mengetahui adanya jenis-jenis kesulitan belajar, guru sebagai salah satu
komponen dalam kegiatan belajar mengajar diharapkan mampu mengenali kesulitan belajar
yang dihadapi anak didiknya dan berupaya memberi bantuan seoptimal mungkin. Dengan
demikian diharapkan siswa yang bermasalah dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar
dengan baik.

D. Kriteria atau Patokan Kesulitan Belajar

Manisfestasi gejala kesulitan belajar bermacam-macam seperti hasil belajar rendah, sikap
acuh tak acuh, sering berbuat onar, murung, suka membolos dan sebagainya. Untuk itu
dibutuhkan suatu kriteria atau patokan untuk menandai apakah siswa dapat diperkirakan
mengalami kesulitan belajar ataukah tidak.

Menurut Darsono (2000:43) kriteria atau patokan kesulitan belajar ditetapkan melalui:

1. Tujuan Pendidikan

Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu


komponen yang penting, karena akan memberi arah pada proses kegiatan pendidikan. Tujuan
pendidikan yang masih umum (Tujuan Pendidikan Nasional) dikhususkan menjadi tujuan
kurikuler yaitu tujuan yang harus dicapai dalam bidang studi tertentu. Tujuan ini lebih
dikhususkan lagi menjadi tujuan instruksional. Kegiatan belajar siswa ditujukan untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Mereka yang dianggap berhasil adalah yang dapat mencapai
tujuan tersebut, sedangkan yang mendapat hambatan diperkirakan mengalami kesulitan
belajar. Kriteria keberhasilan ini diperoleh melalui proses penilaian dengan menggunakan
acuan patokan (PAP).

2). Kedudukan dalam kelompok

Kedudukan siswa dalam kelompoknya merupakan ukuran dalam pencapaian hasil


belajarnya. Misalnya siswa yang memperoleh nilai 7 dalam mata pelajaran Bahasa Inggris
dinilai paling berhasil kalau teman-teman sekelasnya mendapat nilai kurang dari 7 atau
sebaliknya akan dinilai kurang kalau teman-teman sekelasnya mendapat nilai di atas 7. Jadi
siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar bila prestasi belajarnya berada di bawah taraf
prestasi belajar sebagaian besar teman-teman sekelompoknya atau menggunakan penilaian
acuan norma (PAN).

3). Perbandingan antar potensi dan prestasi belajar

Prestasi belajar yang dicapai siswa tergantung pada tingkat potensi (kemampuannya) baik
yang berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung memperoleh
prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya. Jadi siswa yang mengalami kesulitan belajar
adalah siswa yang tidak dapat mencapai prestasi belajar sesuai dengan potensinya.

4). Kepribadian
Hasil belajar yang dicapai siswa akan nampak dalam seluruh kepribadiannya. Setiap
proses belajar akan menghasilkan perubahan dalam semua aspek kepribadian siswa. Siswa
yang berhasil dalam belajarnya tidak sekedar menjadi orang pandai, tetapi juga akan
memiliki perubahan pola-pola kepribadian tertentu yang sesuai dengan tujuan yang
ditetapkannya. Sebaliknya siswa yang mengalami kesulitan belajar menunjukan pola-pola
perilaku atau kepribadian yang menyimpang seperti sikap acuh tak acuh, sering membolos,
berdusta, berbuat onar dan sebagainya.

Dengan adanya kriteria atau patokan kesulitan belajar di atas guru akan dapat mengetahui
siswa-siswa mana yang sudah berhasil menguasai bahan, maupun mengetahui siswa yang
belum berhasil menguasai bahan. Dengan petujuk ini guru dapat lebih memusatkan
perhatiannya kepada siswa yang belum berhasil sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

E. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar


Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:77) kesulitan belajar tidak selalu disebabkan
karena faktor intelegensi yang rendah, akan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor non
intelegensi. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu :
1). Faktor intern (faktor dari dalam diri siswa) yang terdiri dari :
a. Faktor fisiologis, meliputi kesehatan fisik dan cacat tubuh.
b. Faktor psikologis, meliputi intelegensi, bakat, minat, motivasi, kesehatan mental
dan tipe belajar siswa.
2). Faktor ekstern (faktor dari luar diri siswa) yang terdiri dari :
a. Faktor lingkungan sekolah, meliputi guru, sumber belajar, kondisi gedung,
kurikulum, waktu sekolah, dan disiplin sekolah.
b. Faktor lingkungan keluarga, meliputi orang tua, suasana rumah, dan keadaan
ekonomi keluarga.
c. Faktor lingkungan masyarakat, meliputi media massa, teman bergaul, lingkungan
tetangga dan aktivitas siswa di masyarakat.
Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar di golongkan menjadi dua yaitu:
1. Faktor Intern
Faktor intern merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor intern terdiri
dari :
A. Faktor fisiologis
Faktor fisiologis meliputi :
1). Kesehatan fisik
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya dan bebas
dari penyakit (Slameto 2003:54). Kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya.
Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatannya terganggu. Agar seseorang dapat
belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin. Dengan
kondisi tubuh yang sehat maka kegiatan belajar dapat berjalan dengan lancar.
Indikator kesehatan fisik di antaranya dapat dilihat dari :
a. Kehadiran
Presensi yaitu kehadiran siswa pada saat mengikuti pelajaran (Ametembun
1974:90). Kehadiran siswa 100% dalam mengikuti pelajaran selama kurun waktu tertentu
menunjukan bahwa siswa tersebut dalam keadaan sehat. Kehadiran siswa dalam mengikuti
pelajaran mempunyai pengaruh terhadap belajarnya. Siswa yang selalu hadir tentunya tidak
akan tertinggal materi pelajaran, dan pemahaman materi yang disampaikan oleh guru
menyeluruh. Berbeda jika siswa tidak hadir karena sakit, lebihlebih jika sakitnya lama
sehingga dia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, hal ini mengakibatkan ia
tertinggal jauh dalam pelajarannya. Jadi kehadiran siswa dalam setiap pertemuan akan sangat
berpengaruh terhadap belajar siswa.
b. Pola makan
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi pertumbuhan manusia, tanpa makanan sulit
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Makanan yang kita makan hendaknya
makanan yang bergizi. Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung unsur
pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia yang terdiri atas zat pembangun seperti
protein, zat pemberi tenaga seperti karbohidrat, lemak, dan zat pengatur seperti vitamin,
mineral dan air (Ichsan 1988:101). Sampai saat ini banyak sekali di masyarakat terjadi
kesalahan dalam pengolahan makanan seperti tidak terjaminnya kebersihan, pola menu
makan yang sejenis, pola makan tidak seimbang kadar gizinya yang menyebabkan
munculnya berbagai penyakit karena kekurangan gizi. Hal tersebut dapat diantisipasi apabila
semua pihak mau memperhatikan pola makan yang seimbang dan mengkonsumsi makanan
yang mengandung tiga unsur yang dibutuhkan oleh tubuh. Dengan mengkonsumsi makanan
yang bergizi diharapkan dapat mensuplai kebutuhan tubuh untuk melakukan berbagai
kegiatan salah satunya adalah belajar.
c. Waktu Istirahat
Yang dimaksud dengan istirahat ialah suatu keadaan yang menunjukan organ tubuh
berfungsi secara normal tetapi tidak dipaksakan mendapat beban terus menerus, sehingga ia
secara fisiologis dan psikis tubuhnya tetap memiliki kesegaran kembali untuk bekerja
(Ichsan 1988:117). Salah satu cara yang baik untuk istirahat adalah tidur. Kebutuhan tidur
sangat penting dan setiap orang memiliki lama waktu yang berbeda-beda tergantung pada
keadaan berat tidaknya bekerja serta usia. Pada usia muda kebutuhan untuk tidur lebih lama
dibandingkan dengan kebutuhan orang dewasa dan orang tua. Pada bayi misalnya dibutuhkan
waktu 13 jam untuk tidur, pada usia 6 sampai 12 tahun sebanyak 8 sampai 10 jam, sedang
pada usia remaja sampai dewasa sebanyak 7 sampai 8 jam, dan pada orang tua rata-rata 7 jam
sehari. Pada dasarnya kebutuhan istirahat merupakan cara untuk memelihara dan menjaga
kondisi tubuh yang terlalu banyak melakukan aktivitas. Dengan waktu istirahat yang cukup
diharapkan siswa memiliki kesegaran tubuh yang baru untuk melakukan berbagai kegiatan
termasuk belajar.
d. Frekuensi olah raga
Menurut W.B.S Poerwodarminto (dalam Suyudi dan Sjarifudin 1979:5) olahraga
adalah latihan gerak badan untuk menguatkan dan menyehatkan badan seperti sepak bola,
lari, berenang dan lain-lain. Olahraga berguna untuk mempertahankan tingkat kesegaran
jasmani yang ditunjukan dengan adanya kemampuan seseorang untuk dapat belajar secara
maksimal tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Frekuensi olahraga sebaiknya dilakukan
setiap hari dengan durasi waktu yang ringan 10 sampai 15 menit perhari. Dengan kegiatan
olahraga yang teratur dapat meningkatkan fungsi organ tubuh, sistem pernafasan, sistem
peredaran darah, sistem syaraf, daya tahan tubuh, bahkan hubungan sosial yang baik. Dengan
fisik yang sehat sangat mendukung bagi tubuh untuk melakukan berbagai kegiatan salah
satunya belajar.
Dengan demikian kesehatan fisik dapat ditandai dengan kehadiran siswa di sekolah,
pola makan yang seimbang, waktu tidur yang cukup dan olahraga yang teratur.
2). Karena cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang sempurna mengenai tubuh
(Slameto 2003:55). Cacat tubuh dibedakan atas cacat tubuh ringan seperti kurang
pendengaran, kurang penglihatan dan cacat tubuh yang tetap seperti buta, tuli, bisu. Keadaan
cacat tubuh juga dapat mempengaruhi belajar anak. Siswa yang cacat biasanya belajarnya
akan terganggu. Jika hal ini terjadi hendaknya bagi yang mempunyai cacat tetap belajar pada
lembaga pendidikan khusus, sedangkan bagi yang mempunyai cacat ringan perlu adanya
perhatian dan perlakuan yang khusus dari guru pada anak yang mempunyai cacat ringan.
Indikator cacat tubuh di antaranya dapat dilihat dari :
a. Jarak pandang
Ukuran ketajaman penglihatan tiap-tiap orang berbeda-beda. Seseorang yang
penglihatannya normal (baik) mempunyai visus 20/20. Artinya dalam jarak 20 feet (6 meter)
yang bersangkutan dapat melihat dengan baik simbol atau huruf pada kartu Snellen yang
berukuran 20 feet atau 6 meter (Pradipto dan Suharto 1977:9). Apabila seseorang ketajaman
penglihatannya kurang atau lebih dari 20 feet kemungkinan mereka mempunyai kelainan
seperti para penderita rabun jauh, rabun dekat dan juling. Siswa ada yang merasa kesulitan
melihat tulisan yang terlalu dekat, dan juga ada siswa yang kesulitan membaca tulisan yang
terlalu jauh Kondisi siswa yang tidak sempurna ini dapat menjadi salah satu penyebab siswa
mengalami kesulitan dalam belajarnya.
b. Posisi tempat duduk
Posisi tempat duduk bagi siswa yang mempunyai cacat tubuh ringan akan sangat berpengaruh
terhadap proses belajar siswa. Bagi anak rabun jauh perlu ditempatkan pada meja paling
depan dan bagi mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja belakang agar mereka dapat
melihat tulisan yang ada di papan tulis (Ahmadi dan Supriyono 2004:80). Demikian pula
dengan siswa yang pendengarannya terganggu hendaknya ditempatkan di meja depan
sehingga suara guru masih bisa didengar oleh siswa. Dengan cara ini diharapkan mereka
dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Dengan demikian cacat tubuh pada siswa terutama yang ringan membutuhkan perhatian
khusus dari guru berkaitan dengan jarak pandang dan pengaturan posisi tempat duduk siswa.
B. Faktor psikologis
Faktor psikologis meliputi :
1). Intelegensi
Intelegensi adalah kemampuan yang di bawa sejak lahir yang memungkinkan
seseorang berbuat sesuatu dengan cara tertentu (Purwanto 2003:52). Intelegensi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi yang sama, siswa
yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari pada yang mempunyai
tingkat intelegensi yang rendah (Slameto 2003:56). Walaupun begitu, siswa yang
mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini
disebabkan karena belajar adalah suatu proses yang kompleks dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya, sedangkan intelegensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain.
Jika faktor lain itu bersifat menghambat atau berpengaruh negatif terhadap belajar, akibatnya
siswa gagal dalam belajarnya.
2). Baka
Bakat adalah potensi-potensi yang dimiliki seseorang yang dibawa sejak lahir
(Tuu 2004:83). Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang
berbakat pada suatu mata pelajaran tertentu biasanya dapat dilihat dari kemampuan dan
kelebihan yang dimilikinya. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa tidak sesuai dengan
bakatnya, maka siswa cenderung cepat bosan, tidak senang bahkan tidak mau belajar
sehingga nilainya rendah. Sebaliknya jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai
dengan bakatnya, maka siswa akan antusias belajar dengan giat sehingga nilai yang
diperolehnya memuaskan.
3). Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
beberapa kegiatan (Hilgard dalam Slameto 2003:57). Ada tidaknya minat terhadap sesuatu
pelajaran dapat dilihat dari cara anak mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan
konsentrasi anak. Kegiatan yang diminati seseorang, biasanya akan diperhatikan terus
menerus yang disertai rasa senang. Bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan
minat siswa, mereka enggan untuk belajar karena tidak ada daya tarik baginya. Ia tidak
memperoleh kepuasan dari pelajaran yang disampaikan. Tidak adanya minat seseorang
terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar.
4). Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang membuat seseorang berbuat sesuatu(Tuu 2004:80).
Motivasi selalu mendasari dan mempengaruhi setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Motivasi pada diri siswa dapat merupakan motivasi
instrinsik yaitu motivasi yang timbul dari sendiri, tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar
dirinya, maupun motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang timbul dalam diri seseorang karena
pengaruh dari luar (Darsono 2000:63). Motivasi instrinsik di antaranya giat belajar, aktif
bertanya, dan membaca buku. Sedangkan motivasi ekstrinsik di antaranya mengerjakan tugas
karena takut dengan guru, belajar jika disuruh oleh orang tua, dan membaca buku jika
bukunya disediakan. Seseorang yang motivasinya lemah cenderung menampakkan sikap acuh
tak acuh, mudah putus asa, perhatian tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu, sering
meninggalkan pelajaran yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan belajar.
5). Kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi
kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal
balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan hasil belajar yang baik
demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri
tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental. Kesehatan mental menurut paham
kedokteran adalah salah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual
dan emosi yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan
keadaan orang lain (Ichsan 1988:110). Individu dalam hidupnya selalu mempunyai
kebutuhan dan dorongan seperti memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman dan
lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah emosional yang
kurang sehat dan dapat merugikan belajarnya. Biasanya mereka melakukan kompensasi di
bidang lain mungkin melakukan perbuatan-perbuatan agresif, seperti kenakalan, merusak
alat-alat sekolah, dan sebagainya. Jika keadaan seperti ini terus berkelanjutan akan
menimbulkan kesulitan belajar.
6). Tipe-tipe khusus belajar Keberhasilan studi siswa dipengaruhi oleh cara belajar
siswa. Cara belajar yang efisien memungkinkan mencapai prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien (Tuu 2004:80). Setiap individu
memiliki perbedaan satu sama lain. Begitu pula dalam hal belajar, setiap siswa mempunyai
tipe-tipe belajar yang berbeda satu dengan lainnya. Kebiasaan siswa belajar berbeda satu
sama lain. Ada siswa yang belajar rutin setiap hari, ada juga yang belajar jika hanya ada ujian
atau ulangan saja. Setiap siswa juga berbeda porsi waktu yang digunakan untuk belajar, ada
yang lama, dan ada pula yang hanya sebentar. Siswa yang tidak mempunyai kebiasaan belajar
yang baik dan tidak teratur biasanya akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ekstern ini
terdiri dari :
A. Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah wahana kegiatan dan proses pendidikan berlangsung. Di sekolah diadakan
kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Di sekolah nilai-nilai etik, moral, mental,
spiritual, perilaku, disiplin, ilmu pengetahuan dan ketrampilan ditumbuh kembangkan. Oleh
karena itu, sekolah menjadi wahana yang dominan bagi pengaruh dan pembentukan sikap,
perilaku dan prestasi seorang siswa (Tuu 2004:18).
B. Faktor lingkungan Keluarga
Pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan
seseorang adalah pengaruh keluarga. Hal ini disebabkan keluarga merupakan orang-orang
terdekat bagi seorang anak. Banyak sekali kesempatan dan waktu bagi seorang anak untuk
berjumpa dan berinteraksi dengan keluarga. Perjumpaan dan interaksi tersebut sudah pasti
sangat besar pengaruhnya bagi perilaku dan prestasi seseorang.
C. Faktor Lingkungan Masyarakat
Selain keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat juga berpengaruh terhadap
belajar siswa. Pengaruh ini terjadi karena banyak sekali kesempatan dan waktu bagi anak
untuk berinteraksi dengan anggota masyarakat. Di lingkungan masyarakat terdapat nilai-nilai,
etika, moral, dan perilaku, yang harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat. Oleh karena
itu masyarakat menjadi salah satu wahana yang dominan bagi pembentukan sikap, perilaku
dan prestasi seorang siswa. Dalam masyarakat banyak sekali faktor yang mempengaruhi
belajar siswa diantaranya keberadaan media massa, teman bergaul, aktivitas anak di
masyarakat dan corak kehidupan masyarakat. Masyarakat dapat menunjang belajar siswa
apabila masyarakat berhasil menciptakan suasana yang kondusif. Kondisi kondusif tersebut
mendorong siswa untuk belajar dengan baik, dan keadaan ini diharapkan membuat hasil
belajar siswa akan lebih tinggi.
F. Ciri-ciri Anak kesulitan belajar
Untuk mengetahui apakah seorang anak memiliki kecenderungan berkesulitan belajar
diperlukan pendeteksian yang cermat. Namun, secara umum bisa dilakukan hal-hal seperti di
bawah ini:
1. PADA USIA PRA-SEKOLAH
1. Terlambat bicara disbanding dengan anak seusianya
2. Memiliki kesulitan dalam pengucapan beberapa kata
3. Dibanding anak seusianya, penguasaan jumlah katanya lebih sedikit (terbatas)
4. Sering tidak mampu menemukan kata yang sesuai untuk satu kalimat yang akan
dikemukakan
5. Sulit mempelajari dan mengenali angka, huruf dan nama-nama hari
6. Sulit merangkai kata untuk menjadi sebuah kalimat
7. Sering gelisah yang berlebihan
8. Mudah terganggu konsentrasinya
9. Sulit berinteraksi dengan teman seusianya
10. Sulit mengikuti instruksi yang diberikan untuknya
11. Sulit mengikuti rutinitas tertentu
12. Menghindari tugas-tugas tertentu, misalnya menggunting dan menggambar
PADA USIA SEKOLAH
1. Daya ingatnya terbatas (relatif kurang baik)
2. Sering melakukan kesalahan yang konsisten dalam mengeja dan membaca,
Misalnya atau biasanya, huruf d dibaca b (misalnya duku dibaca buku atau
sebaliknya buku dibaca duku), w dibaca m (misalnya waru dibaca baru atau
sebaliknya baru dibaca waru), p dibaca q , w dibaca m dan lain sebagainya. Bila ini
yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan belajar disleksia.
3. Lambat untuk mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya.
4. Bingung dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika.
Misalnya, tak dapat membedakan arti dari simbol (minus) dengan simbol +
(plus), simbol + dengan simbol x (kali) dan lain sebagainya.
5. Sulit dalam mempelajari keterampilan baru, terutama yang membutuhkan
kemampuan daya ingatnya.
6. Sangat aktif dan tidak mampu menyelesaikan tugas atau kegiatan tertentu dengan
tuntas. Kalau ini yang terjadi mereka termasuk dalam kelompok berkesulitan
belajar hiperaktif atau GPPH (gangguan pemusatan pemikiran dan hiperaktifitas)
7. Impulsif (bertindak tanpa dipikir terlebih dahulu)
8. Sulit berkonsentrasi
9. Sering melanggar aturan yang ada, baik di rumah maupun di sekolah.
10. Tidak mampu berdisiplin (sulit merencanakan kegiatan sehari-harinya).
11. Emosional (sering menyendiri), pemurung, mudah tersinggung, cuek terhadap
lingkungannya
12. Menolak bersekolah
13. Tidak stabil dalam memegang alat-alat tulis
14. Kacau dalam memahami hari dan waktu
PADA USIA REMAJA/DEWASA
1. Sulit/salah mengeja huruf berlanjut hingga dewasa
2. Masih saja sering menghindar dari tugas-tugas membaca dan menulis
3. Mungkin saja lancer dalam membaca tapi tidak mengerti atau tidak bisa
menjelaskan apa yang telah dibacanya
4. Sulit menjawab pertanyaan yang membutuhkan penjelasan lisan dan/atau tulisan
5. Daya ingatnya terbatas
6. Sulit menangkap konsep-konsep yang abstrak
7. lamban dalam bekerja
8. Sering tidak telitu (ceroboh) pada hal-hal yang seharusnya rinci atau malah
sebaliknya justru terlalu focus kepada hal-hal yang rinci bisa salah (distorsi)
dalam membaca informasi.
BAB III
PENANGANAN KASUS
A. Identitas Subyek
Dalam studi kasus ini, peneliti meneliti salah satu siswa SDN Nambakor I yang
berinisial:
Nama Siswa : Ahmad Kifli (Fiktif)
Agama : Islam
Anak ke :
Status dalam Keluarga : Anak Kandung
Diterima di Sekolah
a. Di kelas :7
b. Pada Tanggal : 12 Juli 20010
Nama Orang Tua
a. Ayah : Waid (Fiktif)
b. Ibu : Subaidah (Fiktif)
Pekerjaan Orang Tua
a. Ayah : Sopir
b. Ibu : Ibu Rumah tangga
B. Permasalahan
Dalam pengumpulan data, didapatkan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, di antaranya:
1. Siswa mempunyai nilai yang kurang baik dalam berbagai mata pelajaran (Beberapa
mata pelajaran yang masih belum mencapai KKM);
2. Kemampuan belajarnya di bawah rata-rata anak normal;
3. Mempunyai kelemahan intelektual yang tidak begitu mempunyai pengaruh di bidang
social;
4. Kurang memperhatikan pelajaran di sekolah yang sifatnya pemecahan dalam berpikir;
5. Kurangnya minat belajar sehingga tertinggal mata pelajaran;
6. Mempunyai kesukaran dalam menerima beberapa mata pelajaran yang diberikan;
7. Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri;
8. Perkembangan motoriknya yang lamban dan lebih senang bermain, bercerita dan
membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada belajar;
9. Cepat terpengaruh dengan teman-temannya yang mempunyai pengaruh buruk
terhadap drinya sendiri;
10. Mempunyai pemikiran dewasa lebih di atas umurnya karena berteman dengan anak
yang lebih dewasa di luar sekolah;
11. Tidak mempunyai waktu belajar yang baik;
12. Tidak bisa mengatur waktu belajar dan bermain;
13. Tidak mencoba berdiskusi dengan temannya sendiri apabila mempunyai kesulitan
dalam belajar karena cenderung diam dan tertutup.
C. Gambaran Subjek
Berdasarkan pengumpulan data, peneliti dapat menggambarkan diri subjek sebagai berikut:
a. Penampakan Fisiknya
Subjek bertubuh lebih besar dari teman-temannya dengan kulit sawo matang dan rambut
lurus, serta dalam berpakaian kurang rapi dan terkesan apa adanya.
b. Penampakan Psikis
Dalam pergaulan sehari-hari, siswa terlihat diam, tetapi ketika di dalam kelas
cenderung asik dengan dunianya sendiri dan jarang memperhatikan guru memberikan
materi pelajaran. Dalam hal berpakaian di sekolah, siswa terlihat kurang rapi.
D. Pembahasan
1. Jenis kesulitan siswa
Dari hasil pengumpulan data, peneliti mendapatkan bahwa siswa mempunyai beberapa
kesulitan belajar. Hal ini dibuktikan karena siswa dalam hasil belajarnya mmpunyai nilai
yang kurang baik. Serta ciri-ciri anak slow learner yang ada dalam dirinya yaitu kemampuan
belajarnya yang dibawah rata-rata anak normal. Siswa juga mempunyai kelemahan
intelektual yang tidak begitu mempunyai pengaruh di bidang sosial, tetapi berpengaruh
dibidang pelajaran akademis. Siwa juga kurang memperhatikan pelajaran di sekolah yang
sifatnya pemecahan dalam berfikir, mengalami kesukaran untuk semua mata pelajaran yang
diberikan. Sehingga tanpa bimbingan yang baik siswa tidak dapat menyelesaikan sekolah
menengah pertama. Siswa juga kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri,
karena siswa tidak dapat melakukan perubahan-perubahan yang dapat merubah dirinya
menjadi lebih baik, serta perkembangan motoriknya yang lamban dan lebih senang bermain,
bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada belajar.
Dalam pembelajaran, siswa kurang mendapatkan bimbingan dari pihak orang tua karena
mereka sibuk dalam bekerja dan mengurusi adik siswa. Ayahnya sebagai buruh tani di
desanya. Setiap hari ayahnya bekerja dan ibunya menunggu adiknya sekolah. Ayahnya
berangkat jam 6 pagi dan pulang ke rumah pada saat malam hari di saat siswa sedang
bermain bersama teman-temannya. Sehingga pertemuan antara siswa dan orang tua hanya
terjadi pada larut malam dan pagi sebelum orang tua berangkat bekerja dan mengantar
adiknya.
Dari semua permasalahan yang telah diuraikan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
siswa termasuk dalam kategori Slow Learner. Hal ini dikarenakan bahwa siswa mempunyai
kemiripan dengan ciri-ciri siswa Slow Learner menurut Awan (2008), yaitu:
1.Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal
2. Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3. Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4. Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
5. Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan
dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6. Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7. Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah
dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan
manipulatif.
8. Memiliki self-image yang buruk.
9. Mengerjakan tugas-tugas dengan lambat.
10. Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali
tidak dapat dikuasai.
11. Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
2. Faktor Penyebab Slow Learner
Dalam penelitian ini, ditemukan beberapa faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar
siswa, yaitu:
1. Internal (Hereditas/genetic)
Inteligensii merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian yang
diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan ineligensi dalam keluarga
(Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin
tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata
IQ mereka.
Dalam hal ini, siswa mempunyai keturunan yang sama dengan adik maupun orang
tuanya. Orang tua mempunyai sifat yang kurang baik dalam dunia pendidikan, sehingga anak
juga demikian. Tetapi meskipun mereka kurang baik dalam pendidikan, mereka tetap
berusaha untuk pendidikan yang lebih baik. Orang tua pun mendukung sepenuhnya terhadap
kebutuhan anak dalam dunia pendidikan, berusaha memenuhi kebuthan anak.
2. Eksternal/Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, lingkungan juga merupakan
faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat
dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan
intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam
rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi,
kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh
melalui perilaku.
Dalam hal ini, peneliti mendapatkan data bahwa siswa mempunyai hubungan yang baik
dengan keluarga, tetapi orang tua sangat jarang sekali memberi bimbingan terhadap siswa.
Orang tua sangat sibuk dengan pekerjaannya sendiri, ayah bekerja dari pagi sampai malam.
Sehingga tidak ada waktu untuk memberikan bimbingan terhadap anak.
Selain lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat juga mempengaruhi kesulitan belajar.
Dalam studi kasus ini, siswa sangat mencintai dunia bermainnya. Teman-teman di desanya
sangat cocok untuk diajak bermain. Sehingga siswa dan temannya lebih banyak
menggunakan waktu bermain dari pada belajar. Usai sekolah, siswa makan siang dan
langsung bermain tanpa membuka pelajaran sedikitpun. Siswa bermain bersama teman-
temannya hingga larut malam, bahkan meninggalkan sekolahnya untuk membolos bersama
teman-temannya dalam beberapa hari. Pekerjaan sekolah jarang dikerjakan dan tugas dari
guru jarang diperhatikan. Hal ini kemungkinan dipengaruhi rasa capek yang dialami siswa
setelah seharian bersekolah dan bermain bersama teman-temannya. Jika siswa mempunyai
tugas atau pekerjaan rumah dari guru, ia lebih banyak mencontek dan mengerjakannya pada
waktu pagi sebelum kelas dimulai, begitu seterusnya.
3. Solusi siswa Slow Learner
Menurut Dra. Listiani Rahayu Guru SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta 2010, anak
slowlearner harus diperlakukan beda dengan anak-anak normal lainnya. Memang jika
diperhatikan secara sekilas anak slowlearner dalam segi fisik tidak ada perbedaan dengan
anak normal, akan tetapi dalam segi psikis lah dapat diketahui dengan pasti bahwa mereka
slowlearner atau setelah diadakan tes kecerdasan, dan setelah diketahui tingkat
kecerdasannya maka guru harus dapat menentukan langkah-langkah yang akan ditempuh
selanjutnya.
Bila anak slowlearner kesulitan dalam belajar atau kesulitan dalam menerima materi
pembelajaran yang disampaikan guru, maka untuk mngatasi hal tersebut guru harus berusaha
agar materi pembelajaran mudah diserap dan diingat oleh anak slowlearner, untuk itu sekolah
dapat menyediakan media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak slowlearner.
Anak Slowlearner berbeda dengan anak debil, baik dari segi fisiknya maupun psikis, oleh
karena itu kemampuannyapun juga berbeda bila anak debil tidak dapat menyelesaikan
pendidikannya sampai sekolah dasar, maka anak slowlearner ini masih dapat menyelesaikan
pendidikannya pada sekolah dasar bila dapat pelayanan yang sesuai. Apabila keluarga, guru
dan masyarakat sudah mengetahui dan menyadari kemampuan anak dan juga berusaha
membimbingnya maka anak tidak akan pesimis dan timbul rasa percaya diri, yang akhirnya
bergaul dengan masyarakat tidak malu. Dalam pendidikan di sekolah, bila anak ini dicampur
dengan anak normal dan tanpa pelayanan tambahan dari pihak sekolah maka akan merugikan
diri anak, akibatnya anak akan selalu ketinggalan dalam memahami semua pelajaran. Untuk
itu perlakuan khusus pada anak-anak seperti ini harus diberikan pelajaran tambahan dengan
metode yang kongkrit seperti melihat gambar, video ataupun peragaan. Karena media-media
seperti inilah yang akan menjembatani pemahaman mereka terhadap pelajaran yang diberikan
sebagai contoh : Bila guru menjelaskan materi pelajaran yang sulit diterima oleh siswa maka
guru tersebut harus mengulang berkali-kali, dan hal ini akan mengakibatkan tidak tercapainya
target pembelajaran. Jika guru mengerti bahwa diantara siswa tersebut ada siswa slowlearner
maka guru akan mencari metode yang tidak mengganggu anak normal lainnya seperti
menggunakan media gambar atau video ataupun dapat dengan model.
Hal ini sesuai dengan definisi prestasi belajar sebagai kemampuan seseorang untuk
mencapai pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman belajar yang di kemukakan oleh
Sumadi Suryabrata (1983:30). Untuk itu diharapkan guru dapat mengoptimalkan media
pembelajaran yang ada disekolah agar dapat memperlakukan siswa slowlearner secara baik
dan benar.
Tetapi menurut awan (2008), menghadapi n membimbing anak yang slow learner adalah
sebagai berikut:
1.Pemeliharaan sejak dini
Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi,
pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan
belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu
penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang
dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita
yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat
disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi
tingkat kelambanan belajar.
2.Pengembangan secara keseluruhan
Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan
perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis.
Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan
pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus
Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin
mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat
memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus.
Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan,
tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam
sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner
membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk
kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan
penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.Memberikan pelajaran tambahan
Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar
anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian,
mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan
kemampuan diri sendiri.
5.Latihan indra
Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya.
Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak
memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan
mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses
pemahaman dalam belajar mereka.
6. Prinsip belajar
Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya
memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
a.Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya.
Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
b.Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya
sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
c.Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu,
berilah hadiah kepada anak.
d.Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu
banyak mengalami kegagalan.
e.Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
f.Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam
jangka pendek.
g.Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid.
h.Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
i.Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan.
Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
7. Dukungan orangtua
Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang
lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan
guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang
lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar
mengajar di sekolah.
4. Follow Up (Tindak Lanjut)
Tindak lanjut merupakan langkah yang bertujuan untuk mengetahui keberhasilan dalam
mengatasi kesulitan masalah belajar klien dan usaha memberi bantuan. Setelah diberi saran-
saran baik motivasi belajar, alternatif cara belajar yang efektif, dan mengatasi dorongan
emosional klien dapat menerima dan berusaha untuk memperbaiki kekurangannya. Namun
penulis tidak dapat memantau perkembangan siswa secara mendetail, karena waktu yang
tersedia sangat terbatas. Maka penulis menyerahkan langkah follow ini kepada pihak sekolah
pada umumnya dan pihak BK pada khususnya.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir penulisan ini, peniliti menyimpulkan uraian yang telah dipaparkan bab-bab
sebelumnya sebagai berikut:
1. Masalah yang dihadapi oleh siswa membutuhkan kerjasama yang baik antara siswa
sendiri, orang tua, guru kelas, serta guru BP.
2. Masalah yang dihadapi oleh siswa sangat mendasar sehingga memerlukan pemecahan
segera.
3. Siswa memerlukan nasihat, petuah dan kasih saying dari kedua orang tuanya.
4. Siswa memiliki kesulitan belajar yang berjenis Slow Learner.
B. Saran
1. Pada Siswa
a. Hendaknya siswa harus mampu menggunakan waktu dan kesempatan yang baik
agar prestasi belajarnya bisa dicapai.
b. Hendaknya siswa harus bisa membagi waktu antara bermain dan bersekolah.
c. Hendaknya siswa menggunakan waktu luangnya untuk bercerita atau
mencurahkan keluhan siswa pada orang tua saat berkumpul.
d. Hendaknya siswa membuka pelajaran yang telah dipelajari dari sekolah setibanya
di rumah walau sebentar.
2. Pada Orang tua atau Wali
a. Hendaknya orang tua atau wali meluangkan waktunya untuk kepentingan sekolah
anaknya walaupun mereka sibuk.
b. Hendaknya orang tua atau wali memberi dorongan kepada anak mengenai waktu
bermain dan belajar.
c. Hendaknya orang tua memberi nasihat-nasihat mengenai belajarnya.
d. Hendaknya adanya komunikasi anatara orang tua dan tutor pendamping (guru)
dalam proses kegiatan belajarnya
3. Pada Guru Bidang Studi
a. Hendaknya memberikan dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar
mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
b. Hendaknya guru bidang studi tidak merencanakan pelajaran yang terlampau
banyak bagi murid.
c. Hendaknya guru bidang studi menggunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih
banyak penggunaan indra.
d. Hendaknya memberikan perhatian ekstra terhadap tugas-tugas yang telah
diberikan.
4. Pada Konselor (Pembimbing/BP)
a. Hendaknya selalu memberikan perhatian khusus terhadap perilaku siswa.
b. Hendaknya bertindak proaktif pada setiap perubahan siswa.
c. Hendaknya selalu memantau perkembangan siswa.
5. Pada Sekolah
a. Hendaknya sekolah mencanangkan program les pada sore hari dengan gratis.
DAFTAR PUSTAKA
Sajaya, Ade. 2011. Kesulitan Belajar Siswa. Di ambil tanggal 6 juni 2011 dari
http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/kesulitan-belajar-siswa.html
Unila, Mathedu. 2010. Pengertian Belajar. Di ambil tanggal 8 Juni 2011 dari http://mathedu-
unila.blogspot.com/2010/10/pengertian-belajar.html
Tanpa nama. 2010. Defenisi kesulitan belajar menurut para ahli. Di ambil tanggal 8 juni 2011.
Dari file:///E:/college/6%20level/belajar%20n%20pembelajaran/uas/Defenisi
%20kesulitan%20belajar%20menurut%20para%20ahli.htm
Arya. 2010. Pengertian Kesulitan Belajar. Di ambil tanggal 8 juni 2011 dari
file:///E:/college/6%20level/belajar%20n%20pembelajaran/uas/Pengertian
%20Kesulitan%20Belajar%20Siswa%20%20%20BELAJAR%20PSIKOLOGI.htm
Komalasari, Erna. 2010. Ciri-ciri Anak Kesulitan Belajar. Di ambil tanggal 8 Juni 2011 dari
file:///E:/college/6%20level/belajar%20n%20pembelajaran/uas/Anak%20Khusus
%20%20Ciri-ciri%20Anak%20kesulitan%20belajar.htm
Listianirhy. 2010. Bagaimana Memperlakukan anak SLOWLEARNER di kelas Oleh : Dra.
Listiani Rahayu Guru SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Di ambil tanggal 8 Juni
2011 dari file:///E:/college/6%20level/belajar%20n
%20pembelajaran/uas/Bagaimana%20Memperlakukan%20anak
%20SLOWLEARNER%20di%20kelas%20Oleh%20%20%20Dra.%20Listiani
%20Rahayu%20Guru%20SMK%20Muhammadiyah%201%20Yogyakarta
%20%C2%AB%20Listiani%20Rahayu.htm
Tanpa nama. 2010. Pengertian Kesulitan Belajar Siswa. Di ambil tanggal 8 Juni 2011 dari
file:///E:/college/6%20level/belajar%20n%20pembelajaran/uas/Pengertian
%20Kesulitan%20Belajar%20Siswa%20%20%20BELAJAR%20PSIKOLOGI.htm

Você também pode gostar