Você está na página 1de 10

Laporan Pendahuluan

Karsinoma nasofaring

A. Konsep Medis

1. Pengertian

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa

nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian

besar klien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas di daerah kepala dan leher yang

terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan

karsinoma nasofaring, kemudian di ikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),

laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.

Berdasarkan data Laboratorium Patologi Anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu

berada dalam kedudukan 5 besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas

serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring dengan

predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Karsinoma nasofaring merupakan

tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. (Efiaty &

Nurbaiti, 2001 hal 146)

Askep karsinoma Nasofaring


2. anatomi nasofaring

Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di

sebelah do sal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring

tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang

dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai

berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

:Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Atap & dinding belakang :adenoid atau tonsila faringika.

3. Epidemiologi dan Etiologi

Urutan tertinggi penderita karsinoma nasofaring adalah suku mongoloid yaitu 2500 kasus

baru pertahun. Diduga disebabkan karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam

Askep karsinoma Nasofaring


musim dingin dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamin. (Efiaty & Nurbaiti, 2001

hal 146).

sInsidens karsinoma nasofaring yang tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan makan,

lingkungan dan virus Epstein-Barr (Sjamsuhidajat, 1997 hal 460). Selain itu faktor geografis,

rasial, jenis kelamin, genetik, pekerjaan, kebiasaan hidup, kebudayaan, sosial ekonomi,

infeksi kuman atau parasit juga sangat mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini.

Tetapi sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus

Epstein-barr, karena pada semua pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus EEB yang

cukup tinggi (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146). Penyebab timbulnya Karsinoma Nasofaring

masih belum jelas. Namunbanyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian

epidemiologik dan eksperimental, ada 5 faktor yang mempengaruhi yakni :

Faktor Genetik (Banyak pada suku bangsa Tionghoa/ras mongolid).

Faktor Virus (Virus EIPSTEIN BARR)

Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, atau bahan karsinogenik misalnya asap rokok

dll).

Iritasi menahun : nasofaringitis kronis disertai rangsangan oleh asap,alkohol dll.

Hormonal : adanya estrogen yang tinggi dalam tubuh.

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama

timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh dan tetap tinggal disana tanpa

menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi

ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama

yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang

berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :

1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

Askep karsinoma Nasofaring


2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap

industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

5. Radang kronis nasofaring

6. Profil HLA

4. Tanda dan Gejala

1) Gejala Hidung :

Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga

nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan

penciuman.

2) Gejala telinga

Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler,

pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung,

rasa penuh, kadang gangguan pendengaran

Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

3) Gejala lanjut

Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai

kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang

biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama

kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot

sehingga sulit digerakkan.

Askep karsinoma Nasofaring


5. Patofisiologi

Pada kanker nasofaring ini disebabkan oleh virus Epstein-Barr melalui mediator ikan

asin, makanan yang diawetkan (mengandung nitrosamine), kontak dengan zat karsinogen

(asap industri, gas kimia) dan juga dapat dikarenakan radang kronis daerah nasofaring.

Setelah itu, virus masuk berkembang biak kemudian menyerang bagian telinga dan hidung

khususnya. Dengan hidupnya virus Epstein-Barr didaerah nasofaring (dekat telinga dan

hidung), membuat sel-sel kanker berkembang sehingga membuat terjadinya sumbatan atau

obstruksi pada saluran tuba eusthacius dan hidung. Sumbatan yang terjadi dapat

menyebabkan baik gangguan pendengaran maupun gangguan penghidu, sehingga merupakan

gangguan persepsi sensori.

Virus Epsteinn-barr adalah virus yang berperan penting dalam timbulnya kanker

nasofaring. Virus yang hidup bebas di udara ini bisa masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal

di nasofaring tanpa menimbulkan gejala, kanker nasofaring sebenarnya dipicu oleh zat

nitrosamine yang ada dalam daging ikan asin. Zat ini mampu mengaktifkan virus Epsteinn-

barr yang masuk ke dalam tubuh ikan asin, tetapi juga terdapat dalam makanan yang

diawetkan seperti daging, sayuran dan difermentasi (asinan) serta tauco.

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Nasofaringoskopi

b. Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan biopsy nasofaring dapat dilakukan dua cara

yaitu dari hidung dan mulut dilakukan dengan anastesi topical dengan xylocain 10%.

c. Pemeriksaan CT-scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui keberadaan tumor

sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan ditemukan.

d. Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IoA anti VGA untuk mengetahui infeksi virus

E-B.

Askep karsinoma Nasofaring


e. Pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.

(Efiaty & Nurbaiti, 2001)

Untuk menegakkan diagnosa diperlukan pemeriksaan kelenjar getah bening (palpasi

terasa membengkak), beberapa tanda dan gejala dari kanker ini memang tidak terlalu

spesifik, pemeriksaan ini mungkin akan berlangsung selama beberapa bulan, jika

dicurigai terjadinya kanker, dilakukan inspeksi menggunakan endoskop untuk melihat

nasopharing yang abnormal tersebut dalam penggunaannya diperlukan anastesi lokal.

Setelah itu, diambil biopsy (sampel) yang kemudian diuji apakah merupakan kanker.

Kemudian akan ditentukan stadium kanker itu dengan cara :

MRI (membantu melihat kanker yang menyebar di sekitar kepala)

Pengambilan biopsy ini digunakan untuk melihat kanker yang berada di kelenjar

getah bening.

Sinar X (melihat kanker yang menyebar di bagian paru-paru).

7. Penatalaksanaan

a. Radioterapi merupakan pengobatan utama

b. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher ( benjolan di leher

yang tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran dan

tumor induknya sudah hilang yang terlebih dulu diperiksa dengan radiologik dan

serologik) , pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi,

vaksin dan antivirus.

c. Pemberian ajuvan kemoterapi yaitu Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil.

Sedangkan kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum. Kombinasi

kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral sebelum diberikan

radiasi yang bersifat RADIOSENSITIZER.

Askep karsinoma Nasofaring


B. Konsep Keperawatan

1. Identitas Klien

Kaji identitas klien, nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, tanggal masuk rumah

sakit, diagnosa medis tentang penyakit yang diderita serta alamat klien.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Terdapatnya benjolan berupa tumor ganas daerah kepala dan leher.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Klien sering mengalami pembengkakan atau benjolan pada leher berupa tumor ganas yang

terasa nyeri dan sulit untuk digerakkan.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Kaji riwayat kesehatan yang dapat memperparah penyakit seperti lingkungan yang

berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu. Kebiasaan memasak

dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas

serta makanan yang diawetkan ( daging dan ikan). Penyakit yang pernah di derita klien pada

masa lalu.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Kaji riwayat penyakit keturunan, seperti faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga

misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker.

3. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Wajah, mata, rongga mulut dan leher.

Pemeriksaan THT:

Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.

Rinoskopia anterior :

- Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret.

Askep karsinoma Nasofaring


- Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret

mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.

Rinoskopia posterior :

- Pada tumor indofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan

paskularisasi meningkat.

- Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.

sFaringoskopi dan laringoskopi :

- Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring; reflek muntah dapat

menghilang.

X foto : tengkorak lateral, dasar tengkorak, CT Scan

B. Diagnosa dan intervensi keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi karingan saraf

Tujuan: rasa nyeri teratasi atau terkontrol

Kriteria hasil:

Klien melaporkan nyeri teratasi

mendemonstrasikan penggunaan keterampilan relaksasi nyeri

ekspresi wajah ceria

ttv dalam batas normal

intervensi:

kaji riwayat nyeri

berikan posisi nyaman

ajarkan tekhnik manajemen nyeri (relaksasi, bimbingan imajinasi, visualisasi, musik, sentuhan

terapeutik)

kolaborasi pemberian anlgetik sesuai indikasi

Askep karsinoma Nasofaring


2. gangguan sensori persepsi berhubungan dengan gangguan status organ sekunder metastase

tumor

tujuan: mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori persepsi

kriteria hasil:

mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan

intervensi:

tentukan ketajaman penglihatan , apakah satu atau dua mata terlibat

orientasikan pasien terhadap lingkungan

observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi

perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur

bicara dengan gerak mulut yang jelas

bicara pada sisi telinga yang sehat

3. nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder

kemoterapi radiasi

Tujuan: kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil:

Melaporkan penuurunan mual dan insiden muntah

Mengkonsumsi makan dan cairan yang adekuat

Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab

Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan

Intervensi:

Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan tolrransi

pasien

Berikan dorongan higiene oral yang sering

Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan

Askep karsinoma Nasofaring


Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji

msukan dan haluaran

Pantau masukan makanan tiap hari

Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)

Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat

Kontrol faktor lingkungan (bau dan pandangan yang tidak sedap dan kebisingan)

4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi

Tujuan: tidak terjadi infeksi

Askep karsinoma Nasofaring

Você também pode gostar