Você está na página 1de 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)

A. KONSEP DASAR MEDIS

1. DEFINISI

Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai

reaksi terhadap infeksi streptokokus hemolitikus di faring (Brunner &

Suddarth, 2001).

Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut

atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta

Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum

diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut,

Karditis, Koreaminor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum (Lawrence M.

Tierney, 2002).

Penyakit jantung rematik adalah penyakit yang ditandai dengan

kerusakan pada katup jantung akibat serangan karditis rematik akut yang

berulang kali (Arif Mansjoer, 2002).

Penyakit jantung rematik (RHD) adalah suatu proses peradangan yang

mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung

dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic- grup A (Sunoto

Pratanu, 2000).

Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu kondisi dimana terjadi

kerusakan pada katup jantung yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran,
terutama katup mitral (stenosis katup mitral) sebagai akibat adanya gejala sisa

dari Demam Rematik (DR).

2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah

reaksi autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik.

Infeksi streptococcus hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului

terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun

demam reumatik serangan ulang. Faktor-faktor predisposisi terjadinya

penyakit jantung rematik / Rheumatic Heart Desease terdapat pada diri

individu itu sendiri dan juga factor lingkungan.

Faktor dari Individu diantaranya yaitu :

Faktor genetik

Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA

terhadap demam rematikmenunjukan hubungan dengan aloantigen sel B

spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.

Umur

Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya

demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering

mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.

Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang

sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini

dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah.
Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah

mereka yang berumur 2-6 tahun.

Keadaan gizi dan lain-lain

Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan

apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.

Golongan etnik dan ras

Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun

ulang demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam

dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab

mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan

tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.

Jenis kelamin

Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan

dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada

perbedaan jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering

ditemukan pada satu jenis kelamin.

Reaksi autoimun

Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian

dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam

katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada

reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri:

Keadaan sosial ekonomi yang buruk

Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai

predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di

negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik

termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang

buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga

pengertian untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang;

pendapatan yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan

lain-lain. Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya

demam reumatik.

Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi

saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga

meningkat.

Iklim dan geografi

Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak

didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini

menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih

tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya

angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.


3. PATOFISIOLOGI

Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik,

suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A.

demam rematik mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis.

Jantung merupakan organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya

paling serius.

Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan

tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism

tersebut, namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang

terjadi sebagai respon terhadap streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan

tertimbun pada jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian

akan diganti dengan jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam

proses inflamasi ini; artinya, berkembanglah miokarditis rematik, yang

sementara melemahkan tenaga kontraksi jantung. Demikian pula pericardium

juga terlibat; artinya, juga terjadi pericarditis rematik selama perjalanan akut

penyakit. Komplikasi miokardial dan pericardial biasanya tanpa meninggalkan

gejala sisa yang serius. Namunsebaliknya endokarditis rematik mengakibatkan

efek samping kecacatan permanen.

Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya

tumbuhan kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran

sebesar kepala jarum pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup.

Manic-manik kecil itu tidak tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa

merusak bilah katup, namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek
serius. Mereka menjadi awal terjadinya suatu proses yang secara bertahap

menebalkan bilah-bilah katup, menyebabkan menjadi memendek dan menebal

disbanding yang normal, sehingga tidak dapat menutup dengan sempurna.

Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang disebut regurgitasi katup. Tempat

yang palinh sering mengalami regurgitasi katup adalah katup mitral.

4. MANIFESTASI KLINIS

Demam reumatik merupakan kumpulan sejumlah gejala dan tanda klinik.

Demam reumatik merupakan penyakit pada banyak sistem, mengenai terutama

jantung, sendi, otak dan jaringan kulit. Tanda dan gejala akut demam reumatik

bervariasi tergantung organ yang terlibat dan derajat keterlibatannya. Biasanya

gejala-gejala ini berlangsung satu sampai enam minggu setelah infeksi

oleh Streptococcus.

Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang

terkena. Katup mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal

jantung kiri: sesak napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya

gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.

Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme

yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita

infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endocarditis

Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan jantungnya

sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah, bercak

kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan dan tak

terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu tanda
yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat badan, cepat

lelah dan tentu saja demam.

Perjalanan klinis penyakit demam reumatik / penyakit jantung reumatik

dapat dibagi dalam 4 stadium.

Stadium I

Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus

Hemolyticus Grup A.

Keluhan :

Demam

Batuk

Rasa sakit waktu menelan

Muntah

Diare

Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat.

Stadium II

Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi

streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini

berlangsung 1 3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau

bahkan berbulan-bulan kemudian.

Stadium III

Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik,

saat ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit

jantung reumatik. Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala


peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung

reumatik.

Gejala peradangan umum :

Demam yang tinggi

Lesu

Anoreksia

Berat badan menurun

Kelihatan pucat

Epistaksis

Athralgia

Rasa sakit disekitar sendi

Sakit perut

Stadium IV

Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik

tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa

katup tidak menunjukkan gejala apa-apa.

Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan

katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.

Pasa fase ini baik penderita demam reumatik maupun penyakit jantung

reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi penyakitnya.


5. KOMPLIKASI

Gagal jantung dapat terjadi pada beberapa kasus. Komplikasi lainnya

termasuk aritmia jantung, pankarditis dengan efusi yang luas, pneumonitis

reumatik, emboli paru, infark, dan kelainan katup jantung.

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses

inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.

7. PENATALAKSANAAN

Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim

Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi

seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan

diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.

Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak

memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan

memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang

simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi

surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya yang

relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang

Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:

1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.

2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin

benzatin 1,2 juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000

unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10
hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk

10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu

sekali. Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat

badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung

sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan

neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun

pertama terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi.

3. Antiinflamasi

Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan

ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat

dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan

hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.

Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali,

salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi

dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari

selama 4-6 minggu kemudian.

Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali.

Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi

dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan

metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu

secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari.

Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan


dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya

untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.

8. PENCEGAHAN

Jika kita lihat diatas bahwa penyakit jantung rematik sangat mungkin

terjadi dengan adanya kejadian awal yaitu demam rematik (DR). Pencegahan

yang terbaik adalah bagaimana upaya kita jangan sampai mengalami demam

rematik (DR) (terserang infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus).

Ada beberapa faktor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman

tersebut, diantaranya faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek,

kondisi tinggal yang berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan

determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga

mempunyai peran yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokkus untuk

terjadi DR.

Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan

mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan

antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua

kalinya atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik.


B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Aktivitas/istrahat

Gejala : Kelelahan, kelemahan.

Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.

b. Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung.

Palpitasi, jatuh pingsan.

Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior,

Friction rub, murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.

c. Eliminasi

Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.

Tanda : Urine pekat gelap.

d. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi,

batuk, gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/

sendi.

Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.

e. Pernapasan

Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum

mungkin/tidak produktif).

Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi),

sputum banyak dan berbercak darah (edema pulmonal)


f. Keamanan

Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem

imun.

Tanda : Demam.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen dan kebutuhan.

c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam

preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi

glomerulus.

e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. INTERVENSI

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan : nyeri hilang/ terkontrol.

Intervensi :

1. Selidiki laporan nyeri dada dan bandingkan dengan episode

sebelumnya. Gunakan skala nyeri (0-10) untuk rentang intensitas. Catat

ekspresi verbal/non verbal nyeri, respons otomatis terhadap nyeri

(berkeringat, TD dan nadi berubah, peningkatan atau penurunan

frekuensi pernapasan).
R/ : Perbedaan gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri.

Perilaku dan perubahan tanda vital membantu menentukan

derajat/ adanya ketidaknyamanan pasien khususnya bila pasien

menolak adanya nyeri.

2. Berikan lingkungan istirahat dan batasi aktivitas sesuai kebutuhan.

R/ : aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia

(contoh; kerja tiba-tiba, stress, makan banyak, terpajan dingin)

dapat mencetuskan nyeri dada.

3. Berikan aktivitas hiburan yang tepat.

R/ : Mengarahkan kembali perhatian, memberikan distraksi dalam

tingkat aktivitas individu.

4. Dorong menggunakan teknik relaksasi. Berikan aktivitas senggang.

R/ : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan

kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri dan

ketidaknyamanan.

5. Kolaborasi pemberian obat nonsteroid dan antipiretik sesuai indikasi.

R/ : Dapat menghilangkan nyeri, menurunkan respons inflamasi dan

meningkatkan kenyamanan.

b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai oksigen dan kebutuhan.

Tujuan : Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam

toleransi aktivitas.

Intervensi :
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas menggunakan parameter

berikut: frekuensi nadi 20/menit diatas frekuensi istirahat; catat

peningkatan TD, dispnea atau nyeri dada; kelelahan berat dan

kelemahan; berkeringat; pusing; atau pingsan.

R/ : Parameter menunjukkan respons fisiologis pasien terhadap stres

aktivitas dan indikator derajat pengaruh kelebihan kerja/jantung.

2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh penurunan

kelemahan/kelelahan, TD stabil/frekuensi nadi, peningkatan perhatian

pada aktivitas dan perawatan diri.

R/ : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan

tingkat aktivitas individual.

3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri.

R/ : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat

meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas

bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.

4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi

mandi, menyikat gigi/rambut dengan duduk dan sebagainya.

R/ : Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi

sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

5. Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam memilih periode aktivitas.

R/ : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan

aktivitas dan mencegah kelemahan.


c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam

preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.

Tujuan : menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada,

dan ditritmia.

Intervensi :

1. Pantau TD, nadi apikal, nadi perifer.

R/ : Indikator klinis dari keadekuatan curah jantung. Pemantauan

memungkinkan deteksi dini/tindakan terhadap

dekompensasi.

2. Tingkatkan/dorong tirah baring dengan kepala tempat tidur

ditinggikan 45 derajat.

R/ : Menurunkan volume darah yang kembali ke jantung

(preload), yang memungkinkan oksigenasi, menurunkan

dispnea dan regangan jantung.

3. Bantu dengan aktivitas sesuai indikasi (mis: berjalan) bila pasien

mampu turun dari tempat tidur.

R/ : Melakukan kembali aktivitas secara bertahap mencegah

pemaksaan terhadap cadangan jantung.

4. Berikan oksigen suplemen sesuai indikasi. Pantau DGA/nadi

oksimetri.

R/ : Memberikan oksigen untuk ambilan miokard dalam upaya

untuk mengkompensasi peningkatan kebutuhan oksigen.


5. Berikan obat-obatan sesuai indikasi. Mis: antidisritmia, obat

inotropik,vasodilator,diuretik.

R/ : pengobatan distritmia atrial dan ventrikuler khusnya

mendasari kondisi dan simtomatologi tetapi ditujukan pada

berlangsungnya/meningkatnya efisiensi/curah jantung.

Vasodilator digunakan untuk menurunkan hipertensi dengan

menurunkan tahanan vaskuler sistemik (afterload).

Penurunan ini mengembalikan dan menghilangkan tahanan.

Diuretic menurunkan volume sirkulasi (preload), yang

menurunkan TD lewat katup yang tak berfungsi, meskipun

memperbaiki fungsi jantung dan menurunkan kongesti vena.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi

glomerulus.

Tujuan : Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran,

berat badan stabil, tanda vital dalam rentang normal,

dan tak ada edema.

Intervensi :

1. Pantau pemasukan dan pengeluaran, catat keseimbangan cairan

(positif atau negatif), timbang berat badan tiap hari.

R/ : Penting pada pengkajian jantung dan fungsi ginjal dan

keefektifan terapi diuretik. Keseimbangan cairan positif

berlanjut (pemasukan lebih besar dari pengeluaran) dan


berat badan meningkat menunjukkan makin buruknya gagal

jantung

4. EVALUASI

a. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.

b. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.

c. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan

disritmia.

d. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil,

tanda vital dalam rentang normal, dan tak ada edema.

e. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media

Aesculapius. Jakarta.

Você também pode gostar

  • Anemia Pada Ibu Hamil
    Anemia Pada Ibu Hamil
    Documento18 páginas
    Anemia Pada Ibu Hamil
    Amiritha
    Ainda não há avaliações
  • Anemia Pada Ibu Hamil
    Anemia Pada Ibu Hamil
    Documento18 páginas
    Anemia Pada Ibu Hamil
    Amiritha
    Ainda não há avaliações
  • Bab V
    Bab V
    Documento4 páginas
    Bab V
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Documento4 páginas
    BAB I Pendahuluan
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Documento9 páginas
    Bab Ii
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Analisa Jurna1
    Analisa Jurna1
    Documento2 páginas
    Analisa Jurna1
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Bab I
    Bab I
    Documento4 páginas
    Bab I
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Analisa Jurna1
    Analisa Jurna1
    Documento2 páginas
    Analisa Jurna1
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Documento4 páginas
    BAB I Pendahuluan
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • BAB I Pendahuluan
    BAB I Pendahuluan
    Documento4 páginas
    BAB I Pendahuluan
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Resume Anemia Hemolitik
    Resume Anemia Hemolitik
    Documento32 páginas
    Resume Anemia Hemolitik
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Resume Anemia Hemolitik
    Resume Anemia Hemolitik
    Documento32 páginas
    Resume Anemia Hemolitik
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Analisa Jurnal
    Analisa Jurnal
    Documento9 páginas
    Analisa Jurnal
    Nanang Asmono
    Ainda não há avaliações
  • Resume TB Paru
    Resume TB Paru
    Documento27 páginas
    Resume TB Paru
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Askep Carsinoma Mammae (L2ab)
    Askep Carsinoma Mammae (L2ab)
    Documento22 páginas
    Askep Carsinoma Mammae (L2ab)
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • A. LP Asma
    A. LP Asma
    Documento20 páginas
    A. LP Asma
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • LP Diare
    LP Diare
    Documento16 páginas
    LP Diare
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Luka Bakar
    Luka Bakar
    Documento20 páginas
    Luka Bakar
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Askep Leukimia
    Askep Leukimia
    Documento39 páginas
    Askep Leukimia
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Frak Tur
    Frak Tur
    Documento39 páginas
    Frak Tur
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Satuan Acara Penyuluhan Kelompok 3
    Satuan Acara Penyuluhan Kelompok 3
    Documento8 páginas
    Satuan Acara Penyuluhan Kelompok 3
    wing widy
    Ainda não há avaliações
  • Sampul Sap
    Sampul Sap
    Documento1 página
    Sampul Sap
    wing widy
    Ainda não há avaliações