Você está na página 1de 35

Analisis Masalah dan Learning Issue

Skenario A Blok 23

Nama : Monica Trifitriana


Nim : 04011381320042
Kelas : B

Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya
I. Analisis Masalah
1. Mrs. A a 60 year-old women, come to Moh.Hoesin Hospital with chief complain of
weakness.
a. apa hubungan usia dan jenis kelamin pada kasus?
Tidak ada kaitan secara pasti antara usia dengan kasus maupun jenis kelamin dengan
kasus. Baik dewasa maupun anak-anak dapat mengalami hal seperti pada kasus, dan tidak ada
perbedaan jenis kelamin untuk penyakit anemia defisiensi besi. Namun anemia defisiensi besi
ini cenderung terjadi terutama pada bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui.

b. bagaimana etiologi dan mekanisme kelemahan?


Etiologi
i. Metabolik
- Addison's disease
- Hyperparathyroidisme
- Natrium atau kalium yang rendah
- Thyrotoksikosis

ii. Brain/nervous system (neurologik)


- Sklerosis Amyotropik lateral (ALS)
- Bell's palsy
- Cerebral palsy
- Sindrom Guillain-Barre
- Sklerosis multiple
- Stroke
iii. Penyakit otot
- Becker muscular dystrophy
- Dermatomiositis
- Duchenne muscular dystrophy
- Myotonic dystrophy
iv. Keracunan
- Botulisme
- Keracunan insektisida, nerve gas
- Keracunan shellfish
v. Lain-lain
- Anemia
- Miastenia gravis
- Polio
Mekanisme
Akibat dari konsumsi obat NSAID jangka panjang (>3 bulan) menghambat
enzim COX-1(berguna untuk pertahanan mukosa lambung) Mukosa lambung
lebih mudah terkikis oleh asam lambung perdarahan pada mukosa
lambung(terjadi lama (Kronik)) Kehilangan Fe yang berlebihan cadangan Fe
juga menurun hb juga menurun diikuti dengan penurunan jumlah sel darah
merah rendahnya oksigenasi selular penurunan jumlah energi Rendahnya
energi lemas atau lelah pada pasien.

2. She also had palpitation, cephalgia and epigastric pain. She has also complain her
knee and always taken NSAID since 4years ago. The defection sometimes blood occult.
a. bagaimana etiologi dan mekanisme palpitation?
Etiologi
Palpitasi dapat terjadi disebabkan dari 3 akibat utama, yaitu :
1. Hyperdynamic circulation (imkompetensi katup, tirotoksikosis, hypercapnia,
pireksia, anemia, kehamilan)
2. Cardiac dysrythmia (kontraksi atrial premature, junctional escape beat,
kontraksi ventricular premature, atrial fibrilasi, supreventrikular tachycardia,
ventricular tachycardia, ventricular fibrilasi, blok jantung)
3. Sympathetic overdrive (gangguan panic, hipoglikemi, hipoksia, antihistamin,
anemia, gagal jantung)
Mekanisme
Akibat dari konsumsi obat NSAID jangka panjang (>3 bulan) menghambat
enzim COX-1(berguna untuk pertahanan mukosa lambung) Mukosa lambung
lebih mudah terkikis oleh asam lambung perdarahan pada mukosa
lambung(terjadi lama (Kronik)) Kehilangan Fe yang berlebihan cadangan Fe
juga menurun hb juga menurun tubuh kekurangan oksigen (karena hb terikat
dengan oksigen) tubuh berkompensasi dengan peningkatan aliran darah (curah
jantung, agar darah dapat sampai ke jaringan peningkatan beben kerja jantung
palpitasi
b. bagaimana etiologi dan mekanisme cephalgia?
Etiologi:
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis.
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural atau setelah
dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intracranial
4. penyumbatan jalan lintasan liquor
5. trombosis venos spinosus, edema serebri atau tekanan intrakranial yang menurun
tiba-tiba.
6. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada infeksi umum,
intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik
7. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
cluster headache) dan radang (arteritis temporalis)
Mekanisme:
Akibat dari konsumsi obat NSAID jangka panjang (>3 bulan) menghambat
enzim COX-1(berguna untuk pertahanan mukosa lambung) Mukosa lambung lebih
mudah terkikis oleh asam lambung perdarahan pada mukosa lambung(terjadi lama
(Kronik)) Kehilangan Fe yang berlebihan cadangan Fe juga menurun hb juga
menurunaliran darah ke otak juga menurun sel-sel otak tidak mendapat darah
yang cukup timbulnya sakit kepala (Cephalgia)

c. bagaimana etiologi dan mekanisme epigastric pain?


Etiologi:
1. Makanan yang mengandung kadar asam tinggi (makanan bercuka atau buah-buah
buahan telalu asam).
2. Makanan yang terlalu pedas.
3. Efek samping penggunaan obat-obatan pereda rasa sakit, seperti ibuprofen, aspirin,
dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS).
4. Infeksi bakteri H. pylori
5. Refluks cairan empedu (arus balik cairan empedu dari usus halus ke lambung)

Mekanisme:
Akibat dari konsumsi obat NSAID jangka panjang (>3 bulan) menghambat enzim
COX-1(berguna untuk pertahanan mukosa lambung) Mukosa lambung lebih mudah
terkikis oleh asam lambung Terjadi iritasi mukosa lambung pengiriman sensasi
nyeri ke otak menimbulkan rasa nyeri di bagian epigastrik

d. bagaimana etiologi dan mekanisme fecal blood occult?


Etiologi:
1. Perdarahan saluran cerna bagian atas
2. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
3. Hemorrhoid

Mekanisme:
Akibat dari konsumsi obat NSAID jangka panjang (>3 bulan) menghambat
enzim COX-1(berguna untuk pertahanan mukosa lambung) Mukosa lambung lebih
mudah terkikis oleh asam lambung perdarahan pada mukosa lambung(terjadi lama
(Kronik)) Darah dapat keluar melalui feses terjadilah fecal blood occult

e. apa hubungan riwayat mengonsumsi NSAID sejak 4 tahun dengan keluhan pada
kasus?
NSAID menghambat enzim COX-1 yang berperan dalam:
1. Menjaga mukosa lambung
2. Meningkatan ion bikarbonat
3. Menjaga aliran darah di lambung
Bila penggunaan obat NSAID tersebut dalam jangka waktu yang lama (>3 bulan) hal
ini dapat mengakibatkan Perdarahan pada mukosa lambung yang nantinya
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi.

f. bagaimana hubungan antar gejala di atas?


Terjadi gejala-gejala seperti:
1. Kelelahan
2. Cephalgia
3. Palpitation
4. Epigastric pain
Diawali dari konsumsi obat NSAID yang menghambat enzim COX-1, sehingga mukosa
lambung lebih mudah untuk teriritasi. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
perdarahan pada lambung dalam jangka waktu yg lama (Kronik) sehingga
mengakibatkan penurunan jumlah fe.

g. apa efek dari fecal blood occult?


Tubuh jadi kekurangan darah, karena fecal blood occult menandakan terdapatnya darah
pada feses walaupun tidak terlihat secara langsung.

h. apa hubungan keluhan nyeri lutut dengan penggunaan NSAID dalam waktu lama?
Nyeri lutut dalam kasus tidak berhubugan dengan kasus anemia defisiensi zat besi,
tetapi akibat nyeri lutut, Mrs A mengonsumsi obat NSAID dalam jangka panjang
(selama 4 tahun). Konsumsi obat NSAID dalam jangka panjanglah yang menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi.
3. Physical examination:
Weight : 45 kg, height: 155 cm
General appearence : pale fatique
a. Bagaimana interpetasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik?

Parameter Normal Data pada Kasus Interpretasi Keterangan

IMT 18,5 25 kg/m2 18,73 kg/m2 Normal


Pale & Fatique - + Abnormal Anemia

HR 60-100 x/minute 110 x/minute Abnormal Takikardi

RR 16-24 x/minute 28x/minute Abnormal Takipneu

Temperature 36,5-37.2 0C 36,6 0C Normal

BP 120/80 mmHg 100/70 mmHg Abnormal Hipotensi

Liver & spleen (-) palpable (-) palpable Normal

Lymphadenopathy - - Normal

Epigastric pain - + Abnormal Pendarahan

ADB
Cheilitis - + Abnormal

Koilonichias - - Normal
Atrofi papil - + Abnormal ADB

Cheilitis
Atrofi papil lidah
4. Laboratory:
Hb 6 g/dl, Ht 20 vol%, RBC 2.500.000/mm3, WBC 7.000/mm3, Trombosit
460.000/mm3, RDW 20%, MCV 62fl, MCH n:23 pg.
Blood smear: anicosytosis, hypochrome microcyter, poikilocytosis
Faeces: blood occult (+)
a. bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal laboratory?
Hasil Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi Keterangan
Hb 6 g/dL 12-16 gr/dL Rendah Perdarahan akibat iritasi
mukosa lambung
Ht 20 vol% 37 43 % Rendah Perdarahan akibat iritasi
mukosa lambung
RBC 2.500.000/mm3 4,2 5,4 jt/mm3 Rendah Perdarahan akibat iritasi
mukosa lambung
WBC 7.000/mm3 5000- Normal
10.000/mm3
Trombosit 150.000-500.000 Normal
460.000/mm3 sel/mm3
RDW 20% 10-15% Tinggi Anisositosis
Blod smear: Normal Bentuk, - Ukuran diameter Defisiensi besi
- - anisocytosis, Ukuran, dan eritrosit yang terdapat
- - hypochrome Warna di dalam suatu
microcyter, sediaan apus berbeda-
- - poikilocytosis beda (bervariasi)
- Diameter < 7 mikron,
biasa disertai dengan
warna pucat
(hipokromia)
- Bermacam-macam
variasi bentuk eritrosit
Faeces: blood occult Negative Abnormal
+
MCV 62 fl 70-100 fl Menurun
MCH 23 pg 27-31 pg Menurun
MCHC 30% 30-35 % Normal

b. Bagaimana proses terbentuknya eritrosit (eritropoesis)?


Terlampir dalam learning issue
c. Bagaimana cara penghitungan MCV MCH, MCHC?
Cara Kerja : Menghitung masing-masing nilai index eritrosit dengan rumus
a) MCV (Mean Corpuscular Volume) = Ht x 10 = ....... femtoliter(fl)
juml.eritrosit
b) MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin) = Hb x 10 = ......pokigram(pg)
juml.eritrosit
c) MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) = Hb x 100 = .. persen
Ht
d. Bagaimana gambaran blood smear pada kasus?

Gambar Poikilositosis
Gambar Anisositosis
5. additional examination
Serum iron is 12 ug/dl
Total iron-binding capacity is 480 ug/dL
Ferritin is 9 ng/ml
a. bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal?

Dikasus Nilai Normal keterangan


Serum iron 12 g/dL 60-90 g/dL Menurun (akibat
menurunnya besi)
TIBC 480 g/dL 250-420 g/dL Meningkat (kompensasi
untuk mengikat besi lebih
banyak)
Ferritin 9 ng/ml 30-300 ng/mL Menurun ( akibat
menurunnya cadangan
besi)

b. bagaimana metabolisme dan distribusi fe?


Terlampir dalam learning issue

Analisis aspek klinis


a. Bagaimana cara penegakan diagnosis?
Diagnosis:
Anemia hipokromik mikrositer + salah satu dibawah ini:
Dua dari tiga parameter:
Besi serum < 50mg/dl
TIBC >350mg/dl
Saturasi transferin < 15%,atau
Feritin serum <20mg/dl
Pengecatan ss tulang: butir hemosiderin (-)
Dengan pemberian SF 3x200mg/hr (atau dengan preparat besi yang setara)
4 minggu Hb naik > 2g/dl.
b. DD?

c. WD?
Anemia Defisiensi Besi
adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron
store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya
pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.
d. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
- Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang
Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe
- Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C dan rendah daging)
- Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan, dan kehamilan
- Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

e. Epidemiologi
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang sering dijumpai baik di
klinik maupun masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di
Negara berkembang.
Prevalensi Anemia Defisiensi Besi
Afrika Amerika Latin Indonesia
Laki-laki Dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tak hamil 20% 17-21% 25-48%
Wanita Hamil 60% 39-46% 46-92%
Belum ada data yan pasti mengenai prevalensi ADB di Indonesia. Martoatmojo et
al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-984% pada perempuan tidak
hamil. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan pada ADB.
Di Bali didapatkan prevalensi anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan
oleh defisiensi besi.

f. Faktor resiko
Kelompok-kelompok berikut memiliki peningkatan resiko kemungkinan
mengalami anemia kekurangan zat besi:
- Wanita. Karena wanita kehilangan darah selama menstruasi. Karena itulah
pada umumnya wanita lebih berisiko daripada laki-laki.
- Bayi dan anak-anak. Bayi terutama mereka yang lahir dengan berat badan
rendah atau lahir prematur, yang tidak mendapatkan zat besi yang cukup dari
ASI atau susu formula mungkin menghadapi resiko kekurangan zat besi. Anak-
anak memerlukan zat besi ekstra selama growth spurts. Jika anak-anak ini
tidak mendapat makanan dengan diet yang sehat dan bervariasi, mereka
mungkin berisiko.
- Vegitarian. Orang yang tidak makan daging memiliki resiko yang lebih tinggi
sekiranya mereka tidak mengkonsumsi makanan lain yang kaya dengan sumber
zat besi
- Sering donor darah. Orang yang rutin melakukan donor darah mungkin
memiliki peningkatan resiko anemia defisiensi besi karena donor darah bisa
menyebabkan deplesi simpanan besi. Kadar hemoglobin yang rendah yang
berkaitan dengan donor darah merupakan masalah sementara dan dapat diatasi
dengan makan makanan yang kaya dengan zat besi.
g. Patofisiologi

Keluhan nyeri pada lutut

Konsumsi obat NSAID selama 4 tahun (jangka panjang)

Menghambat Enzim COX-1 di lambung

Iritasi mukosa lambung Rangsang sensasi nyeri ke


otak

Blood occult Pendarahan di lambung (perdarahan kronik)


Nyeri epigastrik

Kehilangan Fe berlebihan

Cephalgia
Cadangan Fe menurun

Suplai darah ke otak


menurun Hb menurun
RR Cheilitis

Rendahnya oksigenasi Gangguan Eritropoiesis Pembentukan epitel


terganggu
Energy
menurun Kompensasi jantung Anemia Defisiensi Besi Papil atrofi
(peningkatan aliran darah
Kelemahan agar bisa suplai ke
jaringan)
Manifestasi Hasil Lab.
Palpitasi - Hb turun
- Ht turun
- Hitung RBC turun
HR meningkat - RDW tinggi
- MCV turun
- MCH turun
- Serium Iron turun
- TIBC naik
- Ferritin turun
- Blood smear : anisositosis,
hypochromic microcyte
h. Manifestasi klinis?
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar yaitu:
- Gejala umum anemia
Gejala umum anemia yang juga disebut sebagai sindrom anemia (anemic
syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin
turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala berupa badan le,ah, lesu, cepat lelah, mata
berkunang-kunang, serta telinga berdenging. Pada anemia defisiensi besi
karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan
seringkali sindroma anemia tidak telalu mencolok dibandingkan dengan
anemia lain yang kadar hemoglobinya terjadi lebih cepat, oleh karena
mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat
simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 gr/dl. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan
dibawah kuku.
- Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:
Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertical menjadi cekung sehingga mirip sendok
Atropi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang
Stomatitis angularis (cheilitis): adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
Disfagia: kesulitan menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atropi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat,
lem, dan lain-lain

i. Tatalaksana?
1) Pencegahan:
Pendidikan Kesehatan ; kesling : jamban, alas kaki, Penyuluhan Gizi
Pemberitauan tentang efek samping penggunaan obat
Suplementasi Besi
Fortifikasi bahan makanan
2) Non-Farmakologi:
Diet: gizi tinggi kalori dan protein hewani
Absorbsi Fe
- Ditingkatkan oleh : Vit C (3 x 100 mg/hr), daging, jus jeruk dan ikan
- Dihambat oleh : sereal, susu dan teh
Transfusi, bila:
- Peny jantung anemi dg ancaman payah jantung
- Anemia Simptomatik yang sangat menyolok
- Memerlukan peningkatan Hb yang cepat
- Jenis darah: PRC

3) Farmakologi:
i. Oral
a. Efektif, murah , aman
b. Sulfas ferosus 3x200mg absorbsi 50mg besi meningkatkan
eritropoesis 2-3x normal
c. Diberikan 3-6 bulan setelah cadangan besi normal.
d. Diberikan saat perut kosong, dgn penambahan vit C
e. Efek samping: mual, muntah, konstipasi

ii. Parenteral
Tujuan: mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi 500-1000mg, rumus:
Rumus kebutuhan besi =
(15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg
Tersedia:
Iron dextran complex (50mg/ml besi)
Iron sorbitol citric acid complex
Iron ferric gluconate & iron sukrose

Lama pengobatan :
14 days + (Hg required level Hg current level) x 4

half of the dose - 6 9 months to restore iron reserve

j. Komplikasi?
1. Anemia berat dapat menyebabkan hipoksemia dan mempertinggi resiko
insufiseinsi koroner dan iskemik miokard, selain itu dapat memperparah
keadaan pasien dengan penyakit paru kronis.
2. Intoleransi terhadap dingin ditemukan pada beberapa pasien dengan anemia
defisiensi kronis, dan bermanifestasi sebagai gangguan vasomotor, nyeri
neurologis, atau mati rasa bahkan rasa geli.
3. Meskipun jarang, namun pada anemia defisiensi yang berat berhubungan
dengan papilledema, peningkatan tekanan intracranial, dan bisa didapatkan
gambaran klinis pseudotumor cerebri. Manifestasi ini dapat terkoreksi oleh
terapi dengan pemberian preparat besi.
4. Fungsi imun yang melemah, dan pernah dilaporkan pasien dengan anemia
defisiensi besi mudah terjangkit infeksi, meskipun demikian belum didapatkan
fakta yang pasti mengenai keterkaitan antara defisiensi besi dengan
melemahnya imun karena ada beberapa factor lain yang turut berperan. Ada
yang berpendapat bahwa defisiensi besi dapat menurunkan imunitas, dalam hal
ini besi dibutuhkan oleh enzim untuk sintesis DNA dan enzim
mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas seluler.
5. Anak dengan deficit besi akan mengalami gangguan dalam perilakunya. Pada
infants terjadi gangguan perkembangan neurologis dan pada anak usia sekolah
terjadi penurunan prestasi belajar. IQ dari anak usia sekolah dengan anemia
defisiensi besi dilaporkan lebih rendah jika dibandingkan dengan anak sebaya
yang nonanemic. Gangguan dalam perilaku dapat bermanisfestasi sebagai
kelainan dalam pemusatan perhatian, sedngakan pada infants akan terjadi
pertumbuhan yang tidak optimal. Semua manifestasi ini dikoreksi dengan
terapi besi.
6. Defisiensi dihubungkan dengan risiko prematuritas serta morbiditas dan
mortalitas fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia disertai peningkatan
angka kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan mengalami
gangguan partus.

k. Prognosis?
Vitam: Bonam
Functionam: Bonam
Prognosa baik bila penyebab anemia hanya kekurangan besi dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia
dan manifestasi kliniknya akan membaik dengan pemberian preparat besi. Pada
kasus ini, prognosis baik jika penyebab anemia, yakni perdarahan kronik akibat
iritasi mukosa lambung dapat diatasi. Serta pemberian preparat besi dan faktor
nutrisi yang baik.

l. SKDI?
Anemia Defisiensi Besi : 4A
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
II. Learning issue
Anemia defisiensi besi
1. Pendahuluan
Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi
untukeritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang. Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk
patofisiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding,
penatalaksanaan dan terapi. Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah
merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh
juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan tembaga serta keseimbangan
hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormone tersebut, pembentukan sel
darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan selnya bisa memiliki
kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana mestinya.

2. Patofisiologi
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin
(Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun pembuatan eritrosit juga
menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul
anemia hipokromik mikrositik.
3. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
Saluran kemih : hematuria
Saluran napas : hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
4. Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50%
penderita ini adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan
menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori
protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB
pada anak balita sekitar 30 40%, pada anak sekolah 25 35% sedangkan hasil SKRT
1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 5,55%. ADB mempunyai dampak yang
merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya
tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga menurunkan prestasi
belajar di sekolah.

5. Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat
besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state.
Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka penyediaan zat besi untuk eritropoesis
berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara
klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoiesis.Selanjutnya timbul
anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia.

6. Gejala klinis
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan
gejala lainnya. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada
anemia jenis lain, seperti :
a) Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
b) Glositis : iritasi lidah
c) Keilosis : bibir pecah-pecah
d) Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.1

7. Pemeriksaan laboratorium
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :

a) Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer


dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC
dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan
thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan
adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar
hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa
menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.
Apusan darah menunjukkan anemiahipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis,
anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis
berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan
trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada
kasus ankilostomiasissering dijumpai eosinofilia.
b) Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-
blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.
c) Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat
>350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.
d) Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia
defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang
meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari
jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar
feritin serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
e) TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.

8. Diagnosis
Penegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang diteliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Secara
laboratorik untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dipakai kriteria
diagnosis anemia defisiensi besi sebagai berikut :

a) Adanya riwayat perdarahan kronis atau terbukti adanya sumber perdarahan.


b) Laboratorium : Anemia hipokrom mikrosister, Fe serum rendah, TIBC tinggi.
c) Tidak terdapat Fe dalam sumsum tulang (sideroblast-)
d) Adanya respons yang baik terhadap pemberian Fe.

9. Penatalaksanaan
a) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
b) Pemberian preparat Fe :Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat)
dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu
makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
c) Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
d) Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang megandung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).2,4
Eritropoesis
Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang terdapat dalam
darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin yang akan membawa oksigen
dari paru-paru ke jaringan (Guyton, 1995). Eritrosit merupakan suatu sel yang kompleks,
membrannya terdiri dari lipid dan protein, sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme
yang mempertahankan sel selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin
selama masa hidup sel tersebut (Williams, 2007). Eritrosit berbentu bikonkaf dengan diameter
sekitar 7,5 m, dan tebal 2 m namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang akan
dilaluinya, selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada pria
dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ l didapati kadar hemoglobin sekitar 15,6
mg/dl (Ganong, 1999).
Hemoglobin merupakan protein yang berperan paling besar dalam transpor oksigen ke
jaringan dan karbondioksida ke paru-paru. Hemoglobin merupakan protein heme sama seperti
myoglobin, myoglobin yang bersifat monomerik (mengandung satu subunit) banyak ditemukan
di otot, sedangkan hemoglobin yang ditemukan di darah memiliki empat subunit polipeptida
maka disebut tetramerik (Harper, 2003). Masing-masing subunit dari hemoglobin mengandung
satu bagian heme dan suatu polipeptida yang secara kolektif disebut globin, terdapat dua pasang
polipeptida dalam setiap molekul hemoglobin dimana 2 dari subunit tersebut mengandung satu
jenis polipeptida dan 2 lainnya mengandung poipeptida jenis lain. Pada orang dewasa normal 2
subunit mengandung polipeptida rantai sedangkan subunit lainnya mengandung polipeptida ,
sehingga hemoglobin jenis ini disebut hemoglobin A dengan kode 22. Namun pada darah

orang dewasa ditemukan sekitar 2,5% hemoglobin dengan polipeptida rantai yang
disubtitusikan polipeptida rantai (Ganong, 1999).
Heme yang terkandung dalam hemoglobin merupakan tertrapirol siklik dengan empat
molekul pirol yang terhubung oleh jembatan -metilen. Stuktur ikatan ganda pada heme
menyerap spektrum warna tertentu dan memberi warna merah gelap khas pada hemoglobin
maupun myoglobin (Harper, 2003).
Tiap hemoglobin dapat mengikat empat molekul O2, satu molekul untuk tiap

subunit/hemenya. Pada proses pengikatan oksigen ini terjadi fenomena yang disebut cooperative
binding, yaitu molekul oksigen dalam satu struktur tetramer hemoglobin akan mudah berikatan
bila sudah ada molekul oksigen yang telah berikatan. Fenomena ini memungkinkan pengikatan
oksigen dari paru-paru dan pelepasan oksigen yang maksimal ke jaringan (Harper, 2003). Selain
mengangkut oksigen ke jaringan, hemoglobin juga berperan dalam mengangkut CO2 yang
+
merupakan hasil sampingan respirasi dan proton (H ) dari jaringan perifer. Namun afinitas ikatan
CO2 lebih tinggi daripada O2, sehingga tingginya kadar CO2 dapat menurunkan kemampuan

transpor oksigen dari hemoglobin (Ganong, 1999)

Pembentukan Eritrosit dan Hemoglobin


Proses pembentukan eritrosit yang disebut sebagai eritropoiesis merupakan proses yang
diregulasi ketat melalui kendali umpan balik. Pembentukan eritrosit dihambat oleh kadar
hemoglobin diatas normal dan dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia. Eritropoiesis pada
masa awal janin terjadi dalam yolk sac, pada bulan kedua kehamilan eritropoiesis berpindah ke
liver dan saat bayi lahir eritropoiesis di liver berhenti dan pusat pembentukan eritrosit berpindah
ke sumsum tulang (Williams, 2007). Pada masa anak-anak dan remaja semua sumsum tulang
terlibat dalam hematopoiesis, namun pada usia dewasa hanya tulang-tulang tertentu seperti
tulang panggul, sternum, vertebra, costa, ujung proksimal femur dan beberapa tulang lain yang
terlibat eritropoiesis. Bahkan pada tulang-tulang seperti disebut diatas beberapa bagiannya terdiri
dari jaringan adiposit. Pada periode stress hematopoietik tubuh dapat melakukan reaktivasi pada
limpa, hepar dan sumsum berisi lemak untuk memproduksi sel darah, keadaan ini disebut
sebagai hematopoiesis ekstramedular (Munker, 2006).
Proses eritropoiesis diatur oleh glikoprotein bernama eritropoietin yang diproduksi ginjal
(85%) dan hati (15%). Pada janin dan neonatus pembentukan eritropoietin berpusat pada hati
sebelum diambil alih oleh ginjal (Ganong, 1999). Eritropoietin bersirkulasi di darah dan
menunjukkan peningkatan menetap pada penderita anemia, regulasi kadar eritropoietin ini
berhubungan eksklusif dengan keadaan hipoksia. Sistem regulasi ini berkaitan erat dengan faktor
transkripsi yang dinamai hypoxia induced factor-1 (HIF-1) yang berkaitan dengan proses
aktivasi transkripsi gen eritropoeitin. HIF-1 termasuk dalam sistem detektor kadar oksigen yang
tersebar luas di tubuh dengan efek relatif luas (cth: vasculogenesis, meningkatkan reuptake
glukosa, dll), namun perannya dalam regulasi eritropoiesis hanya ditemui pada ginjal dan hati
(Williams, 2007). Eritropoeitin ini dibentuk oleh sel-sel endotel peritubulus di korteks ginjal,
sedangkan pada hati hormon ini diproduksi sel Kupffer dan hepatosit. Selain keadaan hipoksia
beberapa zat yang dapat merangsang eritropoiesis adalah garam-garam kobalt, androgen,
adenosin dan katekolamin melalui sistem -adrenergik. Namun perangsangannya relatif singkat
dan tidak signifikan dibandingkan keadaan hipoksia (Harper,2003).
Eritropoietin yang meningkat dalam darah akan mengikuti sirkulasi sampai bertemu
dengan reseptornya pada sel hematopoietik yaitu sel bakal/stem cell beserta turunannya dalam
jalur eritropoiesis. Ikatan eritropoietin dengan reseptornya ini menimbulkan beberapa efek
seperti :
a. Stimulasi pembelahan sel eritroid (prekursor eritrosit).
b. Memicu ekspresi protein spesifik eritroid yang akan menginduksi diferensiasi sel-sel
eritroid.
c. Menghambat apoptosis sel progenitor eritroid.
Eritropoietin bersama-sama dengan stem cell factor, interleukin-3, interleukin-11, granulocyte-
macrophage colony stimulating factor dan trombopoietin akan mempercepat proses maturasi
stem cell eritroid menjadi eritrosit (Hoffman,2005). Secara umum proses pematangan eritosit
dijabarkan sebagai berikut :
1. Stem cell : eritrosit berasal dari sel induk pluripoten yang dapat memperbaharui diri
dan berdiferensiasi menjadi limfosit, granulosit, monosit dan megakariosit (bakal
platelet).
2. BFU-E : burst-forming unit eritroid, merupakan prekursor imatur eritroid yang lebih
fleksibel dalam ekspresi genetiknya menjadi eritrosit dewasa maupun fetus.
Sensitivitas terhadap eritropoeitin masih relatif rendah.
3. CFU-E : colony-forming unit eritroid, merupakan prekursor eritroid yang lebih matur
dan lebih terfiksasi pada salah satu jenis eritrosit (bergantung pada subunit
hemoglobinnya.
4. Proeritroblast, eritroblast dan normoblast : progenitor eritrosit ini secara morfologis
lebih mudah dibedakan dibanding sel prekursornya, masih memiliki inti, bertambah
banyak melalui pembelahan sel dan ukurannya mengecil secara progresif seiring
dengan penambahan hemoglobin dalam sel tersebut.
5. Retikulosit : eritrosit imatur yang masih memiliki sedikit sisa nukleus dalam bentuk
poliribosom yang aktif mentranslasi mRNA, komponen membran sisa dari sel
prekursornya, dan hanya sebagian enzim, protein serta fosfolipid yang diperlukan sel
selama masa hidupnya. Selelah proses enukleasi, retikulosit akan memasuki sirkulasi
dan menghabiskan sebagian waktu dalam 24 jam pertamanya di limpa untuk
mengalami proses maturasi dimana terjadi remodeling membran, penghilangan sisa
nukleus, dan penambahan serta pengurangan protein, enzim, dan fosfolipid. Setelah
proses ini barulah eritrosit mencapai ukuran dan fungsi optimalnya dan menjadi
matur (Munker, 2006).

Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin yang membentuk struktur
tetramer. Sintesis globin terjadi seperti protein pada umumnya, mRNA dari intisel akan
ditranslasi ribosom untuk merakit rantai asam amino untuk membentuk globin. Di sisi lain proses
pembentukan heme relatif lebih kompleks, bahan dasar heme adalah asam amino glisin dan
suksinil-KoA, hasil dari siklus asam sitrat. Pada awalnya proses ini terjadi di dalam mitokondria,
kemudian setelah terbentuk -aminolevulinat (ALA) reaksi terjadi di sitoplasma sampai
terbentuk coproporhyrinogen III, kemudian substrat akan masuk kembali kedalam mitokondria
untuk menyelesaikan serangkaian reaksi pembentukan heme yaitu penambahan besi ferro ke
cincin protoporphyrin. Proses pembentukan heme dapat dilihat di gambar 2.2. dan gambar 2.3.
(Harper, 2003).
Gambar 3. Sintesis pembentukan heme

Sintesis heme terjadi hampir pada semua sel mamalia dengan pengecualian eritrosit matur yang
tidak memiliki mitokondria, namun hampir 85% heme dihasilkan oleh sel prekursor eritroid pada sumsum
tulang dan hepatosit. Regulasi sintesis heme terjadi melalui mekanisme umpan balik oleh enzim -
aminolevulinat sintase (ALAS), ALAS tipe 1 ditemukan pada hati sedangkan ALAS tipe 2 ditemukan
pada sel eritroid. Heme tampaknya bekerja melalui molekul aporepresor bekerja sebagai regulator negatif
terhadap sintesis ALAS1, pada percobaan tampak bahwa sintesis ALAS1 tinggi saat kadar heme rendah
dan hampir tidak terjadi saat kadar heme tinggi. Selain sintesis hemoglobin, heme juga dibutuhkan enzim
hati sitokrom P450 untuk memetabolisme zat lain, keadaan ini dapat meningkatkan kerja ALAS1 (Harper,
2003) Seiring dengan berjalannya waktu, eritrosit yang sudah tua, akan dihancurkan oleh sistem
retikuloendothelial (hati, limpa, sumsum tulang). Protein yang dihasilkan akan dipecah menjadi asam
amino yang dapat dipergunakan lagi. Sedangkan bagian heme dari Hb dipecah menjadi Fe dan biliverdin,
yang nantinya diekskresikan melalui saluran empedu sebagai bilirubin.
Metabolisme fe

I. Metabolisme besi
Besi merupakan unsur vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
hemoglobin, dan merupakan komponen penting pada sistem enzim pernafasan. Pada
metabolisme besi perlu diketahui komposisi dan distribusi besi dalam tubuh, cadangan besi
tubuh, siklus besi, absorbsi besi dan transportasi besi.

II. Bentuk zat besi dalam tubuh.


Terdapat empat bentuk zat besi dalam tubuh yaitu:
a. Zat besi dalam hemoglobin.
b. Zat besi dalam depot (cadangan) sebagai feritin dan hemosiderin
c. Zat besi yang ditranspor dalam transferin.
d. Zat besi parenkhim atau zat besi dalam jaringan seperti mioglobin dan beberapa enzim
antara lain sitokrom, katalase, dan peroksidase.

III. Kebutuhan zat besi.


Kebutuhan zat besi dalam makanan setiap harinya sangat berbeda, hal ini tergantung pada
umur, sex, berat badan dan keadaan individu masingmasing. Kebutuhan zat besi yang
terbesar ialah dalam 2 tahun kehidupan pertama. selanjutnya selama periode pertumbuhan,
kenaikan berat badan pada usia remaja dan sepanjang masa produksi wanita.
Pada masa pertumbuhan diperlukan tambahan sekitar 0,5 -1 mg / hari, sedangkan wanita
pada masa mensturasi memerlukan tambahan zat besi antara 0,5 -1 mg / hari. Pada wanita
hamil kebutuhan zat besi sekitar 3 -5 mg / hari dan tergantung pada tuanya kehamilan. Pada
seorang laki laki normal dewasa kebutuhan besi telah cukup bila dalam makanannya terdapat
10-20 mg zat besi setiap harinya.
Asupan zat besi yang masuk ke dalam tubuh kita kira-kira 10 20 mg setiap harinya, tapi
ternyata hanya 1 2 mg atau 10% saja yang di absorbsi oleh tubuh. 70% dari zat besi yang di
absorbsi tadi di metabolisme oleh tubuh dengan proses eritropoesis menjadi hemoglobin, 10 -
20% di simpan dalam bentuk feritin dan sisanya 5 15% di gunakan oleh tubuh untuk proses
lain. Besi Fe3+ yang disimpan di dalam ferritin bisa saja di lepaskan kembali bila ternyata
tubuh membutuhkannya.
Feritin merupakan salah satu protein kunci yang mengatur hemostasis besi dan juga
merupakan biomarker klinis yang tersedia secara luas untuk mengevaluasi status besi dan
secara khusus penting untuk mendeteksi defisiensi besi. Kadar feritin pada laki-laki dan
wanita berbeda, pada laki-laki dan wanita postmenopause kadar feritin kurang dari 300ng/ml
, pada wanita premonoupase kurang dari 200 ng/ml.

Gambar 1 Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron
metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).
IV. Absorbsi besi

Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi
non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi
dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati,
tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan
diolah di lambung, karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan
dari ikatannya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi
bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum.
2. Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum
proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat
kompleks. Dikenal adanya mucosal block (mekanisme yang dapat
mengatur penyerapan besi melalui mukosa usus)
3. Fase Korporeal
Meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh sel-sel
yang memerlukan, serta penyimpanan besi (storage) oleh tubuh. Besi
setelah diserap oleh enterosit (epitel usus), melewati bagian basal epitel
usus, memasuki kapiler usus, kemudian dalam darah diikat oleh
apotransferin menjadi transferin. Transferin akan melepaskan besi pada
sel RES melalui proses pinositosis.

Gambar 3.Proses metabolisme Fe


Gambar 4 destruksi hemoglobin

Gambar 5 proses pembuangan


DAFTAR PUSTAKA

Ani, Luh Seri. 2011. Metabolisme Zat Besi Pada Tubuh Manusia. Bali: Widya Biologi.
Bakta, I.M ., 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fauci, Anthony S, et al. 2008. Harrisons Principle of Internal Medicine Seventeenth Edition.
United States of America: McGraw-Hill Companies, Inc.
Guyton, A. C. dan Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hoffbrand, A.V., Pettit, J.E., dan Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, Sylvia Anderson dan Willson, Lorraine McCarty. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Ed 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Sudoyo A, et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.
Syamsuhidayat R, dan Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Você também pode gostar