Você está na página 1de 19

KONSEP DASAR

BRONKOPNEUMONIA

1. Definisi
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal dari
suatu infeksi. (Price, 1995).

Pneumonia adalah proses peradangan pada parenchyme (jaringan paru) dimana


umumnya disebabkan oleh agen infeksius (Brunner and Suddarth, 2002).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul,
2001).

Bronkopneumonia digunakan unutk menggambarkan pneumonia yang mempunyai


pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam
bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada
bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).

Bronchopneumonia adalah proses peradangan yang mempunyai pola penyebaran


bercak teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronki dan meluas ke
parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.
(Brunner and Suddarth, 2001).

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter


sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price &
Lorraine M.W, 2006: 805).

2. Anatomi Fisiologi Pernafasan


a. Rongga hidung (cavum nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis
selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar
keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang
masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang
berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga
terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan
udara yang masuk.

Di dalam rongga hidung terjadi penyesuaian suhu dan kelembapan udara sehingga udara
yang masuk ke paru-paru tidak terlalu kering ataupun terlalu lembap. Udara bebas tidak
hanya mengandung oksigen saja, namun juga gas-gas yang lain. Misalnya, karbon dioksida
(co2), belerang (s), dan nitrogen (n2). Selain sebagai organ pernapasan, hidung juga
merupakan indra pembau yang sangat sensitif. Dengan kemampuan tersebut, manusia
dapat terhindar dari menghirup gas-gas yang beracun atau berbau busuk yang mungkin
mengandung bakteri dan bahan penyakit lainnya. Dari rongga hidung, udara selanjutnya
akan mengalir ke faring.

b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu
saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran
pencernaan (orofarings) pada bagian belakang.
Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita
suara (pita vocalis).masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar
dan terdengar sebagai suara.

Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan


karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf
kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
c. Laring
Laring (tekak) adalah tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara
melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Laring
berparan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas terhadap masuknya
makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh benda asing ( gumpalan
makanan ), infeksi ( misalnya infeksi dan tumor).

2. Alat pernafasan bawah


a. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya 10-12 cm dengan diameter 2,5 cm, terletak
sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku,
dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini
berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
Trakea tetap terbuka karena terbentuk dari adanya 16-20 cincin kartilao berbentuk huruf c
yang membentuk trakea.
b. Cabang-cabang bronkus
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus primer (kanan dan
kiri). Bronkus kiri lebih tinggi dan cenderung horizontal daripada bronkus kanan, karena
pada bronkus kiri terdapat organ jantung. Bronkus kanan lebih pendek dan tebal dan
bentuknya cenderung vertical karena arcus aorta membelokkan trakea kebawah.
Masing-masing bronkus primer bercabang lagi menjadi 9-12 cabang untuk membentuk
bronkus sekunder dan tersier (bronkiolus) dengan diameter semakin menyempit.
Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus
bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya
melingkari lumen dengan sempurna.
c. Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada
dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru
kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.

Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam
yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput
yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis).

Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.

Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-
paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat
lebar untuk pertukaran gas.
Di dalam paru-paru, bronkiolus bercabang-cabang halus dengan diameter 1 mm,
dindingnya makin menipis jika dibanding dengan bronkus. Bronkiolus ini memiliki
gelembung-gelembung halus yang disebut alveolus. Bronkiolus memiliki dinding yang
tipis, tidak bertulang rawan, dan tidak bersilia.

Gas memakai tekanannya sendiri sesuai dengan persentasenya dalam campuran, terlepas
dari keberadaan gas lain (hukum dalton). Bronkiolus tidak mempunyi tulang rawan, tetapi
rongganya masih mempunyai silia dan di bagian ujung mempunyai epitelium berbentuk
kubus bersilia. Pada bagian distal kemungkinan tidak bersilia. Bronkiolus berakhir pada
gugus kantung udara (alveolus).

Alveolus terdapat pada ujung akhir bronkiolus berupa kantong kecil yang salah satu sisinya
terbuka sehingga menyerupai busa atau mirip sarang tawon. Oleh karena alveolus
berselaput tipis dan di situ banyak bermuara kapiler darah maka memungkinkan terjadinya
difusi gas pernapasan.

Mekanisme pernafasan / ventilasi paru


Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari paru-paru. Jumlahnya sekitar 500 ml
ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastic serta persyarafan
yang utuh. Otot pernafasan insprirasi utama adalah diafpragma. Diafpragma di persyaraf
oleh syaraf frenik, yang keluar dari medulla spinalis pada vetebra servikal ke empat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karna adanya perbedaan tekanan udara antara
intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan interapleura. Salah
satu fase dari ventilasi paru adalah inspirasi yaitu gerakan perpindahan udara masuk ke
dalam paru-paru dan fase lainnya adalah ekspirasi yaitu gerakan perpindahan udara
meninggalkan paru-paru.
1. Prinsip dasar
a. Toraks adalah rongga tertutup kedap udara disekeliling paru-paru yang terbuka
ke atmosper hanya melalui jalur sistem pernapasan :
b. Pernafasan adalah proses inspirasi (inhalasi) udara kedalam paru-paru dan
ekspirasi (ekshalasi) udara dari paru-paru ke lingkungan luar tubuh.
c. Sebelum inspirasi dimulai, tekanan udara atmosper (sekitar 760 mmhg) sama
dengan tekanan udara dalam alveoli yang disebut sebagai tekanan intra-alveolar
(intra pulmonar).
d. Tekanan intra poleura dalam rongga pleura (ruang antar pleura) adalah tekanan
sub-atmosper, atau kurang dari intra-alveolar.
e. Peningkatan atau penurunan volume rongga toraks mengubah tekanan intra
pleura dan intra-alveolar yang secara mekanik menyebabkan pengembangan
atau pengempisan paru-paru
2. Inspirasi
Tepatnya proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma berkontraksi, bergerak ke arah
bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah. Otot-otot interkosta
eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan rongga dada ke arah
samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.

Dengan mengembangnya rongga dada, pleura parietal ikut mengembang. Tekanan


intrapleura menjadi makin negatif karena terbentuk isapan singkat antara membran pleura.
Perlekatan yang diciptakan oleh cairan serosa, memungkinkan pleura viseral untuk
mengembang juga, dan hal ini juga mengembangkan paru-paru.

Dengan mengembangnya paru-paru, tekanan intrapulmonal turun di bawah tekanan


atmosfir, dan udara memasuki hidung dan terus mengalir melalui saluran pernapasan
sampai ke alveoli. Masuknya udara terus berlanjut sampai tekanan intrapulmonal sama
dengan tekanan atmosfir; ini merupakan inhalasi normal. Tentu saja inhalasi dapat
dilanjutkan lewat dari normal, yang disebut sebagai napas dalam. Pada napas dalam
diperlukan kontraksi yang lebih kuat dari otot-otot pernapasan untuk lebih
mengembangkan paru-paru, sehingga memungkinkan masuknya udara lebih banyak.
Otot-otot inspirasi memperbesar rongga toraks dan meningkatkan volumenya dimana otot-
otot yang berkontraksi adalah :
a. Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rileks akan memipih saat
berkontraksi dan memperbesar rongga toraks kearah inferior.
b. Otot intrerkostal eksternal mengangkat iga keatas dan kedepan saat berkontraksi
sehingga memperbesar rongga toraks kearah anterior dan superior.
c. Dalam pernafasan aktif atau pernafasan dalam, otot-otot sternokleidomastoid, pektoralis
mayor, serratus-anterior, dan otot skalena juga akan memperbesar rongga toraks.

3. Ekspirasi
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot
interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan
jaringan ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak
alveoli. Dengan meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara
didorong ke luar paru-paru sampai kedua tekanan sama kembali.

Perhatikan bahwa inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan kontraksi otot,
tetapi ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan
pada elastisitas normal paru-paru yang sehat. Dengan kata lain, dalam kondisi yang normal
kita harus mengeluarkan energi untuk inhalasi tetapi tidak untuk ekshalasi.

Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi diluar batas normal, seperti ketika
sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi yang demikian adalah proses
aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.

Otot-otot ekspirasi menurunkan volume rongga toraks. Ekspirasi pada pernafasan yang
tenang dipengaruhi oleh relaksasi otot dan disebut proses pasif. Pada ekspirasi dalam, otot
interkostal internal menarik kerangka iga ke bawah dan otot abdomen berkontraksi
sehingga mendorong isi abdomen menekan diafragma.

3. Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas
lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan
gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama
mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit
ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.

Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :


a. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan
bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan
organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan
anak-anak atau kalangan orang tua.
b. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme
seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus,
merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi.
Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya
menurut lokasi anatominya saja.
d. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen
penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme
perusak.

4. Etiologi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001).

5. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, mikroplasma, jamur dan aspirasi
makanan yang melalui inhalasi droplet akan teraspirasi masuk ke saluran nafas atas
kemudian masuk ke saluran nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menginfeksi
jaringan interstisial parenkim paru. Dengan daya tahan tubuh yang menurun, terjadilah
infeksi pada traktus respiratorius atau jalan nafas. Adanya infeksi jalan nafas akan
timbul reaksi jaringan berupa edema alveolar dan pembentukan eksudat. Hal tersebut
akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke bronkioli, alveoli dan paru-
paru. Terjadinya proliferasi mengakibatkan sumbatan dan daya konsolidasi pada jalan
nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 menjadi terhambat dan terjadilah
gangguan ventilasi. Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus
menyebabkan terjadi peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut
dengan hiperventilasi yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan
penurunan CO2 dalam kapiler atau hipoventilasi yang akan menyebabkan terjadi
asidosis respiratorik. Hal tersebut menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi
fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang CO2 sehingga menyebabkan
konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi dan akan
berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai. Jika
gangguan ventilasi, difusi dan perfusi tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan
hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan beberapa manifestasi klinis.

6. Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
Nyeri pleuritik
Nafas dangkal dan mendengkur
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang
Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
Area sirkumoral
Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.
b. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.
d. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
e. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps
alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun,
hipoksemia.
h. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
i. Bilirubin : mungkin meningkat
j. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear
tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999).

8. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Terjadi apabila
penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi.
Penumpukan sekret ini akan menyebabkan obstruksi bronchus intrinsik. Obstruksi
ini akan menyebabkan atelektasis obstruksi dimana terjadi penyumbatan saluran
udara yang menghambat masuknya udara ke dalam alveolus.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Ini disebabkan apabila
terjadi penyebaran virus hemofilus influenza melalui hematogen ke sistem saraf
sentral. Penyebaran juga bisa dimulai saat terjadi infeksi saluran pernapasan.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien bronkopneumonia
adalah :
1) Menjaga kelancaran pernapasan
2) Kebutuhan istirahat
3) Kebutuhan nutrisi dan cairan
4) Mengontrol suhu tubuh
5) Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:


1.) Pemberian antibiotik sesuai program
2.) Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
3.) Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
4.) Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk transpor muskusilier
5.) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a. Fokus Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi
pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi
berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami
bronkopneumonia.
b. Keluhan Utama : sesak nafas
c. Riwayat Penyakit
1) Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan batuk,
serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
2) Pneumonia Stafilokokus (bakteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari hingga
seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit fertusis
yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang dan lama yang
disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).
e. Pengkajian Fisik
1. Aktivitas/istirahat.
Gejala : Kelemahan, kelelahan, tidak bisa tidur.
Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya gagal jantung kronik.
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda : Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kaheksia (mal nutrisi).
4. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influensa).
Tanda : Perubahan mental (bingung somnolen).
5. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada meningkat saat batuk, mialgia, atralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit.
6. Pernafasan
Gejala : Riwayat PPOM, takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal, pelebaran nasal.
Tanda : Sputum (merah muda, purulen), perkusi (pekak diatas area yang
konsolidasi), fremitus (traktil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi),
bunyi nafas (menurun atau tidak ada), warna (pucat atau cyanosis bibir/kuku).
7. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, demam.
Tanda : Berkeringat, menggigil, gemetar, kemerahan.
8. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit ISPA.
Tanda : Gelisah, bertanya-tanya.

2. Diagnosa Keperawatan
I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
II. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi
eksudat
III. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses
inflamasi
IV. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan
pemasukan b.d faktor biologis.
V. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake
dan tachipnea.

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Bersihan jalan nafasSetelah dilakukanAirway manajemenn
tidak efektif b/daskep jam Status1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
banyaknya scretrespirasi: terjadileher ekstensi jika memungkinkan.
mucus kepatenan jalan2.Posisikan pasien untuk
nafas dg memaksimalkan ventilasi
KH: 3.Identifikasi pasien secara actual atau
Pasien tidak merasapotensial untuk membebaskan jalan
tercekik ,tidaknafas.
sesak nafas,4.Pasang ET jika memeungkinkan
auskultasi suara5.Lakukan fisioterapi dada jika
paru bersih,iramamemungkinkan
nafas , frekuensi6.Keluarkan lendir dengan suction
nafas dalam7.Asukultasi suara nafas
rentang normal,8.Lakukan suction melalui ET
tanda vital dbn. 9.Atur posisi untuk mengurangi dyspnea
10.Monitor respirasi dan status oksigen
jika memungkinkan
11. berikan bronkodilator jika perlu

Airway Suction
Tentukan kebutuhan suction melalui
oral atau tracheal
Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
Informasikan pada keluarga tentang
suction
Masukan selang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal
suction.
Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction trachea.
Hentikan tracheal suction dan berikan
O2 jika pasien bradicardia.
Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera

Setelah dilakukan Manajemen asam basa


askep jam Aktivitas :
2 Gangguan petukaranventilasi dan 1. Pertahankan kepatenan akses IV
gas berhubunganpertukaran gas 2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan meningkatnyaefektif dengan 3. Pantau kadar eletrolit
sekresi dan akumulasiKH: 4. Pantau pola nafas
eksudat Keseimbangan 5. Sediakan terapi oksigen
elektrolit dan asamTerapi Oksigen
basa, Nadi dalamAktivitas :
batas yang1. Bersihkan secret mulut dan trakea
diharapkan, Irama2. Jaga kepatenan jalan napas
jantung dalam batas3. Sediakan peralatan oksigen, sistim
yang diharapkan humadifikasi
4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang
menyalurkan oksigen pada pasien
6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat
oksigen
Manajemen Jalan Napas
Setelah dilakukanAktivitas :
Pola nafas tak efektifaskep jam jam1. Posisikan pasien untuk
berhubungan denganpola napas efektifmemaksimalkan ventilasi
3 penurunan ekspansidengan criteria hasil2. Identifikasi kebutuhan pasien akan
paru, proses inflamasi : Kepatenan jalaninsersi jalan napas actual/potensial
napas, demam tidak3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai
ada, sesak tidak ada,dengan kebutuhan
frekuensi napas4. Bersihkan secret dengan menggunakan
dalam batas normal,penghisapan
irama napas teratur,5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam,
keluaran sputumberbalik dan batuk
dari jalan napas,6. Instruksikan bagaimana cara batuk
tidak adanya suaraefektif
napas tamabahan Bantuan Ventilasi
Aktivitas :
1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi
dyspnea
3. Bantu perubahan posisi dengan sering
4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Bersihkan mulut,hidung dan sekret
trakea
7. Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi

Managemen nutrisi
setelah dilakukan1. Kaji pola makan klien
askep jam terjadi2. Kaji kebiasaan makan klien dan
Ketidakseimbangan peningkatan statusmakanan kesukaannya
nutrisi kurang darinutrisi dg KH:3. Anjurkan pada keluarga untuk
kebutuhan tubuh b/dMengkonsumsi meningkatkan intake nutrisi dan cairan
ketidak mampuannutrisi yang4. kelaborasi dengan ahli gizi tentang
4 pemasukan b.d faktoradekuat. Identifikasikebutuhan kalori dan tipe makanan yang
biologis. kebutuhan nutrisi. dibutuhkan
5. tingkatkan intake protein, zat besi dan
vit c
6. monitor intake nutrisi dan kalori
7. Monitor pemberian masukan cairan
lewat parenteral.

Nutritional terapi
1. kaji kebutuhan untuk pemasangan
NGT
2. berikan makanan melalui NGT k/p
3. berikan lingkungan yang nyaman dan
tenang untuk mendukung makan
monitor penurunan dan peningkatan BB
4. monitor intake kalori dan gizi
setelah dilakukan
askep jam tidak
terjadi kekurangan Manajemen cairan
volume cairan Aktivitas :
dengan criteria hasil 1. Timbang BB tiap hari
Risiko kekurangan: 2. Hitung haluaran
volume cairanHidrasi, Membran3. Pertahankan intake yang adekuat
berhubungan denganmucus yang basah,4. Monitor status hidrasi
demam, menurunnyaNafas pendek tidak5. Monitor TTV
intake dan tachipnea. ditemukan, Mata6. Berikan terapi IV
5 cekung tidakTerapi Intra vena
ditemukan, BunyiAktifitas :
napas tambahan1. Atur pemberian IV sesuai resp dan
tidak ditemukan pantau hasilnya
2. Pantau jumlah tetes dan tempat infuse
IV
3. Periksa IV secara teratur
4. Pantau TTV
5. Catat intake dan output
6. Pantau tanda dan gejala yang
berhungan dengan infusion flebitis

DAFTAR PUSTAKA

Pasiyan Rahmatullah (1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi
Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI
Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.
Smeltzer SC, Bare B.G (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I,
Jakarta : EGC
Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba
Medica.
Lackmans (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia :
WB Saunders Company.

Você também pode gostar