Você está na página 1de 8

Artikel Penelitian

Demam Tifoid pada Petugas Laboratorium Rumah Sakit Ibnu Sina


Mufid Ikramullah Aljaru

Sub Departemen Kedokteran Okupasi, Departemen Kedokteran Komunitas,


Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Abstrak
Latar belakang
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini juga merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan
urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi
yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam
tifoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui
minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral
fekal = jalur oro-fekal). Blaser et al. melaporkan 32 kasus demam tifoid
laboratorium diperoleh di Amerika Serikat selama periode 42-bulan 1977-1980,
mewakili 11,2% dari kasus sporadis demam tifoid dilaporkan di Amerika Serikat.
Dari catatan, kasus banyak sebelumnya melaporkan demam tifoid dikaitkan
dengan pipetting mulut dan penanganan strain-praktik yang sekarang dihindari.
Cara Kerja
Identifikasi dengan cara Walk Through Survey menggunakan data berupa check
list yang dibuat yang dilakukan di tempat kerja petugas laboratorium Ruamah
Sakit Ibnu Sina.
Hasil
Dari hasil check list diperoleh seorang perempuan 27 tahun bekerja sebagai
petugas laboratorium Rumah Sakit Ibnu Sina yang didiagnosis menderita demam
tifoid. Diperoleh factor hazard yang paling berperan adalah faktor biologi yang
terkait dengan kebiasaan jarang menggunakan handscoon ketika kontak dengan
pasien demam tifoid serta kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik setelah
kontak dengan penderita demam tifoid. pengendalian dapat dilakukan dengan cara
edukasi kepada petugas laboratorium agar selalu menggunakan handscoon ketika
kontak dengan pasien serta melakukan cuci tangan dengan baik dan benar setelah
kontak dengan pasien penderita demam tifoid.
Kesimpulan
Adanya hubungan signifikan antara factor hazard biologi dengan kejadian demam
tifoid pada perempuan 27 tahun, petugas laboratorium rumah sakit ibnu sina.

July 28, 2016


1
Artikel Penelitian

Latar belakang

Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang

disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas yang

berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur

endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel

fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers patch.

Beberapa terminologi lain yang erat kaitannya adalah demam paratifoid dan

demam enterik. Demam paratifoid secara patologik maupun klinis adalah sama

dengan demam tifoid namun biasanya lebih ringan, penyakit ini biasanya

disebabkan oleh spesies Salmonella enteriditis, sedangkan demam enterik dipakai

baik pada demam tifoid maupun demam paratifoid.1


Istilah typhoid berasal dari kata Yunani typhos. Terminologi ini dipakai pada

penderita yang mengalami demam disertai kesadaran yang terganggu. Penyakit ini

juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan

lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri

pengolahan makanan yang masih rendah.


Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid

di seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap

tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi

pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam

tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di hampir

semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak usia 5-19

tahun.2

July 28, 2016


2
Artikel Penelitian

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-

negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif

anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri

polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi

terhadap multipel antibiotik.1


Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui

minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral

fekal = jalur oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang

ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula

transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses

kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium

penelitian.1

Salmonellosis adalah salah satu infeksi yang dilaporkan yang paling umum

dalam survei yang dipublikasikan. Blaser et al. melaporkan 32 kasus demam tifoid

laboratorium diperoleh di Amerika Serikat selama periode 42-bulan 1977-1980,

mewakili 11,2% dari kasus sporadis demam tifoid dilaporkan di Amerika Serikat.

Yang dikhawatirkan adalah bahwa sejumlah kasus terjadi pada individu yang tidak

langsung bekerja di laboratorium mikrobiologi, termasuk kasus di 2 anggota

keluarga dari seorang ahli mikrobiologi yang bekerja dengan budaya Salmonella,

1 dari yang terbukti berakibat fatal. Bahkan, demam tifoid telah menyumbang

July 28, 2016


3
Artikel Penelitian

kematian lebih dilaporkan dari infeksi laboratorium didapat lainnya. Dari catatan,

kasus banyak sebelumnya melaporkan demam tifoid dikaitkan dengan pipetting

mulut dan penanganan strain-praktik yang sekarang dihindari.

Metode

Cara survey yang dilakukan adalah dengan menggunakan Walk Through

Survey. Teknik Walk Through Survey juga dikenali sebagai Occupational Health

Hazards. Walk Through Survey ini adalah bertujuan untuk menilai aspek K3

produksi di tempat kerja dan lingkungannya secara umum. Selain itu,

mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3, memahami

pekerjaan dan tugas-tugas pekerja, mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya

yang ada dan mungkin akan timbul di tempat kerja atau pada petugas dan

menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan K3,

upaya pengendalian, pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya.

Bahan yang digunakan pada survey ini adalah checklist yang di buat.

Checklist ini dibuat berdasarkan informasi yang diperlukan daripada tujuan survey

ini dilakukan. Pada survey ini, informasi yang diperlukan adalah ada tidaknya

faktor hazard, alat kerja apa yang digunakan, alat pelindung diri yang digunakan,

ketersediaan obat p3k di tempat kerja, keluhan atau penyakit yang dialami pekerja

dan upaya pengetahuan mengenai K3 kepada pekerja di tempat kerja

Peralatan yang diperlukan untuk melakukan walk through survey antara

lain :

- Alat tulis menulis : Berfungsi sebagai media untuk pencatatan selama

survey jalan sepintas.

July 28, 2016


4
Artikel Penelitian

- Kamera digital : Berfungsi sebagai alat untuk memotret kegiatan

- Check List : Berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan data primer

mengenai survey jalan sepintas yang dilakukan.

Survey dilakukan pada tanggal 28 Juni 2016 di Puskesmas Jumpandang

Baru Makassar

No. Tanggal Kegiatan


1. 25 Juli 2016
- Melapor ke bagian K3 RS Ibnu Sina
- Pengarahan kegiatan
2. 26 Juli 2016
- Pembuatan proposal walk through survey
- Walk through survey
3. 27 Juli 2016
- Walk through survey

4. 28 Juli 2016
- Walk through survey
- Pembuatan laporan walk through survey

5. 29 Juli 2016 - Presentasi laporan walk through survey

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pasien perempuan 27 tahun

seorang petugas laboratorium didiagnosis oleh dokter menderita panyakit demam

tifoid. Pada pemeriksaan status okupasi didapatkan informasi bahwa pasien

bekerja 6 hari dalam seminggu dari senin-sabtu, bekerja dari jam 08.00-14.00 atau

sekitar 6 jam dalam sehari dengan waktu istirahat sekitar 1 jam. Hasil chek-list

July 28, 2016


5
Artikel Penelitian

ditemukan hazard faktor fisik berupa pencahayaan yang kurang serta suara bising

getaran yang berasal dari alat sentrifus, faktor biologi berupa bakteri akibat kontak

langsung dengan penderita dan sampel penderita demam tifoid, faktor kimia

berupa kontak dengan reagen, serta faktor ergonomi berupa posisi berdiri dan

membungkuk pada saat melakukan registrasi, pengambilan sampel dan

pengolahan sampel. Walaupun dalam hakikatnya banyak faktor yang

mempengaruhi, namun berdasarkan langkah-langkah penegakan diagnosis

okupasi menujukkan bahwa faktor biologi adalah faktor yang paling berperan

menyebabkan penyakit demam tifoid pada pasien.

Blaser et al. melaporkan 32 kasus demam tifoid laboratorium diperoleh di

Amerika Serikat selama periode 42-bulan 1977-1980, mewakili 11,2% dari kasus

sporadis demam tifoid dilaporkan di Amerika Serikat. Dari catatan, kasus banyak

sebelumnya melaporkan demam tifoid dikaitkan dengan pipetting mulut dan

penanganan strain-praktik yang sekarang dihindari.

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui

minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau

pembawa kuman, biasanya keluar bersama sama dengan tinja (melalui rute oral

fekal = jalur oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang

ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula

transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses

kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium

penelitian.1

July 28, 2016


6
Artikel Penelitian

Jika dihubungkan dengan kasus, panularan Salmonella typhi hingga

menyebabkan penyakit pada petugas laboratorium lebih mengarah pada penularan

secara oro-fekal akibat kebiasaan jarang menggunakan handscoon ketika kontak

dengan pasien demam tifoid ketika melakukan pengambilan sampel. Hal ini

ditambah lagi dengan kebiasaan mencuci tangan yang kurang baik.

Adapun untuk pengendalian dapat dilakukan dengan cara edukasi kepada

petugas laboratorium agar selalu menggunakan handscoon ketika kontak dengan

pasien serta melakukan cuci tangan dengan baik dan benar setelah kontak dengan

pasien penderita demam tifoid.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan teknik Walk Through Survey

diperoleh adanya hubungan signifikan antara faktor hazard biologi terhadap

kejadian demam tifoid pada perempuan 27 tahun, petugas laboratorium Rumah

Sakit Ibnu Sina dengan.

Daftar pustaka
1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi &

pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45.


2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari

http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang_P

erlu_Diketahui.html. 22 Januari 2012.

July 28, 2016


7
Artikel Penelitian

3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :

Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi

1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.


4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa

Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta:

EGC ; 2000.
5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam

Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta :

2003. h. 2-20.
6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada

anak. Surabaya : FK UNAIR ; 2010. h. 1-10.


7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam

pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei

Saboe Kota Gorontalo. 2012. Diunduh dari

http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSV

ol05No01_08_2012.pdf. 22 Januari 2012.

July 28, 2016


8

Você também pode gostar