Você está na página 1de 22

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN

KALIMANTAN BARAT- MALAYSIA UNTUK PENGEMBANGAN


KAWASAN AGROPOLITAN
(Studi Kasus Kecamatan Dekat Perbatasan Kabupaten Bengkayang)

SUSTAINABILITY ANALYSIS OF WEST KALIMANTAN- MALAYSIAN


BORDER FOR THE DEVELOPMENT OF AGROPOLITAN REGION
(Case Study of a Sub-District at the Area Border of Bengkayang Regency)

Thamrin 1, Surjono H. Sutjahjo 2, Catur Herison3, dan Supiandi Sabiham 4


1
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan IPB, Jl. Dramaga Bogor
2
Staf Pengajar Fakultas Pertanian dan Ketua Program Studi PSL IPB, Jl. Dramaga Bogor
3
Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu
4
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Jl. Dramaga Bogor

ABSTRACT

The Government of Bengkayang Regency has decided that the border area is
one of the agropolitan region development programs. Hence, a study on the sustainability
level of border area as the agropolitan region development is required. The first objective
of this study was to analyze the index and sustainability status of the border area,
Bengkayang Regency, based on five sustainable dimensions. The analysis used Multi
Dimensional Scaling (MDS) Method, called Rap-BENGKAWAN and the results were
stated in the index and sustainability status. The second objective was to analyze the
attributes that affect sensitively on index and sustainability status and the effect of error
using Laverage and Monte Carlo Analysis. The results of the study revealed that
ecological dimension was in the status of less sustainable (40.37%), economical
dimension was sufficient sustainable (66.54%), socio -culture dimension was sufficient
sustainable (67.06%), dimension of infrastructure and technology was not sustainable
(24.49%) and dimension of law and institutional was sufficient sustainable (60,10). Out of
the 47 attributes analyzed, there were 22 attributes need to be handled immediately as
they affect sensitively on the increase of index and sustainability status with a negligible
error in the level of 95% confidence limit.

Key words : sustainability index, sustainability status, agropolitan, border area

ABSTRAK

Pemerintah Kabupaten Bengkayang menetapkan wilayah perbatasan sebagai


salah satu program pengembangan kawasan agropolitan. Untuk itu, perlu dikaji tingkat
keberlanjutan wilayah perbatasan sebagai kawasan pengembangan agropolitan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indeks dan status keberlanjutan wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang dari lima dimensi keberlanjutan. Analisis
menggunakan metode Multi-Domensional Scaling (MDS) yang disebut Rap-
BENGKAWAN dan hasilnya dinyatakan dalam bentuk indeks dan status keberlanjutan.

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

103
Untuk mengetahui atribut yang sensitif berpengaruh terhadap indeks dan status
keberlanjutan dan pengaruh galat, dilakukan analisis Laverage dan Monte Carlo. Hasil
analisis menunjukkan bahwa dimensi ekologi berada pada status kurang berkelanjutan
(40,37%), dimensi ekonomi cukup berkelanjutan (66,54%), dimensi sosial-budaya cukup
berkelanjutan (67,07%), dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan (24,49%),
dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan (60,10%). Dari 47 atribut
yang dianalisis, 22 atribut yang perlu segera ditangani karena sensitif berpengaruh
terhadap peningkatan indeks dan status keberlanjutan dengan tingkat galat (error) yang
sangat kecil pada taraf kepercayaan 95%.

Kata kunci : indeks keberlanjutan, status keberlanjutan, agropolitan, wilayah perbatasan

PENDAHULUAN

Kabupaten Bengkayang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi


Kalimantan Barat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia.
Permasalahan yang dialami saat ini, kondisi pembangunan yang masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh dampak dari paradigma pembangunan masa lampau, yang
menempatkan kawasan perbatasan sebagai halaman belakang wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membawa implikasi terhadap kondisi
kawasan perbatasan saat ini yang terisolir dan tertinggal dari sisi sosial dan
ekonomi (Bappenas, 2004).
Melihat permasalahan ini, maka paradigma tersebut perlu dirubah yang
mengarah pada percepatan pertumbuhan ekonomi masyarakat di wilayah
perbatasan, khususnya di Kabupaten Bengkayang, dengan mengubah arah
kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking
menjadi outward looking, sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga melalui pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan
pendekatan keamanan (security approach) (Bappenas, 2005).
Pembangunan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang, yang
berbasiskan pertanian, harus mulai didorong guna mengatasi permasalahan
pembangunan yang terjadi selama ini yang didukung oleh kemampuan
pelayanan infrastruktur, pendidikan, sosial, kesehatan, dan lainnya, sehingga
mampu menggerakkan perekonomian perdesaan dan menciptakan nilai tambah
yang dapat dinikmati oleh masyarakat.
Salah satu program pembangunan wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang yang dapat dilakukan dengan mensinergikan potensi yang dimiliki,
yaitu sektor pertanian, adalah pengembangan kawasan agropolitan. Agropolitan
dapat diartikan sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong,

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

104
menarik, dan menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya (Departemen Pertanian, 2002). Pada tahun 2006, Pemerintah
Kabupaten Bengkayang telah menetapkan wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang sebagai kawasan pengembangan agropolitan melalui Surat
Keputusan No. 185 Tahun 2006. Pengembangan kawasan agropolitan ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang
mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland
atau wilayah sekitarnya, melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas
sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor
secara luas seperti usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil,
pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya.
Pengembangan kawasan agropolitan ini diharapkan dapat menunjang
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Berkaitan dengan hal
tersebut, perlu dikaji status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan,
khususnya Pemerintah Kabupaten Bengkayang, dalam rangka meningkatkan
status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ke depan
untuk pengembangan kawasan agropolitan.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang dari lima dimensi keberlanjutan, yaitu
dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial dan budaya, dimensi
infrastruktur dan teknologi, serta dimensi hukum dan kelembagaan. Status
keberlanjutan setiap dimensi keberlanjutan ditentukan berdasarkan hasil analisis
dari program analisis keberlanjutan (Multi Dimensional Scaling) yang dinyatakan
dalam bentuk nilai indeks keberlanjutan. Dengan mengetahui status
keberlanjutan wilayah dari lima dimensi, akan memudahkan dalam melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap
peningkatan status keberlanjutan wilayah, terutama pada dimensi keberlanjutan
dengan status yang lebih rendah guna mendukung pengembangan kawasan
agropolitan ke depan.

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
Pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan atau meningkatkan
dayaguna kawasan secara berkelanjutan. Konsep pendayagunaan kawasan
selalu berpijak pada tiga persepsi (perception) dasar : (a) kawasan merupakan
perwujudan sumberdaya dan aset, (b) prospek jangka panjang ke masa depan,
dan (c) keberlanjutan manfaat (Notohadikusuma, 2005). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dalam pelaksanaannya, perlu mempertimbangkan berbagai

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

105
kajian, yang diantaranya adalah kajian multidimensi keberlanjutan yang meliputi
tiga dimensi utama, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial
budaya. Secara ekologi, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi lingkungan, seperti pengatur tata air, pencegah erosi,
dan penyerap karbon. Secara ekonomi, memberikan nilai tambah (added value)
bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, melalui pengembangan
komoditas unggulan lokal, yang berorientasi pada sektor agribisnis dan
agroindustri. Dari sisi sosial budaya, pengembangan kawasan agropolitan
membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat perbatasan.
Dalam penelitian ini, tiga dimensi utama keberlanjutan tersebut di atas,
dikembangkan menjadi lima dimensi, dengan menambah dua dimensi yaitu
dimensi infrastruktur dan teknologi, serta dimensi hukum dan kelembagaan. Hal
ini penting karena dalam pengembangan kawasan agropolitan yang
berkelanjutan, dibutuhkan infrastruktur dan teknologi yang memadai yang
didukung oleh kelembagaan petani yang kuat. Disisi lain, faktor hukum perlu
dipertimbangkan dalam rangka mengatasi konflik kepentingan dalam pengem-
bangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.

Pengembangan Meningkatkan dayaguna


kawasan agropolitan kawasan secara berkelanjutan

Sumberdaya Prosepk jangka Keberlanjutan


dan asset panjang manfaat

Dimensi ekologi Dimensi sosial-budaya Dimensi ekonomi

Ekologi Ekonomi Sosial- Infrastruktur Hukum


budaya teknologi kelembagaan

Analisis keberlanjutan
Status (Multi Dimensional
keberlanjutan Scaling)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Agro-


politan di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

106
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang,
Provinsi Kalimantan Barat. Empat kecamatan ditetapkan sebagai lokasi
penelitian dari 14 kecamatan, yaitu Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan
Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding.
Penetapan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan-pertimbangan: (1) letak geografis, kecamatan dekat, atau
berbatasan langsung dengan negara Malaysia; (2) sinergi dengan program
pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah setempat; (3)
aksesibilitas kawasan telah dihubungkan oleh jalan arteri yang menghubungkan
antarkabupaten; dan (4) potensi lahan yang memungkinkan untuk pengem-
bangan kawasan agropolitan dan didukung dengan sarana dan prasarana
umum yang memadai. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006
sampai bulan Mei 2007.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data
sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan dokumen dari beberapa
instansi yang terkait dengan penelitian. Sedangkan, data primer diperoleh dari
hasil pendapat para pakar. Beberapa pertimbangan dalam menentukan pakar

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

107
yang akan dijadikan responden, menggunakan kriteria seperti berikut : (a)
mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; (b)
memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang
yang dikaji; dan (c) memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada
pada lokasi yang dikaji. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini,
secara rinci disajikan dalam lampiran 1.

Metode Analisis
Metode analisis keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan
dilakukan dengan pendekatan Multi-Dimensional Scaling (MDS) yang disebut
dengan pendekatan Rap-BENGKAWAN (Rapid Appraisal Pengembangan
Kawasan Agropolitan Kabupaten Bengkayang), yang merupakan pendekatan
yang dimodifikasi dari program RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for
Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British
Columbia (Kavanag, 2001; Fauzi dan Anna, 2002). Metode MDS merupakan
teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat
lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan
multidimensi keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Analisis data dengan MDS, meliputi aspek keberlanjutan dari dimensi
ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum
dan kelembagaan. Selanjutnya, dilakukan pula analisis multidimensi dengan
menggabungkan seluruh atribut dari lima dimensi keberlanjutan di atas. Analisis
data dengan MDS dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, me-review
atribut-atribut pada setiap dimensi keberlanjutan dan mendefenisikan atribut
tersebut melalui pengamatan lapangan, serta kajian pustaka. Secara
keseluruhan, terdapat 47 atribut yang dianalisis, masing-masing: 10 atribut
dimensi ekologi, 10 atribut dimensi ekonomi, 9 atribut dimensi sosial dan
budaya, 9 atribut dimensi infrastruktur dan teknologi, dan 9 atribut dimensi
hukum dan kelembagaan (Lampiran 1). Kedua, pemberian skor yang didasarkan
pada hasil pengamatan lapangan dan pendapat pakar sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Rentang skor berkisar antara 0 3, yang
diartikan dari buruk sampai baik atau sebaliknya, tergantung kondisi masing-
masing atribut. Ketiga, hasil pemberian skor kemudian dianalisis, dengan
menggunakan program MDS, untuk menentukan posisi status keberlanjutan
pengembangan kawasan agropolitan pada setiap dimensi dan multidimensi
yang dinyatakan dalam skala indeks keberlanjutan. Skala indeks keberlanjutan
terletak antara 0 100, seperti pada tabel 1.
Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji diproyeksikan pada garis
mendatar dalam skala ordinasi yang berada diantara dua titik ekstrim, yaitu titik
ekstrim buruk dan baik yang diberi nilai indeks antara 0 sampai 100 persen,
seperti pada gambar 3.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

108
Tabel 1. Kategori Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berdasar-
kan Nilai Indeks Hasil Analisis MDS (Rap-BENGKAWAN)

Nilai indeks Kategori


0,00 25,00 Buruk (tidak berkelanjutan)
25,01 50,00 Kurang (kurang berkelanjutan)
50,01 75,00 Cukup (cukup berkelanjutan)
75,01 100,00 Baik (sangat berkelanjutan)

0 25 50 75 100

Gambar 3. Ilustrasi Nilai Indeks Keberlanjutan dalam Skala Ordinasi

Dalam analisis MDS dengan menggunakan komputer, sekaligus


dilakukan analisis Laverage, analisis Monte Carlo, penentuan nilai Stress, dan
nilai Koefisien Determinasi (R2) yang merupakan program satu paket dengan
program MDS. Pertama, analisis Laverage digunakan untuk mengetahui atribut-
atribut yang sensitif, ataupun intervensi yang dapat dilakukan terhadap atribut
yang sensitif untuk meningkatkan status keberlanjutan kawasan agropolitan.
Penentuan atribut yang sensitif dilakukan berdasarkan urutan prioritasnya pada
hasil analisis Laverage dengan melihat bentuk perubahan root mean square
(RMS) ordinasi pada sumbu X. Semakin besar nilai perubahan RMS, maka
semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam peningkatan status
keberlanjutan, atau dengan kata lain, semakin sensitif atribut tersebut dalam
keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan di lokasi penelitian. Kedua,
analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat dalam proses
analisis yang dilakukan, pada selang kepercayaan 95 persen. Hasil analisis
dinyatakan dalam bentuk nilai indeks Monte Carlo, yang selanjutnya dibedakan
dengan nilai indeks hasil analisis MDS. Apabilai perbedaan kedua nilai indeks
tersebut kecil, mengindikasikan bahwa : (a) kesalahan dalam pembuatan skor
setiap atribut relatif kecil, (b) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini
relatif kecil, (c) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, (d)
kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. Ketiga, nilai
stress dan koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk menentukan perlu
tidaknya penambahan atribut, untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara
akurat (mendekati kondisi sebenarnya). Nilai ini diperoleh dari pemetaan
terhadap dua titik yang berdekatan, dimana titik tersebut diupayakan sedekat
mungkin terhadap titik asal dalam skala ordinasi. Teknik ordinasi (penentuan

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

109
jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distence yang dalam ruang
berdimensi n dengan persamaan :

d= (x x
1 2
2
+ y1 y 2 + z1 z 2 + ........
2 2
)
Titik tersebut kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak
euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij) dengan persamaan :
d ij = a + bd ij + e
Dalam meregresikan persamaan di atas digunakan teknik least squared
bergantian yang didasarkan pada akar dari Euclidian Distance (squared
distance) atau disebut metode algoritma ASCAL. Metode ini mengoptimalisasi
jarak kuadrat (squared distance=d ijk ) terhadap data kuadrat (titik asal=oijk ) yang
dalam tiga dimensi (i,j,k) yang disebut S-stress dengan persamaan :

1
2
d ijk oijk
2
( )
2

s=
m
oijk4

Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004), nilai stress yang dapat
diperbolehkan adalah apabila berada dibawah nilai 0,25 (menunjukkan hasil
analisis sudah cukup baik). Sedangkan nilai R2 diharapkan mendekati nilai 1
(100%) yang berarti bahwa atribut-atribut yang terpilih saat ini dapat
menjelaskan mendekati 100 persen dari model yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi


Atribut yang dipertimbangkan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi ekologi terdiri dari sepuluh atribut : (1) status
kepemilikan lahan usahatani, (2) frekuensi kejadian kekeringan, (3) frekuensi
kejadian banjir, (4) pencetakan sawah baru oleh pemerintah, (5) intensitas
konversi lahan pertanian, (6) kondisi sarana jalan usahatani, (7) kondisi sarana
jalan desa, (8) produktivitas usahatani, (9) penggunaan pupuk, dan (10)
kegiatan perladangan berpindah.
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN, diketahui
nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan yaitu sebesar 40,37
persen. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status keberlanjutan pengem-
bangan kawasan agropolitan, maka kondisi dimensi ekologi berada pada
kategori atau status kurang berkelanjutan.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

110
Hasil analisis Laverage diperoleh tiga atribut yang sensitif berpengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi: (1) produktivitas usahatani,
(2) intensitas konversi lahan pertanian, dan (3) pencetakan sawah baru. Adapun
nilai indeks keberlajutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MDS dan
Laverage dimensi ekologi, seperti gambar 4.

60
Up
Kegiatan Perladangan Berpindah 0.14

40 Penggunaan Pupuk 1.76


3.69
Produktivitas Usahatani
20
Kondisi Jalan Desa 0.46
0.17

Atribut
Bad
40,37 % Good
Kondisi Jalan Usahatani
0 6.19
0 20 40 60 80 100 120 Intensitas Konversi Lahan Pertanian
Pencetakan Sawah Baru 5.40
-20
Frekuensi Kejadian Banjir 2.36

Kejadian Kekeringan 2.14


-40

Status Kepemilikan Lahan 0.15


Down
-60 0 1 2 3 4 5 6 7

Status Keberlanjutan Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

Gambar 4. Nilai Indeks Keberlanjutan dan Atribut yang Sensitif Mempengaruhi


Keberlanjutan Dimensi Ekologi

Munculnya atribut yang sensitif, berupa intensitas konversi lahan


pertanian, untuk tujuan penggunaan lain di luar kegiatan pertanian, pencetakan
sawah baru, dan produktivitas usahatani di atas, disebabkan karena kegiatan ini
masih tergolong sangat rendah terjadi di lokasi penelitian. Oleh karena itu, untuk
mendukung pengembangan kawasan agropolitan ini, maka kegiatan tersebut
harus dipertahankan atau ditekan sekecil mungkin, sehingga ketersediaan lahan
pertanian untuk pengembangan komoditas unggulan di kawasan tersebut masih
tetap terjamin. Disisi lain, upaya pencetakan sawah baru masih sangat minim
dilakukan, sehingga upaya ini perlu ditingkatkan yang disertai dengan
perbaikan kualitas lahan, sehingga produktivitas usahatani dapat ditingkatkan.
Kenyataan menunjukkan bahwa produksi usahatani masih tergolog rendah,
sementara biaya produksi yang digunakan relatif tinggi, terutama dalam
pengadaan sarana produksi pertanian (saprodi). Hal ini menyebabkan
keuntungan yang diperoleh petani dari kegiatan usahataninya juga relatif kecil.

Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi


Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi ekonomi terdiri dari sepuluh atribut, antara lain : (1)
jumlah pasar, (2) pemasaran produk pertanian, (3) persentase penduduk miskin,
(4) harga komoditas unggulan, (5) jumlah tenaga kerja pertanian, (6) kelayakan
usahatani, (7) jenis komoditas unggulan, (8) kontribusi sektor pertanian terhadap
Pendapatan Produk Domestik Bruto (PDRB), (9) tingkat ketergantungan
konsumen, dan (10) keuntungan usahatani.

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

111
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN, diperoleh
nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan, sebesar 66,54 persen.
Nilai indeks tersebut termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Ini berarti,
untuk pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang, dilihat dari dimensi ekonomi, telah memberikan manfaat yang lebih
besar dibandingkan dengan dimensi ekologi.
Hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai
indeks keberlanjutan dimensi ekonomi : (1) jenis komoditas unggulan, (2)
kelayakan usahatani, (3) jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian,
dan (4) harga komoditas unggulan. Untuk meningkatkan status keberlanjutan
dimensi ekonomi dimasa yang akan datang, atribut-atribut tersebut perlu
mendapat perhatian dan dikelola dengan baik. Adapun nilai indeks keberlan-
jutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MSD dan Laverage seperti gambar 5
di bawah ini.

60
Up
Keuntungan Usahatani 1.53

40 Ketergantungan Konsumen 2.70

Kontribusi Pertanian thd PDRB 2.99


20 3.77
Jenis Komoditas Unggulan
4.31
Atribut

Bad Good Kelayakan Usahatani


0 4.26
0 20 40 60 80 100 120 Jml Tenaga Kerja Pertanian
66,54 % 5.46
Harga Komoditas Unggulan
-20
Persentase Penduduk Miskin 1.72

Pasar Produk Pertanian 1.48


-40

Jumlah Pasar 2.27


Down
-60 0 1 2 3 4 5 6

Status Keberlanjutan Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage


Kawasan
Gambar 5. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Dimensi Ekonomi.

Munculnya atribut yang sensitif pertama, berupa harga komoditas


unggulan, disebabkan perdagangan antarwilayah beberapa komoditas unggulan
yang lebih luas, baik di dalam negeri seperti ke kota Singkawang dan kota
Pontianak maupun ke negara tetangga, Malaysia. Hal ini yang menyebabkan
harga komoditas unggulan tersebut menjadi lebih tinggi. Di Malaysia misalnya,
komoditas unggulan yang diperdagangkan oleh petani terdapat perbedaan
harga yang lebih tinggi, yaitu antara Rp 5.000 sampai Rp 20.000, jika
dibandingkan komoditas tersebut dijual di Indonesia.
Munculnya atribut sensitif kedua, berupa jumlah tenaga kerja yang
bekerja di sektor pertanian, disebabkan oleh seluruh desa di wilayah studi,
penduduknya umumnya bekerja di sektor pertanian. Berdasarkan laporan BPS

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

112
dan Bappeda Kabupaten Bengkayang (2005), sekitar 72,93 persen penduduk
Kabupaten Bengkayang bekerja di sektor pertanian dengan sumbangan 42,67
persen terhadap PDRB Kabupaten Bengkayang. Sedangkan, munculnya atribut
sensitif ketiga dan keempat, yaitu kelayakan usahatani dan jenis komoditas
unggulan, disebabkan karena wilayah ini telah mengembangkan komoditas
unggulan rata-rata lebih dari satu komoditas unggulan, baik komoditas tanaman
pangan, perkebunan, maupun peternakan. Beberapa komoditas unggulan yang
telah dikembangkan, seperti padi ladang dan jagung untuk komoditas tanaman
pangan; kelapa sawit, karet, dan lada untuk komoditas perkebunan; dan ternak
sapi, kambing, dan ayam untuk peternakan. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan terdahulu, hampir seluruh komoditas tersebut, secara ekonomi,
layak untuk dikembangkan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang,
dengan rata-rata nilai R/C ratio > 1 dan dengan keuntungan terbesar berasal
dari komoditas lada, yaitu sekitar Rp 13.125.140 per hektar per tahun.

Status Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya


Atribut yang diperkirakan berpengaruh terhadap tingkat keberlanjutan
pada dimensi sosial-budaya terdiri dari sembilan atribut: (1) tingkat pendidikan
formal masyarakat, (2) tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian, (3)
jarak permukiman ke kawasan usahatani, (4) pemberdayaan masyarakat dalam
kegiatan pertanian, (5) jumlah desa dengan penduduk yang bekerja di sektor
pertanian, (6) peran masyarakat adat dalam kegiatan pertanian, (7) pola
hubungan masyarakat dalam kegiatan pertanian, (8) akses masyarakat dalam
kegiatan pertanian, dan (9) persentase desa yang tidak memiliki akses
penghubung.
Hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN diperoleh nilai indeks
keberlanjutan untuk dimensi sosial-budaya wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan sebesar 67,06 persen.
Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status keberlanjutan, maka dimensi sosial-
budaya termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan.
Hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai
indeks keberlanjutan dimensi sosial-budaya : (1) pola hubungan masyarakat
dalam bertani, (2) peran masyarakat adat dalam bertani, (3) desa dengan
penduduk bekerja di sektor pertanian, (4) pemberdayaan masyarakat, dan (5)
jarak permukiman ke kawasan usahatani. Nilai indeks keberlanjutan dan atribut
yang sensitif hasil analisis MDS dan Laverage seperti gambar 6.
Munculnya atribut sensitif, seperti disebutkan di atas, diduga diakibatkan
oleh masih minimnya pelibatan masyarakat dalam kegiatan pertanian, melalui
program-program yang dikembangkan oleh pemerintah. Hal ini lebih banyak
dirasakan oleh masyarakat yang bermukim di Kecamatan Siding dan Jagoi
Babang. Kegiatan pemberdayaan masyarakat lebih banyak terlihat di
Kecamatan Sanggau Ledo, yaitu dengan adanya program Pengembangan
Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) oleh Pemerintah Provinsi

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

113
Kalimantan Barat melalui Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat. Berkaitan
dengan pengembangan kawasan agropolitan, maka kegiatan pemberdayaan
masyarakat di wilayah ini ke depan diharapkan dapat dirasakan pada seluruh
masyarakat, karena seluruh desa di wilayah studi ini dicirikan dengan jumlah
penduduk yang lebih besar bekerja disektor pertanian.
60
Up

1.34
Desa yg tdk ada Akses Penghubung
40
1.17
Akses Masyarakat dlm Bertani
4.10
Pola Hub Masyarakat dlm Bertani
20
4.65
Peran Masyarakat Adat dlm Bertani

Atribut
Bad Good
Desa dgn Penduduk Kerja di Pertanian 4.65
0
0 20 40 60 80 100 120
Pemberdayaan Masyarakat 6.54
67,06%
3.99
-20 Jarak Permukiman ke Kws Usahatani
Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian 2.83
-40
Pendidikan Formal Masyarakat 0.62

Down 0 1 2 3 4 5 6 7
-60

Status Keberlanjutan Kawasan Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

Gambar 6. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya.

Walaupun kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah ini masih


dirasakan minim, tetapi pola hubungan masyarakat dalam kegiatan bertani
sudah saling menguntungkan, yaitu dengan dikembangkannya sifat kegotong-
royongan dalam kegiatan bertani sehari-hari. Mereka saling bantu membantu
antara satu dengan lainnya, baik secara individu maupun dalam kelompok tani
yang ada, yang didukung oleh peran masyarakat adat yang sudah berjalan
dengan baik.

Status Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi


Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi infrastruktur dan teknologi terdiri dari sembilan
atribut, antara lain: (1) ketersediaan basis data pertanian, (2) tingkat
penguasaan teknologi pertanian, (3) dukungan sarana dan prasarana umum, (4)
dukungan sarana dan prasarana jalan, (5) standardisasi mutu produk pertanian,
(6) tingkat penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), (7) ketersediaan
industri pengolahan hasil pertanian, (8) ketersediaan teknologi informasi, dan (9)
penerapan sertifikasi produk pertanian.
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN diperoleh
nilai indeks keberlanjutan, untuk dimensi infrastruktur dan teknologi wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan,
sebesar 24,49 persen. Kondisi ini termasuk dalam kategori kurang berke-
lanjutan.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

114
Hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai
indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi : (1) dukungan sarana
dan prasarana umum, (2) dukungan sarana dan prasarana jalan, (3)
standardisari mutu produk pertanian, (4) tingkat penggunaan alat dan mesin
pertanian, dan (5) ketersediaan teknologi informasi. Adapun nilai indeks
keberlanjutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MDS dan Laverage, seperti
gambar 7.
60
Up

2.78
Penerapan Sertifikasi Produk Pertanian
40

Ketersediaan Basis Data Pertanian 3.42

Dukungan Sapras Umum 3.67


20

24,49 % Dukungan Sapras Jalan 3.59 6.66

Atribut
Bad Good
0 Standarisasi Mutu Produk Pertanian
0 20 40 60 80 100 120

Tingkat Penggunaan Alsintan


-20
Ketersediaan Induustri Pengolahan Hasil 2.95 6.64
Ketersediaan Teknologi Informasi 4.76
-40

Penguasaan Teknologi Pertanian 1.04


Down
-60
0 1 2 3 4 5 6 7

Status Keberlanjutan Kawasan Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

Gambar 7. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Infrastruktur dan Teknologi

Munculnya atribut yang sensitif pertama, seperti standardisasi mutu


produk pertanian, lebih disebabkan karena di wilayah ini belum diterapkan
standardisasi mutu bagi produk pertanian yang akan dijual ke pasaran,
sementara permintaan terhadap produk pertanian yang berasal dari wilayah ini
terutama pasar luar negeri, seperti Malaysia, cukup besar, dengan persyaratan
mutu yang telah ditetapkan. Komoditas jagung misalnya, sangat dibutuhkan di
Malaysia dalam jumlah yang besar, namun wilayah perbatasan dii Kabupaten
Bengkayang belum mampu memenuhi permintaan tersebut, baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, karena selain produksi masih rendah, mutu
produk tersebut juga masih rendah.
Munculnya atribut lain yang sensitif, seperti penggunaan alat dan mesin
pertanian dan keberadaan teknologi informasi pertanian, belum tersedia dan
berjalan secara optimal. Petani di wilayah ini umumnya belum menggunakan
peralatan pertanian yang memadai, melainkan lebih banyak yang menggunakan
perlatan secara tradisional dalam kegiatan bertani. Demikian pula dengan
teknologi informasi di wilayah ini. Sarana tersebut belum tersedia sama sekali.
Berbagai informasi yang berkaitan dengan perkembangan teknologi pertanian
lebih banyak diperoleh melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan yang disampaikan
oleh petugas pertanian setempat.
Disisi lain, sarana dan prasarana yang dimiliki wilayah ini, baik sarana
dan prasarana umum maupun sarana dan prasarana jalan, juga masih terlihat
sangat minim. Sarana dan prasarana umum yang masih minim terutama sarana

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

115
dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan sarana sosial lainnya. Sedangkan,
sarana dan prasarana jalan yang masih terlihat sangat minim adalah sarana dan
prasarana jalan penghubung antarkecamatan dan antardesa dengan kualitas
yang lebih jelek. Kondisi jalan masih ada yang berupa jalan tanah, bahkan
masih berupa jalan setapak yang sangat sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.

Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan


Atribut yang diperkirakan memberikan pengaruh terhadap tingkat
keberlanjutan pada dimensi hukum dan kelembagaan terdiri dari sembilan
atribut, antara lain: (1) keberadaan Balai Penyuluh Pertanian (BPP), (2)
keberadaan lembaga sosial, (3) keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM),
(4) keberadaan lembaga kelompok tani (LKT), (5) mekanisme kerja sama lintas
sektoral dalam pengembangan kawasan agropolitan, (6) ketersediaan peraturan
perundang-undangan pengembangan kawasan agropolitan, (7) sinkronisasi
antara kebijakan pusat dan daerah, (8) ketersediaan perangkat hukum
adat/agama, dan (9) perjanjian kerja sama dengan Malaysia.
Hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN diperoleh nilai indeks
keberlanjutan untuk dimensi hukum dan kelembagaan wilayah perbataan
Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan, sebesar
59,27 persen. Kondisi ini termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan.
Berdasarkan hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi hukum dan kelembagaan : (1)
keberadaan BPP, (2) keberadaan lembaga sosial, (3) keberadaan LKM, (4)
mekanisme kerja sama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan
agropolitan, dan (5) sinkronisasi antara kebijakan pusat dan daerah. Adapun
nilai indeks keberlanjutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MDS dan
Laverage, seperti gambar 8.

60
Up

Keberadaan BPP 5.01


40 5.13
Ketersediaan Lembaga Sosial
Keberadaan LKM 5.40
20
2.37
Ketersediaan Lembaga Kelompok Tani
Atribut

Good
Bad
Mekanisme Lintas Sektoral 5.65
0
0 20 40 60 80 100 120

Peraturan Kws Agropolitan 2.87


-20
Sinkronisasi Kebijkan Pusat dan Daerah 7.43

Perangkat Hukum/Agama 3.75


-40
60,10 %
Perjanjian Kerjasama dgn Malaysia 4.78
Down
-60 0 1 2 3 4 5 6 7 8

Status Keberlanjutan Kawasan Nilai RMS (%) Hasil Analisis Laverage

Gambar 8. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

116
Munculnya atribut sensitif pertama, berupa sinkronisasi antara kebijakan
pusat dan daerah, disebabkan karena kebijakan pengembangan pertanian yang
dilakukan oleh pusat selama ini lebih bersifat umum dan biasanya ditentukan
secara top down, sementara kondisi dan permasalahan yang dialami setiap
daerah berbeda-beda, sehingga kebijakan tersebut terkadang tidak sesuai
dengan kebutuhan di daerah. Dalam rangka pengembangan kawasan
agropolitan, seharusnya diusulkan secara bottom up yang berasal dari kalangan
grassroot yang mengetahui persis kondisi dan permasalahan daerahnya.
Munculnya atribut sensitif kedua, yaitu mekanisme lintas sektoral, lebih
disebabkah oleh koordinasi antara sektor atau instansi yang terkait belum
berjalan secara optimal, bahkan lebih banyak melaksanakan program-
programnya secara parsial, tanpa melibatkan sektor lainnya. Sedangkan, atribut
lainnya yang sensitif, seperti keberadaan BPP, LKM, dan lembaga sosial lainnya
di wilayah ini sudah tersedia dan berjalan dengan baik walaupun belum optimal
dan masih dalam jumlah yang terbatas, tetapi lembaga-lembaga tersebut sudah
berjalan sesuai dengan fungsinya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat setempat.
Adapun nilai indek keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan
budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan, seperti pada
gambar 9 berikut.

Ekologi (40,37 %)
100

80

Hukum- 60

kelembagaan 40 Ekonomi
(60,10 %) 20 (66,54 %)
0

Infrastruktur-
teknologi Sosial-budaya
(24,49 %) (67,06 %)

Gambar 9. Diagram Layang (Kite Diagram ) Nilai Indeks Keberlanjutan Wilayah


Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Status Keberlanjutan Multidimensi


Secara multidimensi, nilai indeks keberlanjutan wilayah perbatasan
Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan saat ini

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

117
(existing condition), sebesar 52,43 persen dan termasuk dalam kategori cukup
berkelanjutan. Ini berarti bahwa jika dilihat dari sisi weak sustainability, maka
dapat dikatakan bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk
dalam kategori berkelanjutan untuk pengembangan kawasan agropolitan.
Sebaliknya, jika dilihat dari sisi strength sustainability, maka dapat dikatakan
bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk dalam kategori
belum berkelanjutan untuk pengembangan kawasan agropolitan, karena masih
ada dimensi keberlanjutan berada pada kategori kurang atau tidak
berkelanjutan, yaitu dimensi ekologi serta dimensi infrastruktur dan teknologi.
Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 47 atribut dari lima dimensi
keberlanjutan. Dari 47 atribut yang dianalisis, terdapat 22 atribut yang sensitif
berpengaruh atau perlu diintervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan
wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Atribut-atribut yang perlu diintervesi meliputi atribut intensitas konversi
lahan pertanian, pencetakan sawah baru, produktivitas usahatani (dimensi
ekologi), harga komoditas unggulan, jumlah tenaga kerja pertanian, kelayakan
usahatani, jenis komoditas unggulan (dimensi ekonomi), pemberdayaan
masyarakat, desa dengan penduduk bekerja di sektor pertanian, peran
masyarakat adat dalam bertani, pola hubungan masyarakat dalam bertani, jarak
permukiman ke lahan usahatani (dimensi sosial dan budaya), tingkat
penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), standardisasi mutu produk,
ketersediaan teknologi informasi, dukungan sarana jalan, dukungan sarana dan
prasarana umum (dimensi infrastruktur dan teknologi), dan sinkronisasi
kebijakan pusat dan daerah, mekanisme lintas sektoral, keberadaan lembaga
keuangan mikro (LKM), ketersediaan lembaga sosial, dan keberadaan lembaga
penyuluh pertanian (dimensi hukum dan kelembagaan).
Perbaikan terhadap atribut-atribut tersebut merupakan tanggung jawab
bersama dari seluruh stakeholder yang terkait dalam pengembangan kawasan
agropolitan, namun yang paling penting adalah peran dari pemerintah, baik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, maupun Pemerintah
Kabupaten Bengkayang sebagai fasilitator dalam membuat program rintisan
pengembangan kawasan agropolitan dan selanjutnya menyerahkan kepada
masyarakat setempat untuk mengembangkannya secara mandiri.
Untuk melihat tingkat kesalahan dalam analisis MDS dengan Rap-
BENGKAWAN, dilakukan analisis Monte Carlo. Analisis ini dilakukan pada
tingkat kepercayaan sekitar 95 persen. Berdasarkan hasil analisis Monte Carlo,
menunjukkan bahwa kesalahan dalam analisis MDS dapat diperkecil. Ini terlihat
dari nilai indeks keberlanjutan pada analisis MDS tidak banyak berbeda dengan
nilai indeks pada analisis Monte Carlo. Ini berarti, kesalahan dalam proses
analisis dapat diperkecil, baik dalam hal pembuatan skoring setiap atribut,
variasi pemberian skoring karena perbedaan opini relatif kecil, dan proses
analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, serta kesalahan
dalam menginput data dan data hilang, dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks
keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo seperti pada tabel 2.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

118
Tabel 2. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Monte Carlo dengan Analisis
Rap-BENGKAWAN.

Nilai indeks keberlanjutan (%)


Dimensi keberlanjutan Perbedaan
MDS Monte Carlo
Ekologi 40,37 40,88 0,51
Ekonomi 66,54 65,09 1,45
Sosial-budaya 67,06 65,41 1,64
Infrastruktur dan teknologi 24,49 26,32 1,83
Hukum dan kelembagan 60,10 59,17 0,93
Multidimensi 52,43 52,03 0,40
Sumber : Data diolah tahun 2007

Untuk mengetahui apakah atribut-atribut yang dikaji dalam analisis MDS


dilakukan cukup akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dilihat
dari nilai stress dan nilai koefisien determinasi (R). Nilai ini diperoleh secara
otomatis dalam analisis MDS dengan menggunakan software Rapfish yang
dimodifikasi menjadi Rap-BENGKAWAN. Hasil analisis dianggap cukup akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan apabila memiliki nilai stress lebih kecil dari
0,25 atau 25 persen dan nilai koefisien determinasi (R) mendekati nilai 1,0 atau
100 persen (Kavanagh dan Pitcher, 2004). Hasil analisis MDS dengan Rap-
BENGKAWAN menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji, cukup akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stress yang hanya berkisar
antara 13 sampai 14 persen dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
berkisar antara 0,93 sampai 0,95. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi
seperti tabel 3 berikut.

Tabel 3. Hasil Analisis Rap-BENGKAWAN untuk Nilai Stress dan Koefisien Determinasi
(R2)

Dimensi keberlanjutan
Parameter
A B C D E F
Stress 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,13
R2 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,93
Iterasi 2 2 2 2 2 2
Keterangan : A = Dimensi ekologi, B = Dimensi ekonomi, C = Dimensi sosial-budaya, D = Dimensi
infrastruktur-teknologi, E = Dimensi hukum-kelembagaan, dan F = Multidimensi
Sumber : Data diolah tahun 2007

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan
dapat disimpulkan sebagai berikut.

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

119
Secara multidimensi, wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk
pengembangan kawasan agropolitan termasuk dalam status cukup berkelan-
jutan dengan nilai indeks keberlanjutan 52,43 persen.
Status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang pada
setiap dimensi masing-masing dimensi ekologi termasuk dalam status kurang
berkelanjutan (40,37%), dimensi ekonomi cukup berkelanjutan (66,54%),
dimensi sosial-budaya cukup berkelanjutan (67,06%), dimensi infrastruktur dan
teknologi tidak berkelanjutan (24,49%), dan dimensi hukum dan kelembagaan
cukup berkelanjutan (60,10%).
Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh atau perlu diintervensi terhadap
peningkatan status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang
untuk pengembangan kawasan agropolitan sebanyak 22 atribut dari 47 atribut
yang meliputi intensitas konversi lahan pertanian, pencetakan sawah baru,
produktivitas usahatani (dimensi ekologi), harga komoditas unggulan, jumlah
tenaga kerja pertanian, kelayakan usahatani, jenis komoditas unggulan (dimensi
ekonomi), pemberdayaan masyarakat, desa dengan penduduk bekerja di sektor
pertanian, peran masyarakat adat dalam bertani, pola hubungan masyarakat
dalam bertani, jarak permukiman ke lahan usahatani (dimensi sosial dan
budaya), tingkat penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), standardisasi
mutu produk, ketersediaan teknologi informasi, dukungan sarana jalan,
dukungan sarana dan prasarana umum (dimensi infrastruktur dan teknologi),
dan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, mekanisme lintas sektoral,
keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM), ketersediaan lembaga sosial, dan
keberadaan lembaga penyuluh pertanian (dimensi hukum dan kelembagaan).
Dalam analisis Multi-Dimensional (MDS) dengan Rap-BENGKAWAN,
pengaruh galat dapat diperkecil pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan
demikian, analisis dengan Rap-BENGKAWAN ini dapat dipakai untuk
mengevaluasi tingkat keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang
untuk pengembangan kawasan agropolitan.

Saran
Untuk mempertahankan dan meningkatkan status keberlanjutan ke
depan, perlu dilakukan intervensi (perbaikan) terhadap atribut yang berpengaruh
terhadap peningkatan status keberlanjutan wilayah dengan mengacu pada
indikator pembangunan berlanjutan sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup (2004) dan Commision on Sustainable Development/CSD
(2001) yang disesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah sebagai
kawasan agropolitan.
Perlu diprioritaskan perbaikan atribut pada dimensi keberlanjutan yang
mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang lebih rendah, yaitu dimensi ekologi
dan dimensi infrastruktur dan teknologi. Sedangkan, dimensi ekonomi, sosial-

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

120
budaya, dan hukum dan kelembagaan berdasarkan kondisi existing, nilai indeks
keberlanjutannya ke depan dapat dipertahankan atau lebih ditingkatkan.
Perbaikan terhadap atribut-atribut sebaiknya tidak hanya dilakukan pada
atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status keberlanjutan,
tetapi juga atribut-atribut yang tidak sensitif agar status keberlanjutan wilayah
dapat ditingkatkan mendekati nilai indeks keberlanjutan 100 persen. Tentunya
dengan pertimbangan kemampuan finansial, waktu, dan tenaga.

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2004. Kawasan Perbatasan, Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan


Kawasan Perbatasan Antarnegara di Indonesi. Kementrian Perencanaan
Pembangunan Nasional. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Jakarta.
Bappenas. 2005. Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara. Buku Rinci di Provinsi
Kalimantan Barat (Draft Akhir). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Jakarta.
BPS dan Bappeda. 2005. Kabupaten Bengkayang dalam Angka (Bengkayang Regency
in Figures) 2005. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat
Statistik. Bengkayang.
Commission on Sustainable Development. 2001. Indicators of Sustainable Development:
Framework and Methodology. Commission on Sustainable Development.
Background Paper No. 3. New York; Division for Sustainable Development.
Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan
dan Pedoman Program Rintisan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan
Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Fauzi, A dan S. Anna. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan.
Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal
Pesisir dan Lautan. Vol. 4, No. 3.
Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (Rapfish) Project. Rapfish Software
Description (for Microsoft Exel). University of British Columbia.
Kavanagh P. and T.J. Pitcher. 2004. Implementing Microsoft Excel Software for Rapfish :
A Technique for The Rapid Appraisal of Fisheries Status. University of British
Columbia. Fisheries Centre Research Reports 12(2).
Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan:
Indikator Keberhasilan Program dan Kegiatan. Kementerian Lingkungan Hidup.
Jakarta.
Notohadikusumo, T. 2005. Implikasi Etika Dalam Kebijakan Pembangunan Kawasan.
Jurnal Forum Perencanaan Pembangunan. Edisi Khusus, Januari 2005.

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

121
Lampiran 1. Atribut-Atribut dan Nilai Skor Lima Dimensi Keberlanjutan Wilayah
Perbatasan Kabupaten Bengkayang

Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
A. Dimensi ekologi
1. Status kepemilikan lahan (0) menyewa lahan, (1)
2 0 2
usahatani menggarap, (2) milik sendiri
2. Kejadian kekeringan (0) sering , (1) kadang-kadang,
(2) tidak pernah terjadi 2 0 1
kekeringan
3. Frekuensi kejadian banjir (0) sering, (1) kadang-kadang, (2)
2 0 1
tidak pernah banjir
4. Pencetakan sawah baru (0) tidak pernah, (1) kadang-
2 0 0
oleh pemerintah kadang, (2) sering diadakan
5. Intensitas konversi lahan (0) tinggi, (1) sedang, (2) rendah,
3 0 3
pertanian (3) sangat rendah
6. Kondisi sapras jalan (0) Sangat jelek, (1) jelek, (2)
3 0 1
usahatani agak baik (3) baik
7. Kondisi sapras jalan Desa (0) Sangat jelek, (1) jelek, (2)
3 0 1
agak baik (3) baik
8. Produktivitas usahatani (0) sangat rendah, (1) rendah, (2)
3 0 2
sedang, (3) tinggi
9. Penggunaan pupuk (0) tidak pernah, (1) kadang-
2 0 2
kadang, (2) sering)
10. Kegiatan perladangan (0) sering, (1) jarang terjadi, (2)
2 0 0
berpindah tidak pernah
B. Dimensi ekonomi
1. Jumlah Pasar (0) tidak ada, (1) ada pada desa
tertentu, (2) tersedia di setiap 2 0 1
desa
2. Pasar produk pertanian (0) lokal, (1) nasional, (2)
2 0 2
internasional
3. Persentase penduduk (0) sangat tinggi, (1) tinggi, (2)
3 0 1
miskin sedang, (3) rendah
4. Harga komoditas unggulan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi,
3 0 2
(3) sangat tinggi
5. Jumlah tenaga kerja (0) sedikit, (1) sedang, (2) tinggi,
3 0 3
pertanian (3) sangat tinggi
6. Kelayakah usahatani (0) tidak layak, (1) agak layak, (2)
2 0 2
layak
7. Jenis komoditas unggulan (0) hanya satu, (1) lebih dari satu,
2 0 1
(2) banyak
8. Kontribusi sektor pertanian (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
terhadap PDRB Kab. 2 0 1
Bengkayang
9. Tingkat ketergantungan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 2
konsumen
10. Keuntungan usahatani (0) tidak untung, (1) agak untuk,
2 0 2
(2) untung

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

122
Lampiran 1. Lanjutan

Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
C. Dimensi sosial budaya
1. Tingkat pendidikan formal (0) dibawah rata-rata nasioanl, (1)
masyarakat sama dengan rata-rata nasioanal, 2 0 0
(2) diatas rata-rata nasioanal
2. Tingkat penyerapan tenaga (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 3
kerja pertanian
3. Jarak pemukiman ke (0) jauh, (1) sedang, (2) dekat
2 0 2
kawasan usahatani
4. Pemberdayaan masarakat (0) tidak ada, (1) ada tapi masih
dalam kegiatan pertanian sangat minim, (2) kurang optimal, 3 0 1
(3) berjalan optimal
5. Jumlah desa dengan (0) tidak ada, (1) desa tertentu saja,
penduduk bekerja disektor (2) semua desa 2 0 2
pertanian
6. Peran masyarakat adat (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 1
dalam kegiatan pertanian
7. Pola hubungan masyarakat (0) tidak saling menguntungkan, (1)
1 0 1
dalam kegiatan pertanian saling menguntungkan
8. Akses masyarakat dalam (0) tidak punya akses, (1) rendah,
3 0 2
kegiatan pertanian (2) sedang, (3) tinggi
9. Persentase desa yang tidak (0) tinggi, (1) sedang, (2) rendah
2 0 1
memiliki akses penghubung
D. Dimensi infrastruktur dan teknologi
1. Tingkat penguasaan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 0
teknologi budidaya pertanian
2. Ketersediaan teknologi (0) tidak tersedia, (1) tersedia tapi
2 0 1
informasi pertanian tidak optimal, (2) tersedia optimal
3. Ketersdiaan industri (0) teknologi sederhana, (1)
pengolahan hasil pertanian teknologi sedang, (2) teknologi 2 0 0
tinggi
4. Penggunaan mesin budidaya (0) tidak ada, (1) sebagian kecil, (2)
(tanam, pompa air, umumnya menggunakan. 2 0 1
pemupukan)
5. Standarisasi mutu produk (0) belum diterapkan, (1)
petanian diterapkan pada produk tertentu, 2 0 1
(2) diterapkan untk semua produk.
6. Dukungan sarana dan (0) tidak memadai, (1) cukup
2 0 0
prasarana jalan memadai, (2) sangat memadai
7. Dukungan sarana dan (0) tidak lengkap, (1) cukup
prasarana umum lengkap, (2) lengkap 2 0 0
(kesehatan, pendidikan, dll)
8. Ketersediaan basis data (0) tidak tersedia, (1) tersedia
1 0 0
pertanian
9. Penerapan sertifikasi produk (0) belum diterapkan, (1)
pertanian diterapkan pada produk tertentu, 2 0 0
(2) diterapkan pada semua produk.

ANALISIS KEBERLANJUTAN WILAYAH PERBATASAN KALIMANTAN BARAT -MALAYSIA UNTUK PENGEM -


BANGAN KAWASAN AGROPOLITAN Thamrin, Surjono H. Suthahjo, Catur Herison, dan Supiandi Sabiham

123
Lampiran 1. Lanjutan

Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
E. Dimensi hukum dan kelembagaan
1. Perjanjian kerja sama (0) belum ada, (1) ada tapi tidak
dengan Malaysia berjalan optimal, (2) ada dan 2 0 1
berjalan optimal
2. Ketersediaan perangkat (0) tidak ada, (1) cukup tersedia,
2 0 1
hukum adat/agama (2) sangat lengkap
3. Sinkronisasi kebijakan (0) tidak sinkron, (1) kurang
2 0 0
pusat dan daerah sinkron, (2) sinkron
4. Ketersedian peraturan (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
perundangan kawasan berjalan, (2) ada dan berjalan 2 0 1
agropolitan di perbatasn
5. Mekanisme lintas sektoral (0) tidak ada, (1) ada.
dalam pengembangan
1 0 1
kawasan
agropolitan/pertanian
6. Ketersediaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 1
kelompok tani berjalan, (2) ada dan berlajan
7. Keberadaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 2
keuangan mikro berjalan, (2) ada dan berlajan
8. Ketersediaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 2
sosial berjalan, (2) ada dan berlajan
9. Keberadaan Balai Penyluh (0) tidak ada, (1) ada
1 0 1
Pertanian (BPP)
Keterangan *) Hasil pengamatan lapangan dan pendapat pakar.

Jurnal Agro Ekonomi, Volume 25 No.2, Oktober 2007 : 103 - 124

124

Você também pode gostar