Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRACT
The Government of Bengkayang Regency has decided that the border area is
one of the agropolitan region development programs. Hence, a study on the sustainability
level of border area as the agropolitan region development is required. The first objective
of this study was to analyze the index and sustainability status of the border area,
Bengkayang Regency, based on five sustainable dimensions. The analysis used Multi
Dimensional Scaling (MDS) Method, called Rap-BENGKAWAN and the results were
stated in the index and sustainability status. The second objective was to analyze the
attributes that affect sensitively on index and sustainability status and the effect of error
using Laverage and Monte Carlo Analysis. The results of the study revealed that
ecological dimension was in the status of less sustainable (40.37%), economical
dimension was sufficient sustainable (66.54%), socio -culture dimension was sufficient
sustainable (67.06%), dimension of infrastructure and technology was not sustainable
(24.49%) and dimension of law and institutional was sufficient sustainable (60,10). Out of
the 47 attributes analyzed, there were 22 attributes need to be handled immediately as
they affect sensitively on the increase of index and sustainability status with a negligible
error in the level of 95% confidence limit.
ABSTRAK
103
Untuk mengetahui atribut yang sensitif berpengaruh terhadap indeks dan status
keberlanjutan dan pengaruh galat, dilakukan analisis Laverage dan Monte Carlo. Hasil
analisis menunjukkan bahwa dimensi ekologi berada pada status kurang berkelanjutan
(40,37%), dimensi ekonomi cukup berkelanjutan (66,54%), dimensi sosial-budaya cukup
berkelanjutan (67,07%), dimensi infrastruktur dan teknologi tidak berkelanjutan (24,49%),
dan dimensi hukum dan kelembagaan cukup berkelanjutan (60,10%). Dari 47 atribut
yang dianalisis, 22 atribut yang perlu segera ditangani karena sensitif berpengaruh
terhadap peningkatan indeks dan status keberlanjutan dengan tingkat galat (error) yang
sangat kecil pada taraf kepercayaan 95%.
PENDAHULUAN
104
menarik, dan menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya (Departemen Pertanian, 2002). Pada tahun 2006, Pemerintah
Kabupaten Bengkayang telah menetapkan wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang sebagai kawasan pengembangan agropolitan melalui Surat
Keputusan No. 185 Tahun 2006. Pengembangan kawasan agropolitan ini
diharapkan dapat berfungsi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang
mendorong pertumbuhan pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland
atau wilayah sekitarnya, melalui pengembangan ekonomi yang tidak terbatas
sebagai pusat pelayanan sektor pertanian, tetapi juga pembangunan sektor
secara luas seperti usaha pertanian (on farm dan off farm), industri kecil,
pariwisata, jasa pelayanan, dan pelayanan lainnya.
Pengembangan kawasan agropolitan ini diharapkan dapat menunjang
pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Berkaitan dengan hal
tersebut, perlu dikaji status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan. Hasil penelitian ini
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan,
khususnya Pemerintah Kabupaten Bengkayang, dalam rangka meningkatkan
status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang ke depan
untuk pengembangan kawasan agropolitan.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis status keberlanjutan wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang dari lima dimensi keberlanjutan, yaitu
dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial dan budaya, dimensi
infrastruktur dan teknologi, serta dimensi hukum dan kelembagaan. Status
keberlanjutan setiap dimensi keberlanjutan ditentukan berdasarkan hasil analisis
dari program analisis keberlanjutan (Multi Dimensional Scaling) yang dinyatakan
dalam bentuk nilai indeks keberlanjutan. Dengan mengetahui status
keberlanjutan wilayah dari lima dimensi, akan memudahkan dalam melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap
peningkatan status keberlanjutan wilayah, terutama pada dimensi keberlanjutan
dengan status yang lebih rendah guna mendukung pengembangan kawasan
agropolitan ke depan.
METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan atau meningkatkan
dayaguna kawasan secara berkelanjutan. Konsep pendayagunaan kawasan
selalu berpijak pada tiga persepsi (perception) dasar : (a) kawasan merupakan
perwujudan sumberdaya dan aset, (b) prospek jangka panjang ke masa depan,
dan (c) keberlanjutan manfaat (Notohadikusuma, 2005). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dalam pelaksanaannya, perlu mempertimbangkan berbagai
105
kajian, yang diantaranya adalah kajian multidimensi keberlanjutan yang meliputi
tiga dimensi utama, yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dan dimensi sosial
budaya. Secara ekologi, pengembangan kawasan agropolitan diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi lingkungan, seperti pengatur tata air, pencegah erosi,
dan penyerap karbon. Secara ekonomi, memberikan nilai tambah (added value)
bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya, melalui pengembangan
komoditas unggulan lokal, yang berorientasi pada sektor agribisnis dan
agroindustri. Dari sisi sosial budaya, pengembangan kawasan agropolitan
membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat perbatasan.
Dalam penelitian ini, tiga dimensi utama keberlanjutan tersebut di atas,
dikembangkan menjadi lima dimensi, dengan menambah dua dimensi yaitu
dimensi infrastruktur dan teknologi, serta dimensi hukum dan kelembagaan. Hal
ini penting karena dalam pengembangan kawasan agropolitan yang
berkelanjutan, dibutuhkan infrastruktur dan teknologi yang memadai yang
didukung oleh kelembagaan petani yang kuat. Disisi lain, faktor hukum perlu
dipertimbangkan dalam rangka mengatasi konflik kepentingan dalam pengem-
bangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Analisis keberlanjutan
Status (Multi Dimensional
keberlanjutan Scaling)
106
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang,
Provinsi Kalimantan Barat. Empat kecamatan ditetapkan sebagai lokasi
penelitian dari 14 kecamatan, yaitu Kecamatan Sanggau Ledo, Kecamatan
Seluas, Kecamatan Jagoi Babang, dan Kecamatan Siding.
Penetapan lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan
pertimbangan-pertimbangan: (1) letak geografis, kecamatan dekat, atau
berbatasan langsung dengan negara Malaysia; (2) sinergi dengan program
pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah daerah setempat; (3)
aksesibilitas kawasan telah dihubungkan oleh jalan arteri yang menghubungkan
antarkabupaten; dan (4) potensi lahan yang memungkinkan untuk pengem-
bangan kawasan agropolitan dan didukung dengan sarana dan prasarana
umum yang memadai. Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2006
sampai bulan Mei 2007.
107
yang akan dijadikan responden, menggunakan kriteria seperti berikut : (a)
mempunyai pengalaman yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; (b)
memiliki reputasi, kedudukan/jabatan dalam kompetensinya dengan bidang
yang dikaji; dan (c) memiliki kredibilitas yang tinggi, bersedia, dan atau berada
pada lokasi yang dikaji. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini,
secara rinci disajikan dalam lampiran 1.
Metode Analisis
Metode analisis keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan
dilakukan dengan pendekatan Multi-Dimensional Scaling (MDS) yang disebut
dengan pendekatan Rap-BENGKAWAN (Rapid Appraisal Pengembangan
Kawasan Agropolitan Kabupaten Bengkayang), yang merupakan pendekatan
yang dimodifikasi dari program RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for
Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British
Columbia (Kavanag, 2001; Fauzi dan Anna, 2002). Metode MDS merupakan
teknik analisis statistik berbasis komputer dengan menggunakan perangkat
lunak SPSS, yang melakukan transformasi terhadap setiap dimensi dan
multidimensi keberlanjutan pengembangan kawasan agropolitan di wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Analisis data dengan MDS, meliputi aspek keberlanjutan dari dimensi
ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum
dan kelembagaan. Selanjutnya, dilakukan pula analisis multidimensi dengan
menggabungkan seluruh atribut dari lima dimensi keberlanjutan di atas. Analisis
data dengan MDS dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, me-review
atribut-atribut pada setiap dimensi keberlanjutan dan mendefenisikan atribut
tersebut melalui pengamatan lapangan, serta kajian pustaka. Secara
keseluruhan, terdapat 47 atribut yang dianalisis, masing-masing: 10 atribut
dimensi ekologi, 10 atribut dimensi ekonomi, 9 atribut dimensi sosial dan
budaya, 9 atribut dimensi infrastruktur dan teknologi, dan 9 atribut dimensi
hukum dan kelembagaan (Lampiran 1). Kedua, pemberian skor yang didasarkan
pada hasil pengamatan lapangan dan pendapat pakar sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Rentang skor berkisar antara 0 3, yang
diartikan dari buruk sampai baik atau sebaliknya, tergantung kondisi masing-
masing atribut. Ketiga, hasil pemberian skor kemudian dianalisis, dengan
menggunakan program MDS, untuk menentukan posisi status keberlanjutan
pengembangan kawasan agropolitan pada setiap dimensi dan multidimensi
yang dinyatakan dalam skala indeks keberlanjutan. Skala indeks keberlanjutan
terletak antara 0 100, seperti pada tabel 1.
Posisi status keberlanjutan sistem yang dikaji diproyeksikan pada garis
mendatar dalam skala ordinasi yang berada diantara dua titik ekstrim, yaitu titik
ekstrim buruk dan baik yang diberi nilai indeks antara 0 sampai 100 persen,
seperti pada gambar 3.
108
Tabel 1. Kategori Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Agropolitan Berdasar-
kan Nilai Indeks Hasil Analisis MDS (Rap-BENGKAWAN)
0 25 50 75 100
109
jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distence yang dalam ruang
berdimensi n dengan persamaan :
d= (x x
1 2
2
+ y1 y 2 + z1 z 2 + ........
2 2
)
Titik tersebut kemudian diaproksimasi dengan meregresikan jarak
euclidian (dij) dari titik i ke titik j dengan titik asal (dij) dengan persamaan :
d ij = a + bd ij + e
Dalam meregresikan persamaan di atas digunakan teknik least squared
bergantian yang didasarkan pada akar dari Euclidian Distance (squared
distance) atau disebut metode algoritma ASCAL. Metode ini mengoptimalisasi
jarak kuadrat (squared distance=d ijk ) terhadap data kuadrat (titik asal=oijk ) yang
dalam tiga dimensi (i,j,k) yang disebut S-stress dengan persamaan :
1
2
d ijk oijk
2
( )
2
s=
m
oijk4
Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004), nilai stress yang dapat
diperbolehkan adalah apabila berada dibawah nilai 0,25 (menunjukkan hasil
analisis sudah cukup baik). Sedangkan nilai R2 diharapkan mendekati nilai 1
(100%) yang berarti bahwa atribut-atribut yang terpilih saat ini dapat
menjelaskan mendekati 100 persen dari model yang ada.
110
Hasil analisis Laverage diperoleh tiga atribut yang sensitif berpengaruh
terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi: (1) produktivitas usahatani,
(2) intensitas konversi lahan pertanian, dan (3) pencetakan sawah baru. Adapun
nilai indeks keberlajutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MDS dan
Laverage dimensi ekologi, seperti gambar 4.
60
Up
Kegiatan Perladangan Berpindah 0.14
Atribut
Bad
40,37 % Good
Kondisi Jalan Usahatani
0 6.19
0 20 40 60 80 100 120 Intensitas Konversi Lahan Pertanian
Pencetakan Sawah Baru 5.40
-20
Frekuensi Kejadian Banjir 2.36
111
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN, diperoleh
nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan, sebesar 66,54 persen.
Nilai indeks tersebut termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan. Ini berarti,
untuk pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten
Bengkayang, dilihat dari dimensi ekonomi, telah memberikan manfaat yang lebih
besar dibandingkan dengan dimensi ekologi.
Hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai
indeks keberlanjutan dimensi ekonomi : (1) jenis komoditas unggulan, (2)
kelayakan usahatani, (3) jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian,
dan (4) harga komoditas unggulan. Untuk meningkatkan status keberlanjutan
dimensi ekonomi dimasa yang akan datang, atribut-atribut tersebut perlu
mendapat perhatian dan dikelola dengan baik. Adapun nilai indeks keberlan-
jutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MSD dan Laverage seperti gambar 5
di bawah ini.
60
Up
Keuntungan Usahatani 1.53
112
dan Bappeda Kabupaten Bengkayang (2005), sekitar 72,93 persen penduduk
Kabupaten Bengkayang bekerja di sektor pertanian dengan sumbangan 42,67
persen terhadap PDRB Kabupaten Bengkayang. Sedangkan, munculnya atribut
sensitif ketiga dan keempat, yaitu kelayakan usahatani dan jenis komoditas
unggulan, disebabkan karena wilayah ini telah mengembangkan komoditas
unggulan rata-rata lebih dari satu komoditas unggulan, baik komoditas tanaman
pangan, perkebunan, maupun peternakan. Beberapa komoditas unggulan yang
telah dikembangkan, seperti padi ladang dan jagung untuk komoditas tanaman
pangan; kelapa sawit, karet, dan lada untuk komoditas perkebunan; dan ternak
sapi, kambing, dan ayam untuk peternakan. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan terdahulu, hampir seluruh komoditas tersebut, secara ekonomi,
layak untuk dikembangkan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang,
dengan rata-rata nilai R/C ratio > 1 dan dengan keuntungan terbesar berasal
dari komoditas lada, yaitu sekitar Rp 13.125.140 per hektar per tahun.
113
Kalimantan Barat melalui Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat. Berkaitan
dengan pengembangan kawasan agropolitan, maka kegiatan pemberdayaan
masyarakat di wilayah ini ke depan diharapkan dapat dirasakan pada seluruh
masyarakat, karena seluruh desa di wilayah studi ini dicirikan dengan jumlah
penduduk yang lebih besar bekerja disektor pertanian.
60
Up
1.34
Desa yg tdk ada Akses Penghubung
40
1.17
Akses Masyarakat dlm Bertani
4.10
Pola Hub Masyarakat dlm Bertani
20
4.65
Peran Masyarakat Adat dlm Bertani
Atribut
Bad Good
Desa dgn Penduduk Kerja di Pertanian 4.65
0
0 20 40 60 80 100 120
Pemberdayaan Masyarakat 6.54
67,06%
3.99
-20 Jarak Permukiman ke Kws Usahatani
Penyerapan Tenaga Kerja Pertanian 2.83
-40
Pendidikan Formal Masyarakat 0.62
Down 0 1 2 3 4 5 6 7
-60
Gambar 6. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya.
114
Hasil analisis Laverage diperoleh lima atribut yang sensitif terhadap nilai
indeks keberlanjutan dimensi infrastruktur dan teknologi : (1) dukungan sarana
dan prasarana umum, (2) dukungan sarana dan prasarana jalan, (3)
standardisari mutu produk pertanian, (4) tingkat penggunaan alat dan mesin
pertanian, dan (5) ketersediaan teknologi informasi. Adapun nilai indeks
keberlanjutan dan atribut yang sensitif hasil analisis MDS dan Laverage, seperti
gambar 7.
60
Up
2.78
Penerapan Sertifikasi Produk Pertanian
40
Atribut
Bad Good
0 Standarisasi Mutu Produk Pertanian
0 20 40 60 80 100 120
Gambar 7. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Infrastruktur dan Teknologi
115
dan prasarana pendidikan, kesehatan, dan sarana sosial lainnya. Sedangkan,
sarana dan prasarana jalan yang masih terlihat sangat minim adalah sarana dan
prasarana jalan penghubung antarkecamatan dan antardesa dengan kualitas
yang lebih jelek. Kondisi jalan masih ada yang berupa jalan tanah, bahkan
masih berupa jalan setapak yang sangat sulit dilalui oleh kendaraan bermotor.
60
Up
Good
Bad
Mekanisme Lintas Sektoral 5.65
0
0 20 40 60 80 100 120
Gambar 8. Indeks dan Status Keberlanjutan, serta Atribut yang Sensitif Mempengaruhi
Keberlanjutan Hukum dan Kelembagaan.
116
Munculnya atribut sensitif pertama, berupa sinkronisasi antara kebijakan
pusat dan daerah, disebabkan karena kebijakan pengembangan pertanian yang
dilakukan oleh pusat selama ini lebih bersifat umum dan biasanya ditentukan
secara top down, sementara kondisi dan permasalahan yang dialami setiap
daerah berbeda-beda, sehingga kebijakan tersebut terkadang tidak sesuai
dengan kebutuhan di daerah. Dalam rangka pengembangan kawasan
agropolitan, seharusnya diusulkan secara bottom up yang berasal dari kalangan
grassroot yang mengetahui persis kondisi dan permasalahan daerahnya.
Munculnya atribut sensitif kedua, yaitu mekanisme lintas sektoral, lebih
disebabkah oleh koordinasi antara sektor atau instansi yang terkait belum
berjalan secara optimal, bahkan lebih banyak melaksanakan program-
programnya secara parsial, tanpa melibatkan sektor lainnya. Sedangkan, atribut
lainnya yang sensitif, seperti keberadaan BPP, LKM, dan lembaga sosial lainnya
di wilayah ini sudah tersedia dan berjalan dengan baik walaupun belum optimal
dan masih dalam jumlah yang terbatas, tetapi lembaga-lembaga tersebut sudah
berjalan sesuai dengan fungsinya dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat setempat.
Adapun nilai indek keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, sosial dan
budaya, infrastruktur dan teknologi, serta hukum dan kelembagaan, seperti pada
gambar 9 berikut.
Ekologi (40,37 %)
100
80
Hukum- 60
kelembagaan 40 Ekonomi
(60,10 %) 20 (66,54 %)
0
Infrastruktur-
teknologi Sosial-budaya
(24,49 %) (67,06 %)
117
(existing condition), sebesar 52,43 persen dan termasuk dalam kategori cukup
berkelanjutan. Ini berarti bahwa jika dilihat dari sisi weak sustainability, maka
dapat dikatakan bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk
dalam kategori berkelanjutan untuk pengembangan kawasan agropolitan.
Sebaliknya, jika dilihat dari sisi strength sustainability, maka dapat dikatakan
bahwa wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang termasuk dalam kategori
belum berkelanjutan untuk pengembangan kawasan agropolitan, karena masih
ada dimensi keberlanjutan berada pada kategori kurang atau tidak
berkelanjutan, yaitu dimensi ekologi serta dimensi infrastruktur dan teknologi.
Nilai ini diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 47 atribut dari lima dimensi
keberlanjutan. Dari 47 atribut yang dianalisis, terdapat 22 atribut yang sensitif
berpengaruh atau perlu diintervensi untuk meningkatkan status keberlanjutan
wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang.
Atribut-atribut yang perlu diintervesi meliputi atribut intensitas konversi
lahan pertanian, pencetakan sawah baru, produktivitas usahatani (dimensi
ekologi), harga komoditas unggulan, jumlah tenaga kerja pertanian, kelayakan
usahatani, jenis komoditas unggulan (dimensi ekonomi), pemberdayaan
masyarakat, desa dengan penduduk bekerja di sektor pertanian, peran
masyarakat adat dalam bertani, pola hubungan masyarakat dalam bertani, jarak
permukiman ke lahan usahatani (dimensi sosial dan budaya), tingkat
penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), standardisasi mutu produk,
ketersediaan teknologi informasi, dukungan sarana jalan, dukungan sarana dan
prasarana umum (dimensi infrastruktur dan teknologi), dan sinkronisasi
kebijakan pusat dan daerah, mekanisme lintas sektoral, keberadaan lembaga
keuangan mikro (LKM), ketersediaan lembaga sosial, dan keberadaan lembaga
penyuluh pertanian (dimensi hukum dan kelembagaan).
Perbaikan terhadap atribut-atribut tersebut merupakan tanggung jawab
bersama dari seluruh stakeholder yang terkait dalam pengembangan kawasan
agropolitan, namun yang paling penting adalah peran dari pemerintah, baik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, maupun Pemerintah
Kabupaten Bengkayang sebagai fasilitator dalam membuat program rintisan
pengembangan kawasan agropolitan dan selanjutnya menyerahkan kepada
masyarakat setempat untuk mengembangkannya secara mandiri.
Untuk melihat tingkat kesalahan dalam analisis MDS dengan Rap-
BENGKAWAN, dilakukan analisis Monte Carlo. Analisis ini dilakukan pada
tingkat kepercayaan sekitar 95 persen. Berdasarkan hasil analisis Monte Carlo,
menunjukkan bahwa kesalahan dalam analisis MDS dapat diperkecil. Ini terlihat
dari nilai indeks keberlanjutan pada analisis MDS tidak banyak berbeda dengan
nilai indeks pada analisis Monte Carlo. Ini berarti, kesalahan dalam proses
analisis dapat diperkecil, baik dalam hal pembuatan skoring setiap atribut,
variasi pemberian skoring karena perbedaan opini relatif kecil, dan proses
analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang stabil, serta kesalahan
dalam menginput data dan data hilang, dapat dihindari. Perbedaan nilai indeks
keberlanjutan analisis MDS dan Monte Carlo seperti pada tabel 2.
118
Tabel 2. Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Monte Carlo dengan Analisis
Rap-BENGKAWAN.
Tabel 3. Hasil Analisis Rap-BENGKAWAN untuk Nilai Stress dan Koefisien Determinasi
(R2)
Dimensi keberlanjutan
Parameter
A B C D E F
Stress 0,13 0,13 0,13 0,13 0,14 0,13
R2 0,95 0,95 0,95 0,95 0,95 0,93
Iterasi 2 2 2 2 2 2
Keterangan : A = Dimensi ekologi, B = Dimensi ekonomi, C = Dimensi sosial-budaya, D = Dimensi
infrastruktur-teknologi, E = Dimensi hukum-kelembagaan, dan F = Multidimensi
Sumber : Data diolah tahun 2007
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis MDS dengan Rap-BENGKAWAN wilayah
perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk pengembangan kawasan agropolitan
dapat disimpulkan sebagai berikut.
119
Secara multidimensi, wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang untuk
pengembangan kawasan agropolitan termasuk dalam status cukup berkelan-
jutan dengan nilai indeks keberlanjutan 52,43 persen.
Status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang pada
setiap dimensi masing-masing dimensi ekologi termasuk dalam status kurang
berkelanjutan (40,37%), dimensi ekonomi cukup berkelanjutan (66,54%),
dimensi sosial-budaya cukup berkelanjutan (67,06%), dimensi infrastruktur dan
teknologi tidak berkelanjutan (24,49%), dan dimensi hukum dan kelembagaan
cukup berkelanjutan (60,10%).
Atribut-atribut yang sensitif berpengaruh atau perlu diintervensi terhadap
peningkatan status keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang
untuk pengembangan kawasan agropolitan sebanyak 22 atribut dari 47 atribut
yang meliputi intensitas konversi lahan pertanian, pencetakan sawah baru,
produktivitas usahatani (dimensi ekologi), harga komoditas unggulan, jumlah
tenaga kerja pertanian, kelayakan usahatani, jenis komoditas unggulan (dimensi
ekonomi), pemberdayaan masyarakat, desa dengan penduduk bekerja di sektor
pertanian, peran masyarakat adat dalam bertani, pola hubungan masyarakat
dalam bertani, jarak permukiman ke lahan usahatani (dimensi sosial dan
budaya), tingkat penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan), standardisasi
mutu produk, ketersediaan teknologi informasi, dukungan sarana jalan,
dukungan sarana dan prasarana umum (dimensi infrastruktur dan teknologi),
dan sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, mekanisme lintas sektoral,
keberadaan lembaga keuangan mikro (LKM), ketersediaan lembaga sosial, dan
keberadaan lembaga penyuluh pertanian (dimensi hukum dan kelembagaan).
Dalam analisis Multi-Dimensional (MDS) dengan Rap-BENGKAWAN,
pengaruh galat dapat diperkecil pada taraf kepercayaan 95 persen. Dengan
demikian, analisis dengan Rap-BENGKAWAN ini dapat dipakai untuk
mengevaluasi tingkat keberlanjutan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang
untuk pengembangan kawasan agropolitan.
Saran
Untuk mempertahankan dan meningkatkan status keberlanjutan ke
depan, perlu dilakukan intervensi (perbaikan) terhadap atribut yang berpengaruh
terhadap peningkatan status keberlanjutan wilayah dengan mengacu pada
indikator pembangunan berlanjutan sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup (2004) dan Commision on Sustainable Development/CSD
(2001) yang disesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah sebagai
kawasan agropolitan.
Perlu diprioritaskan perbaikan atribut pada dimensi keberlanjutan yang
mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang lebih rendah, yaitu dimensi ekologi
dan dimensi infrastruktur dan teknologi. Sedangkan, dimensi ekonomi, sosial-
120
budaya, dan hukum dan kelembagaan berdasarkan kondisi existing, nilai indeks
keberlanjutannya ke depan dapat dipertahankan atau lebih ditingkatkan.
Perbaikan terhadap atribut-atribut sebaiknya tidak hanya dilakukan pada
atribut yang sensitif berpengaruh terhadap peningkatan status keberlanjutan,
tetapi juga atribut-atribut yang tidak sensitif agar status keberlanjutan wilayah
dapat ditingkatkan mendekati nilai indeks keberlanjutan 100 persen. Tentunya
dengan pertimbangan kemampuan finansial, waktu, dan tenaga.
DAFTAR PUSTAKA
121
Lampiran 1. Atribut-Atribut dan Nilai Skor Lima Dimensi Keberlanjutan Wilayah
Perbatasan Kabupaten Bengkayang
Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
A. Dimensi ekologi
1. Status kepemilikan lahan (0) menyewa lahan, (1)
2 0 2
usahatani menggarap, (2) milik sendiri
2. Kejadian kekeringan (0) sering , (1) kadang-kadang,
(2) tidak pernah terjadi 2 0 1
kekeringan
3. Frekuensi kejadian banjir (0) sering, (1) kadang-kadang, (2)
2 0 1
tidak pernah banjir
4. Pencetakan sawah baru (0) tidak pernah, (1) kadang-
2 0 0
oleh pemerintah kadang, (2) sering diadakan
5. Intensitas konversi lahan (0) tinggi, (1) sedang, (2) rendah,
3 0 3
pertanian (3) sangat rendah
6. Kondisi sapras jalan (0) Sangat jelek, (1) jelek, (2)
3 0 1
usahatani agak baik (3) baik
7. Kondisi sapras jalan Desa (0) Sangat jelek, (1) jelek, (2)
3 0 1
agak baik (3) baik
8. Produktivitas usahatani (0) sangat rendah, (1) rendah, (2)
3 0 2
sedang, (3) tinggi
9. Penggunaan pupuk (0) tidak pernah, (1) kadang-
2 0 2
kadang, (2) sering)
10. Kegiatan perladangan (0) sering, (1) jarang terjadi, (2)
2 0 0
berpindah tidak pernah
B. Dimensi ekonomi
1. Jumlah Pasar (0) tidak ada, (1) ada pada desa
tertentu, (2) tersedia di setiap 2 0 1
desa
2. Pasar produk pertanian (0) lokal, (1) nasional, (2)
2 0 2
internasional
3. Persentase penduduk (0) sangat tinggi, (1) tinggi, (2)
3 0 1
miskin sedang, (3) rendah
4. Harga komoditas unggulan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi,
3 0 2
(3) sangat tinggi
5. Jumlah tenaga kerja (0) sedikit, (1) sedang, (2) tinggi,
3 0 3
pertanian (3) sangat tinggi
6. Kelayakah usahatani (0) tidak layak, (1) agak layak, (2)
2 0 2
layak
7. Jenis komoditas unggulan (0) hanya satu, (1) lebih dari satu,
2 0 1
(2) banyak
8. Kontribusi sektor pertanian (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
terhadap PDRB Kab. 2 0 1
Bengkayang
9. Tingkat ketergantungan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 2
konsumen
10. Keuntungan usahatani (0) tidak untung, (1) agak untuk,
2 0 2
(2) untung
122
Lampiran 1. Lanjutan
Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
C. Dimensi sosial budaya
1. Tingkat pendidikan formal (0) dibawah rata-rata nasioanl, (1)
masyarakat sama dengan rata-rata nasioanal, 2 0 0
(2) diatas rata-rata nasioanal
2. Tingkat penyerapan tenaga (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 3
kerja pertanian
3. Jarak pemukiman ke (0) jauh, (1) sedang, (2) dekat
2 0 2
kawasan usahatani
4. Pemberdayaan masarakat (0) tidak ada, (1) ada tapi masih
dalam kegiatan pertanian sangat minim, (2) kurang optimal, 3 0 1
(3) berjalan optimal
5. Jumlah desa dengan (0) tidak ada, (1) desa tertentu saja,
penduduk bekerja disektor (2) semua desa 2 0 2
pertanian
6. Peran masyarakat adat (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 1
dalam kegiatan pertanian
7. Pola hubungan masyarakat (0) tidak saling menguntungkan, (1)
1 0 1
dalam kegiatan pertanian saling menguntungkan
8. Akses masyarakat dalam (0) tidak punya akses, (1) rendah,
3 0 2
kegiatan pertanian (2) sedang, (3) tinggi
9. Persentase desa yang tidak (0) tinggi, (1) sedang, (2) rendah
2 0 1
memiliki akses penghubung
D. Dimensi infrastruktur dan teknologi
1. Tingkat penguasaan (0) rendah, (1) sedang, (2) tinggi
2 0 0
teknologi budidaya pertanian
2. Ketersediaan teknologi (0) tidak tersedia, (1) tersedia tapi
2 0 1
informasi pertanian tidak optimal, (2) tersedia optimal
3. Ketersdiaan industri (0) teknologi sederhana, (1)
pengolahan hasil pertanian teknologi sedang, (2) teknologi 2 0 0
tinggi
4. Penggunaan mesin budidaya (0) tidak ada, (1) sebagian kecil, (2)
(tanam, pompa air, umumnya menggunakan. 2 0 1
pemupukan)
5. Standarisasi mutu produk (0) belum diterapkan, (1)
petanian diterapkan pada produk tertentu, 2 0 1
(2) diterapkan untk semua produk.
6. Dukungan sarana dan (0) tidak memadai, (1) cukup
2 0 0
prasarana jalan memadai, (2) sangat memadai
7. Dukungan sarana dan (0) tidak lengkap, (1) cukup
prasarana umum lengkap, (2) lengkap 2 0 0
(kesehatan, pendidikan, dll)
8. Ketersediaan basis data (0) tidak tersedia, (1) tersedia
1 0 0
pertanian
9. Penerapan sertifikasi produk (0) belum diterapkan, (1)
pertanian diterapkan pada produk tertentu, 2 0 0
(2) diterapkan pada semua produk.
123
Lampiran 1. Lanjutan
Kondisi Skor
No. Dimensi dan atribut Kriteria saat
Baik Buruk
ini*)
E. Dimensi hukum dan kelembagaan
1. Perjanjian kerja sama (0) belum ada, (1) ada tapi tidak
dengan Malaysia berjalan optimal, (2) ada dan 2 0 1
berjalan optimal
2. Ketersediaan perangkat (0) tidak ada, (1) cukup tersedia,
2 0 1
hukum adat/agama (2) sangat lengkap
3. Sinkronisasi kebijakan (0) tidak sinkron, (1) kurang
2 0 0
pusat dan daerah sinkron, (2) sinkron
4. Ketersedian peraturan (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
perundangan kawasan berjalan, (2) ada dan berjalan 2 0 1
agropolitan di perbatasn
5. Mekanisme lintas sektoral (0) tidak ada, (1) ada.
dalam pengembangan
1 0 1
kawasan
agropolitan/pertanian
6. Ketersediaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 1
kelompok tani berjalan, (2) ada dan berlajan
7. Keberadaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 2
keuangan mikro berjalan, (2) ada dan berlajan
8. Ketersediaan lembaga (0) tidak ada, (1) ada tapi tidak
2 0 2
sosial berjalan, (2) ada dan berlajan
9. Keberadaan Balai Penyluh (0) tidak ada, (1) ada
1 0 1
Pertanian (BPP)
Keterangan *) Hasil pengamatan lapangan dan pendapat pakar.
124