Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
bidang
REKAYASA
Y. DJOKO SETIYARTO
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Komputer Indonesia
Keruntuhan geser blok dikenal sebagai salah satu bentuk keruntuhan potensial
yang dapat terjadi pada pelat tarik baja berlubang. Dalam mekanisme
keruntuhannya, gaya tarik terjadi di sepanjang garis transversal (bidang tarik)
dan gaya geser terjadi di sepanjang garis longitudinal antar lubang baut (bidang
geser). Menurut AISC-LRFD 2005, kekuatan geser blok selalu ditentukan oleh
kekuatan tarik pada bidang tarik bersih yang diakumulasikan dengan kekuatan
geser minimal pada bidang geser kotor atau bersih. Sehingga diasumsikan
bahwa fraktur selalu terjadi pertama kali pada bidang tarik, yang kemudian
diikuti dengan leleh pada bidang geser. Asumsi ini berbeda dengan AISC-LRFD
1999, yaitu saat kekuatan ultimit tercapai, fraktur dapat terjadi pada bidang
tarik bersih yang diikuti dengan leleh pada bidang geser, atau dapat pula terjadi
fraktur pada bidang geser bersih yang diikuti leleh pada bidang tarik kotor.
Studi numerik berikut ini akan meninjau apabila kekuatan pelat tarik baja
berlubang ditentukan dengan asumsi kelelehan seutuhnya terjadi pada bidang
tarik dan bidang geser tanpa disertai timbulnya fraktur. Studi numerik dilakukan
dengan menggunakan software Finite Elemen Analysis (FEA), yang kriteria
keruntuhannya berdasarkan kondisi batas regangan maksimum. Hasil prediksi
FEA menunjukkan bahwa kekuatan ultimit pada pelat tarik baja berlubang
dengan asumsi kelelehan pada penampang bidang tarik dan bidang geser
mempunyai peluang menjadi lebih menentukan dibanding keruntuhan geser
blok. Selain itu diketahui pula bahwa distribusi tegangan tarik yang terjadi di
sekitar tepi lubang pelat umumnya tidak seragam.
H a l a ma n 181
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Bidang
Pelat Buhul Geser
Bidang
Bidang Geser
Geser
Blok Kelompok Sambungan
Baut yang Terhubung dengan Bidang Tarik
Pelat Buhul
Kondisi Menerima
Kondisi Beban Tarik Ultimit
Awal
H a l a m a n 182
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
bersih (the net tension plane) dan kelelehan regangan yang terjadi pada pelat tarik baja
seluruhnya terjadi pada bidang geser kotor berlubang. Dengan mengevaluasi distribusi
(the gross shear plane). Kebalikannya, tegangan dan regangan tersebut maka akan
bentuk keruntuhan kedua mengasumsikan diketahui apakah bentuk keruntuhan yang
bahwa keruntuhan terjadi di sepanjang terjadi sesuai dengan mekanisme
bidang geser bersih sementara kelelehan keruntuhan geser blok.
seutuhnya terjadi pada bidang tarik kotor.
AISC-LRFD 2005 mengasumsikan bahwa BAJA & PEMODELANNYA
kekuatan geser blok selalu ditentukan oleh
kekuatan tarik pada bidang tarik bersih Sifat Material Baja
yang diakumulasikan dengan kekuatan
geser minimal pada bidang geser kotor atau Sifat mekanis material baja diperoleh dari
bersih. Dalam asumsi tersebut, fraktur uji tarik yang melibatkan pembebanan tarik
selalu terjadi pertama kali pada bidang sampel baja dan bersamaan dengan itu
tarik, diikuti dengan leleh pada bidang geser dilakukan pengukuran beban dan
(Brockenbrough et all, 2006). Pada bidang perpanjangan sehingga diperoleh tegangan
tarik bersih, untuk kondisi tegangan tarik dan regangan yang dihitung dengan
yang seragam diberi faktor koreksi UBS = 1, menggunakan = P/A dan = DL/L.
sedangkan untuk kondisi tegangan tarik Selama uji tarik, sampel dibebani hingga
yang tidak seragam diberi faktor koreksi hancur, dan diperoleh diagram tegangan
UBS = 0.5. Distribusi tegangan tarik tidak regangan seperti
seragam umumnya terjadi pada sambungan Gambar 2. Pada awal pembebanan,
-sambungan yang memiliki jarak terlihat hubungan linier antara tegangan
eksentrisitas antara titik berat dari dan regangan. Selanjutnya, setelah
sambungan terhadap gaya tarik yang relatif melewati titik limit proposional, hubungan
besar (Gupta, 2005). tersebut menjadi tidak linier seperti yang
Tinjauan berikut ini akan memaparkan diperlihatkan dalam Gambar 2a. Baja akan
bentuk keruntuhan yang mirip seperti geser bersifat tetap elastis (artinya apabila beban
blok, namun diasumsikan keruntuhan yang dihilangkan akan kembali ke panjang
terjadi pada bidang tarik dan bidang geser semula), apabila tegangannya tidak
adalah kelelehan seutuhnya tanpa disertai melewati suatu titik yang nilainya sedikit di
timbulnya fraktur. Analisis kekuatan ultimit atas limit proporsional, atau disebut limit
dan distribusi tegangan pada penampang elastis. Karena limit proporsional dan limit
pelat tarik baja berlubang dilakukan dengan elastis sangat dekat, maka seringkali
menggunakan perangkat lunak analisis dianggap sebagai titik yang sama.
elemen hingga (finite element analysis) Ketika beban bertambah, tercapai
yaitu ADINA 8.3.1. Dalam hal ini, kriteria suatu titik dimana regangan bertambah
keruntuhan ditentukan oleh kondisi batas namun tegangannya konstan. Tegangan
regangan maksimum. Karena masalah demikian disebut tegangan leleh Fy. Pada
mekanisme fraktur dalam finite element Gambar 2b terlihat adanya tegangan leleh
analysis (FEA) tidak ditinjau, maka bentuk awal (initial yielding) yang nilainya sedikit
keruntuhan yang terjadi bukanlah lebih besar dari Fy. Tegangan leleh awal
mencerminkan keruntuhan geser blok hanya dapat tercapai sesaat dan nilainya
sebenarnya, namun akan ditinjau apakah tidak stabil. Regangan saat tegangan leleh
keruntuhan dengan asumsi leleh tanpa awal terjadi dinamakan regangan leleh y.
fraktur akan menjadi lebih menentukan, Pada saat baja terus meregang atau
mengingat penyebaran leleh dapat meleleh, yang lama kelamaan akan dicapai
menurunkan kapasitas beban dari suatu suatu titik dimana kapasitas pikul bebannya
struktur tanpa memutuskan elemen bertambah. Fenomena bertambahnya
tersebut. Tinjauan berikut juga akan kekuatan ini disebut strain hardening. Saat
membahas masalah distribusi tegangan dan mengalami strain hardening, baja akan
H a l a ma n 183
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Gambar 2a.
Kurva tegangan regangan
dari 3 jenis baja ASTM (Englekirk, 1994)
Gambar 3
Idealizasi Kurva Tegangan Regangan
(Englekirk, 1994)
multilinier.
Gambar 2b
Diagram Tegangan Regangan material elastik linier diasumsikan
Hasil Uji Tarik Baja A36 (Englekirk, 1994) mempunyai modulus elastistisitas sebesar E
= 200000 MPa dan rasio Poisson sebesar
ultimit Fu atau kuat tarik baja. 0.3. Untuk model material elastik-plastik
Gambar 3 memperlihatkan idealisasi bilinier, nilai modulus elastistisitas dan rasio
kurva tegangan regangan yang digunakan poison diasumsikan sama dengan model
untuk tujuan praktis. Bagian kurva mulai material elastik linier, dan memiliki
dari titik awal hingga limit proporsional tegangan leleh awal sebesar 240 MPa.
dinamakan selang elastis. Setelah melewati Dalam model material elastik-plastik bilinier,
limit proporsional, baja diidealisasikan efek strain hardening tidak ditinjau dan
H a l a m a n 184
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a ma n 185
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
bilinier, kehancuran regangan plastik yang memiliki nilai regangan plastik efektif yang
terjadi secara tidak langsung berhubungan mencapai nilai regangan plastik efektif
dengan batas regangan plastik efektif maksimum yang telah ditetapkan tersebut,
maksimum yang ditetapkan saat input maka elemen tersebut tidak akan
regangan plastik efektif maksimum untuk memberikan kontribusi kekakuan terhadap
kurva tegangan-regangan biliner (Gambar model. Sehingga model akan memiliki batas
3). Sedangkan untuk kurva tegangan- kekakuan tertentu saat penambahan beban
regangan multilinier, batas regangan plastik dalam time step berikutnya, dan dalam
suatu time step tertentu model tidak akan
300
dapat menerima tambahan beban lagi
sehubungan dengan terbatasnya kekakuan
w
yang dimiliki atau kejadian konvergensi
dalam iterasinya tidak tercapai.
Pembebanan saat time step terakhir yang
50
t = 10
Dhole = 18 dapat diberikan ketika iterasi masih
menunjukkan konvergensi diasumsikan
50
H a l a m a n 186
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
t+Dt K(i-1) adalah matriks kekakuan tangen berdasarkan bentuk ternormalisir seperti berikut (Bhatti,
solusi yang dihitung pada akhir iterasi (i -1) saat
2006):
tahap waktu (beban) t + Dt.
H a l a ma n 187
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
2 p 2 p 2 p 2 1 p2 p2 p2
ep d x d y d z d xy d yz d zx
3 2
(9)
H a l a m a n 188
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a ma n 189
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Gambar 8
Mendefinisikan Jumlah Step Pembebanan Gambar 10
Saat Awal Analisis Merubah definisi jumlah step sesuai ATS
H a l a m a n 190
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
Gambar 12
Kurva Model Material Plastic-Bilinier dan
Plastic-Multilinier Tidak Berbeda Jauh.
Gambar 13
Hubungan Gaya vs Peralihan yang Diambil
Hubungan Gaya dan Peralihan untuk Model
Pada Titik Simetris dimana Beban Bekerja.
Material Plastic-Bilinier dengan Regangan
Maksimum sebesar 100% dan 22%
menghasilkan perbedaan nilai Pmax yang
relatif kecil yaitu sekitar 0.56% hingga 1.6%. ultimit yang dihasilkan dari kedua
Oleh sebab itu, untuk memudahkan analisis pembatasan regangan plastik maksimum
FE selanjutnya, tinjauan penggunaan model tersebut, maka tampak bahwa perbedaan
material yang dipilih adalah plastic - bilinier kekuatan ultimit yang dihasilkan tidak
H a l a ma n 191
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
signifikan, yaitu sebesar 3.6%. Hal ini baut, yang artinya semakin luas bidang tarik
menunjukkan bahwa penggunaan model efektifnya, maka semakin besar kekuatan
regangan maksimum sebesar 100% masih ultimit yang dimiliki. Perbandingan hasil
memberikan hasil kekuatan ultimit yang peralihan dan besarnya gaya yang
cukup dengan kondisi regangan putus baja. diaplikasikan untuk setiap tahap
pembebanan dapat dilihat pada Gambar
Sedangkan Gambar 14 dan 15 berikut, 16. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
memperlihatkan hasil FEA untuk distribusi semakin panjang jarak antar baris baut,
tegangan tarik (arah Z) saat kelelehan maka deformasi atau peralihan yang terjadi
seutuhnya terjadi pada bidang tarik w. semakin kecil
Terlihat distribusi tegangan tarik saat
kondisi elastik dan plastis untuk model Besarnya kekuatan ultimit menurut
material bilinier dengan regangan plastik
maksimum 22% dan 100% menunjukkan
perilaku yang hampir sama. Untuk regangan
plastik maksimum 22%, hasil kondisi elastik
diambil dari step pembebanan ke 3 dan
kondisi plastik diambil dari step
pembebanan ke 14. Untuk regangan plastik
maksimum 100%, kondisi elastik diambil
dari step pembebanan ke 3, dan kondisi
plastik diambil dari step pembebanan ke
15.
Gambar 15
Distribusi Tegangan Untuk
Regangan Maksimum = 100%
Tabel 1
Hasil Prediksi Kekuatan Ultimit Menurut FEA
qultimit Rn
No. w
(N/mm2) (N)
Gambar 14 1 30 124.7 374100
Distribusi Tegangan Tarik Untuk 2 40 132.4 397170
Regangan Maksimum = 22% 3 50 138.3 414990
4 60 143.4 430200
KEKUATAN ULTIMIT TARIK HASIL FEA, AISC- 5 70 147.8 443400
LRFD99 & AISC-LRFD 05
H a l a m a n 192
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a ma n 193
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Tabel 4 Tabel 6
Perhitungan Beban Ultimit menurut AISC- Perhitungan Beban Ultimit menurut AISC-
LRFD 1999 Tanpa Faktor Reduksi LRFD 2005 Tanpa Faktor Reduksi
Fraktur
Fraktur Leleh Geser
Leleh Geser Blok Penampang
Penampang Bruto (N) Blok (N)
No. Bruto (N) (N) No. Effektif (N)
Effektif (N) Fy.Ag Rn
Fy*Ag Rn Fu.Ae
0.75*Fu*Ae
1 720000 879120 476400
1 720000 879120 578160 720000 879120
2 513400
2 720000 879120 602160 720000 879120
3 550400
720000 879120 720000 879120
4 587400
3 626160
5 720000 879120 624400
720000 879120
4 650160
5 720000 879120 674160 Tabel 7
Tegangan efektif Von Misses menentu- Perbandingan Kekuatan Ultimit Hasil FEA
dengan Desain AISC-LRFD1999 dan AISC-
LRFD2005 Akibat Pengaruh Variasi Jarak
Tabel 5
Perhitungan Beban Ultimit menurut AISC-
LRFD 2005 Dengan Faktor Reduksi
Persentase Perbedaan (%)
LRFD'99 & FEA LRFD'05 & FEA
Hasil FEA
Fraktur No
(N) Dengan Tanpa Den- Tanp
Leleh Penam- Geser Blok (N) FR FR gan FR a FR
Bruto pang
No (N) Effektif
0.9*Fy (N) Ubs*Fu 1 374100 13.7 35.3 -4.7 21.5
.Rn
*Ag 0.75*Fu *Ant
*Ae 2 397170 12.1 34.0 -3.1 22.6
648000 659340
1 44400 357300 3 414990 11.6 33.7 -0.5 24.6
648000 659340
2 81400 385050 4 430200 11.8 33.8 2.3 26.8
648000 659340
3 118400 412800 5 443400 12.3 34.2 5.3 29.0
648000 659340
4 155400 440550
648000 659340 selalu berada di bawah tegangan tarik ZZ
5 192400 468300 karena adanya pengaruh tegangan tarik YY
pada suku kuadrat kedua yang mengurangi
kan terjadinya kelelehan di suatu node ele- nilai tegangan tarik ZZ, di samping pula
men. Sesuai dengan persamaan 5, tegan- adanya angka di awal persamaan yang
gan efektif ditentukan oleh enam jenis membuat nilai tegangan Von Misses lebih
tegangan. Karena model FEA yang diguna- kecil daripada tegangan tarik ZZ. Dalam
kan dalam kasus ini adalah plane stress kondisi elastis, terlihat adanya konsentrasi
maka besar tegangan efektif dipengaruhi tegangan di sekitar lubang pelat seperti
oleh tegangan tarik ZZ, tegangan geser YZ, halnya tegangan tarik ZZ. Kemudian dalam
dan tegangan tarik YY. kondisi plastis, tegangan Von Misses mulai
Pada Gambar 17 sampai dengan 26 mendekati seragam. Namun untuk variasi w
terlihat bahwa kurva tegangan Von Misses yang semakin membesar (w = 60 dan 70
H a l a m a n 194
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
Gambar 20
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Elastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 40 mm
Gambar 17
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Plastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 30 mm
Gambar 21
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Plastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 50 mm
Gambar 18
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Elastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 30 mm
Gambar 22
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Elastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 50 mm
H a l a ma n 195
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Gambar 26
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Elastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 70 mm
Gambar 23
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Plastis
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 60 mm
Gambar 27
Distribusi Tegangan Tarik, w = 30 m
Gambar 24
Tegangan Saat Kondisi Elastis Untuk
Penampang Bidang Tarik w = 60 mm
Gambar 25
Distribusi Tegangan Saat Kondisi Plastis Gambar 28
Untuk Penampang Bidang Tarik w = 70 mm Distribusi Tegangan Tarik, w = 40 mm
H a l a m a n 196
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
Gambar 29 Gambar 32
Distribusi Tegangan Tarik, w = 50 m Distribusi Tegangan Efektif, w = 30 mm
Gambar 30 Gambar 33
Distribusi Tegangan Tarik , w = 60 mm Distribusi Tegangan Efektif , w = 40 mm
Gambar 31 Gambar 34
Distribusi Tegangan Tarik, w = 70 mm Distribusi Tegangan Efektif , w = 50 mm
H a l a ma n 197
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
Gambar 38
Distribusi Regangan Plastis Efektif
Akumulasi Untuk Pelat Dengan w = 40 mm
Gambar 35
Distribusi Tegangan Efektif , w = 60 mm
Gambar 39
Distribusi Regangan Plastis Efektif
Akumulasi Untuk Pelat Dengan w = 50 mm
Gambar 40
Distribusi Regangan Plastis Efektif
Gambar 36 Akumulasi Untuk Pelat Dengan w =60 mm
Distribusi Tegangan Efektif , w = 70 mm
Gambar 41
Distribusi Regangan Plastis Efektif
Akumulasi Untuk Pelat Dengan w = 70 mm
Gambar 37
Distribusi Regangan Plastis Efektif Distribusi tegangan efektif tersebut
Akumulasi Untuk Pelat Dengan w = 30 mm menunjukkan bahwa mekanisme
keruntuhan dalam FEA adalah tidak sama
dengan keruntuhan geser blok, karena
terlihat pada penampang bidang geser,
H a l a m a n 198
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a ma n 199
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2 Y. Djoko Setiyarto
H a l a m a n 200
Y. Djoko Setiyarto Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a ma n 201
Majalah Ilmiah UNIKOM Vol.8, No. 2
H a l a m a n 202