Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ANGINA LUDWIG
Disusun Oleh:
Pembimbing:
SURAKARTA
2017
ANGINA LUDWIG
A. Definisi
B. Etiologi
Gambar 1. Pembengkakan berat dari submandibula bilateral dan regio cervical anterior
Gambar 2. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah
D. Patofisiologi
Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan
deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan
masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh.8
Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.8
Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea
(tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula, menyebabkan infeksi
yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang
submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang
menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,
nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.8
Gambar 3. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.
Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fascia cervikal profunda dengan m.digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu
dapat terbentuk dengan jelas.8
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi
dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur
kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.8
Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.8
Gambar 5. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong lantai
dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid meluas ke arah
inferior dan menyebabkan gambaran bull neck.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher (1), kesulitan makan dan
menelan(13). Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi(1,3,5) atau adanya riwayat higien gigi yang buruk(3).
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam,
takipnea, dan takikardi.(3,7) Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan
dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling,(1,3,7) disfonia, dan pada
pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran
kelenjar limfe.(3)
3) Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang
mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan
penyempitan jalan napas.(3) Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan
jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan.(3,4) Selain itu foto panoramic
rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.(3)
PemeriksaanPenunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan
insisi drainase.
b. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotic dalam
terapi.
c. Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan
lunak dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.
d. Foto panoramic berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang
yang terlibat infeksi.
e. CT-scan
F. Diagnosis Banding
Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah :karsinoma lingua, sublingual
hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.(3)
Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang
dikemukakan oleh Grodinsky yaitu(1,3) :
1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus
3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar
4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik
G. Penatalaksanaan
4 Prinsip utama :
1. Proteksi dan control jalan napas
2. Pemeberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisia dekuat
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah
menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anastesi
lokal.(1,3,4,9) Selain itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan
nebulisasi epinefrin.(3) Kemudian diberikan antibiotic dosis tinggi dan berspektrum luas
secara intravena untuk organisme gram positif dan gram negatif, aerob maupun anaerob.
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas
pus.(1,3) Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan metronidazole,
clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoksisilin-clavulanate.(3,4,13,14) Walaupun
masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason secara intravena
untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.(3,4)
Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan
radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau needle
aspirate yang purulen.(3) Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan klinik
setelah pemberian terapi antibiotik.(3)
H. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari angina Ludwig yaitu asfiksia yang disebabkan
oleh edema pada soft-tissue leher. Pada infeksi lanjut, dapat terjadi trombosis sinus
cavernosus dan abses cerebri. Komplikasi lainnya yang telah dilaporkan yaitu infeksi
dinding karotis dan ruptur arteri, tromboflebitis supuratif dari vena jugularis,
mediastinitis, empiema, efusi pericard,atau efusi pleura, osteomielitis mandibula, abses
subfrenikus, dan aspirasi pneumonia.
I. Prognosis
Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan nafas
dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian pada era
sebelum adanya antibiotik sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik tingkat
mortalitas berkurang menjadi 5%.
DAFTAR PUSTAKA
3. Kulkarni AH, Pai SD, Bhattarai B, Rao ST, Ambareesha M. 2008. Ludwigs Angina
and Airway Considerations: A Case Report. Cases Journal 2008, 1:19
4. Grupta AK, Dhulkhed VK, Rudagi BM, Gupta A. 2009. Drainage of Ludwig Angina
under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient. Anestesia Pediatrica e
Neonatale, Vol. 7, N. 3
5. Cossio PI, Hinojosa EF, Cruz MAM, Perez LMG. 2010. Ludwigs angina and
ketoacidosis as a first manifestation of diabetes mellitus. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2010 Jul 1;15 (4):e624-7
6. Srirompotong S. 2003. Ludwigs angina: a clinical review. Eur Arch
Otorhinolaryngol (2003) 260 : 401403
9. Hartman jr,R W. Ludwigs Angina in Children. [serial online] July 1999 [cited 2009
Feb 05]; Vol.60/No.1. Available
from:URL:http://www.aafp.org/afp/990700ap/contents.html
10. Lemonick, D M. Ludwigs Angina : Diagnosis and treatment. [serial online] July
2002 [cited 2009 Feb 03]; Clinical review Article. Available
from:URL:http://www.turner-white.com
13. Adams G L, Boeisjr L R, Higler P A, eds. BoiesBuku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.
Philadelphia: W.B. Sauders Company; 1994.p.345-6.
14. Hibbert J. ed. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-
Heinemann; 1997.p.5/16/17
16. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:
Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.
17. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 2nd ed.
Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5
18. Ballenger J J. Disease of the oral cavity. In: Ballenger J J, Snow Jr J B,eds.
Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 15th Ed. United states of America :
Williams &Walkins; 1996.p.233-234.
20. Chow A W. infection of the oral cavity, neck, and head. In: Mandell GL, Bennet J E,
Dolin R. Mandell, Douglas and Bennets Principle and Practice of Infectious
Disease.6th Ed. Churchill Livingstone: Elsevier;2005. p.793.
21. Bisno AL. Pharyngitis. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. 6th Ed, Vol. 1.Mandell,
Douglas, and Bennets Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier
Churchill Livingstone Pennsylvania: 2005. p.756