Você está na página 1de 11

MAKALAH

ANGINA LUDWIG

Disusun Oleh:

M. Yusuf Karim G99152018


Bara Tracy Lovita G99152
Sabila Fatimah G99152
Livilia Miftachul K G99162062
Ricky Irvan Ardiyanto G99162

Periode: 24 Juli 5 Agustus 2017

Pembimbing:

Shinta Kartikasari, drg

KEPANITERAAN KLINIK ILMU GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2017
ANGINA LUDWIG

A. Definisi

Ludwigs angina mula-mula dideskripsikan oleh Wilhelm Frederick von Ludwig


pada tahun 1836. Ludwigs angina atau angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula
berupa selulitis atau flegmon yang progresif dari bagian superior ruang suprahioid dengan
tanda khas berupa pembengkakan, tidak membentuk abses dan tidak ada limfadenopati,
sehingga keras pada perabaan submandibula.1,2,3 Ruang suprahioid berada antara otot-otot
yang melekatkan lidah pada os. Hyoid dan m. mylohyoideus. Peradangan ruang ini
menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan mendorong lidah
ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
secara potensial.1,4

B. Etiologi

Dilaporkan sekitar 50%-90% angina Ludwig berawal dari infeksi odontogenik,


khususnya dari molar dua atau tiga bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak
pada tingkat otot myohyloid, dan abses di sini akan menyebar ke ruang submandibula.
Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain adalah tonsillitis dan
peritonsilitis, trauma pada ekstraksi gigi, sialadenitis, abses peritonsilar, fraktur
mandibula terbuka, infeksi kista duktus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena
melalui leher, trauma oleh karena bronkoskopi, intubasi endotrakeal, laserasi oral, luka
tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, trauma pada dasar atau lantai mulut,
otitis media dan eksterna serta ulkus pada bibir dan hidung.1,3,5 Jika infeksi berasal dari
gigi, organism pembentuk gas tipe anaerob sangat dominan. Jika infeksi bukan berasal
dari gigi, biasanya disebabkan oleh streptokokus atau staphylococcus.2,5
Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita angina Ludwig melalui
isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus aureus. Banteri anaerob
seringkali juga diisolasi meliputi bacteroides, peptostreptococci, dan peptococci. Bakteri
gram positif yang telah diisolasi adalah Fusobacterium nucleatum, Aerobacter
aeruginosa, spirochetes, dan Veillonella, Candida, Eubacteria, dan spesies Clostridium.
Bakteri Gram negatif yang diisolasi antara lain spesies Neisseria, Escherichia coli,
spesies Pseudomonas, Haemophillus influenza dan spesies Klebsiella.6
C. Manifestasi klinis
Pasien dengan angina Ludwig biasanya memiliki riwayat ekstraksi gigi
sebelumnya atau hygiene oral yang buruk dan nyeri pada gigi. Gejala klinis umum angina
Ludwig meliputi malaise, lemah, lesu, malnutrisi dan dalam kasus yang parah dapat
menyebabkan stridor atau kesulitan bernapas. Gejala klinis dapat dibedakan ekstra oral
dan intra oral. Gejala ekstra oral meliputi eritema, pembengkakan, perabaan yang keras
seperti papan (board-like) serta peninggian suhu pada leher dan jaringan ruang
submandibula-sublingual yang terinfeksi; disfonia (hot potato voice) akibat edema pada
organ vokal. Gejala klinis intra oral meliputi pembengkakkan, nyeri dan peninggian
lidah; nyeri menelan (disfagia); hipersalivasi (drooling); kesulitan dalam artikulasi bicara
(disarthria).
Pemeriksaan fisik pada pasien angina Ludwig dapat menunjukkan adanya demam
dan takikardi dengan karakteristik dasar mulut yang tegang dan keras. Karies pada gigi
molar bawah dapat dijumpai. Biasanya ditemui pula indurasi dan pembengkakkan ruang
submandibular yang dapat disertai dengan lidah yang terdorong ke atas. Trismus dapat
terjadi dan menunjukkan adanya iritasi pada m. masticator. Tanda-tanda penting seperti
pasien tidak mampu menelan air liurnya sendiri, dispneu, takipneu, stridor inspirasi dan
sianosis menunjukkan adanya hambatan pada jalan napas yang perlu mendapat
penanganan segera.8
Gambar 1. Gambar 2.

Gambar 1. Pembengkakan berat dari submandibula bilateral dan regio cervical anterior
Gambar 2. Edema dan indurasi dari dasar mulut mengakibatkan peninggian lidah

D. Patofisiologi

Infeksi gigi seperti nekrosis pulpa karena karies profunda yang tidak terawat dan
deep periodontal pocket, merupakan jalan bagi bakteri untuk mencapai jaringan
periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan
masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh.8

Penyebaran infeksi odontogen dapat melalui jaringan ikat (perkontinuitatum),


pembuluh darah (hematogen), dan pembuluh limfe (limfogen). Yang paling sering terjadi
adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan
yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus.8

Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses palatal, abses
submukosa, abses gingiva, trombosis sinus kavernosus, abses labial dan abses fasial.
Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk abses sublingual, abses
submental, abses submandibular, abses submaseter dan angina Ludwig.8

Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak di belakang bawah linea mylohyoidea
(tempat melekatnya m.mylohyoideus) dalam ruang submandibula, menyebabkan infeksi
yang terjadi pada gigi tersebut dapat membentuk abses dan pusnya menyebar ke ruang
submandibular, bahkan meluas hingga ruang parafaringeal. Abses pada akar gigi yang
menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi,
nyeri terjadi jika terjadi ketegangan antara tulang.8
Gambar 3. Linea mylohyoidea, tempat perlekatan m. mylohyoideus.

Gambar 4. Ruang submandibular terletak antara m. mylohyoid, fascia dan kulit.


Ruang submandibular terinfeksilangsung oleh molar kedua dan ketiga.

Infeksi pada ruang submental biasanya terbatas karena ada kesatuan yang keras
dari fascia cervikal profunda dengan m.digastricus anterior dan os hyoid. Edema dagu
dapat terbentuk dengan jelas.8
Infeksi pada ruang submaksilar biasanya terbatas di dalam ruang itu sendiri, tetapi
dapat pula menyusuri sepanjang duktus submaksilaris Whartoni dan mengikuti struktur
kelenjar menuju ruang sublingual, atau dapat juga meluas ke bawah sepanjang m.
hyoglossus menuju ruang-ruang fascia leher.8

Pada infeksi ruang sublingual, edema terdapat pada daerah terlemah di bagian
superior dan posterior sehingga mendorong supraglotic larynx dan lidah ke belakang,
akhirnya mempersempit saluran dan menghambat jalan nafas.8

Penyebaran infeksi berakhir di bagian anterior yaitu mandibula dan di bagian


inferior yaitu m. mylohyoid. Proses infeksi kemudian berjalan di bagian superior dan
posterior, meluas ke dasar lantai mulut dan lidah.9

Os hyoid membatasi terjadinya proses ini di bagian inferior sehingga


pembengkakan menyebar ke daerah depan leher yang menyebabkan perubahan bentuk
dan gambaran bull neck.9

Gambar 5. Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong lantai
dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas os hyoid meluas ke arah
inferior dan menyebabkan gambaran bull neck.
E. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang.
1) Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan gejala berupa nyeri pada leher (1), kesulitan makan dan
menelan(13). Dari anamnesis juga didapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau
mencabut gigi(1,3,5) atau adanya riwayat higien gigi yang buruk(3).
2) Pemeriksaan fisis
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan tanda-tanda sepsis seperti demam,
takipnea, dan takikardi.(3,7) Selain itu juga ditemukan adanya edema bilateral, nyeri tekan
dan perabaan keras seperti kayu pada leher, trismus, drooling,(1,3,7) disfonia, dan pada
pemeriksaan mulut didapatkan elevasi lidah, tetapi biasanya tidak didapatkan pembesaran
kelenjar limfe.(3)
3) Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa foto polos leher dan dada, yang
mana sering memberikan gambaran pembengkakan jaringan lunak, adanya gas, dan
penyempitan jalan napas.(3) Pemeriksaan CT-Scan memberikan gambaran pembengkakan
jaringan lunak, adanya gas, akumulasi cairan, dan juga dapat sangat membantu untuk
memutuskan kapan dibutuhkannya pernapasan bantuan.(3,4) Selain itu foto panoramic
rahang dapat membantu untuk menentukan tempat fokal infeksinya.(3)
PemeriksaanPenunjang.
a. Pemeriksaan Laboratorium darah tampak leukositosis yang mengindikasikan adanya
infeksi akut. Pemeriksaan waktu bekuan darah penting untuk dilakukan tindakan
insisi drainase.
b. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas untuk menentukan pemilihan antibiotic dalam
terapi.
c. Foto x-ray posisi lateral untuk mengidentifikasi adanya pembengkakan jaringan
lunak dan menyingkirkan kemungkinan penyebab lain adanya obstruksi jalan nafas.
d. Foto panoramic berguna untuk mengidentifikasi lokasi abses serta struktur tulang
yang terlibat infeksi.
e. CT-scan
F. Diagnosis Banding
Diagnosa banding dari angina Ludwig adalah :karsinoma lingua, sublingual
hematoma, abses glandula salivatorius, limfadenitis, dan peritonsilar abses.(3)
Untuk dapat menegakkan diagnosis Angina Ludwig ada empat kriteria yang
dikemukakan oleh Grodinsky yaitu(1,3) :
1. Terjadi secara bilateral pada lebih dari satu rongga
2. Menghasilkan infiltrasi yang gangren-serosanguineous dengan atau tanpa pus
3. Mencakup fasia jaringan ikat dan otot namun tidak melibatkan kelenjar
4. Penyebaran secara perkontinuitatum dan bukan secara limfatik

G. Penatalaksanaan
4 Prinsip utama :
1. Proteksi dan control jalan napas
2. Pemeberian antibiotik yang adekuat
3. Insisi dan drainase abses
4. Hidrasi dan nutrisia dekuat
Setelah diagnosis angina Ludwig ditegakkan, maka penanganan yang utama adalah
menjamin jalan napas yang stabil melalui trakeostomi yang dilakukan dengan anastesi
lokal.(1,3,4,9) Selain itu, untuk mengurangi pembengkakan mukosa dapat diberikan
nebulisasi epinefrin.(3) Kemudian diberikan antibiotic dosis tinggi dan berspektrum luas
secara intravena untuk organisme gram positif dan gram negatif, aerob maupun anaerob.
Antibiotik yang diberikan sesuai dengan hasil kultur dan hasil sensitifitas
pus.(1,3) Antibiotik yang diberikan misalnya penicillin-G dengan metronidazole,
clindamicin, cefoxitin, piperacilin-tazobactam, amoksisilin-clavulanate.(3,4,13,14) Walaupun
masih merupakan suatu kontroversial, tetapi pemberian dexamethason secara intravena
untuk mengurangi edema pada jalan napas masih sering diterapkan.(3,4)
Drainase dipertimbangkan apabila terdapat infeksi supuratif, adanya penemuan
radiologis berupa akumulasi cairan atau udara pada jaringan lunak, krepitus, atau needle
aspirate yang purulen.(3) Drainase juga dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan klinik
setelah pemberian terapi antibiotik.(3)
H. Komplikasi
Komplikasi yang paling serius dari angina Ludwig yaitu asfiksia yang disebabkan
oleh edema pada soft-tissue leher. Pada infeksi lanjut, dapat terjadi trombosis sinus
cavernosus dan abses cerebri. Komplikasi lainnya yang telah dilaporkan yaitu infeksi
dinding karotis dan ruptur arteri, tromboflebitis supuratif dari vena jugularis,
mediastinitis, empiema, efusi pericard,atau efusi pleura, osteomielitis mandibula, abses
subfrenikus, dan aspirasi pneumonia.

I. Prognosis
Prognosis angina Ludwig sangat tergantung kepada proteksi segera jalan nafas
dan pada pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi. Tingkat kematian pada era
sebelum adanya antibiotik sebesar 50%, tetapi dengan adanya antibiotik tingkat
mortalitas berkurang menjadi 5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ugboko V, Ndukwe K, Oginni F. 2005. Ludwigs Angina: An Analysis of Sixteen


Cases in a Suburban Nigerian Tertiary Facility. African Journal of oral Health.
Volume 2 Numbers 1 & 2 2005: 16-23

2. Lemonick DM. 2002. Ludwigs Angina: Diagnosis and Treatment. Hospital


Physician. p. 31-37

3. Kulkarni AH, Pai SD, Bhattarai B, Rao ST, Ambareesha M. 2008. Ludwigs Angina
and Airway Considerations: A Case Report. Cases Journal 2008, 1:19

4. Grupta AK, Dhulkhed VK, Rudagi BM, Gupta A. 2009. Drainage of Ludwig Angina
under Superficial Cervical Plexus Block in Pediatric Patient. Anestesia Pediatrica e
Neonatale, Vol. 7, N. 3

5. Cossio PI, Hinojosa EF, Cruz MAM, Perez LMG. 2010. Ludwigs angina and
ketoacidosis as a first manifestation of diabetes mellitus. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. 2010 Jul 1;15 (4):e624-7
6. Srirompotong S. 2003. Ludwigs angina: a clinical review. Eur Arch
Otorhinolaryngol (2003) 260 : 401403

7. Winters S (2003). A review of Ludwigs Angina for Nurse Practitioners. Journal of


the American Academy of Nurse Practitioners 15(12).

8. Rahardjo, S P. Penatalaksanaan angina Ludwig. [serial online] Januari-Maret 2008


[cited 2008 Feb 05]; Vol.21.No.1. Available from
: URL:http://www.DexaMedica.co.id

9. Hartman jr,R W. Ludwigs Angina in Children. [serial online] July 1999 [cited 2009
Feb 05]; Vol.60/No.1. Available
from:URL:http://www.aafp.org/afp/990700ap/contents.html

10. Lemonick, D M. Ludwigs Angina : Diagnosis and treatment. [serial online] July
2002 [cited 2009 Feb 03]; Clinical review Article. Available
from:URL:http://www.turner-white.com

11. Kulkarni A H, Pai S D, Bhattarai B, Rao S T, Ambareesha M. Ludwigs Angina and


airway consideration : a case report. [serial online] June 2008 [cited 2009 Feb
03];Cases Journal 2008, 1:19. Available from: URL:
http://www.casesjournal.com/content/1/1/19

12. Fachruddin, D. AbsesleherDalam. In:Soapardi E A, Iskandar N I, Bashiruddin J


eds.Buku Ajar IlmuKesehatan-TelinganhidungtenggorokanKepala&Leher. Edidi ke-
6. Jakarta :BalaiPenerbit FKUI; 2007. P.230.

13. Adams G L, Boeisjr L R, Higler P A, eds. BoiesBuku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.
Philadelphia: W.B. Sauders Company; 1994.p.345-6.

14. Hibbert J. ed. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-
Heinemann; 1997.p.5/16/17

15. Ocasio-Tasco M E, Martinez m, Cedeno A, Torres Palacios A, Alicea E, Rodrigues-


Cintro W. Ludwig's Angina: An Uncommon Cause of Chest Pain [serial online] May
2005 [cited 2009 Feb 03]; South Med J. 2005;98(5):561-563. Available
from:URL: http://www.medscape.com/viewarticle/504979_2

16. Cummings C W.Ed. Otolaringology Head and Neck Surgery.4th Ed. Pennsylvania:
Elsevier Mosby; 2005. P. 2517.

17. Bailey BJ. Odontogenic infection. Head and Neck Surgery- Otolaryngology. 2nd ed.
Philadelphia:Lippincott-Raven; 1998.p.674-5
18. Ballenger J J. Disease of the oral cavity. In: Ballenger J J, Snow Jr J B,eds.
Otorhinolaryngology: Head and Neck Surgery. 15th Ed. United states of America :
Williams &Walkins; 1996.p.233-234.

19. Chummings, CW. Odontogenic infection. Otolaryngology-Head and Neck Surgery.


2nd ed. p. 1206-8.

20. Chow A W. infection of the oral cavity, neck, and head. In: Mandell GL, Bennet J E,
Dolin R. Mandell, Douglas and Bennets Principle and Practice of Infectious
Disease.6th Ed. Churchill Livingstone: Elsevier;2005. p.793.

21. Bisno AL. Pharyngitis. In: Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. 6th Ed, Vol. 1.Mandell,
Douglas, and Bennets Principles and Practice of Infectious Diseases. Elsevier
Churchill Livingstone Pennsylvania: 2005. p.756

Você também pode gostar