Você está na página 1de 43

REFARAT

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN


KANKER SERVIKS

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


Ilmu Obstetric dan Gynecologic pada Rumah Sakit Umum
Daerah Binjai Sumatera Utara

Pembimbing :
dr. Arusta, Sp.OG

Disusun Oleh :
Eha Mulyaningsih
10310122

RSUD.DR.R.M. DJOELHAM KOTA BINJAI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya. Sebaik-baiknya shalawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW, beserta seluruh keluaraga dan sahabatnya.

Apapun yang tergelar dialam semesta ini adalah rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan refarat yang berjudul Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Serviks.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyelesaian makalah ini, sehingga tersusun makalah yang sampai dihadapan pembaca

pada saat ini dan semoga makalah ini mampu menjadi salah satu acuan dalam

memberikan kemudahan untuk memahami maupun mengimplementasikan.

Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh

karenanya sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik yang bersifat

membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik untuk selanjutnya. Dan besar

harapan penulis semoga makalah Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Serviks ini

dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Terima kasih.

Binjai, Mei 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... . . i

DAFTAR ISI ............................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang............................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 3

2.0. Kanker Serviks.................................................................................... 3

2.1. Definisi .......................................................................................... 3

2.2. Epidemiologi.................................................................................. 4

2.3. Klasifikasi...................................................................................... 5

2.4. Etiologi & Faktor Predisposisi....................................................... 7

2.5. Patofisiologi................................................................................... 12

2.6. Manifestasi Klinis.......................................................................... 15

2.7. Pencegahan ................................................................................... 17

2.7.1. Pencegahan Primer ............................................................. 17

2.7.2. Pencegahan Sekunder.......................................................... 20

2.8. Penatalaksanaan ............................................................................ 29

2.9. Prognosis........................................................................................ 38

BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA... 40

BAB I

3
PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang

Karsinoma Leher Rahim (Karsinoma Serviks) atau biasa disebut kanker serviks

adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim atau serviks (bagian terendah

dari rahim yang menempel pada puncak vagina. 90 % dari kanker serviks berasal dari

sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal sel kelenjar penghasil

lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim. Kanker serviks biasanya

menyerang wanita berusia 35 55 tahun. Penyakit ini berawal dari infeksi virus yang

merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks.

Risiko terinfeksi virus HPV dan beberapa kondisi lain seperti perilaku seksual,

kontrasepsi, atau merokok merupakan faktor resiko terjadinya kanker serviks.

Mekanisme timbulnya kanker serviks ini merupakan suatu proses yang kompleks dan

sangat variasi hingga sulit untuk dipahami.

Insiden dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua setelah

kanker payudara. Sementara itu, di negara berkembang masih menempati urutan

pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker pada usia reproduktif. Hampir 80%

kasus berada di negara berkembang. Di Indonesia, kanker leher rahim bahkan

menduduki peringkat pertama. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah bila program

skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun

dijumpai sekitar 500.000 penderita baru diseluruh dunia dan umumnya terjadi di negara

berkembang.

Sebelum tahun 1930, kanker serviks merupakan penyebab utama kematian

wanita dan kasusnya turun secara drastis semenjak diperkenalkannya teknik skrining

pap smear. Namun, sayang hingga kini program skrining belum lagi memasyarakat di

4
negara berkembang hingga mudah dimengerti mengapa insiden kanker serviks masih

tetap tinggi.

Hal terpenting menghadapi penderita kanker serviks adalah menegakkan

diagnosis sedini mungkin dan memberikan terapi yang efektif sekaligus prediksi

prognosisnya. Hingga saat ini pilihan terapi masih terbatas pada operasi, radiasi dan

kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa terapi ini. Namun, tentu saja terapi ini masih

berupa simptomatis karena masih belum menyentuh dasar penyebab kanker yaitu

adanya perubahan perilaku sel. Terapi yang lebih mendasar atau imunoterapi masih

dalam tahap penelitian.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
2.0. KANKER SERVIKS
2.1. DEFINISI
Kanker adalah istilah umum yang dipakai untuk menunjukkan neoplasma ganas,

dan ada banyak tumor atau neoplasma lain yang tidak bersifat kanker. Neoplasma

secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma, adalah massa abnormal

jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan

pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang

memicu perubahan tersebut telah berhenti.

Serviks adalah bagian dari rahim yang paling sempit, terhubung ke fundus uteri

oleh uterine isthmus. Serviks berasal dari bahasa latin yang berarti leher. Bentuknya

silinder atau lebih tepatnya kerucut.Serviks letaknya menonjol melalui dinding

vagina anterior atas. Bagian yang memproyeksikan ke dalam vagina disebut sebagai

portio vaginalis. Bagian luar dari serviks menuju ostium eksternal disebut

ektoserviks. Lorong antara ostium eksterna ke rongga endometrium disebut sebagai

kanalis endoservikalis.

Kanker Leher Rahim adalah tumor ganas yang mengenai lapisan permukaan

(epitel) dari leher rahim atau mulut rahim, dimana sel sel permukaan (epitel)

tersebut mengalami penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal.

Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi progresif. Proses terjadinya

kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami mutasi lalu berkembang menjadi sel

displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari

displasia ringan, displasia sedang, displasia berat, dan akhirnya menjadi karsinoma

in-situ (KIS), kemudian berkembang lagi menjadi karsinoma invasif. Tingkat

displasia dan KIS dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. Dari displasia menjadi

6
karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi

karsinoma invasif berkisar 3-20 tahun.

2.2. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan distribusi umur, Dari laporan FIGO (Internasional Federation Of

Gynecology and Obstetrics) tahun 1988, kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok

umur 60-69 tahun terlihat sama banyaknya. Secara umum, stadium IA lebih sering

ditemukan pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium IB dan II

sering ditemukan pada kelompok umur 40-49 tahun, stadium III dan IV sering

ditemukan pada kelompok umur 60-69 tahun.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta tahun 1997-1998

ditmukan bahwa stadium IB-IIB sering terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun,

sedangkan stadium IIIB sering didapatkan pada kelompok umur 45-54 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Litaay, dkk dibeberapa Rumah Sakit di Ujung

Pandang (1994-1999) ditemukan bahwa penderita kanker rahim yang terbanyak

berada pada kelompok umur 46-50 tahun yaitu 17,4%.

Menurut distribusi tempat, Frekwensi kanker rahim terbanyak dijumpai pada

negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Bangladesh, Thailand, Vietnam

dan Filipina. Di Amerika Latin dan Afrika Selatan frekwensi kanker rahim juga

merupakan penyakit keganasan terbanyak dari semua penyakit keganasan yang ada

lainnya.

2.3. KLASIFIKASI

Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi menjadi

tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi berdasarkan


7
terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan stadium stadium

klinis menurut FIGO (The International Federation of Gynekology and Obstetrics) :

a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :

- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal lebih

kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia yang dibatasi

pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium (dahulu disebut dysplasia

ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-grade lesion (luka derajat rendah).

- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,

dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia merujuk

pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada dasar duapertiga

dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia sedang atau moderat).

- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka derajat tinggi

(high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-perubahan prakanker pada sel-

sel yang mencakup lebih besar dari duapertiga dari ketebalan pelapis cervix,

termasuk luka-luka ketebalan penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia

dan carcinoma yang parah ditempat asal.

b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :

- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined Significance) Kata

"squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan rata yang terletak pada

permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-pilihan ditambahkan pada akhir

dari ASC: ASC-US, yang berarti undetermined significance, atau ASC-H, yang

berarti tidak dapat meniadakan HSIL (lihat bawah).

- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-

perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel cervical.

8
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada fakta bahwa

sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.

c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :

- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan klinik:

Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis
masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak terdapat
dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman invasi 3mm
sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occ Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum tampak
sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Ib Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan
invasi ke dalam stroma serviks uteri.
II Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3 bagian
atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.
IIa Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat
tumor.
IIb Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
III Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke parametrium
sampai dinding panggul.
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah
bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic)/
proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.

IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan


mukosa rektum dan atau kandung kemih.
IVa Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Ivb Telah terjadi penyebaran jauh.

- Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:

Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
9
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai
1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding panggul
(tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas bifurkasio
arrteri iliaka komunis.

2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

a. Etiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human Papilloma

(HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa epitel. HPV dapat

menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak maupun lesi kanker. Tumor

jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu veruka dan kondiloma akuminata

sedangkan tumor ganas anogenital adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan

penis. Sifat onkogenik HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang

menyebabkan peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang

kemudian dapat berkembang menjadi kanker

- Morfologi HPV

10
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili papillomaviridae. HPV

virion tidak mempunyai envelope, berdiameter 55 nm, mempunyai kapsid

ikosahedral. Genom HPV berbentuk sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8

open reading frames (ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E

mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang banyak terkait dalam

proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan gen L mengsintesis 2 protein L yaitu

L1 dan L2 yang terkait dengan pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat

epiteliotropik yang dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan

karakteristik proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Protein Perananya
E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal
E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi
E4 Mengikat sitokeratin
E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet derivat
growth factor, p123)
E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi
E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130
L Protein Peranannya
L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein
L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

- Klasifikasi

HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan high-risk

(resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.

a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).

Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun kadangkala dapat

menyebabkan kanker antara lain kanker anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44,

54, 61, 70, 72, dan 81

b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)

11
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor ganas.

Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau resiko tinggi

(high- risk) sebab hubungannya dengan kanker serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33,

34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering

dijumpai dan sekitar 50% kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31,

33, 52 dan 58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering

menyebabkan kanker serviks

b. Faktor predisposisi

- Pola hubungan seksual

Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit kanker serviks

meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan. Aktifitas seksual yang dimulai

pada usia dini, yaitu kurang dari 20 tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko

terjadinya kanker servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya

daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos. Frekuensi hubungnga

seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya resiko pada usia tersebut, tetapi tidak

pada kelompok usia lebih tua.

- Paritas

Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan. Semakin

sering melahirkan, maka semakin besar resiko terjangkit kanker serviks. Pemelitian di

Amerika Latin menunjukkan hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah

dikontrol dengan infeksi HPV.

- Merokok

Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara merokok dengan

kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan variabel konfounding seperti pola

hubungan seksual. Penemuan lain memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks
12
wanita perokok bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan

karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke arah kanker.

- Kontrasepsi oral

Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun 1983

(Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden kanker serviks

dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut juga

mendapatkan bahwa semua kejadian kanker serviks invasive terdapat pada pengguna

kontrasepsi oral. Penelitian lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun

pemakaian 4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun

penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan bahwa aktifitas

seksual merupakan confounding yang erat kaitannya dengan hal tersebut.

WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan penggunaan

kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks, menyimpulkan bahwa sulit

untuk menginterpretasikan hubungan tersebut mengingat bahwa lama penggunaan

kontraseps oral berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual

dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya kemungkinan bahwa

wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain lebih sering melakukan pemeriksaan

smera serviks,sehingga displasia dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada

kelompok tersebut. Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi

antara lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks karena adanya

bias dan faktor confounding.1,3

- Defisiensi gizi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi tertentu seperti

betakaroten dan vitamin A serta asam folat, berhubungna dengan peningkatan resiko

13
terhadap displasia ringan dan sedang.. Namun sampasaat ini tdak ada indikasi bahwa

perbaikan defisensi gizi tersebut akan enurunkan resiko.1,3

- Sosial ekonomi

Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan yang kuat antara

kejadian kanker serviks dengan tingkat social ekonomi yang rendah. Hal ini juga

diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada

wanita dengan tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi,

multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan masalah

tersebut.1,3,5

- Pasangan seksual

Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai menjadi bahan yang

menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang frekuen ternyata memberi resiko

yang rendah terhadap terjadinya kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang

dikaitkan dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap kejadian

kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga merupakan factor resiko yang

lain.1,3,

2.5. PATOFISIOLOGI

Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak dapat dikontrol

sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme pembelahan sel yang terdiri dari 4

fase yaitu G1, S, G2 dan M harus dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi

DNA dan pada fase M terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap)

berada sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan pRb

berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk mengadakan apoptosis dan pRb

memiliki kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri.


14
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro abrasi jaringan

permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke dalam sel basal. Sel basal

terutama sel stem terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi

dan mensintesis keratin. Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan

banyak adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam proses

perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein p53 dan retinoblastoma

(Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel

kehilangan kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb

yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem kontrol untuk

proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi

mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan

HPV yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih

perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.

Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari

kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif

dengan menembus membrana basalis dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor

masih belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat

>1mm dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh limfa

atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah menginfiltrasi stroma

serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang

demikian disebut sebagai ganas praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi

invasif, penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara

perkontinuitatum (menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan

kandung kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula

rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju

15
kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar iliak, obturator,

hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui

trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal,

tulang dan otak.1,3,6

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American

Cancer Society).

16
Neoplasma ganas

(Ca Cervix)
pertumbuhan sel
infiltrasi sel kanker infiltrasi sel kanker ke
kanker tidak
ke ureter jaringan sekitar
terkendali

Obstruksi total Menekan Infeksi Sifat sel kanker yang


serabut dan mudah berdarah
saraf nekrosis
Retrograde jaringan (eksofilik)
coitus

Nyeri Perdarahan spontan


Hidronefrosis Perdarahan
Keputihan kontak
anemia
dan bau
CRF khas Peningkatan
kanker kebutuhan
metabolism
Penurunan CO
Perubahan terhadap e sel kanker
Perfusi jar. tdk
pola seksual adekuat
Gangguan konsep diri
Nutrisi <dari
kebutuhan tubuh

Kurang perawatan
diri
Kelemahan
Intoleransi aktivitas
fisik

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American

Cancer Society)

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi memerlukan

waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks biasanya ditemukan pada

wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada empat stadium kanker serviks yaitu

Stadium satu kanker masih terbatas pada serviks (IA dan IB), pada stadium dua

17
kanker meluas di serviks tetapi tidak ke dinding pinggul (IIA menjalar ke

vagina/liang senggama, IIB menjalar ke vagina dan rahim), pada stadium III kanker

menjalar ke vagina, dinding pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina,IIIB

menjalar ke dinding pinggul, menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi

ginjal dan menjalar ke nodus limpa), pada stadium empat kanker menjalar ke

kandung kencing, rektum, atau organ lain (IVA: Menjalar ke kandung kencing,

rectum, nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus limpa panggul, perut,

hati, sistem pencernaan, atau paru-paru ).6

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging

(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)

2.6. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak khas pada stadium dini. Biasanya

sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit darah, perdarahan postkoital atau

18
perdarahan pervaginam yang disangka sebagai perpanjangan waktu haid. Pada

stadium lanjut baru terlihat tanda-tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik

berupa perdarahan yang hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang

berbau dan rasa sakit yang sangat hebat.

Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-tanda yang

khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:

a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina

ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan nekrosis jaringan.

b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian berlanjt ke

perdarahan yang abnormal.

c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause

d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau

dan dapat bercampur dengan darah

e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal

f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian bawah

bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari daerah

pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu masih

mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.

g. Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena kekurangan gizi, edema

pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan poros usus besar bagian

bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan rektovaginal, atau timbul

gejala-gejala lain yang disebabkan oleh metastasis jauh dari kanker serviks itu

sendiri.

2.7. PENCEGAHAN
19
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi pra-kanker,

maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.

2.7.1. Pencegahan Primer

- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas. Misalnya: Tidak

berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan, penggunaan kondom

(untuk mencegah penularan infkesi HPV), tidak merokok, selalu menjaga

kebersihan, menjalani pola hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan

kimia (untuk mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit

kanker ini).

- Vaksinasi

Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling aman bagi

wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan meningkatkan kemampuan

sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan menghancurkan virus ketika masuk

ke dalam tubuh, sebelum terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,

vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid

gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis

vaksin:

1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat terlindung dari

infeksi HPV.

2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel yang

terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.

Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang kuat, bersifat

lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan bersifat melindungi terhadap

infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan

antibodi ini adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam

20
percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum neutralising hanya setelah fase

seroconversion dan kemudian menurun.

Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat

intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya

protein L1 diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut

akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses kerusakan sel dan proses radang

dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel

virus dan kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di

mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan

tubuh. Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap

infeksi virus HPV.

Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan melalui uji klinis, yakni

Cervarik dan Gardasil :

1. Cervarix

Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang diproduksi oleh Glaxo

Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium. Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV

diekspresikan oleh recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini diproduksi

dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan suatu vaksin yang sangat merangsang

sistem imun . Preparat ini diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu

pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6 masing-masing 0,5 ml

2. Gardasil

Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV ( GARDASIL yang

diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu

rekombinant vektor Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g protein

HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18 L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225

amorph aluminium hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga mengandung sodium

21
borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan antibiotika. Vaksin ini seharusnya

disimpan pada suhu 20 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks adalah

1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV penyebab kanker

serviks.

- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker

- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain yang juga

menyebabkan kanker.

2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing antibodies yang

tinggi.

3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.

4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).

5. Profil keamanan yang baik

6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).

Rekomendasi pemberian vaksin

Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut diberikan sebelum

individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat diberikan pada wanita usia 10 tahun.

Berdasarkan pustaka vaksin dapt diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi

FDA-US), penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55 tahun

Dosis dan cara pemberian vaksin:

22
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk Cervarix diberikan

bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0, 2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak

melebihi waktu 1 tahun). Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada

pemberian vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan deteksi

respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak mempunyai efek penangkalan maka

diperlukan pemberian Booster. Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan

diberikan secara muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot

deltoid)

Contoh :

1. Penyuntikan 1 : Januari

2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret

3. Penyuntikan 3 : Juli

2.7.2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining

kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara

dini sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker

serviks memerlukan waktu yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu

sekitar 10 tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan

sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik, karsinoma

prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%. Diagnosa kasus pada

fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%. Program skrining dengan

pemeriksaan sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-

negara maju. Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat

kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun (WHO,1986).

23
Test Pap / Pap Smear

Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat

untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel

tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada

infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur

melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks. Pap

smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki sensitivitas: sedang

(51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)

Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear

24
Syarat:

- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-20 setelah

hari pertama menstruasi.

- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon, spermisida

foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina

- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum dilakukan tes Pap

smear

Indikasi:

- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi umur 21

tahun.

- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan peralatan

liquid-based.

- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan normal.

- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra seksual yang

banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi, imunitas yang terganggu

seperti infeksi HIV, transplantasi organ, kemoterapi atau pengobatan lama

kortikosteroid dan riwayat terpapar Dietilbestrol in utero.

Alat-alat dan Bahan:


-
spekulum cocor bebek
-
spatula ayre
-
cytobrush
-
kaca objek
-
alcohol 95%

25
Metode pengambilan Pap smear:
-
Beri label nama pada ujung kaca objek

-
Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
-
Lihat adanya abnormalitas serviks
-
Identifikasi zone transformasi
-
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona transformasi.
-
Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil mempertahankan kontak dengan

permukaan epithelial.
-
Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9, hasil yang

terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya ketika instrument

dikeluarkan.
-
Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi. Pegang spatula

antara jari dari tangan yang tidak mengambil sample, sementara sample dari

cytobrush dikumpulkan.
-
Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan seluruh

permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.


-
Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.

-
Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus.

26
-
Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya dengan memutar

gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.


-
Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar sebisanya

tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak sel, pindahkan sampel

dari kedua instrument ke kaca objek dalam beberapa detik.

-
Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena pengeringan

dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol

95% selama 20 menit.

-
Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
-
Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.

Evaluasi sitologi:

Klasifikasi Papanicolaou.

- Kelas I : sel-sel normal

- Kelas II : sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang

menunjukkan kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi

- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan

- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan

- Kelas V : pasti ganas

27
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
-
Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi sitologi. Jika

reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu. Setelah infeksi diatasi

dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6 minggu kemudian


-
Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat dievaluasi,

harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian


-
Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas III-IV),

selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk menegakkan diagnosis

definitif.
-
Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk ulang

pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40 tahun. Selanjutnya 2-3

tahun sekali sampai usia 65 tahun.

IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks menggunakan asam

asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih.

Setelah serviks diulas dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks

yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.

Program Skrining Oleh WHO :


-
Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
-
Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun
-
Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun (Nugroho

Taufan, dr. 2010:66)


-
Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60

tahun.

28
-
Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki

dampak yang cukup signifikan.


-
Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun

dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

Syarat:
-
Sudah pernah melakukan hubungan seksual
-
Tidak sedang datang bulan/haid
-
Tidak sedang hamil
-
24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

Klasifikasi IVA

Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang dapat

dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah:


-
IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
-
IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya

(polip serviks).
-
IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini

yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena

temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-

berat atau kanker serviks in situ).


-
IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan

stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat

kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

Penatalaksanaan IVA
-
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang

telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
29
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika

leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan

positif lesi atau kelainan pra kanker.


-
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati

dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2

ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan

metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi

prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan

tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.


-
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari

adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya

perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa

dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian,

penyakit kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi

berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

HPV TES

Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-samar dari tes

Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa

atipikal signifikansi ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan

tambahan dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.

Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif cara mendeteksi

keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV dapat mengetahui golongan hr-HPV

atau Ir-HPV dengan menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA

HPV juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro Array System,

Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV Genotyping Test.
30
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan HPV tanpa

mengetahui genotipe secara spesifik

Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui keberadaan HPV

dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus tanpa mengetahui genotipe HPV-nya.

Metode Multiplex HPV Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV .

Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21 genotipe HPV.

Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan untuk mendeteksi 37 genotipe

HPV.

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the

American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for

Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force

menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1


-
Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan

hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan

umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada

karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan

dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang

lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada

wanita di bawah usia 19 tahun.


-
Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps

smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar

mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif

mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi

pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena

prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29
31
tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat

sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering

pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring

dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian

lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan

usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
-
Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan

Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.
-
Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan

DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali

pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

2.8. PENATALAKSANAAN

Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim onkologi)

(Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat bergantung pada stadium

kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa tindakan (modalitas) dalam tata

laksana kanker serviks antara lain:

a. Terapi Lesi Prakanker Serviks

Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong NIS (Neoplasia

Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi saja, medikamentosa, terapi

destruksi dan terapi eksisi.

Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia, NIS 1 yang

termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah (LISDR). Terapi nis dengan
32
destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat

tinggi). Demikian juga terapi eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT.

Perbedaan antara terapi destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak

mengangkat lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

2. Terapi NIS dengan destruksi lokal

Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih yang

mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan epitel skuamosa

yang baru.

Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan

bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu sekurang-kurangnya 250Csel-sel

jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel

tersebut, terjadi perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami

dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3. Syok termal

33
dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum sistem mikrovaskular. Pada

saat ini hampir semua alat menggunakan N20.

Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2-

3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya

dapat disembuhkan dengan efektif.

Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan lebih luas (sampai

kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan elektrokauter tapi harus dilakukan dengan

anestesia umum. Tetapi fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas

pada NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.

CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium, nitrogen dan

gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang 10,6 u. Perbedaan patologis

dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu penguapan dan nekrosis.

3. Terapi NIS dengan eksisi

Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada

serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa

ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil

jaringan serviks

34
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang

dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah mengambil leher

rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening di panggul. Pilihan ini dilakukan

untuk wanita dengan tumor kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk

mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).

Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).

Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,

dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga

35
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,

ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :

1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks

2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba

falopi maupun kelenjar getah bening di dekatnya

c. Terapi Kanker Serviks Invasif

1. Pembedahan

2. Radioterapi

Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel

kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta

mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium

II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan

tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif

ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan

atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap

mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar

seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis

kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker

sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang

diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :

36
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar

Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan

sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.

2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan

langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu

penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali

selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah :

a. Iritasi rektum dan vagina

b. Kerusakan kandung kemih dan rektum

c. Ovarium berhenti berfungsi.

Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan

hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan

kurang lentur, sehingga bisa menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan

seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan

pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering

berkemih.

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui

infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk

membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan

kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa

kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh

dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya

37
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan

adjuvant.

Kemoterapi dapat digunakan sebagai :

1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut

2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil

pembedahan dengan menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan

mengurangi resiko kekambuhan kanker.

3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor

4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan

dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)

Efek samping dari kemoterapi adalah :

1. Lemas, Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat

beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir pengobatan.

2. Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual

sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.

3. Gangguan pencernaan, Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare,

bahkan ada yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang sampai

terjadi sembelit.

Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan

sayur. Harus minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.

Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan

olahraga.

4. Sariawan

38
5. Rambut rontok, Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau

tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah

didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah kemoterapi.

6. Otot dan saraf, Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati

rasa pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.

7. Efek pada darah, Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada

kerja sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga

jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering adalah penurunan sel darah

putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap kemoterapi, dan test darah

biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah

sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat

menyebabkan:

Mudah terkena infeksi

Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang

memberikan perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang

menyebabkan peningkatkan leukosit.

Perdarahan, Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan

darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam,

dan bercak merah pada kulit.

Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb

(Hemoglobin). Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah

merah dapat menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.

1. Kulit menjadi kering dan berubah warna

2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.

3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang


39
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada peningkatan

kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang mengandung nutrisi,

pengontrol sakit (pain control). Manajemen Nyeri Kanker Berdasarkan

kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :

a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS

(Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)

b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid

ringan seperti kodein dan tramadol

c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti

morfin dan fentanil

2.9. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah :

a. Umur penderita

b. Keadaan umum

c. Tingkat klinik keganasan

d. Sitopatologi sel tumor

e. Kemampuan ahli atau tim ahli yag menanganinya

f. Sarana pengobatan yang ada

Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5


Tahun
0 Karsinoma insitu 100
I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus tetapi 60
meluas ke dinding pelvis

40
III Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
IV Menyerang mukosa kandung 7
kemih atau rektum atau meluas
keluar pelvis sebenarnya

Ciri-ciri Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons

terhadap pengobatan, 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul

gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki resiko tinggi terjadinya

rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan

radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun.

BAB III
KESIMPULAN

Kanker leher rahim adalah penyakit yang diawali oleh infeksi virus HPV yang

merubah sel-sel leher rahim sehat menjadi displasia dan bila tidak diobati pada

gilirannya akan tubuh menjadi kanker leher rahim. Prinsip dasar kontrol penyakit ini

adalah memutus mata rantai infeksi, atau mencegah progresivitas lesi displasia sel-sel

leher rahim (disebut juga lesi prakanker) menjadi kanker. Bila lesi displasia ditemukan

sejak dini dan kemudian segera diobati, hal ini akan mencegah terjadinya kanker leher

rahim dikemudian hari.


WHO menyebutkan 4 komponen penting yang menjadi pilar dalam penanganan

kanker leher rahim, yaitu : pencegahan infeksi HPV, deteksi dini melalui peningkatan

kewaspadaan dan program skrining yang terorganisasi, diagnosis dan tatalaksana, serta

perawatan paliatif untuk kasus lanjut. Deteksi dini kanker leher rahim meliputi program
41
skrining yang terorganisasi dengan sasaran perempuan kelompok usia tertentu,

pembentukan sistem rujukan yang efektif pada tiap tingkat pelayanan kesehatan, dan

pengobatan lesi displasia (atau disebut juga lesi prakanker).

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta: 2002. Hal 1051.

2. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7 nd ed , Vol. 1. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1

3. American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer

Society.

4. Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection,

Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.

5. Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset.

1981; 127 140.

6. Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.

7. Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21.

Vol 2. Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.

42
8. Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi

kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.

9. Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal of

Medicine.361;19:18991901http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
10. Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi

Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.

43

Você também pode gostar