Você está na página 1de 28

TUGAS BIOFARMASETIKA

BIOFARMASI SEDIAAN OBAT ORAL

DISUSUN OLEH :

ALFIYAN : 201404001
FADILA ISKANDAR : 201404007
NURALANG : 201404020
TERIUS KAROBA : 201404024
QOMARIAH A RUMINSIR : 201404029
HENNY E T KALA : 201404039
ABD.RAHMAN R SAIFUL : 201303001

DOSEN PENGAMPU : H. RUDIN S.Si.,Apt.,M.Kes

YAYASAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PAPUA (YPMP)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PAPUA SORONG
PROGRAM STUDI FARMASI
2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
Biofarmasi Sediaan Obat Oral Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Biofarmasi .
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini dan selanjutnya.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tak terhingga kepada semua pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya dan dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Sorong, 23 Desember 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................... 3

B. Pembuluh Darah Yang Berperan Dalam Mekanisme Kerja Obat 10

C. Komponen dan Karakteristik Isi Saluran Cerna ........................................ 11

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Biofarmasi Sediaan Obat Oral ......... 13

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 24

A. Kesimpulan ................................................................................................ 24

B. Saran .......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biofarmasi adalah ilmu yang bertujuan mempelajari pengaruh - pengaruh
pembuatan sediaan farmasi terhadap efek terapeutik obat. Sekitar tahun 1960
para ahli mulai sadar bahwa efek obat tidak hanya tergantung pada faktor
farmakologi, melainkan juga pada bentuk pemberian dan terutama pada faktor
formulasinya.
Obat yang diberikan pada pasien, akan banyak mengalami proses sebelum tiba
pada tempat aksi atau jaringan sasaran. Secara garis besar proses-proses ini dapat
dibagi menjadi tiga tingkat atau fase, yaitu fase biofarmasetik atau farmasi, fase
farmakokinetik, dan fase farmakodinamik. Untuk menghasilkan efek farmakologi
atau efek terapi, obat harus mencapai tempat aksinya dalam kosentrasi yang
cukup untuk menimbulkan respon. Tercapainya kosentrasi obat tergantung dari
jumlah obat yang diberikan, tergantung pada keadaan dan kecepatan obat
diabsorbsi dari tempat pemberian dan distribusinya oleh aliran darah ke bagian
lain dari badan. Organ yang membantu dalam absorbs, distribusi, metabolism dan
ekskresi dilakukan oleh saluran pencernaan. Obat yang diberikan secara per oral
dapat diabsorpsi, atau tidak diabsorpsi. Obat yang tidak diabsorpsi ditujukan
untuk efek lokal di dalam saluran cerna. Contohnya adalah antasida dan
laksansia. Obat yang diabsorpsi masuk ke dalam sistem sirkulasi darah melalui
membran saluran cerna untuk memberikan efek sistemik. Sebagian obat dan atau
metabolitnya dieksresikan melalui urine, faeces, keringat, air susu ibu (ASI),
saliva, dan paru.

B. Rumusan Masalah
1. Bgaimana bentuk anatomi dan fisiologi saluran cerna
2. Jenis Pembuluh darah apa saja yang berperan dalam mekanisme kerja obat

1
3. Apa saja komponen dan karakteristik saluran cerna
4. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi biofarmasi sediaan obat oral

C. Tujuan
1) Menjelaskan bentuk anatomi dan fisiologi saluran cerna
2) Mendeskripsikan Pembuluh darah yang berperan dalam mekanisme kerja obat
3) Mendeskripsikan komponen dan karakteristik saluran cerna
4) Menjelaskan Faktor-faktor yang mempengaruhi biofarmasi sediaan obat oral

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi dan Fisiologi Saluran Cerna


1. Mulut
Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut;
oleh karena itu, farmasetik (disolusi) adalah
fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran
gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar
dapat diabsorbsi. Obat dalam bentuk padat
(tablet atau pill harus didisintegrasi menjadi
partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke
dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi. Obat dalam bentuk cair
sudah dalam bentuk larutan.
a. Anatomi
Mulut adalah rongga lonjong pada permukaan saluran penceranaan.
Terdiri atas dua bagian, bagian luar yang sempit, yaitu ruang di antara
gusi serta gigi dengan bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga
mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang maxilaris dan semua gigi,
dan di sebelah belakang dengan awal faring. Di dalam mulut terdapat tiga
kelenjar ludah, yaitu: kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, kelenjar
sublingualis. kelenjar ludah berfungsi mengeluarkan saliva. Saliva
memiliki pH 6,7-7,8 mengandung enzim ptyalin, fungsinya untuk
membebaskan zat aktif dari obat.
b. Fisiologi
Mukosa
Permukaan bagian dalam mulut lebih sempit, ditutupi oleh lapisan
mukosa yang sangat tipis, bening dan agak melekat : adanya ayaman

3
kapiler tight junction pada mukosa yang tipis tersebut
memudahkan penyerapan. Selanjutnya prinsip ini digunakan untuk
pemberian zat aktif per lingual.
Pengeluaran air liur (saliva)
Air liur terutama mengandung enzim ptyalin yang merupakan suatu
amylase dengan pH aktivitas optimum 6,7. Proses hidrolisa ptyalin
terhadap amilum akan berlanjut sekitar 30 menit didalam lambung,
walaupun pH-nya menurun karena bercampur dengan cairan
lambung.
2. Tenggorokan (Esofagus)
a. Anatomi
Esofagus adalah suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25
cm dengan garis tengah 2 cm. Esophagus terutama berfungsi untuk
menghantarkan makanan dan obat dari faring ke lambung, dengan
gerakan peristaltic. Dinding esophagus seperti juga bagian lain dari
saluran cerna, terdiri dari empat lapisan: mukosa, sub mukosa,
muskularis, dan serosa.
b. Fisiologi
Esofagus berawal pada area laringofaring, melewati difragma dan hiatus
esophagus (lubang) pada area sekitar vertebra toraks kesepuluh, dan
membuka kearah lambung. Fungsi esophagus menggerakkan makanan
dari faring ke lambung melalui gerak peristalsis. Mukosa esophagus
memproduksi sejumlah besar mukus untuk melumasi dan melindungi
esofagus.
3. Lambung
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier
absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua
membran sel epitel saluran cerna , yang seperti halnya semua membran sel

4
ditubuh kita, merupakan lipid
bilayer.Dengan demikian , agar
dapat melintasi membran sel
tersebut, molekul obat harus
memiliki kelarutan lemak (setelah
terlebih dulu larut dalam air).
Karena harga pH sangat
asam, dalam lambung diabsorpsi
terutama asam lemah dan zat
netral yg lipofil, contoh asetosal
dan barbital Obat yang bersifat
asam lemah, hanya sedikt sekali
teruarai menjadi ion dalam lingkungan asam kuat di lambung, sehingga
absorpsinya baik sekali di dalam organ ini. Sebaliknya, basa lemah
terionisasi baik pada pH lambung dan hanya sedikit diabsorpsi, seperti;
alkaloida dan amfetamin. Lama perlewatan dalam lambung, tergatung pd
kondisi pengisian dan bhn kandungan lain yg tdp dalam lambung,
pengosongan yang cepat pd pemberian obat pd saat lambung kosong. Bahan
yang peka terhadap asam, hrs dilindungi dr asam lambung dg zat penyalut
yang tahan terhadap asam.
a. Anatomi
Panjang sekitar 25 cm dan lebar 10 cm dan memiliki kapasitas volume
1- 1 liter. Secara anatomis lambung dibagi atas fundus, korpus dan
antrum pilorikum atau pilorus. Lambung terdiri dari empat lapisan, yaitu
lapisan tunika serosa atau lapisan luar, muskularis, submukosa,dan
mukosa. Kandungan lambung adalah asam lambung, mucus, polisakarida,
protein mineral, dan cairan lambung yang memiliki pH 1,9.
Hormone gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastric untuk

5
menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Subtansi lain yang
diseksresi oleh lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama
ion-ion kalium, natrium dan klorida.
Fungsi lambung dibagi menjadi dua yaitu fungsi motorik dan fungsi
pencernaan dan sekresi. Fungsi motorik dibagi menjadi tiga yaitu fungsi
reservoir (menyimpan makanan sampai mekanan tersebut sedikit demi
sedikit dicernakan dan bergerak pada saluran cerna.), fungsi mencampur
(memecah makanan menjadi partikel-partikel kecil dan mencampurnya
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi
lambung.), fungsi pengosongan lambung.
Fungsi pencernaan dan sekresi dibagi menjadi tiga, yaitu pencernaan
protein oleh pepsin dan HCl, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh
amylase dan lipase, sintesis dan pelepasan gastrinyang dipengaruhi oleh
protein pada makanan, peregangan antrum, dan rangsangan vagus, sekresi
mucus membentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi
sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut. Keadaan pH
lambung:
Subjek pH rata-rata Rentang pH

Normal 1,9 0,5-5


Tukak duodenum 1,7 0,6-1,9
Tukak lambung 4,1 1,9-6,8
Gastritis 5,0 2,0-5,7

Adanya makanan di dalam lambung, maka lambung melakukan fase


digestive dan apabila tidak terdapat makanan dalam lambung, maka
lambung melakukan fase interdigestive.

6
Selama proses digestive:
Partikel-partikel makanan atau padatan yang lebih besar dari 2 mm
ditahan di dalam lambung.
Partikel yang lebih kecil dikosongkan melalui sphincter pilorik
dengan laju orde kesatu terrgantung pada isi dan ukuran makanan.
Selama fase interdigestive
Lambung istirahat selama 30-40 menit sesuai dengan waktu istirahat
yang sama dengan usus.
Terjadi kontraksi peristaltic yang diakhiri dengan housekeeper
contraction yang kuat yang memindahkan segala sesuatu yang ada
dalam lambung ke usus halus.
Dengan cara yang sama, partikel yang besar dalam usus halus akan
berpindah hanya selama waktu housekeeper contraction.
Apabila suatu obat diberikan pada saat fase digestive maka obat
tersebut dapat tinggal dalam lambung selama beberapa jam. Bahan
makanan yang berlemak akan memperpanjang waktu tinggal obat dalam
lambung. Jika obat diberikan selama fase interdigestive, obat akan
berpindah secara sepat ke dalam usus halus.
Pelarutan obat dalam lambung juga dipengaruhi oleh ada atau
tidaknya makanan, karena pH lambung normal pada keadaan istirahat
adalah 1, bila ada makanan pH menjadi naik menjadi 3-5. Waktu tinggal
yang lebih lama di dalam lambung, obat dapat terkena pengadukan yang
kuat dalam lingkungan asam.
b. Fisiologi
Pengeluaran cairan lambung terjadi karena tiga proses yaitu : proses
mekanik (kontak makanan dengan dinding lambung), proses hormonal
(sekresi lambung) dan persarafan.

7
4. Usus halus
Usus halus merupakan organ
absorpsi terpenting, baik untuk
makanan maupun untuk obat.
Peningkatan luas permukaan
diperlukan untuk absorpsi
yang cepat, dpt dicapat
melalui lipatan mukosa, jonjot
mukosa dan mikrovili. Harga
pH dr asam lemah dalam
duodenum sampai basa lemah dalam bgn usus halus bgn dalam. Dalam usus
halus berlaku kebalikannya, yaitu basa lemah yang diserap paling mudah,
misalnya alkaloida. Beberapa obat yang bersifat asam atau basa kuat dgn
derajat ionisasi tinggi dgn sendirinya diabsorpsi dgn sangat lambat. Zat lipofil
yang mudah larut dalam cairan usus lebih cepat diabsorpsi. Absorpsi dari
usus ke dalam sirkulasi berlangsung cepat bila obat diberikan dalam bentuk
terlarut (obat cairan, sirup atau obat tetes). Obat padat (tablet, kapsul atau
serbuk), lebih lambat karena harus dipecah dulu dan zat aktifnya perlu
dilarutkan dalam cairan lambung-usus. Disini, kecepatan larut partikel
(dissolution rate) berperan penting. Semakin kecil, makin cpt larut dan makin
cpt diabsorpsi. Sehingga, senyawa yang bersifat basa lemah, sangat baik
diabsorpsi di usus halus, karena hanya sedikit yang terionisasi. Karena usus
halus panjang, maka waktu pelewatan untuk pengambilan bahan2x yg mampu
berpenetrasi, umumnya cukup Walaupun demikian, pemendekan waktu
pelewatan bisa terjadi pada saat diare
a. Anatomi
Usus halus memiliki panjang kira-kira enam meter dan diameternya 2-
3 cm. Terdiri dari duodenum memiliki pH 4-6 dan waktu transit selama
15 menit, jejunum memiliki pH 6-7dan waktu transit 2-3 jam, ileum

8
memiliki pH 6-8. Berfungsi untuk sekresi (untuk duodenum dan bagian
pertama jejunum) dan absorpsi (bagian akhir jejunum dan ileum). Bagian
pertama dari usus halus steril sedangkan bagian akhir yang
menghubungkan secum (bagian awal dari usus besar) mengandung
beberapa bakteri.
Usus adalah tempat absorpsi makanan dan obat yang sangat besar
karena usus halus memiiki mikrovilli usus halus yang memberikan luas
permukaan yang sangat besar untuk absorpsi obat dan makanan.
Konsistensi usus halus berupa cairan kental seperti bubur.
Waktu transit untuk makanan dari mulut ke secum memerlukan waktu
sekitar 4-6 jam, sedangkan waktu transit sediaan padat dari 95% populasi
sekitar 3 jam atau kurang. Dua cairan pencerna masuk duodenum, yaitu
cairan ampedu melalui hati dan getah prankeas dari prankeas. sekresi
prankreas berupa enzim amilasi, lipase, proteolitik. Sekresi empedu
berupa musin, garam empedu. Ada tiga gerakan yang terjadi pada usus
halus, yaitu: segmentasi, peristaltic, pendule
b. Fisiologi
Usus halus terdiri atas beberapa lapisan melingkar, berupa jaringan otot
(musculus) dan lapisan lender (mukosa). Lapisan yang paling dalam
(lapisan mukosa) sangat berperan pada proses penyerapan obat.
5. Usus besar (Kolon)
a. Anatomi
Usus besar atau kolon yang kira-kira 1 meter panjangnya adalah
merupakan sambungan dari usus halus. Usus besar dibagi menjadi tiga
bagian yaitu kolon asendens, kolon transverses dan kolon desendens.
Fungsi usus besar tidak untuk absorpsi, tetapi sebagai organ dehidrasi dan
saluran untuk mengeluarkan feses (defekasi).
Isi kolon memiliki pH 7,5 8. Antibiotic yang tidak diabsorpsi tidak
sempurna akan mempengaruhi flora normal bakteri dalam kolon. Usus

9
besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan. Bila isi
usus halus mencapai sekum maka semua zat telah diabsorpsi dan bersifat
cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi makin padat
karena terjadi reabsorpsi air dan ketika mencapai rectum feses bersifat
padat. Gerakan peristaltic dalam kolon sangat lamban dan diperlukan
waktu kira-kira enam belas sampai dua puluh jam bagi isinya untuk
mencapai flexura sigmoid.
b. Fisiologi
Bila usus halus merupakan organ penyerapan maka usus besar merupakan
agen penyerapan air, penampungan dan pengeluaran bahan-bahan feces.
B. Pembuluh Darah yang Berperan dalam Mekanisme Kerja Obat
1. Mulut
Vaskularisasi darah di daerah lidah terutama dilakukan oleh arteria lingualis
dan arteria facialis yang merupakan cabang arteria carotis. Pembuluh nadi
balik terdiri atas :
Vena facialis dan kolateralnya
Vena lingualis, terutama vena raninus
Vena-vena tersebut bergabung membentuk vena besar dan masuk ke vena
jugularis interna. Lengkungan palatum mendapat darah dari arteri maxilaris
interna. Sedangkan vena maxilaris bertanggung jawab terhadap pembuluh
darah balik yang bermuara di vena jugularis interna.
Darah vena dari daerah mulut mengalir ke jantung dan selanjutnya
mengalir ke organ-organ tubuh lainnya dan kemudian memasuki hati. Jadi
semua zat aktif yang diserap pada jalur ini tidak segera mengalami
metabolism hepatic yang dapat berakibat inaktivasi sebelum diedarkan ke
seluruh tubuh atau yang kita kenal sebagai efek lintasan pertama hepatik.
2. Lambung
Debit darah pada lambung adalah 250 ml/menit. Pembuluh darah arteri
yang mengalir ke lambung berasal dari arteria coeliaca yang mengikuti dua

10
lekukan lambung. Sejalan dengan vena,darah arteri tersebut menuju hati
dengan perantaraan vena porta, sehingga dengan demikian darah akan
mengaliri lambung. Jadi zat aktif yang diserap di lambung akan melewati hati
lalu di metabolism dan hal ini sering menyebabkan ketidak aktifan obat (efek
lintasan hepar pertama).
3. Usus halus
Usus halus mendapatkan aliran darah dari pembuluh nadi (arteri) yang
berasal dari ketiga cabang aorta abdominal dan kolateralnya. Pembuluh nadi
balik (vena) berada pada batasan yang kurang lebih sama dengan pembuluh
nadi. Jadi semua darah vena yang mengalir dari usus mengumpul pada vena
aorta seperti saat mengalir dari lambung. Jadi zat aktif yang diberikan melalui
mulut, penyerapannya pasti akan melewati hati (lintasan pertama hepatik)
dan mengalami perubahan.
4. Usus Besar (Kolon)
. Pembuluh darah balik pada usus besar adalah :
Vena mesentericum superior yang mengalirkan darah dari caecum dan
usus besar sebelah kanan.
Vena mesentericum inferior yang mengalirkan darah dari sigmoid atau
signoida.
Bila akan dirancang suatu obat per oral dengan penyerapan efektif pada
saluran cerna, maka harus dipertimbangkan kemungkinan lewatnya obat
melalui hati dan akibat-akibat yang ditimbulkan.
C. Komponen dan Karakteristik Isi Saluran Cerna
a. Usus besar mendapatkan aliran darah dari arteria mesentericum superior
dan inferior Musim
Senyawa ini merupakan mukopolisakarida alami yang melapisi
saluran cerna, dapat membentuk kompleks dengan zat aktif dan
menghambat proses penyerapan. Hal tersebut terjadi pada streptomisina,
dihidrosterpromisina, antikolinergik dan penurunan tekanan darah golongan

11
amonium kuarterner yang bentuk kompleksnya sangat kuat. Pemberian
senyawa amonium kuartener yang inert secara farmakologik, dapat
memperbaiki penyerapan zat aktif amonium kuartener dengan cara inhibisi
kompetitif pada tempat aksi musim.
b. Garam empedu
Konsentrasi garam empedu, bahan penurunan tegangan permukaan
fisiologik berada diatas konsentrasi misiler kritik (CMC). Jadi dapat terjadi
interaksi antara garam empedu dan zat zat aktif dengan miselinisasi yang
dapat melarutkan zat aktif tertentu yang tidak larut dalam air dan dengan
demikian memperbaiki penyerapannya. Hal tersebut terjadi bila zat aktif
mempunyai sifat kimia tertentu sehingga dapat diserap dengan mudah. Pada
keseimbangan antara bentuk bebas dan bentuk miselnya, bila bentuk bebas
diserap dengan cepat maka media air segera di isi kembali oleh bentuk
bebasnya yang dilepaskan oleh misel. Proses ini akan meningkatkan
penyerapan, seperti yang telah diketahui sejak lama berlaku untuk
monogliserida, asam lemak dan vitamin larut-lemak, juga berlaku terhadap
sulfadiasina, fenolftalein dan steroida tertentu.
c. Ion-ion tertentu : Ca, Mg, Fe.
Molekul-molekul tertentu dengan ion-ion bervalensi dua atau tiga,
seperti kalsium atau magnesium akan membentuk kelat yang tak terserap.
d. Flora Usus
Flora usus mengeluarkan enzim, misalnya penisilinase yang
menginaktifkan zat aktif tertentu.
e. Enzim
Enzim dapat merusak zat aktif tertentu, misalnya zat aktif peptida akan
merusak oleh enzimproteolitik (insulin, ositosin). Dalam hal tertentu, enzim
tersebut menyebabkan peningkatan perlepasan obat dan mempengaruhi
sifat sediaan yang tahan asam atau sediaan lepas lambat, lipase usus akan
menghidrolisa lemak tahan asam.

12
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Biofarmasi Sediaan Obat Oral
1. Fisiologi manusia
a. Aliran darah
obat umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi
darah (vaskularisasi). misalnya pemberian melalui sublingual akan cepat
di adsorpsi jika dibandingkan melalui sub kutan. aliran darah secara
keseluruhan juga berpengaruh pada adsorpsi obat. sebagai contoh, obat
yang diberikan pada pasien yang tidak sadarkan diri, adsorpsinya akan
melambat atau bahkan tidak konstan. oleh karena itu pemberian melalui
Injeksi Vena lebih dipilih untuk pasien yang tidak sadar atau dalam
keadaan darurat.
b. Surface area
Obat lebih cepat diabsorbsi olehi bagian tubuh yang mempunyai
luas permukaan yang besar, misalnya endetarium paru-paru, mokusa
usus, dan usus halus.
c. Permeasi obat melintasi membrane
Semakin mudah terjadi difusi dan makin cepat melintasi sel
membrane, makin cepat obat diaborbsi. Membran sel terdiri dari suatu
lapisan lipoprotein ( lemak dan protein ) yang mengandung banyak pori-
pori kecil, terisi dengan air. Membran dapat ditembus dengan mudah
oleh zat-zat tertentu, dan sukar dilalui zat-zat yang lain, maka disebut
semi permeabel. Zat-zat lipofil ( suka lemak ) yang mudah laryt
dalam lemak dan tanpa muatan listrik umumnya lebih lancar
melintasinya dibandingkan dengan zat-zat hidrofil dengan muatan (ion).
d. PH
PH adalah derajat keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam
bentuk larutan. obat yang terlarut dapat berupa ion ataupun non ion.
bentuk ion relatif lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah
menembus membran, karena sebagian besar membran sel tersusun dari

13
lemak.
kecepatan obat menembus membran dipengaruhi oleh pH obat dalam
larutan dan pH lingkungan obat berada.
e. Waktu pengosongan lambung
Secara anatomis, obat tertelan cepat mencapai lambung. Akhirnya,
perut mengosongkan isinya ke dalam usus kecil. Karena duodenum
memiliki kapasitas terbesar bagi absorpsi obat dari saluran GI,
penundaan dalam waktu pengosongan lambung untuk obat untuk
mencapai duodenum akan memperlambat laju dan mungkin selama
absorpsi obat, sehingga memperpanjang waktu onset obat Beberapa
obat, seperti penisilin, tidak stabil dalam asam dan terurai jika
pengosongan lambung tertunda..
Obat-obatan lain, seperti aspirin, dapat mengiritasi mukosa
lambung selama kontak berkepanjangan. Beberapa faktor yang
cenderung menunda
pengosongan lambung antara lain konsumsi makanan tinggi lemak,
minuman dingin, dan obat-obatan antikolinergik. Cairan dan partikel
kecil kurang dari 1 mm umumnya tidak disimpan di dalam lambung.
Partikel-partikel kecil ini diyakini dikosongkan karena tekanan basal
sedikit lebih tinggi di lambung atas duodenum.
f. Waktu transit pada usus
Waktu transit obat di dalam saluran pencernaan tergantung pada
sifat fisikokimia dan farmakologi dari obat, jenis bentuk sediaan, dan
faktor fisiologis yang beragam. Fisiologis pergerakan obat dalam
saluran GI tergantung pada apakah saluran pencernaan mengandung
makanan yang baru dicerna (kondisi pencernaan atau makan) atau
dalam kondisi berpuasa atau interdigestive. Selama keadaan berpuasa
atau interdigestive, siklus alternatif kegiatan yang dikenal sebagai

14
motor bermigrasi kompleks (MMC) bertindak sebagai pendorong
gerakan yang mengosongkan saluran pencernaan atas ke sekum.
Awalnya, saluran pencernaan adalah diam. Kemudian, kontraksi
tidak teratur diikuti oleh kontraksi reguler dengan amplitudo tinggi
(bergelombang) mendorong setiap isi sisa distal atau jauh di bawah
saluran pencernaan. Dalam kondisi makan, kompleks motor
bermigrasi digantikan oleh kontraksi tidak teratur, yang memiliki efek
pencampuran isi usus dan memajukan aliran usus menuju kolon pada
segmen pendek. Pilorus dan katup ileocecal mencegah regurgitasiatau
gerakan makanan dari distal ke arah proksimal.
2. Sifat dari penyakit: lokal/sistemik, perlu obat bekerja cepat, perlahan-
lahan, dalam waktu pendek/lama, keadaan biasa/gawat darurat
Contohnya, gagal ginjal dan kegagalan fungsi hati akanmengganggu
kemampuan tubuh dalam mengeliminasisebagian besar obat. Obat juga akan
menumpuk dalam tubuhjika pasien mengalami dehidrasi. Jika terjadi
penumpukanobat, efek sampingnya akan semakin berat. Keadaan lain
yangdapat mempengaruhi distribusi obat meliputi: gagal jantung,syok,
penyakit tiroid, penyakit GI. Karena proses distribusi obat sangat
mempengaruhi transfer senyawa obat ke lokasi-lokasi pengobatan yang
diharapkan, berbagai cara ditempuh dalam pembuatan obat dan jenis
sediaannya untuk meningkatkan efektivitas ditribusi obat.
Ada beberapa hal yang diperhatikan saat merancang sediaan obat yang
ada hubungannya dengan distribusi obat. Misalnya pada penggunaan obat
untuk ibu hamil. Apabila melalui uji klinis terlihat bahwa senyawa obat
dapat melintasi plasenta dan senyawa tersebut berbahaya bagi janin, maka
obat tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil. Membran otak juga adalah salah
satu jaringan yang dihindari pada proses ditribusi obat. Sedikit perubahan
struktur pada senyawa obat dapat memodifikasi pola distribusi sehingga obat
tidak ditransfer melalui membran otak.

15
3. Umur pasien: bayi, anak-anak, dewasa, manula Dosis
Terjadinya keadaan dosis-lebih disebabkan oleh adanya penyerapan
tak terkontrol. Pada bayi dan anak-anak, sebagian seistem enzimnya belum
berfungsi sempurna sehingga dapat terjadi dosis lebih pada zat aktif tertentu
yang disebabkan tidak sempurnanya proses detoksifikasi metabolik, atau
karena penyerapan yang tidak sempurna dan karena gangguan saluran cerna
sebagai akibat adanya bahan tambahan tertentu yang tidak dapat diterima.
Oleh sebab itu pengaturan dosis obat pada bayi tidak dapat dihitung
dengan rumus yang sederhana seperti pada orang dewasa, tetapi harus
menggunakan fungsi berat badan. Pada penderita tua, terlihat fenomena
penurunan penyerapan dan kecendurungan menurunnya HCl lambung
sehingga mengurangi penyerapan asam lemah. Posologi pada penderita tua
tampaknya sangat dipengaruhi oleh faktor individu. Secara sederhana
pemberian obat pada keadaan tersebut harus dilaksanakan dengan sangat
hati-hati.
4. Sifat Fisika kima obat
Sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam pengangkutan
obat untuk mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul obat
harus melalui bermacam-macam sawar membran, berinteraksi dengan
senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam sel serta biopolimer. Di sini
sifat kimia fisika berperan dalam proses absorpsi dan distribusi obat,
sehingga kadar obat pada waktu mencapai reseptor cukup besar.
a. Ukuran Partikel
Ukuran partikel merupakan jumlah massa dari suatu bahan atau zat
Kecepatan disolusi obat berbanding lurus dengan luas permukaan yang
kontak dengan cairan. Semakin kecil partikel, semakin luas permukaan
obat, semakin mudah larut. Dengan memperkecil ukuran partikel, dosis
obat yang diberikan dapat diperkecil pula, sehingga signifikan dari segi
ekonomis. Terdapat hubungan linier antara kecepatan absorpsi obat

16
dengan logaritma luas permukaan. Sebagai contoh, pemberian 500 mg
griseofulvin bentuk mikro memberikan kadar plasma yang sama dengan
1 g griseofulvin bentuk serbuk. Bahan-bahan obat yang memberikan
perbedaan absorpsi antara bentuk halus dan tidak halus antara lain,
acetosal, barbiturate, calciferol, chloramphenicol, digoxin, griseofulvin,
hydroxyprogesterone acetate, nitrofurantoine, spironolactone,
sulfadiazine, sulfamethoxine, sulfathiazole, sulfasoxazole, tetracycline,
tolbutamide.
b. Bentuk Kristal/amorf
Bentuk polimorf ini pada umumnya dibagi atas dua golongan besar
yakni ;
1. Bentuk stabil
2. Bentuk metastabil
Bentuk stabil lebih dikenal sebagai kristal sedangkan bentuk
metastabil lebih popular dengan sebutan amorf .Bentuk amorf ini
biasanya tidak stabil oleh karena didalam proses pembuatan ataupun
proses penyimpanannya bentuk amorf dapat berubah menjadi bentuk
kristal yang lebih stabil. Perubahan bentuk amorf menjadi kristal bisa
disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan dalam waktu
cepat atau lambat. Dalam pemilihan zat berkhasiat yang berupa
kristal diperhatikan juga apakah kristal tersebut bentuk amorf ataukah
bentuk kristalnya, sebab kekeliruan didalam pemilihan ini dapat
menyebabkan tidak stabilnya bentu sediaan farmasi.
Walaupun bentuk amorf umumnya lebih mudah larut sehingga efek
bioavailabilitasnya lebih besar dibandingkan dengan bentuk kristal ,
tetapi karena sifatnya yang bisa mengalami perubahan bentuk menjadi
stabil maka disarankan untuk tidak menggunakan bentuk kristal amorf
didalam sediaan farmasi. Selain itu bentuk amorf tidak mempunyai
struktur tertentu, terdapat ketidakteraturan dalam tiga dimensinya.

17
Secara umum, amorf lebih mudah larut daripada bentuk kristalnya.
Misalnya Novobiocin, kelarutan bentuk amorf 10 x dari bentuk Kristal.
c. Bentuk garam
Obat yang terionisasi lebih mudah dalam air dari[pada bentuk tidak
terionisasi. Pembentukan garam ini terutama penting dalam hal zat aktif
berada dalam saluran cerna, kelarutan modifikasi sewaktu transit di
dalam saluran cerna, karena perbedaan pH lambung dan usus.
Peningkatan kecepatan pelarutan obat dalam bentuk garam berlaku
untuk obat-obat berikut : penicilline, barbiturate, tolbutamide,
tetracycline, acetosal, dextromethorphane, asam salisilat, phenytoine,
quinidine, vitamin-vitamin larut aie, sulfa, quinine
d. PH dan PKa
Obat berupa larutan dalam air dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori,
yaitu
Elektrolit kuat ; seluruhnya berupa ion (contoh : Na, K, Cl)
Non elektrolit ; tidak terdisosiasi (contoh : gula, steroid)
Elektrolit lemah ; campuran bentuk ion & molekul
Konsentrasi relatif bentuk ion/molekul bergantung pada pKa obat dan
pH lingkungan.
Kebanyakan obat dalam bentuk asam lemah atau basa lemah, yang
terabsorpsi secara difusi aktif, sehingga hanya bentuk molekul (tidak
terionisasi) yang terabsorpsi. Akibatnya perbandingan ion/molekul
sangat menentukan absorpsi. Konsentrasi ion dari obat berupa asam
lemah (misal asetosal) meningkat dengan peningkatan pH media air.
Sebaliknya Konsentrasi molekul dari obat berupa asam lemah (misal
alkaloid)meningkat dengan apeningkatan pH media air. Sehingga asam
lemah lebih banyak diabsorpsi pada suasana asam (di lambung, pH 1-3),
sedangkan basa lemah lebih banyak diabsorpsi di usus (pH 6-8).

18
5. Bentuk sediaan obat: bentuk, disintegrasi, disolusi bahan tambahan dan
karakteristik sediaan: (pengisi, pengikat, penyalut, penghancur), metode
pembuatan
a. Bentuk
Kecepatan disolusi sangat dipengaruhi oleh bentuk sediaan obat.
Kecepatan disolusi dari berbagai sediaan oral menurun dengan urutan
berikut : Larutan < suspensi < emulsi < serbuk < kapsul < tablet < film
coated (salut film) < dragee (salut gula) < enteric coated (salut selaput) <
sustained release/retard
Dapat dilihat bahwa tablet, meskipun murah dan praktis, lebih rendah
efektivitasnya dibandingkan sediaan cair, serbuk, dan kapsul.
b. Disintegrasi
Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel
partikel yang lebih kecil, dan Disolusi adalah melarutnya partikel partikel
yang lebih kecil itu kedalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rute
oral dari pemberian obat merupakan rute penerimaan yang luas yaitu
hingga 50-60 % dari keseluruhan bentuk sediaan. Bentuk sedian padat
popular karena mudahnya pemberian, dosis yang akurat, dapat digunakan
sendiri, tanpa rasa sakit dan penerimaan pasien yang baik.
Tablet merupakan sediaan padat yang kompak, mengandung satu atau
lebih zat aktif, mempunyai bentuk tertentu, biasanya pipih bundar, yang
dibuat melalui proses pengempaan atau pencetakan. Kaplet merupakan
modifikasi bentuk dari tablet yaitu tablet yang berbentuk kapsular. Tablet
juga salah satu sediaan padat yang cepat melarut atau terdisintegrasi pada
rongga mulut. Selain itu, tablet merupakan sediaan padat yang mudah
ditelan dan sangat cocok untuk orang-orang yang aktif (Parmar, Baria,
Tank, Faldus, 2009) Menurut mekanisme disintegrasi (penghancuran)
sediaan/pelepasan zat aktif, maka tablet dapat dibedakan menjadi:
1) Fast disintegrating tablet (Tablet orodispersibel)

19
Tablet jenis ini mengalami disintegrasi dan pelepasan zat aktif yang
sangat cepat saat bersentuhan dengan cairan (saliva, jika diletakkan di
atas lidah). Tablet ini didesain untuk mengakomodasi pasien-pasien
geriatric yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet biasa
(immediate released tablet).Biasa didesain dalam ukuran yang cukup
kecil.
Menurut farmakope Erope, tablet orodispersibel harus terdispersi
atau terdisintegrasi dalam waktu kurang dari tiga menit. Pendekatan
dasar dalam pengembangan tablet terdisintegrasi cepat adalah dengan
menggunakan superdisintegran seperti karbosil metil selulosa tertaut
silang. Bioavaibilitas dari beberapa obat dapat meningkat terkait
absorpsi pregastrik dari saliva yang mengandung obat yang terlarut.
Teknologi yang digunakan dalam memproduksi tablet yang melarut
cepat adalah kering beku, semprot kering, tablet molding (pencetakan),
sublimasi dan tablet kompresi (Debjit, Krishnakanth, Pankaj, dan
Margret, 2009)
2) Chewable tablet (tablet kunyah)
Tablet ini dimaksudkan untuk dikunyah terlebih dulu sebelum
ditelan, untuk membantu mempercepat proses disintegrasi dalam
lambung. Biasanya tablet ini mengandung zat aktif dan atau eksipien
dalam jumlah besar sehingga tablet ini bervolume besar, sehingga
tidak memungkinkan untuk ditelan langsung tanpa dikunyah terlebih
dulu. Tablet dipastikan tidak memiliki kekerasan yang terlalu tinggi
untuk memfasilitasi proses penguyahan dengan mudah. Contoh : tablet
antasida.
3) Troches/Lozenges (tablet hisap)
Tablet ini dimaksudkan untuk terdisintegrasi pelan-pelan sehingga
bertahan lama dalam rongga mulut, sebagaimana halnya gula-gula.
Contoh: tablet hisap Vitamin C

20
4) Immediate released tablet
Tablet ini dimaksudkan untuk langsung ditelan dengan bantuan
cairan atau makanan. Tablet ini akan terdisintegrasi dalam lambung
selama kurang dari 15 menit untuk dapat segera melepaskan zat
aktifnya.
5) Sustained released tablet
Tablet ini juga dimaksudkan untuk lansung ditelan, namun
diforumulasikan sedemikian rupa sehingga dapat terdisintegrasi secara
perlahan pada lambung dan usus, sehingga dapat melepaskan zat aktif
secara bertahap dalam waktu yang cukup lama. Tablet ini
dimaksudkan untuk memfasilitasi pengurangan frekuensi minum obat
dari pasien. Hal ini akan sangat membantu treutama bagi pasien
geriatric.
6) Delayed release tablet
Tablet ini juga langsung ditelan, namun didesain untuk memberikan
pelepasan zat aktif yang tertunda, contoh: enteric coated tablet dan
pulsatile released tablet
7) Dispersed tablets
Tablet ini dimaksudkan untuk didispersikan terlebih dulu dalam
sejumlah cairan, sebelum ditelan. Maksud didispersikan terlebih dulu
adalah untuk lebih memfasilitasi proses disintegrasi dan distribusi zat
aktif terlarut dalam cairan lambung maupun usus.
8) Effervescent tablets
Disintegrasi tablet ini difasilitasi oleh reaksi saturasi (pendesakan
oleh gas CO2 yang terjadi dari reaksi asam lemah (asam sitrat/asam
tartrat/asam fumarat) dan garam berkarbonat (NaHCO3/Na2CO3)
yang ada dalam tablet, saat bersentuhan dengan air). Untuk itu,
effervescent tablet tidak boleh langsung ditelan, namun harus di
larutkan dulu dalam segelas air dingin. Gas CO2 yang masih ada

21
dalam larutan tersebut dapat berfungsi sebagai penyegar (sebagaimana
CO2 dalam soft drink) dan dapat menyamarkan rasa pahit, sehingga
effervescent tablet ini biasa digunakan untuk minuman tonik yang
mengandung vitamin atau suplemen makanan yang larut air.

c. Disolusi bahan tambahan


Obat jarang diberikan tunggal dalam bahan aktif. Biasanya dibuat
dalam bentuk sediaan tertentu yang membutuhkan bahan-bahan tambahan
(excipients). Obat harus dilepaskan (liberated) dari bentuk bentuk
sediaannya sebelum mengalami disolusi, sehingga excipients dapat
mengakibatkan perubahan disolusi dan absorpsi obat.
Contoh kasus pengaruh excipient pada bioavailabilitas terjadi pada tahun
1971 di Australia. Banyak pasien yang mengkonsumsi tablet fenitoin
memperlihatkan gejala keracunan, meskipun kadar fenitoin tablet tersebut
tepat. Ternyata bahan pengisi pada formula tablet tersebut menggunakan
laktosa, sebelumnya kalsium sulfat. Penggantian Laktosa menyebabkan
peningkatan bioavailabilitas sehingga terjadi efek toksis.

d. Karakteristik sediaan
1. Peningkatan kompresi (tekanan) pada waktu pembuatan meningkatkan
kekerasan tablet. Hal ini menyebabkan waktu disolusi dan disintegrasi
menjadi lebih lama.
2. Penambahan jumlah bahan pengikat pada formula tablet atau granul
akan meningkatkan kekerasan tablet, mengakibatkan perpanjangan
waktu disintegrasi dan disolusi
3. Peningkatan jumlah pelincir (lubricant) pada formula tablet akan
mengurangi sifat hidrofilik tablet sehingga sulit terbasahi (wetted). Hal
ini memperpanjang waktu disintegrasi dan disolusi

22
4. Granul yang keras dengan waktu kompresi yang cepat serta kekuatan
yang tinggi akan menyebbakan peningkatan suhu kompresi, sehingga
obat yang berbentuk kristal mikro akan membentuk agregat yang lebih
besar.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam biofarmasi sediaan obat oral yang berperang dalam mekanisme kerja obat
adalah saluran penecrnaan yang terdiri atas mulut, kerongkongan, lambung, usus
halus dan usus besar. Selain itu juga terdapat factor-faktor yang mempengaruhi
biofarmasi sediaan obat oral yakin factor fisiologi manusia, penyakit, umur, sifat
fisika dan kimia obat, serta bentuk sediaan obat.
B. Saran
Demikianlah makalah ini, adapun saran penulis yakni Percepatan absorpsi dapat
dilakukan dengan pemberian air sewaktu lambung kosong. Keberadaan obat di
lambung lebih lama untuk zat aktif yang bekerja pada saluran cerna

24
DAFTAR PUSTAKA

http://aksmudipta12.blogspot.co.id/2014/01/mekanisme-kerja-obat-secara-
umum.html
hwarnida.blogspot.co.id/2010/05/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
https://khahyun.wordpress.com/2010/11/29/sediaan-oral/
https://dhadhang.files.wordpress.com/2012/10/biofarmasi-sediaan-obat-yang-
diberikan-secara-oral-compatibility-mode.pdf

25

Você também pode gostar