Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
tanah atau pasir seringkali menghadapi kendala teknis, lingkungan maupun waktu. Sebagai
contoh perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji memerlukan waktu yang relative
lama dan seringkali hasilnya tidak seperti tanaman induknya. Kendala lain yang juga sering
muncul adalah gangguan alam, baik yang disebabkan oleh jasad hidup, misalnya hama dan
tanaman di lapangan. Kebutuhan akan bibit tanaman dalam jumlah besar, berkualitas, bebas
hama dan penyakit serta harus tersedia dalam waktu singkat seringkali tidak dapat dipenuhi
Pada tahun 1901 Morgan mengemukakan bahwa setiap sel mempunyai kemampuan
untuk berkembang menjadi suatu jasad hidup yang lengkap melalui proses regenerasi.
Kemampuan ini oleh morgan disebut sebagai totipotensi (totipotency). Konsep totipotensi
tersebut mempunyai makna sangat penting dalam bidang kultur jaringan. Istilah kultur
jaringan mengacu pada teknik untuk menumbuhkan jasad multiseluler dalam medium padat
maupun cair menggunakan jaringan yang diambil dari jasad tersebut. Teknik kultur jaringan
media tanah, melainkan dalam medium buatan di dalam tabung.teknik ini sekarang sudah
berkembang luas sehingga bagian tanaman yang digunakan sebagai awal perbanyakan tidak
hanya berupa jaringan melainkan juga dalam bentuk sel sehingga juga dikenal teknik kultur
sel. Berdasarkan dari hal tersebut diatas, maka diadakanlah penulisan makalah ini dengan
tujuan untuk mengetahui teknik kultur jaringan tumbuhan dengann menggunakan kultur kalus
organ tanaman dalam suatu lingkungan yang terkendali dan dalam keadaan aseptik atau bebas
siklus hidupnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu perbanyakan secara seksual dan
Berdasarkan bagian tanaman yang dikulturkan secara lebih spesifik terdapat tipe-tipe
kultur yaitu, kultur kalus, kultur suspensi sel, kultur anter, kultur akar, kultur pucuk tunas,
kultur embrio, kultur ovul, dan kultur kuncup bunga. Kultur jaringan bermula dari adanya
pembuktian sifat totipotensi sel, yaitu bahwa setiap sel tanaman yang hidup dilengkapi
dengan informasi genetik dan perangkat fisiologis yang lengkap untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman utuh, jika berada dalam kondisi yang sesuai. Penemuan zat
pengatur tumbuh (ZPT) dan upaya pengembangan formulasi media sangat berperan penting
dalam menentukan keberhasilan teknik kultur jaringan. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman dengan
Inisiasi pembentukan kalus merupakan salah satu langkah penting yang menentukan
keberhasilan teknik kultur in vitro. Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir, pada
mulanya sebagai respon terhadap pelapukan (wounding). Pembelahan selnya menjadi tidak
terkendali, sel-selnya mengalami proliferasi yaitu membelah terus menerus dengan sangat
cepat, hal ini dimungkinkan karena sel-sel tumbuhan yang secara alamiahnya bersifat autotrof
dikondisikan menjadi heterotrof oleh adanya nutrisi yang cukup komplek dan zat pengatur
tumbuh didalam medium kultur. Selain dari luka bekas irisan, kalus juga dapat berasal dari
Poliferasi sel-sel akan menjadi lebih baik jika eksplan yang digunakan berasal dari
jaringan yang masih muda. Sel-sel kalus secara fisiologis dan biokimia sangat berbeda
dengan sel-sel eksplannya yang sudah terdiferensiasi. Sel-sel pada kalus bersifat meristematik
dan merupakan salah satu wujud dari dediferensiasi. Dediferensiasi merupakan reversi dari
sel-sel hidup yang telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi, atau dengan kata lain
vegetatif dengan teknik kultur in vitro karena merupakan dasar terjadinya primerdia tunas dan
akar.
Kalus dapat diperbanyak secara tidak terbatas dengan cara memindahkan sebagian kecil
kalus kedalam medium baru (sub kultur). Kalus dengan sel-selnya yang bersifat
meristematik, dapat didispersikan didalam medium cair sehingga dapat diperoleh kultur
suspensi sel.
Teknik kultur jaringan melalui kultur kalus merupakan salah satu metode untuk
budidaya tanaman untuk mendapatkan metabolit sekunder dalam waktu yang relatif singkat.
1.2 Tujuan
1. Dapat menjelaskan prinsip dasar dari pelaksanaan teknik kultur kalus dan suspensi sel.
2. Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan pada kultur kalus dan
suspensi sel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media
buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri & bergenerasi menjadi
bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi teknik perkembangbiakan
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada tahun 1934.
Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus dari
wortel dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan Miller dipublikasikan
dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara auksin dan sitokinin
menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian mereka pada
tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan
Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek
melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur dengan
konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog tahun
1962.
yang lebih canggih tapi memberi keuntungan yang lebih besar di masa depan. Beberapa
teknik sudah menjadi alat berharga untuk mengeliminai penyakit dan perbaikan tanaman,
termasuk rekayasa genetika. Kultur jaringan tanaman mencakup : kultur sel, kultur jaringan,
kultur organ, proses proliferasi, diferensiasi dan regenerasi, medium kultur dan faktor
pertumbuhan lain, perbanyakan klonal, teknik sanitasi tanaman, serta penyelamatan plasma
nutfah.
Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan
yang steril dan kondisi yang terkontrol. Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang
terjadi dari sel-sel jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi
sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Proliferasi
jaringan ini dapat dilakukan secara tidak terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong
kecil jaringan kalus pada medium yang segar dengan interval waktu yang teratur.
Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott
pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh
auksin dan sitokinin endogen. Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-
bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens,
gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress.
Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri Agrobacterium tumefaciens disebut
tumor.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari dediferensiasi. Dalam
kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah yang penting. Setelah
Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan
Jika suatu eksplan ditanam pada medium yang sesuai, dalam waktu 2-4 minggu,
tergantung spesiesnya, akan terbentuk massa kalus yaitu massa amorf yang tersusun atas sel-
sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel jaringan
induk. Kalus dapat disubkultur dengan cara mengambil sebagian kalus dan memindahkannya
pada medium baru. Dengan sistem induksi yang tepat, kalus dapat berkembang menjadi
Kultur kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari
berbagai sumber, misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah, dan bagian bunga. Kalus
dihasilkan dari lapisan luar sel-sel korteks pada eksplan melalui pembelahan sel-sel berulang.
Kultur kalus tumbuh berkembang lebih lambat dibanding kultur yang berasal dari suspensi
sel. Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu induksi, pembelahan sel, dan diferensiasi.
Pembentukan kalus ditentukan sumber eksplan, komposisi nutrisi pada medium dan faktor
lingkungan.eksplan yang berasal dari jaringan meristem berkembang lebih cepat dibanding
jaringan dari sel-sel berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk memelihara kalus, maka
Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan bagian-bagian semai (seedling)
yang dikecambahkan secara in vitro, jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau, seperti
parenkim empulur, mempunya respon yang lebih baik dibandingkan dengan sel-sel daun
yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan, idealnya
ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi mempunyai kemampuan yang
tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang relatif homogen.
Sel yang berasal dari tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara aseptic
pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan satu iris
jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam waktu 2-3 minggu
akan berbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat disubkulturkan dengan memindahkan
potongan kecil pada medium agar segar. Proses terbentuknya kalus sampai terjadi diferensiasi
berbeda-beda tergantung macam dan bagian tanaman yang dipakai untuk eksplan, bahan
dengan sitem berkas pengangkut utama. Kadang-kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan
tunas baru, khususnya jika diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada media. Dalam
hal lain, kalus sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi massal plantlet baru.
Faktor pembatasnya adalah sulitnya menginduksi inisiasi tunas baru, terutama pada tanaman
Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana selsel kalus dapat dipisahkan
dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara morphologi, embryo ini
mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji, mereka secara genetik bersifat
identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi seksual materi genetik tidak terjadi. Karena 1
milimeter kalus berisi ribuan sel, masingmasing memiliki kemampuan untuk membentuk
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu
dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang
telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin.
Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkim cadangan makanan, perisikle,
kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang
abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya
Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut
mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah-pisah
menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah
(friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu
(karena adanya pigmen antosianin ini terdapat pada kalus kortek umbi wortel).
Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang dijumpai
kecuali pada kultur sel. Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan
eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus,
citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel sekresi
dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus.
Anyaman kecil dari pembelahan sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang
nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid.
Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu penambahan ZPT
untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah pada jaringan berkambium
yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun pada
kasus lain, keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat pertumbuhan
kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen. Penambahan ZPT tersebut dapat
satu macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang digunakan. Pembelahan sel di
dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT yang digunakan, seperti auksin, sitokinin,
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus, jaringan
1) Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral
2) Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam-garam mineral.
3) Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral
4) Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan garam-garam mineral seperti
Pada umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga dari:
4) Jenis tanaman.
Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel yang
seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar dan daun
sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya
juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel misalnya sel-sel
sel-sel raksasa, sel-sel seperti trakeid dan sebagainya, heterogenitas ini mencerminkan asal
dari eksplannya. Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang kompleks menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang
mempunyai sifat khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada unsur-unsur hara atau zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Selain dari eksplannya, sel-sel yang
heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama melalui
Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada
jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan langsung dengan medium kultur.
Pertumbuhan yang tercepat terjadi didaerah perifer. Hal ini disebabkan karena pada daerah
tersebut ketersediaan hara dan oksigennya lebih baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil
interaksi yang sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan
(dediferensiasi). Selama pertumbuhannya kalus dapat mengalami lignifikasi yang cukup kuat
hingga menyebabkan kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel dan lunak
kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada
keseluruhan kalus atau sebagian daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin
Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ yang berbeda
menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis tanaman yang
menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar, monokotil, gymnospermae, pakis dan
moss. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan batang muda
Pada perbanyakan tanaman hortikultura, dianjurkan melalui tunas aksilair, karena dapat
menghasilkan bibit yang true-to-type (sesuai dengan sifat induknya). Tunas adventif,
terutama yang melalui fase kalus, tidak dianjurkan dalam perbanyakan tanaman hortikultura,
kecuali untuk tujuan seleksi dan variasi. Tunas adventif langsung, juga menunjukkan
kemungkinan variasi, hanya dalam taraf lebih rendah daripada regenerasi melalui fase kalus.
Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel
tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan perisfer yang
Faktor-faktor yang menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas di lapisan luar
5) Cahaya.
Eksplan batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen dengan berbagai
menghasilkan kalus dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan
level ploidi yang berbeda. Begitupun pada kultur akar kalus yang dihasilkan dapat berupa
Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan pertumbuhan yang
berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat
khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh menentukan komposisi kalus. Sel yang
jumlahnya paling banyak merupakan sel-sel yang paling cepat membelah dan sel yang paling
sedikit adalah sel yang paling lambat pertumbuhannya. Media seleksi dapat berdasarkan
unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media. Sel heterogen
berasal dari materi asal yang heterogen pula, atau dapat terjadi karena massa kultur yang
a) Aberasi kromosom.
b) endo-reduplikasi yang menghasilkan poloploidi.
c) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk suatu sifat tertentu per genome haploid bertambah.
e) Mutasi gen.
berkesinambungan, maka perlu dipindahkan secara teratur pada media baru dalam jangka
waktu terentu (subkultur). Apabila kalus disubkultur pada media agar yang dilakukan secara
regular, maka akan menunjukkan fase pertumbuhan kurva S (sigmoid). fase pertumbuhan
3) Fase linear, dimana pembelahan sel mengalami perlambatan tetapi laju ekspansi sel
meningkat.
media yang digunakan, serta jenis tanamannya. Ketidakstabilan kromosom ini menyulitkan
pemuliaan invitro, untuk memperoleh sifat-sifat baru yang menguntungkan seperti resistensi
terhadap penyakit, hilangnya morfologi yang memang tidak diinginkan seperti duri atau
2) Jaringan tumor yang terjadi dapat tumbuh terus, walaupun penyebabnya yang berupa
3) Tumor ini bila ditumbuhkan pada media buatan tidak memerlukan auksin maupun
sitokinin. Ketidaktergantungan jaringan tanaman untuk tumbuh dan terus membelah disebut
habituation.
Kultur suspensi sel adalah pemeliharaan sel, tunggal maupun gabungan beberapa sel,
dalam medium cair dan lingkungan buatan yang steril. Kultur suspensi sel terdiri atas
populasi sel dengan laju pertumbuhan yang cepat karena seluruh permukaan sel dapat kontak
langsung dengan medium nutrisi. Hal ini menyebabkan metabolisme sel lebih tinggi jika
Metode kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sarana untuk produksi metabolit
sekunder. Hal ini dapat terjadi karena setiap sel tumbuhan yang diisolasi dari tumbuhan
induknya mempunyai potensi genetik dan fisiologi yang sama dengan induknya, atau yang
dikenal dengan nama sifat totipotensi. Sifat ini menyebabkan metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tanaman induk dapat pula dihasilkan pada sel yang dikultur secara in
vitro.Potensi kultur sel untuk memproduksi metabolit telah dibuktikan pertama kali oleh
perusahaan farmasi Amerika Pfizer Inc pada tahun 1956. Sedangkan potensi kultur sel untuk
memproduksi senyawa bermanfaat terutama untuk obat-obatan, telah dimulai pada akhir
tahun 1960.
Kultur suspensi sel dapat diperoleh dengan cara memindahkan kalus dari medium padat
ke medium cair dalam kondisi agitasi selama periode kultur dalam waktu tertentu. Dalam
kondisi agitasi, kalus meremah akan terpisah membentuk kelompok sel dan sel-sel tunggal.
kemudian terpisah lagi membentuk sel-sel tunggal dan kelompok-keompok sel yang lebih
kecil. Agitasi dalam kultur suspensi sel dapat meningkatkan aerasi, reduksi polaritas tanaman
dan dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel-sel dan kelompok sel di dalam
medium. agitasi atau pengocokan pada kultur suspensi sel dapat mempengaruhi ukuran
agregat, viabilitas dan pertumbuhan sel. Selain itu pengocokan berfungsi untuk meningkatkan
oksigen.
Diameter sel pada kultur suspensi sel pada umumnya berkisar antara 20-150 m dan
panjang 100-200 m. Ukuran ini setara dengan 10-100 kali bakteri atau fungi dan
mempunyai panjang maksimal 2 mm serta mengandung 2-200 sel. ada fase pertumbuhan
logaritmik pada masa awal kultur sel, sel-sel berbentuk kecil dan dipenuhi dengan sitoplasma.
Namun pada fase stasioner, sel-sel ini memiliki ukuran tertentu, sel lebih tua dan memiliki
BAB III
PEMBAHASAN
menyebabkan terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air dapat terjadi karena
selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media menguapkan air dari masa ke masa.
Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara, kalus juga mengeluarkan persenyawaan-
persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk
menjaga kehidupan dan perbanyakan yang berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu
disubkulturkan.
Massa sel yang dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau
seberat 20-100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur
sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat untuk
memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus. Massa kalus ada 2
macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila massa kalus remah maka
pemindahan kalus cukup dilakukan dengan menyendok kalus dengan spatula atau skapel
langsung disubkultur ke media baru. Namun bila kalus kompak mesti dipindah ke petridish
steril untuk dipotong-potong dengan skapel baru disubkultur ke media baru. Kalus yang
sudah mengalami nekrosis (pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak akan
melalui pengaturan komposisi medium, lingkungan, dan sumber eksplan. Regenerasi eksplan
b) Masa regenerasi dengan memindahkan kalus ke medium tanpa auksin tapi mengandung
sitokinin.
2) Regenerasi terjadi melalui medium dengan perbandingan sitokinin dan auksin yang tepat.
3) Regenerasi terjadi pada konsentrasi absolute auksin dan sitokinin tertentu, misalnya
4) Regenerasi terjadi pada kalus yang diinduksi dengan jenis auksin tertentu, misalnya
5) Regenerasi terjadi bila ada penambahan zat-zat tertentu, misalnya ABA atau giberelin.
Massa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adanya heterogenitas
karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan dari siklus sel dan ketidak teraturan
pembelahan mitosis selama massa kultur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa :
1) Poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur kalus, zat pengatur
2) Aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan abnormalitas dari
mitotic spindle.
5) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid bertambah.
mikropropagasi dan produksi metabolit sekunder, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan
Setelah periode waktu tertentu, biasanya 2 minggu sampai 3 bulan, pertumbuhan kalus
akan menurun, kalus akan menunjukkan gejala-gejala penuaan seperti nekrosis atau menjadi
coklat dan akhirnya mengering. Hal tersebut sebagai akibat dari beberapa faktor berikut :
menghambat difusi nutrien dan meningkatnya konsentrasi dari beberapa komponen medium.
yang menghambat karena terakumulasinya sejumlah senyawa toksik pada medium disekitar
eksplan.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kalus harus disubkultur pada medium baru,
tergantung dari tujuannya medium baru yang digunakan untuk subkultur dapat sama atau
berbeda dengan medium semula. Secara umum dapat dikatakan, tujuan dilakukannya
subkultur adalah untuk menjaga kehidupan dengan mempertahankan laju pertumbuhan sel
terhadap konstan sehingga dapat diperoleh kalus dengan sel-sel yang homogen, untuk
Hal yang perlu diperhatikan pada subkultur adalah massa sel yang dipindahkan harus
cukup banyak. Hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan kalus tumbuh hingga mencapai
diameter 2-3 cm sebelum dipisahkan dari eksplan dan membaginya menjadi 4-8 inokula
untuk disubkulturkan pada medium baru. Bila kalus menunjukkan rupa yang heterogen, maka
harus dipilih sebagai inokulum adalah kalus yang menunjukkan pertumbuhan tercepat,
2) Dalam beberapa hal, perlu fase pertumbuhan kalus sebelum regenerasi via somatic
embryogenesis atau organogenesis. Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo)
adalah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau
dengan kata lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat
terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal dengan
nama somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung pada eksplan tanpa melalui
proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut somatic embryogenesis
Mutasi kalus adalah teknik kultur jaringan untuk menghasilkan individu baru yang
bersifat lain dari induknya melalui cara-cara trial and error dan pasti.
Trial and error merupakan teknik coba-coba karena hasilnya baru diketahui setelah individu
dewasa. Cara ini dengan menggunakkan radiasi sinar X, pemanasan gelombang mikro dan
pemanasan dengan alat solder. Individu yang dihasilkan biasanya menyimpang dari induknya
kalus yang ditanam dimedia yang sengaja diberi kondisi yang tidak diinginkan sehingga jika
kalus tersebut bisa bertahan, maka individu yang dihasilkan akan resisten terhadap kondisi
Teknik mutasi anggrek di dalam kultur bertujuan untuk meningkatkan peluang mutasi
dengan cara memberikan perlakuan atau rangsangan yang dapat berupa bahan kimia, fisik/
lingkungan atau radiasi. Mutasi anggrek diharapkan akan memeri peluang munculnya sifat-
sifat anggrek yang baru yang belum ada sebelumnya yang mempunyai nilai komersial. Bahan
kultur anggrek yang biasa digunakan untuk perlakuan mutasi adalah kalusnya. Setelah Anda
mempunyai stok kalus anggrek tertentu maka kalus tersebut diberi perlakuan mutasi dan
Untuk pemberian perlakuan radiasi maka anda dapat membawa spesimen kalus anggrek
Anda ke BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) yang berlokasi di Pasar Jumat Jakarta
Selatan. Setelah itu biarkan kalus-kalus tersebut tumbuh dan diperbanyak sampai jumlah
Kemudian dicari anggrek mana yang memperlihatkan mutasi dengan sifat yang baik
dan mempunyai nilai komersial yang tinggi. Memang dalam hal ini kita tidak dapat
mengontrol arah mutasi atau kita tidak dapat mengatur mutasi ke arah sifat yang kita
harapkan/inginkan.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1) Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan buatan
2) Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang
3) Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan pada penulisan makalah ini yaitu, sangat dibutuhkan
banyaknya referensi yang relevan dari berbagai sumber sehingga mempermudah dalam
penyusunan makalah ini. Selain itu, agar bisa dijadikan sebagai pustaka untuk penyusunan
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz L.M. Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim, 2006, Pertumbuhan dan Akumulasi
Alkaloid dalam Kalus dan Suspensi Sel Eurycoma longifolia Jack, Jurnal Ilmiah Pertanian
Gunawan, L.W., 1987, Teknik Kultur Jaringan, Laboratorium Kultur Jaringan PAU Biotekbologi
IPB, Bogor.
Moega, J.P., 1991, Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Erlangga, Jakarta.
Rahardjo P.C., 1989, Kultur Jaringan. Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Siti D.H. Hoesen, Witjaksono dan L.A Sukamto, 2008, Induksi Kalus dan Organogenesis Kultur In
Vitro Dendrobium lineale Rolfe, Berita Biologi, Vol. 9, No. 3, Hal. 333-341.
Sudarmadji, 2003, Penggunaan Benzil Amino Purine Pada Pertumbuhan Kalus Kapas Secara In
Kalus Padi Pada Pertumbuhan Kalus, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Batan.