Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
La makbud illallah 2x
Laa ilahaillallah
O ..ya tuhan lon dosa neu ampon
Keu kamoe bandum seubagoe hamba
Beu neu peu ampon dosa mak ngon yah 2x
Yang that hek susah geuasoh hamba
Lamakbud illallah 2x
Laa ilahaillallah
Beu neu peu ampon dosa dum guree
Yang bri ileumee di dalam dada
Dak konna guree sunggoh supot klam 2x
Hudep dum insan di dalam dosa
Lamathlub illallah 2x
Laa ilahaillallah
O ya tuhan lon droe neuh yang mabud
kamoe neu peujeut seubagoe hamba
Bek biroh kamoe keu hamba syaitan 2x
Yang hamba insan laloe ngon donya
Lamathlub illallah 2x
Lailahailallah
O ya tuhan lon yarabbul ibad
neu bie beu kuat meujaga mata
meubek teugantuk wate ibadat 2x
bak pue buet taat e ya rabbana
lamasyhud ilallah 2x
Lailahailallah
Adak na neujok teungeut meusiat
Cukop sekejap keu ubat mata
Neubri keu kamoe rasa beumangat 2x
Sabe lam taat si umu masa
lamasyhud ilallah 2x
Lailahailallah
O ya tuhan lon tuhan di kamoe
nibak bala nyoe neubri beu saba
bala di donya bala akhirat 2x
bandua tempat lam sejahtera
Catatan sejarah tertua dan pertama-tama mengenai kerajaan-kerajaan di Aceh, didapati dari
sumber-sumber tulisan sejarah Tiongkok. Dalam catatan sejarah dinasti Liang (506-556), disebutkan
adanya suatu kerajaan yang terletak di Sumatra bagian utara pada abad ke-6 yang dinamakan Po-Li
dan beragama Budha(sebelum masuknya agama Islam).Pada abad ke 13 teks-teks Tiongkok (Zhao
Ru-gua dalam bukunya Zhu-fan zhi) menyebutkan Lan-wu-li (Lamuri) di pantai timur Aceh. Dan pada
tahun 1282, diketahui bahwa raja Samudra-Pasai mengirim dua orang (Sulaiman dan Shamsuddin)
utusan ke Tiongkok. Di dalam catatan Ma Huan (Ying-yai sheng-lan) dalam pelayarannya bersama
dengan Laksamana Cheng Ho, dicatat dengan lengkap mengenai kota-kota di Aceh seperti, A-lu
(Aru), Su-men-da-la (Samudra), Lan-wu-li (Lamuri).
Dalam catatan Dong-xi-yang- kao (penelitian laut-laut timur dan barat) yang dikarang oleh Zhang Xie
pada tahun 1618, terdapat sebuah catatan terperinci mengenai negara Aceh modern. Samudra-Pasai
adalah sebuah kerajaan dan kota pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari Timur
Tengah, India sampai Tiongkok pada abad ke 13 -16. Samudra Pasai ini terletak pada jalur sutera laut
yang menghubungi Tiongkok dengan negara-negara Timur Tengah, di mana para pedagang dari
berbagai negara mampir dahulu /transit sebelum melanjutkan pelayaran ke/dari Tiongkok atau
Timur Tengah, India.
Kota Pasai dan Perlak juga pernah disinggahi oleh Marco Polo (abad 13) dan Ibnu Batutah/Batistuta
(abad 14) dalam perjalanannya ke/ dari Tiongkok. Barang dagangan utama yang paling terkenal dari
Pasai ini adalah lada dan banyak diekspor ke Tiongkok, sebaliknya banyak barang-barang Tiongkok
seperti Sutera, Keramik, dll. diimpor ke Pasai ini. Pada abad ke 15, armada Cheng Ho juga mampir
dalam pelayarannya ke Pasai dan memberikan Lonceng besar yang tertanggal 1409 (Cakra Donya)
kepada raja Pasai pada waktu itu. Samudra Pasai juga dikenal sebagai salah satu pusat kerajaan
Islam (dan Perlak) yang pertama di Indonesia dan pusat penyebaraan Islam keseluruh Nusantara
pada waktu itu. Ajaran-ajaran Islam ini disebarkan oleh para pedagang dari Arab (Timur Tengah) atau
Gujarat (India), yang singgah atau menetap di Pasai. Di kota Samudra Pasai ini banyak tinggal
komunitas Tionghoa, seperti adanya "kampung Cina", seperti ditulis dalam Hikayat Raja-raja Pasai.
Jadi jauh sebelum kerajaan Aceh Darussalam berdiri, komunitas Tionghoa telah berada di Aceh sejak
abad ke-13. Karena Samudra Pasai ini terletak dalam jalur perdagangan dan pelayaran internasional
serta menjadi pusat perniagaan internasional, maka berbagai bangsa asing lainnya menetap dan
tinggal disana yang berkarakter kosmopolitan dan multietnis. Tome Pires menyebutkan bahwa kota
Pasai adalah kota penting yang berpenduduk 20.000 orang. Pada tahun 1524 Samudra Pasai
ditaklukan oleh Sultan Ali Mughayat Syah dari kerajaan Aceh Darussalam dan sejak itu Samudra
Pasai merosot dan pudar pamornya untuk selamanya. Puncak kejayaan Kerajaan Aceh Darussalam
adalah ketika pada jaman Sultan Iskandar Muda (1607-36), Aceh pada waktu jaman Iskandar Muda
ini adalah negara yang paling kuat di seluruh Nusantara, bahkan di Asia Tenggara.
Kekuasaan Aceh pada saat itu meliputi Barus, Tiku, Pariaman(Minangkabau), Riau, Siak, sebagian
Bangkahulu dan sebagia Semenanjung Malaya(Johor, Pahang, Perak). Aceh meluaskan kekuasaannya
dan memerangi Portugis, Kesultanan Johor, Pahang dll. Aceh juga merupakan sebuah negara
maritim dan sebagai salah satu pusat perdagangan internasional. Banyak pedagang asing singgah
dan menetap di Aceh, seperti dari Arab, Persia, Pegu, Gujarat, Jawa, Turki, Bengali, Tionghoa, Siam,
Eropah dll. Pada saat itu Aceh menjalin kerjasama militer dengan negara Turkey Ottoman. Di kota
kerajaan ini (Banda Aceh sekarang), banyak dijumpai perkampungan perkampungan dari berbagai
bangsa, seperti kampong Cina, Portugis, Gujarat, Arab, Pegu, Benggali dan Eropah lainnya. Kota
Banda Aceh ini benar-benar sebuah kota kosmopolitan yang berkarakter internasional dan
multietnis. Seperti di Samudra Pasai, Aceh juga banyak menghasilkan Lada yang diekspor ke
Tiongkok.
Pada waktu itu orang Aceh telah menguasai pembuatan atau pengecoran pembuatan Meriam dan
tidak semua meriam di Aceh adalah buatan luar negeri (seperti meriam buatan Turki atau Portugis).
Orang Aceh mendapatkan ilmu pembuatan meriam ini dari orang Tionghoa (Kerajaan Aceh, Denys
Lombard). Demikian juga dengan pertenakan sutera yang sudah dikuasai oleh orang Aceh yang
kemungkinan besar diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa. Pengganti Sultan Iskandar Muda
adalah mantunya sendiri yang bernama Sultan Iskandar Tsani (1636-41).
Periode pemerintahan Iskandar Tsani ini adalah awal dari kemerosotan Kerajaan Aceh Darussalam,
periode pemerintahannya juga sangat singkat. Iskandar Thani tidak melakukan politik ekspansi
wilayah lagi seperti mertuanya dan lebih memusatkan kepada pengetahuan dan ajaran Islam.
Pada jaman Iskandar Tsani ini, di ibukota kerajaan telah dibangun sebuah taman yang dinamakan
"Taman Ghairah", seperti yang dikisahkan dalam buku Bustan us-Salatin karangan Nuruddin ar-
Raniri(orang Ranir, Gujarat, penasihat Sultan, ahli tasawuf). Diceritakan bahwa didalam taman itu
telah dibangun sebuah "Balai Cina" (paviliun) yang dibuat oleh para pekerja orang Tionghoa.
Peranan orang Tionghoa di bidang perdagangan di Aceh diperkirakan bertambah besar pada paruh
kedua abad ke-17. Selain ada yang tinggal dan berdagang secara permanen di ibukota Aceh ini, ada
juga pedagang musiman yang datang dengan kapal layar (10-12 kapal sekali datang) pada bulan-
bulan tertentu seperti pada bulan Juli. Kapal-kapal (Jung) Tionghoa tersebut juga membawa beras ke
Aceh (impor beras dari Tiongkok). Mereka tinggal dalam perkampungan Cina dekat pelabuhan , yang
sekarang mungkin lokasinya disekitar "Peunayong" (Pecinan Banda Aceh).
Bersama dengan kapal itu juga datang para pengrajin bangsa Tionghoa seperti tukang kayu, mebel,
cat dll. Begitu tiba mereka mulai membuat koper, peti uang, lemari dan segala macam lainnya.
Setelah selesai mereka pamerkan dan jual di depan pintu rumah. Maka selama dua atau dua bulan
setengah berlangsunglah "pasar (basar) Cina" yang
meriah. Toko-toko penuh sesak dengan barang dan seperti biasanya orang-orang Tionghoa ini tidak
lupa juga untuk bermain judi seperti kebiasaannya. Pada akhir September, mereka berlayar kembali
ke Tiongkok dan baru kembali lagi tahun depannya. Barang-barang dari Tiongkok ini ada beberapa
diantaranya diekspor ke India.(Kerajaan Aceh, Denys Lombard).
Cakra Donya
Lonceng atau genta yang terkenal dan termasyhur (icon kota Banda Aceh) di Aceh ini sekarang
diletakkan di Musium Aceh, Banda Aceh. Lonceng yang dibawa oleh Cheng Ho ini adalah pemberian
Kaisar Tiongkok, pada abad ke-15 kepada Raja Pasai. Ketika Pasai ditaklukkan oleh Aceh Darussalam
pada tahun 1524, lonceng ini dibawa ke Kerajaan Aceh. Pada awalnya lonceng ini ditaruh diatas
kapal Sultan Iskandar Muda yang bernama "Cakra Donya"
(Cakra Dunia) waktu melawan Portugis, maka itu lonceng ini dinamakan Cakra Donya.
Kapal Cakra Donya ini bagaikan kapal induk armada Aceh pada waktu itu dan berukuran sangat
besar, sehingga Portugis menamakannya "Espanto del Mundo" (Teror Dunia). Kemudian
Loncengyang bertuliskan aksara Tionghoa dan Arab (sudah tak dapat dibaca
lagi aksaranya sekarang) ini diletakkan dekat mesjid Raya Baiturrahman yang berada dikompleks
Istana Sultan. Namun sejak tahun 1915 lonceng ini dipindahkan ke Musium Aceh dan ditempatkan
didalam kubah hingga sekarang (halaman Musium). Lonceng Cakra Donya ini telah menjadi benda
sejarah kebanggaan orang Aceh hingga sekarang. Lonceng ini juga juga merupakan bukti dan simbol
hubungan bersejarah antara Tiongkok dan Aceh sejak abad ke-15.
Lonceng raksasa Cakra Donya merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang bermutu tinggi
yang disimpan di Museum Aceh. Lonceng raksasa Cakra Donya merupakan sebuah bingkisan
Maharaja Cina yang diantar oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1414. Di atas Lonceng tersebut
tertera aksara Cina "Sing Fang Niat Toeng Juut Kat Yat Tjo".v
CARA MENG HADAPI BENCANA ALAM
tanda-tandanya dan cara menyelamatkan diri dari bencana alam. Usaha yang dapat dilakukan dalam
meghadapi bencana alam adalah dengan mitigasi.
Mitigasi adalah usaha-usaha yang bersifat fisik dan non-fisik dalam menghadapi bencana alam.
Persiapan fisik dapat berupa penataan atau bangunan. Misalnya membuat bangunan yang tahan
terhadap gempa. Sedangkan persiapan non-fisik adalah pendeteksian datangnya gejala alam
melalui Badan Meteorologi Geofisika (BMG), mengetahui cara mengenali gejala alam, dan reaksi
dalam menghadapi bencana alam.
Bencana banjir sering melanda banyak daerah di Indonesia. Curah hujan yang tinggi, penggundulan
hutan, genangan sampah, dan banyaknya pemukiman warga di bantaran sungai, menjadi penyebab
terjadinya banjir.
Dampak dari banjir tidak hanya melumpuhkan kegiatan masyarakat, tetapi juga menimbulkan
penyakit seperti diare dan penyakit kulit. Selain itu bencana banjir juga dapat mengakibatkan korban
jiwa.
pintu air pengaman di tanggul sungai harus dibuka agar tidak jebol
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya banjir, yaitu :
1. Melakukan Reboisasi
Reboisasi adalah penghijauan kembali hutan yang gundul. Menanam pohon kembali pada daerah
yang gundul.
Hutan merupakan daerah penyerapan air. Apabila hutan gundul, maka akar-akar pohon yang
seharusnya menyerap air hujan yang turuntidak ada lagi sehingga air tersebut akan langsung
mengalir ke daerah yang lebih rendah.
System tebang pilih maksudnya jika menebang kayu di hutan, perhatikan ukuran dan usia kayu
tersebut.
Peladangan berpindah adalah kegiatan menebang pohon-pohon besar untuk membuka lading baru
tanpa menanam pohon pengganti.
Seperti membuang sampah ke sungai, selokan, atau di saluran air. Perbuatan ini dapat menyumbat
aliran air sehingga air meluap dan akan mengakibatkan terjadinya banjir.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya bencana gunung meletus, antara
lain :
Selalu memantau informasi perkembangan aktivitas gunung api yang disampaikan BMG
Beberapa hal yang dapat dilakukan ketika terjadi gempa bumi, yaitu :
Tidak panik dan hadapi dengan pikiran yang tenang. Jika berada di dalam rumah maka segera keluar.
Namun jika berada di dalam gedung dan tidak memungkinkan untuk keluar, maka berlindunglah di
bawah meja.
Jika berada di luar ruangan, menjauhlah dari bangunan, tiang atau pohon besar. Selalu waspada,
untuk mengantisipasi adanya gempa susulan.
Ketika sedang berada di rumah, matikan alat-alat elektronik, kompor, atau alat-alat yang dapat
menimbulkan kebakaran ketika gempa terjadi.
Jika sedang mengendarai kendaraan, kurangi kecepatan dan segera menepi, dan jangan berhenti di
jembatan atau jalan layang.
Bila ada tanda-tanda akan terjadi Tsunami, tindakan yang harus kita lakukan adalah
Tetap berada di tempat aman sampai keadaan benar-benar aman, karena gelombang tsunami
biasanya terjadi lebih dari satu kali.
Kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk mengurangi resiko dari bencana
alam. Bantuan untuk korban bencana alam dapat disalurkan melalui pemerintah, lembaga sosial,
atau perorangan. Untuk mengkoordinasi penyaluran bantuan, pemerintah
membentuk Bakornas(Badan Koordinasi Nasional) penanggulangan bencana di tingkat pusat,
dan Satkorlak (Satuan Koordinasi Pelaksana) penanggulangan bencana di tingkat daerah/provinsi.
Lirik lagu Indonesia merdeka dan padamu negeri
A. Lirik lagu Indonesia merdeka
Tujuh belas agustus tahun empat lima
Itulah hari kemerdekaan kita
Hari merdeka nusa dan bangsa
Hari lahirnya bangsa IndonesiaMerdeka
Sekali merdeka tetap merdeka
Source
: http://www.flickr.com/photos/33087855@N06/3089086136/
3. Waktu Indosesia Timur (WIT) meliputi wilayah Maluku dan Irian Jaya (sekarang sudah berubah
nama menjadi Papua). Waktu didaerah tersebut memiliki perbedaan 9 jam (lebih awal) dengan
Greenwich Mean Time (GMT).
Berdasarkan pembagian waktu diatas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa perbedaaan waktu
antara WIB dan WITA adalah 1 jam, WITA dan WIT adalah 1 jam, dan WIB dan WIT adalah 2 jam.
Sebagai contoh jika di Bandung menunjukan pukul 07.00 WIB, berarti di Manado pukul 08.00 WIB
dan di Merauke pukul 09.00 WIT.
Manusia sebagai Makhluk Ekonomi yang
Bermoral
Tangga nada dasar adalah tangga nada dengan nada dasar 1 (baca: do) = C. Kenapa
tangga nada ini disebut dasar, karena pada tangga nada ini tidak ada kres/mol. Dan
dari tangga nada inilah semua perhitungan kres/mol dimulai.
Di setiap tangga nada mayor berlaku sebuh hukum yang namanya hukum jarak
yaitu: satu-satu-setengah-satu-satu-satu-setengah. Dari mana jarak satu atau
setengah ini. Bila dijabarkan yang tutungatututunga tadi menjadi : jarak C ke D =
1, D ke E = 1, E ke F = 1/2, F ke G = 1, G ke A = 1, A ke B = 1, dan B ke C lagi =
1/2. jadi yang berjarak setengah di tangga nada ini adalah dari E ke F dan B ke C.
Terhenti sampai 7# ,karena semua nadanya udah jadi #, sebenernya masih bisa
dilanjutin, cuma nanti ada nada yang ## (dobel kres).
Sedangkan untuk tangga nada mol rumusnya nada dasar diambil dari nada keempat
tangga nada sebelumnya, dan rumus urutannya seperti di atas juga (satu-satu-
setengah-satu-satu-satu-setengah).
Chord I terdiri dari nada pertama, ketiga, dan kelima dari suatu tangga nada.
Misalnya: kalau tangga nada C, chord I-nya terdiri dari nada C,E, dan G. Jadi
jangan disebut do, mi, sol, tapi C,E,G.
Pada setiap chord I-VII ini juga berlaku rumus jarak (lihat di trit pertama)
Jadi jika kita gunakan tangga nada C (do=C) aturan ini menjadi :
Chord I : D,F#,A
Chord II : E,G,B
Chord IV : G,B,D
Chord V : A, C#, E
Chord VI : B, D, F#