Você está na página 1de 12

Ada dua hal yang ditengarai menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan, yaitu

laju pertumbuhan penduduk yang relatif cepat dan kemajuan pesat ilmu
pengetahuan dan tehnologi. Pertumbuhan penduduk yang relatif cepat
berimplikasi pada ketersediaan lahan yang cukup untuk menopang tuntutan
kesejahteraan hidup. Sementara lahan yang tersedia bersifat tetap dan tidak
bertambah sehingga menambah beban lingkungan hidup.

A. DEFINISI PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi
dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara
saja, melainkan tanggung jawab setiap insan di bumi, dari balita sampai manula.
Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan

lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.


Sekecil apa pun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi
terwujudnya bumi yang layak huni bagi generasi anak cucu kita kelak.

Upaya pemerintah untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur bagi rakyatnya
tanpa harus menimbulkan kerusakan lingkungan ditindaklanjuti dengan
menyusun program pembangunan berkelanjutan yang sering disebut sebagai
pembangunan berwawasan lingkungan.

Pembangunan berwawasan lingkungan adalah usaha meningkatkan kualitas


manusia secara bertahap dengan memperhatikan faktor lingkungan, atau dengan
kata lain Pembangunan berwawasan lingkungan adalah pembangunan
berkelanjutan yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya
manusia dengan cara menserasikan aktivitas manusia dengan kemampuan
sumber daya alam untuk menopangnya. Pembangunan berwawasan lingkungan
dikenal dengan nama Pembangunan Berkelanjutan. Konsep pembangunan
berkelanjutan merupakan kesepakatan hasil KTT Bumi di Rio de Jeniro tahun 1992.
Di dalamnya terkandung 2 gagasan penting, yaitu:
1. Gagasan kebutuhan, khususnya kebutuhan pokok manusia untuk
menopang hidup.
2. Gagasan keterbatasan, yaitu keterbatasan kemampuan lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan baik masa sekarang maupun masa yang akan
datang.
B. INDIKATOR PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam implementasi


pembangunan berwawasan lingkungan terdapat unsur penting yaitu
meningkatkan kualitas manusia melalui penggunaan sumber daya alam yang bijak.
Untuk mencapai target pembangunan berwawasan lingkungan, maka dapat
melihat indikator sebagai berikut :
a. Menjamin pemerataan dan keadilan.
b. Menghargai keanekaragaman hayati.
c. Menggunakan pendekatan integratif.
d. Menggunakan pandangan jangka panjang.

Pada masa reformasi sekarang ini, pembangunan nasional dilaksanakan tidak lagi
berdasarkan GBHN dan Propenas, tetapi berdasarkan UU No. 25 Tahun 2000,
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mempunyai tujuan di antaranya:

1. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,


berkeadilan, dan berkelanjutan.
2. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
C. DISHARMONITAS PEMBANGUNAN DENGAN KELESTARIAN ALAM

Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan, selain mempunyai dampak
positif, ternyata pembangunan ekonomi juga mempunyai dampak negatif. Dari
segi positif sudah jelas bahwa pembangunan ekonomi akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat dan pendapatan nasional. Namun, pembangunan ekonomi
juga berdampak negatif bagi kelestarian alam, diantaranya dengan berkurangnya
sumberdaya alam akibat eksploitasi berlebihan, pencemaran udara, air dan tanah
akibat polusi industri dan pembangunan infrastruktur perekonomian yang identik
dengan perusakan alam.
Hal tersebut menimbulkan satu pertanyaan, apakah pembangunan ekonomi
selalu identik dengan perusakan alam?

Tidak dapat dipungkiri bahwa perekonomian merupakan sektor penting yang


harus senantiasa dikembangkan karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Namun, di tengah maraknya pembangunan perekonomian dewasa ini, terjadi
masalah dilematis yang cukup pelik, yaitu menyangkut disharmonitas antara
pembangunan perekonomian pada satu sisi dan pelestarian alam pada sisi yang
lain.

Berkurangnya sumberdaya alam, polusi pabrik dan alih fungsi lahan hijau menjadi
lahan perekonomian, merupakan contoh akibat dari pembangunan ekonomi yang
tidak selaras dengan pelestarian alam.

Tuntutan percepatan pertumbuhan ekonomi, seperti yang terjadi di negara-


negara sedang berkembang, menuntut semakin banyak pula sumberdaya alam
yang diambil sehingga menyebabkan semakin sedikit jumlah persediaan
sumberdaya alam tersebut.

Dengan demikian, ada hubungan yang positif antara jumlah dan kualitas
sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomis, tetapi sebaliknya ada
hubungan yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan persediaan
sumberdaya alam di dalam bumi.

Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan


karena percepatan pertumbuhan ekonomi biasanya diikuti dengan peningkatan
sektor industri. Dengan meningkatnya sektor industri tingkat pencemaran
terhadap lingkungan akibat limbah proses produksi juga meningkat. Proses
industrialisasi tidak hanya menciptakan jumlah total produksi yang meningkat
tetapi juga meningkatkan jumlah polusi dari sisa produksi. Polusi akibat sisa
produksi apabila tidak ditangani secara baik akan menimbulkan pemcemaran bagi
lingkungan.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga secara tidak langsung kerap mendatangkan
masalah bagi masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi
selalu berkorelasi positif dengan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan
perekonomian yang tentu saja membutuhkan lahan. Namun, semakin hari lahan
yang tersedia semakin terbatas, akibatnya banyak lahan yang seharusnya
diperuntukan sebagai hutan lindung atau sebagai daerah resapan air
dialihfungsikan menjadi kawasan perekonomian. Banjir yang rajin mengunjungi
Jakarta merupakan salah satu contoh akibat alih fungsi daerah resapan air yang
menjadi masalah bagi masyarakat.

Setelah mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan oleh pembangunan


ekonomi yang berkorelasi negatif dengan pelestarian alam, lantas muncul
pertanyaan, Bisakah terjadi harmonisasi antara pembangunan ekonomi dengan
pelestarian alam? jawabannya adalah bisa. Dampak negatif dari proses
pembangunan ekonomi dapat dicegah salah satunya adalah melalui program
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.

D. KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT PEMBANGUNAN BERWAWASAN


LINGKUNGAN

Pemerintah sebagai penanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya


memiliki tanggung jawab besar dalam upaya memikirkan dan mewujudkan
terbentuknya pelestarian lingkungan hidup. Hal-hal yang dilakukan pemerintah
antara lain:

1. Mengeluarkan UU Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang mengatur tentang


Tata Guna Tanah.
2. Menerbitkan UU No. 4 Tahun 1982, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Memberlakukan Peraturan Pemerintah RI No. 24 Tahun 1986, tentang
AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan).
4. Pada tahun 1991, pemerintah membentuk Badan Pengendalian
Lingkungan, dengan tujuan pokoknya :
Menanggulangi kasus pencemaran.
Mengawasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
Melakukan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Pemerintah mencanangkan gerakan menanam sejuta pohon.

E. UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP OLEH MASYARAKAT BERSAMA


PEMERINTAH

Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang
tinggi terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
Beberapa upaya yang dapat dilakuklan masyarakat berkaitan dengan pelestarian
lingkungan hidup antara lain:

1. Pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan)


Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang
berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan
tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan
tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor
disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada
tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan. Jika hal tersebut dibiarkan terus
berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan berubah menjadi padang
tandus. Upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan
kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah
yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi
tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan, sehingga mampu
menghambat laju aliran air hujan.

2. Pelestarian udara
Udara merupakan unsur vital bagi kehidupan, karena setiap organisme bernapas
memerlukan udara. Kalian mengetahui bahwa dalam udara terkandung
beranekaragam gas, salah satunya oksigen.

Udara yang kotor karena debu atau pun asap sisa pembakaran menyebabkan
kadar oksigen berkurang. Keadaan ini sangat membahayakan bagi kelangsungan
hidup setiap organisme. Maka perlu diupayakan kiat-kiat untuk menjaga
kesegaran udara lingkungan agar tetap bersih, segar, dan sehat. Upaya yang dapat
dilakukan untuk menjaga agar udara tetap bersih dan sehat antara lain:

a. Menggalakkan penanaman pohon atau pun tanaman hias di sekitar kita.


Tanaman dapat menyerap gas-gas yang membahayakan bagi manusia. Tanaman
mampu memproduksi oksigen melalui proses fotosintesis. Rusaknya hutan
menyebabkan jutaan tanaman lenyap sehingga produksi oksigen bagi atmosfer
jauh berkurang, di samping itu tumbuhan juga mengeluarkan uap air, sehingga
kelembapan udara akan tetap terjaga.

b. Mengupayakan pengurangan emisi atau pembuangan gas sisa pembakaran,


baik pembakaran hutan maupun pembakaran mesin Asap yang keluar dari knalpot
kendaraan dan cerobong asap merupakan penyumbang terbesar kotornya udara
di perkotaan dan kawasan industri. Salah satu upaya pengurangan emisi gas
berbahaya ke udara adalah dengan menggunakan bahan industri yang aman bagi
lingkungan, serta pemasangan filter pada cerobong asap pabrik.

c. Mengurangi atau bahkan menghindari pemakaian gas kimia yang dapat merusak
lapisan ozon di atmosfer Gas freon yang digunakan untuk pendingin pada AC
maupun kulkas serta dipergunakan di berbagai produk kosmetika, adalah gas yang
dapat bersenyawa dengan gas ozon, sehingga mengakibatkan lapisan ozon
menyusut. Lapisan ozon adalah lapisan di atmosfer yang berperan sebagai filter
bagi bumi, karena mampu memantulkan kembali sinar ultraviolet ke luar angkasa
yang dipancarkan oleh matahari. Sinar ultraviolet yang berlebihan akan
merusakkan jaringan kulit dan menyebabkan meningkatnya suhu udara.
Pemanasan global terjadi di antaranya karena makin menipisnya lapisan ozon di
atmosfer.

3. Pelestarian hutan
Eksploitasi hutan yang terus menerus berlangsung sejak dahulu hingga kini tanpa
diimbangi dengan penanaman kembali, menyebabkan kawasan hutan menjadi
rusak. Pembalakan liar yang dilakukan manusia merupakan salah satu penyebab
utama terjadinya kerusakan hutan. Padahal hutan merupakan penopang
kelestarian kehidupan di bumi, sebab hutan bukan hanya menyediakan bahan
pangan maupun bahan produksi, melainkan juga penghasil oksigen, penahan
lapisan tanah, dan menyimpan cadangan air.

Upaya yang dapat dilakukan untuk melestarikan hutan:


a) Reboisasi atau penanaman kembali hutan yang gundul.
b) Melarang pembabatan hutan secara sewenang-wenang.
c) Menerapkan sistem tebang pilih dalam menebang pohon.
d) Menerapkan sistem tebangtanam dalam kegiatan penebangan hutan.
e) Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan
mengenai pengelolaan hutan.

4. Pelestarian laut dan pantai


Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan
biota laut dan pantai banyak disebabkan karena ulah manusia. Pengambilan pasir
pantai, karang di laut, pengrusakan hutan bakau, merupakan kegatan-kegiatan
manusia yang mengancam kelestarian laut dan pantai. Terjadinya abrasi yang
mengancam kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar
pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak.

Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara:

Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di


areal sekitar pantai.
Melarang pengambilan batu karang yang ada di sekitar pantai maupun di
dasar laut, karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
Melarang pemakaian bahan peledak dan bahan kimia lainnya dalam
mencari ikan.
Melarang pemakaian pukat harimau untuk mencari ikan.

5. Pelestarian flora dan fauna


Kehidupan di bumi merupakan sistem ketergantungan antara manusia, hewan,
tumbuhan, dan alam sekitarnya. Terputusnya salah satu mata rantai dari sistem
tersebut akan mengakibatkan gangguan dalam kehidupan.

Oleh karena itu, kelestarian flora dan fauna merupakan hal yang mutlak
diperhatikan demi kelangsungan hidup manusia. Upaya yang dapat dilakukan
untuk menjaga kelestarian flora dan fauna di antaranya adalah:
a) Mendirikan cagar alam dan suaka margasatwa.
b) Melarang kegiatan perburuan liar.
c) Menggalakkan kegiatan penghijauan.

F. PEMAHAMAN TENTANG REVOLUSI HIJAU DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan
perubahan fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang
dimulai pada tahun 1950-an hingga 1980-an di banyak negara berkembang,
terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya swasembada (kecukupan
penyediaan) sejumlah bahan pangan di sejumlah negara yang sebelumnya
dilanda kelaparan, seperti India, Banglades, Tiongkok, Vietnam, Thailand, serta
Indonesia, untuk menyebut beberapa negara. Norman Borlaug, penerima
penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah orang yang dipandang sebagai
bapak gerakan ini.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada tiga pilar penting: penyediaan air melalui
sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia dan penerapan pestisida untuk menjamin
produksi, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan baku berkualitas.
Melalui penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil
tanaman pangan berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam
setahun untuk padi, suatu hal yang tidak dapat dimungkinkan tanpa tiga pilar
tersebut.

Revolusi hijau mendapat kritik sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan


kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah.
Oleh para pendukungnya, kerusakan dipandang bukan karena revolusi hijau
tetapi karena ekses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-
kaidah yang sudah ditentukan. Kritik lain yang muncul adalah bahwa revolusi
hijau tidak dapat menjangkau seluruh strata negara berkembang karena ia tidak
memberi dampak nyata di Afrika.

1. Revolusi Hijau di Indonesia

Teknologi genetika memicu terjadinya Revolusi Hijau (green revolution) yang


sudah berjalan sejak 1960-an. Dengan adanya Revolusi Hijau ini terjadi
pertambahan produksi pertanian yang berlipat ganda sehingga tercukupi bahan
makanan pokok asal serealia.

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas


(bimbingan masyarakat) adalah program nasional untuk meningkatkan produksi
pangan, khususnya swasembada beras.

Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis


baik ditinjau dari segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga
komponen pokok, yaitu penggunaan teknologi yang sering disabut Panca Usaha
Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil reproduksi serta adanya
dukungan kredit dan infrastruktur. Grakan ini berhasil menghantarkan Indonesia
pada swasembada beras.

Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara negara berkembang dan


Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa. Gerakan Revolusi Hijau
sebagaimana telah umum diketahui di Indonesia tidak mampu untuk
menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan
secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun
1984 1989.
Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah menyebabkan terjadinya kesenjangan
ekonomi dan sosial pedesaan karena ternyata Revolusi Hijau hanyalah
menguntungkan petani yang memiliki tanah lebih dari setengah hektar, dan
petani kaya di pedesaan, serta penyelenggara negara di tingkat pedesaan.

Sebab sebelum Revolusi Hijau dilaksanakan, keadaan penguasaan dan pemilikan


tanah di Indonesia sudah timpang, akibat dari gagalnya pelaksanaan Pembaruan
Agraria yang telah mulai dilaksanakan pada tahun 1960 sampai dengan tahun
1965. Pertanian revolusi hijau juga dapat disebut sebagai kegagalan karena
produknya sarat kandungan residu pestisida dan sangat merusak ekosistem
lingkungan dan kesuburan tanah.

2. Pestisida dan Pupuk Buatan

Pestisida telah lama diketahui menyebabkan iritasi mata dan kulit, gangguan
pernapasan, penurunan daya ingat, dan pada jangka panjang menyebabkan
kanker. Bahkan jika ibu hamil mengkonsumsi makanan dan minuman yang
mengandung residu pestisida, maka janin yang dikandungnya mempunyai risiko
dilahirkan dalam keadaan cacat. Penggunaan pestisida juga menyebabkan
terjadinya peledakan hama suatu keadaan yang kontradiktif dengan tujuan
pembuatan pestisida karena pestisida dalam dosis berlebihan menyebabkan
hama kebal dan mengakibatkan kematian musuh alami hama yang
bersangkutan.

Namun, mitos obat mujarab pemberantas hama tetap melekat di sebagian


petani. Mereka tidak paham akan bahaya pestisida. Hal ini disebabkan karena
informasi yang sampai kepada mereka adalah jika ada hama, pakailah pestisida
merek A. para petani juga dibanjiri impian tentang produksi yang melimpah-
ruah jika mereka menggunakan pupuk kimia. Para penyuluh pertanian adalah
antek-antek pedagang yang mempromosikan keajaiban teknologi modern ini.

Penyuluh pertanian tidak pernah menyampaikan informasi secara utuh bahwa


pupuk kimia sebenarnya tidak dapat memperbaiki sifat-sifat fisika tanah,
sehingga tanah menghadapi bahaya erosi. Penggunaan pupuk buatan secara
terus-menerus juga akan mempercepat habisnya zat-zat organik, merusak
keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan berbagai
penyakit tanaman. Akibatnya, kesuburan tanah di lahan-lahan yang
menggunakan pupuk buatan dari tahun ke tahun terus menurun.

3. Revolusi Hijau dan Dampak Buruknya


Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari
Revolusi Hijau, sebuah proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi
pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang dimulai sejak tahun
1970-an. Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan ketersediaan
kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat.

Namun keberhasilan itu bukan tanpa dampak dan efek samping yang jika tanpa
pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam kehidupan dunia
pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat
itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit
impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya.

Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade


1990-an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan
tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan
pestisida tidak manjur lagi, dan harga gabah dikontrol pemerintah.
Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah
merusak struktur, kimia dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah
merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang yang justru menguntungkan
petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah
menyebabkan imunitas pada beberapa hama.

Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak terhindarkan dan terjadinya
penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung meningkat.
Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani.

Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:


a. Berbagai organisme penyubur tanah musnah
b. Kesuburan tanah merosot / tandus
c. Tanah mengandung residu (endapan pestisida)
d. Hasil pertanian mengandung residu pestisida
e. Keseimbangan ekosistem rusak
f. Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam
sejarah peradaban manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam
dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup
manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam revolusi hijau,
petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri.

Bibit yang telah disediakan merupakan hasil rekayasa genetika, dan sangat
tergantung pada pupuk dan pestisida kimia yang membuat banyak petani
terlilit hutang. Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas
padi lokal telah punah dalam 15 tahun terakhir ini.

Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa petani


memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-
dayaannya, tetapi ayat tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni
petani berkewajiban berperan serta dalam mewujudkan rencana
pengembangan dan produksi budidaya tanam (program pemerintah). Dengan
begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah.

Dapat dipastikan bahwa Revolusi Hijau hanya menguntungkan para produsen


pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat. Revolusi Hijau memang
membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur sebagai
salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada penderitaan
kaum petani. Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya
tidak dapat dinilai dengan uang.

Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang
dikembangkan dari sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika
sampai kimia terapan. Pantas jika Masanobu Fukuoka, pelopor pertanian alami di
Jepang, pernah berkata: Peranan ilmuwan dalam masyarakat itu analog dengan
peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.. Telah terbukti
bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada
lingkungan karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia. Dan Revolusi Hijau di
Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi.

G. KESIMPULAN
Pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan adalah pembangunan
berkelanjutan di bidang ekonomi yang tidak hanya berorientasi hasil untuk saat
ini tetapi juga berorientasi pada masa depan dengan titik fokus pada
keberlangsungan pelestarian lingkungan. Sebagaimana diketahui bahwa
barometer keberhasilan sebuah pembangunan adalah keselarasan antara
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkesinambungan yang
ditandai dengan tidak terjadinya kerusakan sosial dan kerusakan alam. Oleh
karena itu, pembangunan ekonomi berwawasan lingkungan harus diterapkan
demi keberlanjutan kehidupan karena akan menjamin keberlanjutan eksistensi
alam dan lingkungan hidup.

Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa pembangunan ekonomi yang semata-
mata ditujukan untuk memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan
keberlangsungan alam dan lingkungan akan membawa dampak negatif tidak
hanya bagi alam tetapi juga bagi masyarakat. Salah satu dampak negatif yang
ditimbulkan adalah berkurangnya sumberdaya alam, pencemaran udara akibat
polusi industri dan pembangunan infrastruktur yang identik dengan perusakan
alam. Namun, hal tersebut dapat dicegah dengan menerapkan program
pelaksanaan pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Paramita, Ashika P. Revolusi Hijau. http://ashiiqa.wordpress.com
Kusuma, Afandi. Linkungan Hidup, Kerusakan Lingkungan, Pengertian, Kerusakan
Lingkungan dan Pelestarian. http://afand.cybermq.com
Laila, Najmu. Disharmonitas Pembangunan Ekonomi dengan Pelestarian Alam.
http://mhs.blog.ui.ac.id.
Setiawan, Beni. Pembangunan Berwawasan Lingkungan.
http://bennisetiawan.blogspot.com/
Wikipedia Indonesia. Revolusi Hijau. http://id.wikipedia.org.

Você também pode gostar