Você está na página 1de 81

KEGAWATDARURATAN BEDAH ANAK

Gawat darurat adalah suatu keadaan bila tidak dilakukan tindakan segera dapat
mengakibatkan seseorang kehilangan organ / anggota tubuhnya atau dapat
mengancam jiwa.
Kegawatdaruratan bedah terdiri atas :
1. Perdarahan
2. Obstruksi
3. Infeksi
4. Stranggulasi
5. Kombinasi dari beberapa kegawatan diatas

1
1.PERDARAHAN

Perdarahan adalah suatu kejadian dimana terdapatnya saluran pembuluh


darah yang putus atau pecah (arteri,vena atau kapiler) akibat suatu trauma,dapat
terjadi pada pembuluh darah bagian luar maupun bagian dalam.(1)

Klasifikasi Pendarahan
ATLS membuat klasifikasi pendarahan berdasarkan persentase volume kehilangan
darah, sebagai berikut (2):
Kelas I : Dengan kehilangan volume darah hingga maksimal 15% of blood
volume.
Kelas II : Dengan kehilangan volume darah antara 15-30% dari total volume.

Kelas III : Dengan kehilangan darah antara 30-40% dari volume pada sirkulasi
darah.

Kelas IV : Dengan kehilangan yang lebih besar daripada 40% volume sirkulasi
darah.
WHO menetapkan skala gradasi ukuran risiko yang dapat diakibatkan oleh
pendarahan sebagai berikut:
Grade 0 : tidak terjadi pendarahan
Grade 1 : pendarahan petekial
Grade 2 : pendarahan sedang dengan gejala klinis yang signifikan
Grade 3 : pendarahan gross, yang memerlukan transfusi darah
Grade 4 : pendarahan debilitating yang fatal, retinal maupun cerebral
Perdarahan terbagi atas:
1. Perdarahan Thorax
2. Perdarahan Abdomen
3. Perdarahan Pelvis
4. Perdarahan Femur
5. Perdarahan Retroperitoneal

1. Perdarahan Thorax

2
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax atau
dada yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax atau dada ataupun
isi dari cavum thorax (rongga dada) yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan sakit pada dada (3). Trauma adalah
penyebab utama kematian pada pasien yang lebih muda dari 18 tahun, terhitung
lebih dari 5000 kematian setiap tahunnya. Meskipun trauma toraks hanya 5-12%
tetapi itu merupakan kejadian kedua setelah cedera kepala sebagai penyebab
kematian paling umum (4). Keterlibatan multisistemik dilaporkan lebih dari 50%
anak dengan trauma toraks dan menandakan prognosis yang lebih buruk. Angka
kematian akibat trauma toraks yang terisolasi adalah 5% dan pendekatan 20-35%
dengan cedera perut atau kepala secara bersamaan, masing-masing (5)

Cedera toraks pada anak yang paling tepat didefinisikan sebagai cedera
multisystemik. Tingkat mortalitas bervariasi tergantung pada sistem yang terkait.
Analisis National Pediatric Trauma Registry mengungkapkan bahwa
kejadian trauma tumpul sekitar 85% dari luka dada yang cukup serius untuk
menjamin pengobatan .Hampir tiga perempat dari luka dada yang disebabkan oleh
kecelakaan kendaraan bermotor, dengan sisanya disebabkan sepeda motor-terkait
trauma, jatuh, dan kecelakaan sepeda.(5) Trauma tembus terdiri 15% dari cedera
dada pada anak-anak, dengan sebagian besar karena tembakan, luka pisau, dan
cedera dari benda tajam lainnya. Terlepas dari mekanisme trauma toraks, 15% dari
anak-anak tidak bertahan hidup. Menurut analisis National Pediatric Trauma

3
Registry, hampir setengah dari kematian pada mereka dengan cedera tumpul
berhubungan dengan cedera neurologis, dibandingkan dengan cedera dada murni.
(5)

Tanda Klinis
1. Temponade Jantung
Gelisah, pucat, Peningkatan vena jugularis, bunyi jantung melemah, pekak
jantung melebar, dan pada ECG terdapat low voltage seluruh lead.
2. Hematothorax

Pada WSD darah yang keluar cukup banyak disertai dengan gangguan
pernapasan.

3. Pneumothorax

Nyeri dada mendadak dan sesak napas, kolaps sirkulasi, gagal pernapasan
dengan sianosis.

Pemeriksaan fisik
Prinsip pemeriksaan fisik pada trauma thorax:
Inspeksi : Jejas, simetris, nafas paradoksal.
Palpasi : NT(+), fremitus kanan dan kiri berbeda, krepitasi.
Perkusi : Sonor(normal), redup(cairan), hipersonor(udara).
Auskultasi : vesikuler, suara tambahan.

Penatalaksanaan
Pengelolaan penderita terdiri dari:
a) Primary survey, yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan airway, breathing, dan circulation.
b) Resusitasi fungsi vital.
c) Secondary survey yang terinci.
d) Perawatan definitif.

4
Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada trauma thorax,
intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.
Trauma yang bersifat mengancam nyawa secara langsung dilakukan terapi
secepat dan sesederhana mungkin.
Kebanyakan kasus Trauma thorax yang mengancam nyawa diterapi dengan
mengontrol airway atau melakukan pemasangan selang thorax atau dekompresi
thorax dengan jarum.
Secondary survey membutuhkan riwayat trauma dan kewaspadaan yang tinggi
terhadap adanya trauma-trauma yang bersifat khusus.
Cedera yang mengancam jiwa toraks adalah sebagai berikut:
Obstruksi jalan napas dan cedera
Paru-paru dan dinding dada luka
Open pneumothorax
Tension pneumothorax

Hemopneumothorax

Flail chest

Widened mediastinum/aortic transection

Cardiac tamponade
Lakukan survei primer dan mengidentifikasi cedera secepat mungkin.
Pengetahuan tentang mekanisme cedera penting pada anak dan status vitalnya
(misalnya, respirasi spontan, pulsa teraba, respon terhadap rangsangan, aktivitas
listrik jantung) .Pada trauma tembus memiliki prognosis lebih baik dibandingkan
pasien dengan trauma tumpul. Jika anak mengalami cedera toraks teembus dan
telah kehilangan tanda-tanda vital, diindikasikan torakotomi resusitasi.
Indikasi untuk torakotomi di UGD adalah sebagai berikut:
Trauma tembus dengan tanda vital, tetapi respon tidak baik.
Trauma tumpul dengan hilangnya tanda vital.

5
Tanda: Perfusi kulit jelek (yaitu, capillary refill> 2 detik), takikardia, dinding
dada yang tidak normal, perubahan status mental, dan hipotensi semua ciri
ketidakstabilan pada anak. Jika cedera terdeteksi atau jika diagnosis tertunda,
anak-anak ini dapat menjadi sekarat.
Anak yang stabil (yaitu, tanda-tanda vital normal, ventilasi dan oksigenasi,
pengisian kapiler normal, keluaran urine yang memadai) dengan trauma toraks
tumpul atau penetrasi prognosisnya akan lebih baik.

Macam Cedera:

Airway injuries

Cedera jalan nafas mungkin akibat dari trauma orofaringeal, benda asing,
atau patologi langsung dalam dada yang mengarah ke pergeseran dari
trakeobronkial. Dua macam dari cedera saluran napas termasuk obstruksi dan
emfisema subkutan. Stridor inspirasi adalah ciri dari obstruksi jalan nafas pada
atau di atas tingkat pita suara. Tanda-tanda lain dan gejala penyumbatan saluran
napas termasuk agitasi, diaforesis, retraksi dinding dada, asimetri pernapasan,
sianosis, dan, akhirnya, bradikardia berhubungan dengan hipoksemia berat.

Rontgen dada menunjukkan aspirasi posteroanterior ke dalam bronkus


mainstem kiri. Gejala awal termasuk stridor ekspirasi.

6
Emfisema subkutan dari dada dan leher setelah gangguan trakea dalam 13-tahun

Chest wall and lung injuries (4,6)

Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak memiliki kandungan yang


lebih besar dari tulang rawan pada tulang rusuk mereka, sehingga begitu elastis.
Diagnosis patah tulang rusuk akut dibuat dengan radiografi. Beberapa patah
tulang rusuk pada anak harus selalu meningkatkan kecurigaan pelecehan anak.
Perdarahan dari dalam dada jarang pada anak-anak, terutama karena rendahnya
insiden patah tulang rusuk (lihat gambar di bawah).

Pendarahan biasanya dari suatu pembuluh interkostal atau parenkim paru.


Terlepas dari sumber, hemothorax harus dievakuasi untuk menghindari atelektasis,
ventilasi-perfusi mismatch, fibrothorax, dan paru-paru restriktif. Perdarahan awal
lebih dari 20 mL / kg atau kehilangan darah terus lebih dari 2-3 ml / kg / jam
selama 3 jam berturut-turut mungkin merupakan indikasi untuk torakotomi
terbuka.

7
Mediastinum melebar dan gangguan aorta (4)

Trauma tumpul dapat melukai aorta atau cabang-cabang arkus aorta. Ini adalah
cedera yang sangat jarang terjadi pada anak. Biasanya diakibatkan oleh
trauma(jatuh).

Kiri: radiografi dada polos menggambarkan mediastinum melebar. Kanan:


Gambar menggambarkan apa yang terjadi ketika pecah aorta.

Aortography adalah prosedur diagnostik pilihan

Aortograph lateral menunjukkan sobekan pada tingkat ligamentum arteriosum.

Cardiac injuries

Myocardial contusion adalah cedera yang paling umum..Patologi melibatkan


penurunan aliran darah ke otot jantung yang diikuti oleh iskemia.

Ruptur diafragma (7)

Sebuah hemidiaphragma meninggi asimetris menandakan adanya ruptur.

8
Radiografi dada posteroanterior melukiskan hemidiaphragma kiri
meninggi,bising usus terdengar di dada.

Perforasi esofagus (8)

Esophageal injury dapat disebabkan oleh berbagai mekanisme. Penyebab


paling umum adalah trauma endoskopi dari esophagoscopy, pelebaran, atau
transesophageal echocardiography. Pasien dengan perforasi servikal mengalami
nyeri leher, disfagia, disfonia, atau regurgitasi. Perforasi dengan cepat dapat
mencemari intrathoracic mediastinum, menyebabkan nyeri dada, takikardi,
tachypnea, demam, dan leukositosis.

Diagnosis perforasi esofagus servikal dibantu oleh roentgenography


lateral, Radiografi polos juga dapat mendeteksi pelebaran mediastinum dengan
atau tanpa air-fluid level, emfisema subkutan, dan pengumpulan cairan pleura.

2. Perdarahan Abdomen (9,10)


Kasus-kasus kegawatdaruratan pada sistem pencernaan bisa disebabkan
karena trauma dan non trauma. Untuk kasus kegawatdaruratan sistem cerna ini
biasa disebut dengan akut abdomen.
Definisi dari akut abdomen sendiri adalah suatu keadaan klinik akibat
kegawatan di rongga abdomen biasanya timbul secara mendadak dengan nyeri
sebagai keluhan utama yang memerlukan penanganan segera. Hal ini bisa
disebabkan karena pertama adanya inflamasi/peradangan pada appendiks secara
akut atau sudah terjadi perforasi apendiks, tukak lambung, usus tifus, pankreatitis
akut, kolesistitis akut. Kedua, adanya ileus obstruksi baik disebabkan karena

9
adanya hernia inkarserata maupun karena adanya volvulus usus. Ketiga, karena
adanya iskemia yang disebabkan karena adanya kelainan atau penyumbatan
vaskuler. Keempat, adanya perdarahan bisa disebabkan karena adanya kehamilan
ektopik, atau aneurisma yang pecah, Kelima, karena adanya cedera/trauma
dimana terjadi perforasi organ berongga, perdarahan hati atau limpa.

Gejala dan tanda


Tanda-tanda perdarahan di saluran pencernaan bagian atas termasuk:
Muntah disertai darah merah segar
Muntah seperti kopi

Feses berwarna hitam

Darah hitam bercampur dengan feses hitam


Tanda-tanda perdarahan di saluran pencernaan bawah meliputi:
kotoran tercampur atau dilapisi darah segar

Pemeriksaan fisik
Untuk pemeriksaan fisik lakukan inspeksi, auskultasi, perkusi dan baru palpasi.
Untuk inspeksi lihat mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda
vital, sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, daerah lipat
paha (inguinal, skrotum bila terdapat hernia biasanya ditemukan benjolan). Pada
trauma abdomen biasanya ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis.
Echimosis merupakan indikasi adanya perdarahan di intra abdomen.

Penatalaksanaan
Survei Primer
Survei ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure)
Survei ini dikerjakan secara serentak dan harus selesai dalam 2-5 menit.
Airway
Menilai jalan nafas bebas. Jika ada obstruksi, lakukan :

10
Chin lift/ Jaw thrust
Suction
Guedel Airway
Intubasi trakea
Breathing
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
Beri oksigen
Circulation
Menilai sirkulasi/peredaran darah
Hentikan perdarahan external bila ada
Segera pasang dua jalur infus dgn jarum besar (14-16G)
Beri infus cairan
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil.

Etiologi
Berdasarkan umur dikelompokkan menjadi:
Neonatus
Anak berusia 1 bulan sampai 1 tahun
Anak berusia 1-2 tahun
Anak berusia lebih dari 2 tahun (>2tahun)

Neonatus (9)
Fissura Analis adalah penyebab paling umum dari perdarahan saluran
cerna pada bayi. Selain itu, penyebab paling umum dari perdarahan GI neonatal
meliputi enteritis bakteri, alergi protein susu, intususepsi, aliran darah ibu, dan
hiperplasia lymphonodular. Erosi mukosa esophagus, lambung, dan duodenum
juga sering menjadi penyebab perdarahan GI pada neonatal. Kerusakan ini
disebabkan oleh peningkatan sekresi asam lambung dan kelemahan sphincters

11
lambung pada bayi. Stres ibu pada trimester ketiga diduga meningkatkan sekresi
gastrin ibu dan meningkatkan pembentukan ulkus peptikum.

Perdarahan saluran pencernaan bagian atas pada anak usia 1 bulan sampai
1 tahun (9)
Esofagitis peptikum disebabkan oleh refluks gastroesophageal (GER)
adalah penyebab paling umum dari perdarahan pada kelompok usia ini. Dalam
etiologinya terbagi atas etiologi primer dan sekunder. Gastritis primer adalah
berhubungan dengan Helicobacter pylori infeksi dan merupakan penyebab paling
umum dari gastritis pada anak-anak . Penyebab lain gastritis primer termasuk
steroid dan obat anti-inflamasi (OAINS) menggunakan, sindrom Zollinger-Ellison
, dan penyakit Crohn . Gastritis sekunder terjadi dalam hubungan dengan penyakit
sistemik yang parah yang mengakibatkan iskemia mukosa dan menghasilkan
mukosa lambung erosif dan hemoragik difus.

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia 1 bulan sampai 1 tahun (9)
Fissura anal mengakibatkan keluarnya darah merah terang pada anal.
Intussusception adalah penyebab paling mungkin dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah pada bayi berusia 6-18 bulan.
Gangren usus merupakan penyebab umum dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah. Penyebabnya karena malrotasi dengan volvulus, sisa
omphalomesenteric dengan volvulus, hernia internal, segmental usus kecil
volvulus, dan, jarang, volvulus sigmoid .

Perdarahan saluran cerna atas pada anak usia 1-2 tahun (9)
Pada anak yang lebih dari 1 tahun, penyakit ulkus peptikum adalah
penyebab paling umum dari hematemesis. Etiologi, yang meliputi penggunaan
NSAID, yang mirip dengan yang disebutkan dalam pembahasan di atas gastritis.
Sebagian besar tukak lambung terjadi pada anak-anak rentang usia ini adalah

12
sekunder terhadap penyakit sistemik lain, seperti luka bakar (ulkus Curling),
trauma kepala (ulkus Cushing), keganasan, atau sepsis.

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia 1-2 tahun (9)
Kebanyakan polip pada orang dari kelompok usia ini adalah tipe remaja
dan terletak di sepanjang usus besar. Ini adalah hamartomas jinak dan biasanya
tidak memerlukan pengobatan, karena mereka autoamputate. Sebuah polip juvenil
terlihat di bawah ini.

Insiden : 10-15 th
Gejala Divertikel: Painless rectal bleeding, darah warna merah
hitam,kadang-kadang melena.
Terapi dengan: Divertikulektomi dan Reseksi anastomose
Meckel diverticulum (lihat gambar di bawah) terjadi pada 2% dari
populasi. Perdarahan saluran cerna karena Divertikulum Meckel disebabkan erosi
perdarahan pada ulkus divertikel oleh sekresi asam dari mukosa lambung ektopik.
Erosi ke dalam arteriol kecil menyebabkan nyeri, perdarahan rektum cepat.
Tempat ulkus umumnya di dasar divertikulum dimana mukosa ektopik dan ileum
yang normal bergabung. Lebih jarang, ulkus muncul di ileum distal.

13
Perdarahan saluran cerna atas pada anak usia lebih dari 2 tahun (9)
Varises esofagus akibat hipertensi portal dapat dari, terlepas dari kelompok
usia. Para peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui sistem portal
adalah karena prehepatic, intrahepatik, dan obstruksi suprahepatic, tetapi
penyebab paling umum dari hipertensi portal pada anak-anak termasuk trombosis
vena portal (prehepatic) dan atresia bilier (intrahepatik). Penyebab paling umum
dari perdarahan GI atas pada anak yang lebih tua dari 12 tahun ulkus duodenum,
esofagitis, gastritis, dan Mallory-Weiss tears.

Perdarahan saluran cerna bawah pada anak usia lebih dari 2 tahun (9)
Penyebab paling umum dari perdarahan saluran cerna bawah pada anak
lebih tua dari 2 tahun juvenile polip, dan ini tetap berlaku sampai pasien adalah
remaja. Inflammatory bowel disease juga menjadi penyebab umum dari
perdarahan GI dalam kelompok usia ini. Pendarahan kurang umum pada orang
dengan penyakit Crohn dibandingkan pada orang dengan radang borok usus besar,
namun keduanya mungkin memiliki diare berdarah sebagai bagian dari skenario
klinis. Anak-anak ini umumnya memiliki diagnosis IBD mapan sebelum
perdarahan akut atau kronis memerlukan intervensi.
Infeksi diare dicurigai bila terjadi perdarahan GI rendah dalam
hubungannya dengan porfuse diare. Penggunaan antibiotik baru-baru ini
menimbulkan kecurigaan terkait antibiotik dan kolitis ulcerative Clostridium
difficile. 2 patogen yang paling umum pada diare menular Escherichia coli dan
spesies Shigella.

14
3. Perdarahan Pelvis

Anatomi

Tulang panggul (pelvis) terdiri dari dua tulang coxae, sacrum dan
coccygeus. Berartikulasi di anterior yaitu pada simphisis pubis, di
posterior pada artikulasio sacroiliaca. Struktur mirip cekungan ini
memindahkan berat dari badan ke tungkai bawah dan memberikan
perlindungan pada viscera, pembuluh darah , dan saraf di pelvis (10).
Stabilitas cincin pelvis tergantung pada kekakuan tulang-tulang dan
integritas ligament yang kuat yang mengikat tiga segmen tulang bersama-
sama pada simphisis pubis dan artikulasio sacroiliaca. Ligamen pengikat
yang paling kuat dan yang paling penting dalah ligament sacroiliaca dan
ligament iliolumbal. Selama ligament-ligamen itu utuh, penahan beban
tidak akan terganggu. Ini adalah factor yang penting untuk membedakan
cidera yang stabil dan yang tidak stabil pada cincin pelvis (10).
Tulang coxae (panggul) terdiri dari tiga tulang, yaitu tulang pubis,
ilium, dan ischium yang berhubungan secara sinostosis pada fossa
acetabuli, yang dibatasi oleh limbus acetabuli dan dikelilingi oleh facies
lunata. Incisura acetabuli membuka acetabulum ke inferior dan berbatasan
dengan foramen obturatorium (10). Tulang coxae atau disebut juga dengan
innominate bone bentuknya datar dan lebar, merupakan os ireguler yang
membentuk bagian terbesar pelvis. Tulang ini tersusun atas tiga buah
tulang yaitu tulang ilium, tulang ischium dan tulang pelvis yang corpusnya
bersatu di acetabulum, yang terletak di facies eksterna tulang ini. Tulang
ilium, disebut demikian karena menyangga pinggul, lebar di bagian
superior dan membentang ke cranial dari acetabulum. Tulang ischium
letaknya paling bawah dan merupakan bagiab paling kuat, berjalan ke
bawah dari acetabulum dan memanjang ke tuber ischiadicum, kemudian
melengkung ke ventral, bersama-sama tulang pubis membentuk lubang
besar yaitu foramen obturatorium. Tulang pubis memanjang ke medial dari
acetabulum dan bersendi di linea mediana dengan tulang pubis sisi yang

15
berseberangan dengan membentuk simfisis osseum pubis, membentuk
bagian depan pelvis (10).
Tulang pubis terdiri dari ramus superior ossis pubis dan ramus
inferior ossis pubis. Kedua rami tersebut dibatasi oleh foramen
obturatorium. Dekat ujung superior medialis facies symphysialis terdapat
tuberculum pubicum dari sana terdapat crista pubica terbentang ke
medialis dan pectin pubis mengarah ke lateralis terhadap linea arcuata.
Pada tempat peralihan dari ramus superior pubis ke ilium terdapat
peninggian disebut eminentia iliopubica. Sulcus obturatorius terletak
inferior terhadap tuberculum pubicum dan dibatasi sebelah dalam oleh
tuberculum obturatorium anterius dan tuberculum obturatorium posterius
yang tidak selalu ada (10). Tulang ilium dibagi menjadi bagian corpus
ossis ilii dan ala ossis ilii. Corpus membentuk bagian acetabulum dan
dibatasi sebelah luar oleh sulcus supra acetabularis dan di sebelah dalam
oleh linea arcuata. Di bagian luar ala ossis ilii terdapat facies glutealis dan
sebelah dalamnya terdapat fossa iliaca mudah dilihat. Di belakang fossa
iliaca terdapat facies sacropelvica dengan tuberositas iliaca dan facies
aurikularis. Crista iliaca mulai dari anterior pada spina iliaca anterior
superior dan dibagi atas crista iliaca labium labium eksternum dan crista
iliaca labium internum, serta linea intermedia yang memanjang ke atas
dank e belakang. Terdapat juga di bagian lateralis lbium eksternum berupa
tuberositas iliaca. Ujung crista iliaca berakhir pada spina iliaca superior
posterior. Di bawah yang terakhir ini terdapat spina iliaca posterior
inferior, sedangkan yang di bawah depan terdapat spina iliaca anterior
inferior. Linea glutealis inferior, linea glutealis anterior, linea glutealis
posteriorterletak pada facies glutealis. Selain itu terdapat juga beberapa
saluran vaskuler diantaranya yang sesuai dengan fungsinya yaitu vasa
emissaria (10).
Tulang ischium dibagi atas corpus ossis ischii dan ramus ossis
ischii, yang bersama-samadengan ramus inferior ossis pubis membentuk
batas bawah foramen obturatorium. Tonjolan ischium disebut spina

16
ischiadica yang memisahkan incisura ischiadica mayor dengan incisura
ischiadica minor. Incisura ischiadica mayor dibentuk sebagian oleh
ischium dan sebagian lagi oleh ilium, serta mengarah ke permukaan bawah
facies aurikularis. Tuber ischiadicum berkembang pada ramus ischium
(10).
Cabang utama dari arteri iliaca komunis muncul di dalam pelvis
diantara sendi sacroiliaca dan incisura ischiadica mayor. Bersama cabang-
cabang venanya, pembuluh-pembuluh itu mudah terkena cidera bila
fraktur mengenai bagian posterior cincin pelvis. Saraf pada pleksus
lumbalis dan sacralis juga juga menghadapi resiko bila tejadi cidera pelvis
posterior (10).
Kandung kemih terletak di belakang simphisis pubis. Trigonum
dipertahankan pada posisinya dengan ligament lateralis kandung kemih,
dan pada pria dengan prostat. Prostat terlerak diantara kandung kemih dan
dasar pelvis. Prostat dipertahankan di bagian lateral dengan serabut medial
dari levator ani, sedangkan di bagian anterior terikat erat pada tulang pubis
oleh ligament puboprostat. Pada wanita trigonum juga melekat pada
serviks dan forniks vagina anterior. Urethra dipertahankan oleh otot dasar
pelvis serta ligament pubourethra. Akibatnya pada wanita urethra jauh
lebih mobil dan cenderung lebih sulit terkena cidera (10).
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga
abdomen. Namun semakin bertambahnya usia tempatnya turun dan
berlindung di dalam kavum pelvis, sehingga kemungkinan mendapatkan
trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma buli kurang lebih
2% dari seluruh trauma urogenitalia. Hampir sekitar 90% trauma buli
akibat fraktur pelvis. Apabila terjadi kontusio kandung kemih bias
dipasang kateter dengan tujuan untuk memberikan istirahat pada kandung
kemih, dengan cara ini diharapkan dapat sembuh 7-10 hari. (10)
Pada cidera pelvis yang berat urethra membranosa dapat rusak bila prostat
dipaksa ke belakang sementara urethra tetap diam. Bila ligament

17
puboprostat robek, prostat dan dasar kandung kemih dapat banyak
mengalami dislokasi dari urethra membranosa (10).
Kolon pelvis dengan mesenteriumnya merupakan struktur yang
mobil sehingga tidak mudah cidera. Tetapi, rectum dan saluran anus lebih
erat tertambat pada struktur urogenital dan otot dasar pelvis sehingga
mudah terkena bila terjadi fraktur pelvis (10).

Pada perkembangannya selama masa kehamilan, terdapat tiga


bakal tulang, yaitu pada bulan ketiga dalam kandungan (ilium), pada bulan
keempat sampai kelima (ischium) dan pada bulan kelima sampai keenam
(pubis). Ketiga bakal tulang tersebut bersatu pada pusat acetabulum yaitu
penyatuan berbentuk Y. Di dalam acetabulum satu atau lebih masing-
masing pusat osifikasi berkembang antara usia 10 sampai 12 tahun.
Sinostosis ketiga tulang terjadi antara usia 5 dan 7 tahun tetapi di dalam
acetabulum sendiri tidak sampai antara usia 15 dan 17 tahun. Pusat-pusat
osifikasi epifisis terjadi pada spina pada usia 16 tahun, pada tuberositas
ischii dan crista iliaca terjadi pada usia antara 13 dan 15 tahun (10).

Etiologi

Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering


terjadi pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan
vaskularisasi yang ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi
perdarahan secara signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara
sistemik, seperti shock, hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien
dengan fraktur pelvis mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat
berujung pada kematian.(11)
Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan
kendaraan bermotor. 25% kasus didapatkan akibat jatuh dari ketinggian ,
dan ternyata trauma tumpul didapatkan lebih dari 90% kasus cedera
urethra. Secara keseluruhan pada terjadinya fraktur pelvis, ikut pula terjadi

18
cedera urethra bagian posterior ( 3,5%-19%) pada pria dan (0%-6%) pada
urethra perempuan.(11)
Fraktur pada daerah pelvis biasanya karena cedera akibat terlindas
( crush injury), dimana kekuatan besar mengenai pelvis. Trauma ini juga
seringkali disertai dengan cedera pada anggota tubuh lainnya seperti
cedera kepala, thorax, intra abdomen, dan daerah genitalia. Biasanya
penyebab perdarahan pada fraktur pelvis adalah dari pleksus vena pelvis
posterior dan perdarahan yang menghapus permukaan tulang. Sekitar
<10% kasus perdarahan, disebabkan dari perdarahan arteri. Pengobatan
awal harus berfokus pada kontrol perdarahan vena. Reduksi dan stabilisasi
pada dislokasi cincin pelvis membantu mencapai pengontrolan tersebut.
Reduksi akan mengurangi volume pelvis dan lakukan tampon pembuluh
darah yang mengalami perdarahan dengan cara kompresi viscera dan
hematom pelvis. Stabilisasi mempertahankan reduksi dan mencegah
pergerakan hemipelvis, mengurangi nyeri dan membatasi disrupsi
gumpalan terorganisir. Reduksi dan stabilisasi saja biasanya mengontrol
perdarahan vena, maka pasien yang tidak merespon manuver ini lebih
mungkin mendapat perdarahan arteri.(12)

Klasifikasi

Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan


terjadinya perdarahan setelah fraktur yaitu :

1. Fraktur yang terisolasi dengan cincin pelvis yang utuh

a. Fraktur avulsi. Fraktur ini biasanya ditemukan pada olahragawan dan


atlet. Muskulus Sartorius dapat menarik spina iliaca anterior superior,
rektus femoris menarik spina iliaca anterior inferior , adductor longus
menarik sepotong pubis, dan urat-urat lurik menarik bagian-bagian iskium.
Nyeri hilang biasanya dalam beberapa bulan. Avulsi pada apofisis iskium

19
oleh otot-otot lutut jarang mengakibatkan gejala menetap, dalam hal ini
reduksi terbuka dan fiksasi internal diindikasikan.

b. Fraktur langsung. Pukulan langsung pada pelvis, biasanya setelah jatuh


dari tempat tinggi, dapat menyebabkan fraktur iskium atau ala ossis ilii.
Dalam hal ini memerlukan bed rest total sampai nyeri mereda.

c. Fraktur-tekanan. Fraktur pada rami pubis cukup sering ditemukan dan


sering dirasakan yidak nyeri. Pada pasien osteoporosis dan osteomalasia
yang berat. Yang lebih sulit didiagnosis adalah fraktur-tekanan disekitar
sendi sacroiliaca. Ini adalah penyebab nyeri sacroiliaca yang tak lazim
pada orangtua yang menderita osteoporosis.

2. Fraktur pada cincin pelvis

Telah lama diperdebatkan bahwa karena kakunya pelvis, patah di


suatu tempat cincin pasti diikuti pada tempat yang lainnya, kecuali fraktur
akibat pukulan langsung atau fraktur pada anak-anak yang simfisis dan
sendi sacroiliaca masih elastic. Tetapi, patahan kedua sering tidak
ditemukan, baik karena fraktur tereduksi segera atau karena sendi
sacroiliaca hanya rusak sebagian. Dalam hal ini fraktur yang kelihatan
tidak mengalami pergeseran dan cincin bersifat stabil. Fraktur atau
kerusakan sendi yang jelas bergeser, dan semua fraktur cincin ganda yang
jelas, bersifat tak stabil. Perbedaan ini lebih bernilai praktis daripada
klasifikasi kedalam fraktur cincin tunggal dan ganda.
Tekanan anteroposterior, cidera ini biasanya disebabkan oleh
tabrakan frontal saat kecelakaan. Rami pubis mengalami fraktur atau
tulang inominata retak terbelah dan berotasi keluar disertai kerusakan
simphisis. Fraktur ini biasa disebut open book. Bagian posterior
ligament sacroiliaca robek sebagian, atau mungkin terdapat fraktur pada
bagian posterior ilium.

20
Tekanan lateral, tekanan dari sisi ke sisi pelvis menyebabkan
cincin melengkung dan patah. Di bagian anterior rami pubis, pada stu atau
kedua sisi mengalami fraktur dan di bagian posterior terdapat strain
sacroiliaca yang berat atau fraktur pada ilium, baik pada sisi yang sama
seperti fraktur rami pubis atau pada sisi yang sebaliknya pada pelvis.
Apabila terjadi pergeseran sendi sacroiliaca yang besar maka pelvis tidak
stabil.
Pemuntiran vertical, tulang inominata pada satu sisi bergeser secara
vertical, menyebabkan fraktur vertical, menyebabkan fraktur rami pubis
dan merusak daerah sacroiliaca pada sisi yang sama. Ini secara khas terjadi
tumpuan dengan salah satu kaki saat terjatuh dari ketinggian. Cidera ini
biasanya berat dan tidak stabil dengan robekan jaringan lunak dan
perdarahan retroperitoneal.
Tile (1988) membagi fraktur pelvis ke dalam cidera yang stabil,
cidera yang secara rotasi tak stabil dan cidera yang secara rotasi dan
vertikal tak stabil. Tipe A/stabil; ini temasuk avulse dan fraktur pada cincin
pelvis dengan sedikit atau tanpa pergeseran, Tipe B yaitu secara rotasi
tidak stabil tapi secara vertikal stabil. Daya rotasi luar yang mengena pada
satu sisi pelvis dapat merusak dan membuka simfisis biasa disebut fraktur
open book atau daya rotasi internal yaitu tekanan lateral yang dapat
menyebabkan fraktur pada rami iskiopubik pada salah satu atau kedua sisi
juga disertai cidera posterior tetapi tida ada pembukaan simfisis. Tipe C
yaitu secara rotasi dan vertical tak stabil, terdapat kerusakan pada ligament
posterior yang keras dengan cidera pada salah satu atau kedua sisi dan
pergeseran vertical pada salah satu sisi pelvis, mungkin juga terdapat
fraktur acetabulum.

Gambaran Klinik

1. Pada cidera tipe A pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa
nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan local tetapi

21
jarang terdapat kerusakan pada viscera pelvis. Foto polos pelvis
dapat mempelihatkan fraktur.

2. Pada cidera tipe B dan C, pasien mengalami syok berat, sangat


nyeri dan tidak dapat berdiri, tidak dapat kencing. Mungkin
terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat local
tapi sering meluas, dan usaha menggerakkan satu atau kedua ossis
ilii akan sangat nyeri. Salah satu kaki mungkin mengalamai
anastetik sebagian karena mengalami cidera saraf skiatika. Cidera
ini sangat hebat sehingga membawa resiko tinggi terjadinya
kerusakan visceral, perdarahan di dalam perut dan retroperitoneal,
syok, sepsis dan ARDS. Angka kematian juga cukup tinggi.

Pemeriksaan Penunjang

Sinar X dapat memperlihatkan fraktur pada rami pubis, fraktur


ipsilateral atau kontra lateral pada elemen posterior, pemisahan simfisis,
kerusakan pada sendi sacroiliaca atau kombinasi. CT-scan merupakan cara
terbaik untuk memperlihatkan sifat cidera.

Penatalaksanaan

Pada setiap pasien yang mengalami cidera berat, langkah pertama


adalah memastikan bahwa saluran nafas bersih dan ventilasi tidak
terhalang. Resusitasi harus segera dimulai dan perdarahan aktif
dikendalikan. Pasien dengan cepat diperiksa untuk mencari ada tidaknya
cidera ganda. Foto sinar-X AP harus segera dilakukan.
Kemudian dilakukan pemeriksaan lebih cermat dengan
memperlihatkan pelvis, perut, perineum dan rectum. Liang meatus urethra
diperiksa untuk mencari tanda perdarahan. Tungkai bawah juga diperiksa
untuk mencari tanda cidera saraf.
Apabila keadaan umum sudah stabil, pemeriksaan sinar-X dapat
dilakukan. Apabila dicurigai terdapat robekan urethra dapat dilakukan

22
uretrogram secara pelan-pelan. Sampai tahap ini dokter yang memeriksa
sudah mendapat gambaran yang baik mengenai keadaan umum pasien,
tingkat cidera pelvis, ada tidaknyacidera visceral dan kemungkinan
berlanjutnya perdarahan di rongga perut atau retroperitoneal.
Untuk perdarahan yang hebat, diagnosisnya sekalipun tampak jelas
bahwa berlanjutnya syok adalah akibat perdarahan, tidaklah mudah untuk
menemukan sumber perdarahan itu. Pasien dengan tanda-tanda abdomen
yang mencurigakan harus diselidiki lebih lanjut dengan aspirasi
peritoneum atau pembilasan. Kalau terdapat aspirasi diagnostic, perut
harus dieksplorasi untuk menemukan dan menangani sumber perdarahan.
Tetapi, kalau terdapat hematom retroperitoneal yang besar , ini tidak boleh
dievakuasi karena hal ini dapat melepaskan efek tamponade dan
mengakibatkan perdarahan yang tak terkendali.
Cidera urologi terjadi sekitar 10% pasien dengan fraktur cincin
pelvis. Karena pasien sering sakit berat akibat cidera yang lain, mungkin
dibutuhkan kateter urin untuk memantau keluaran urin. Tidak boleh
memasukkan kateter diagnostic karena kemungkinan besar ini akan
mengubah robekan sebagian menjadi robekan lengkap. Untuk robekan
yang tak lengkap, pemasukan kateter suprapubiksebagai prosedur resmi
saja yang dibutuhkan. Sekitar 50% robekan tak lengkap akan sembuh dan
tidak banyak memerlukan penanganan jangka panjang.
Terapi robekan uretra lengkap masih controversial. Realignment
primer pada uretre dapat dicapai dengan melakukan sistotomi suprapubik,
mengevakuasi hematom pelvis dan kemudian memasukkan kateter
melewati cidera untuk mendrainase kandung kemih. Kalau kandung kemih
mengambang tinggi, ini harus direposisi dan diikat dengan penjahitan
melalui bagian anterior bawah kapsul prostat.
Untuk penanganan fraktur, pada fraktur tipe A hanya membutuhkan
istirahat total di tempat tidur, dikombinasi denagn traksi tungkai bawah
kurang lebih 4-6 minggu. Fraktur tipe B, apabila cidera open book kurang
dari 2,5cm biasanya dapat diterapi dengan bed rest total dengan

23
pemasangan korset elastic bermanfaat untuk mengembalikan ke posisi
semula. Apabila lebih dari 2,5cm dapat dicoba dengan membaringkan
pasien miring dan menekan ala ossis ilii. Selain itu juga dapat dilakukan
fiksasi internal apabila fiksasi eksternal tidak berhasil dilakukan. Fraktur
tipe C merupakan paling berbahaya dan paling sulit diterapi. Pasien harus
bedrest total kurang lebih selama 10 minggu. Operasi berbahaya dilakukan
karena bias terjadi perdarahan massif dan infeksi. Pemakaian traksi
kerangka dan fiksasi luar mungkin lebih aman.

Komplikasi

Nyeri sacroiliaca sering ditemukan setelah fraktur pelvis tak stabil


dan kadang memerlukan artrodesis pada sendi sacroiliaca. Cidera saraf
skiatika biasanya sembuh tetapi kadang memerlukan eksplorasi. Cidera
uretra berat bisa menimbulkan striktur uretra, inkontinensia dan impotensi.
Ruptur uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang
pelvis. Frakttur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan
menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis dapat menyebabkan robekan
uretra pars prostate-membranacea. Fraktur pelvis dan robekan pembuluh
darah yang berada di kavum pelvis menyebabkan hematom yang luas di
kavum retzius sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut robek,
prostat beserta buli-buli akan terangkat ke cranial.(13)

Ruptur uretra anterior , cidera dari luar yang sering menyebabkan


kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cidera selangkangan)
yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis
kerusakan uretra yang terjadi berupa kontusio dinding uretra, rupture
parsial, atau ruptur total dinding uretra. Pada kontusio uretra pasien
mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat

24
robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis
atau butterfly hematom. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat
miksi.(13)

4. Perdarahan Femur

Anatomi Femur

Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan


acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar
dan kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada
kedua kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul
dikelilingi oleh kapsula fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala
femoral merupakan hal yang penting pada faktur hip. Suplai darah ke
femur bervariasi menurut usia. Sumber utamanya arteri retikuler posterior,
nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur meluas menuju daerah
tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur. (14)
Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan
fisis adalah sangat kompleks di antara region pertumbuhan skeletal
apendikular. Osifikasi sekunder biasanya dimulai pada kaput femur yaitu
pada usia 4 5 bulan post natal (rentang usia 2-10 bulan). Proses ini
dimulai pada bagian sentral yang menyebat secara sentrifugal, bahkan
penyesuaian bentuk hemisfer dari permukaan articular pada saat anak
berusia 6 8 tahun dan membentuk sebuah lempeng subkondral yang
berlainan yang mengikuti kontur dari fisis kaput femur. Pusat osifikasi
tergantung pada suplai vaskular; dan penurunan aliran darah secara
permanen dan sementara, yang mungkin terjadi pada fraktur leher femur
(femoral neck fracture), yang berakibat pada kemampuan osifikasi kaput
femur untuk meneruskan proses maturasi normal dan transformasi condro
osseus.(15)
Secara keseluruhan perkembangan kaput femur dan epifisis
trokanter memiliki kartilago yang berkelanjutan sepanjang sisi posterior

25
dan superior pada leher femur. Walaupun region ini secara umum tipis
pada anak anak yang sedang tumbuh, hal ini perlu untuk pertumbuhan
lintang normal pada leher femur. Akibat kerusakan pada leher femur,
misalnya akibat fraktur leher femur, mungkin secara serius akan
mengganggu kapasitas karilago region leher femur untuk berkembang
secara normal. (15)
Pada anak anak, fraktur leher femur dan intertrokanter
merupakan cedera yang paling sering terjadi. Ratliff mengulas kembali 71
kasus fraktur leher femur pada pasien -pasien berusia di bawah 17 tahun.
Insidensi tertinggi cedera tampak pada rentang usia 11 13 tahun.(15)
Fraktur di sekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti
trauma akibat enrgi tinggi atau yang paling jarang dikaitkan dengan
kondisis patologis. Fraktur pada leher femur juga dapat sebagai gambaran
yang tidak khas pada kekerasan terhadap anak (child abuse) yang juga
sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan dari fraktur
leher femur pada anak anak kurang dari 1%. Umumnya fraktur leher
femur terjadi pada anak anak di semua usia, tetapi insidensi tertinggi
terjadi pada usia 11 12 tahun, dengan persentase 60 -75% terjadi pada
anak laki laki, sekitar pada usia yang sama sebagai slipped upper femoral
epiphysis (SUFE) pada insidensi puncaknya.(16)
Parsch (2010) menyebutkan bawa fraktur batang femur (femoral
shaft fracture) termasuk diantaranya region subtrokanter dan suprakondilar
berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak. Rasio antara anak laki laki
dan perempuan adalah 2 : 1, rasio ini mungkin akan mengalami perubahan
jika semakin banyak anak perempuan yang berpartisipasi pada olah raga
seperti sepak bola. Insidensi ini tampaknya terdistribusi pada anak anak
usia muda dan pada remaja muda. Tingkat terjadinya fraktur batang femur
per tahunnya adalah 19 per 100.000 anak anak.(16)

A.4.1. Fraktur Leher Femur


Etiologi

26
Fraktur disekitar sendi panggul merupakan akibat paksaan seperti
trauma energi tinggi atau pada keadaan yang yang jarang yang sering
dikaitkan dengan kondisi patologis. Fraktur leher femur pada gambaran
yang tidak khas merupakan suatu kekerasan terhadap anak (child abuse)
yang juga sering terjadi akhir akhir ini. insidensi secara keseluruhan
pada fraktur leher femur pada anak anak adalah kurang dari 1%. Fraktur
ini terjadi pada anak anak semua usia, tetapi insidensi tertinggi pada usia
11 tahun dan 12 tahun, dengan 60 70% terjadi pada anak laki laki.
Pada Negara berkembang penyebab paling sering adalah kecelakaan lalu
lintas sedangkan pada negara maju umunya penyebabnya adalah jatuh dari
ketinggian seperti dari pohon dan atap rumah. 30% pasien pasien ini
mengalami cedera yang berkaitan dengan dada, kepala, dan abdomen.
Cedera pada ekstremitas seperti fraktur femur, tibia fibula, dan pelvik
juga sering. Hal lain yang sering menyebabkan fraktur femur pada anak
adalah child abuse. Pada neonatus, cedera lahir dapat menyebabkan
pemisahan transipiphyseal (17).
Fraktur femur dapat menyebabkan kehilangan darah yang sangat
masif karena strukturnya yang sangat vaskular. Lieurance et al
mengemukakan bahwa sekitar 40 persen penderita fraktur femur
mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276 cc. Hal ini dapat
diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang mengalami
fraktur, memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh darah
serta resusitasi. (14).

Klasifikasi

Delbet mempublikasikan klasifikasi standar dari fraktur femur


proksimal pada tahun 1907.

Tabel 1. Klasifikasi pada fraktur panggul pada anak anak (Delbet) : (17)

Tipe I Pemisahan transepiphyseal (dengan atau tanpa

27
dislokasi kepala femur dari asetabulum)
Tipe II Transervikal
Tipe III Servikotrochantrik
Tipe IV Intertrokanter

Tabel 2. Fraktur leher femur pediatric tipe dan karakteristik pentingnya :


Tipe Delbet Insidensi Penyebab Karakteristik penting
Tipe I 8% Trauma 50% kasus terjadi dengan
energi tinggi dislokasi kaput epifisis
Child abuse Risiko tinggi AVN (20
Persalinan 100%) jika dikaitakan dengan
letak dislokasi epifisis
sungsang yag Diagnosis banding septik
sulit artritis, dislokasi panggul,
lepasnya kaput femur epifisis.
Tipe II 45% Trauma berat Variasi yang paling banyak
70 80% terjadi displace
Risiko tinggi AVN (sampai
50%)
Pada fraktur displace,
hilangnya reduksi,
malunion, non- union,
deformitas varus,
Tipe III 35% Trauma berat AVN 20 25%
tergantung pada
penempatan saat waktu
cedera.
Tie IV 12% Trauma Nonunion dan AVN
jarang

Pengelompokan cidera fisis yang sering digunakan adalah klasifikasi Shalter


Harris (SH), yang mendriskipsikan dalam 5 (lima) tipe yaitu :

28
SH I: Fraktur pada zona hipertropi kartilago fisis, memisahkan epifisis dan
metafisis secara longitudinal; Prognosis baik, biasanya hanya dengan closed
reduction, ORIF dapat dilakukan jika stabilitas tidak tercapai atau tidak
terjamin.

SH 2: Fraktur sebagian mengenai fisis dan fragmen segitiga metafisis; 75%


dari semua fraktur fisis.

SH 3: Fraktur pada fisis dengan diskontinuitas artikular. Mengenai sebagian


fisis, epifisis, dan permukaan sendi. Sering memerlukan ORIF untuk
memastikan realignment anatomis.

SH 4: Fraktur berjalan oblik melewati metafisis, fisis, dan epifisis.

SH 5: Lesi kompresi pada fisis; sulit untuk mendiagnosis pada saat cidera.
Tidak tampak garis fraktur pada awal rontgen; jarang terjadi; Risiko besar
terjadi gangguan pertumbuhan.

Gambaran Klinis

Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan
normal serta fragmen distal dalam posisi eksorotasi dan aduksi karena
empat penyebab (14).

29
1) Tanpa stabilitas longitudinal femur, otot yang melekat pada fragmen
atas dan bawah berkontraksi dan paha memendek, yang menyebabkan
bagian paha yang patah membengkak.

2) Aduktor melekat pada fragmen distal dan abduktor pada fragmen atas.
Fraktur memisahkan dua kelompok otot tersebut, yang selanjutnya bekerja
tanpa ada aksi antagonis.

3) Beban berat kaki memutarkan fragmen distal ke rotasi eksterna.


4) Femur dikelilingi oleh otot yang mengalami laserasi oleh ujung tulang
fraktur yang tajam dan paha terisi dengan darah, sehingga terjadi
pembengkakan.
Anak anak biasanya yang mengalami trauma berat sering
mengalami nyeri pada region panggul dan pemendekan, ektremitas terotasi
ke arah luar. Anak anak biasanya ketakutan karena pergerakan
ekstremitas yang pasif dan tidak dapat bergerak secara aktif. Diagnosis
ditegakkan dengan bantuan radiografi, yang umunya dilakuakan pada dua
plane foto, jika memang tidak nyeri. Sonografi juga sering digunakan pada
kondisi yang menimbulkan keraguan misalnya nyeri panggul pada anak.
Garis fraktur atau hematom intrakapsular dapat dideteksi dengan
menggunakan ultrasound. Dengan fraktur yang tidak diketahui letak pasti
pada femur, maka radiografi tidak dapat digunakan sebagai penunjang
diagnostik. Computed tomography (CT) dapat digunakan untuk menilai
derajat fraktur dan hematoma intrakapsular lainnya. Scan tulang pada 3
bulan post cedera juga membantu dalam mendeteksi nekrosis kaput femur,
yang merupakan komplikasi yang paling mungkin. Magnetic resonance
imaging (MRI) mendeteksi abaskular sebelumnya. (17)
Pada keadaan fraktur femur pulsasi arteri dorsalis pedis dipalpasi.
Pada fraktur femur juga harus dilakukan pemeriksaan sekunder karena
umumnya pasien hanya mengeluhkan nyeri sehingga hal hal yang
mengancam nyawa seperti perdarahan internal pada rupture spleen sering
terlewatkan. Karena itu tekanan darah juga penting untuk diawasi.(18)

30
Komplikasi (17)

Avascular necrosis (AVN)

AVN terjadi pada kebanyakan fraktur (47%) sebelum penanganan sekarang


ditetapkan. Hal ini dianggap sebagai akibat dari rupture atau tamponade dari salah
satu atau kedua arteri sirkumfleksa. Sejumlah pergeseran awal merupakan faktor
prognostik yang penting ketika dipertimbangkan efeknya terhadap suplai vaskular
pada leher femur dan kaput femur tetapi hal ini tidak dijelaskan mengapa AVN
mengikuti fisura fraktur pada leher femur. Penyembuhan dan remodeling setelah
AVN post trauma pada anak anak biasanya lebih lama dan tidak pernah lengkap
Dekompresi dan fiksasi interna stabil merupakan dasar terhadap pencegahan
AVN.

a) Berhentinya pertumbuhan/ Coxa vara

Coxa vara diakibatkan oleh fusi fisis yang premature atau oleh reduksi yang
tidak adekuat.
b) Nonunion
Keterlambatan penyembuhan dan nonunion jarang dijumpai sekarang yang
mana dilakukan reduksi dan stabilisasi terbuka, fiksasi internal comprehensif
direkomendasikan

c) Osteoartritis

Osteoarthritis sekunder pada sendi panggul berkembang sebagai akibat


inkongruitas. Komplikasi pada awal masa kanak kanak biasanya
terkompensasi dengan baik dengan remodeling sebelum terjadinya maturitas
skeletal. Pemburukan pada sendi panggul terutama pada bentuk penyakit sendi
degenerative dan gangguan fungsi yang mungkin terjadi lebih dari beberapa
tahun

Penatalaksanaan

31
Prinsip penatalaksanaan termasuk di antaranya : (17)
Minimalkan komplikasi yang potensial pada avascular necrosis (AVN).

Hindari cedera pada lempeng fisis.

Reduksi fragmen fragmen secara anatomis


Stabilisasi dengan pin atau sekrup mengakibatkan protesi dini menahan
berat.
Dekompresi terhadap hemarthrosis dan fiksasi internal stabil
merupakan aspek penting terhadap treatment untuk semua fraktur dengan
pergeseran. Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dapat ditangani
secara konservatif dengan cast immobilisasi menggunakan hip spica.(17)

A.4.2. Fraktur Batang Femur

Etiologi

Etiologi fraktur batang femur bergantung pada usia. Pada infant,


diaman tulang femur relative lemah dan mungkin patah karena beban
karena terguling. Pada usia anak taman kanak kanak dan usia sekolah,
sekitar setengah dari fraktur batang femur disebabkan oleh kecelakaan
berkecepatan rendah seperti terjatuh dari ketinggian, misalnya dari sepeda,
pohon, tangga atau sesudah tersandung dan terjatuh pada level yang sama
dengan atau tanpa tabrakan. Seiring dengan meningkatnya kekuatan tulang
femur, dengan maturitas selanjutnya pada masa anak anak dan remaja,
trauma berkecepatan tinggi sering mengakibatkan fraktur pada femur. (19)
Fraktur pada batang femur jarang terjadi akibat trauma kelahiran,
dengan pengecualian tersebut, maka fraktur ini dapat juga disebabkan oleh
arthrogryposis multiplex congenital, myelomeningocele, dan osteogenesis
imperfect. Kontraktur yang kaku pada panggul dan lutut pada anak anak
dengan arthtogrypotic dapat menyebabkan fraktur batang femur selama
proses persalinan atau selama penanganan selanjutnya. Kelompok risiko

32
lainnya adalah bayi baru lahir dengan penyakit neuromuscular seperti
myelomeningocele, osteopenia. Dan osteogenesis imperfect yang
menyebabkan fraktur multipel. (17)

Gambaran Klinik

Tanda tanda yang sering pada fraktur batang femur antara lain
nyeri, shortening (pemendekan), angulasi, bengkak, dan krepitasi. Seorang
anak dengan fraktur femur yang masih baru biasanya tidak dapat berdiri
atau berjalan. Semua anak harus diperiksa termasuk tungkai bawah dan
lingkar pelvik dan abdomen, jadi tidak mengabaikan tibia, pelvik,
abdomen, atau trauma ginjal. Pemeriksaan neuromuskular harus diperiksa
secara hati hati. Walaupun cedera neuromuskular jarang terjadi akibat
fraktur batang femur. Perdarahan merupakan masalah utama pada fraktur
batang femur,rata rata darah yang hilang dapat lebih dari 1200 mL dan
40% memerlukan transfusi. Penilaian kondisi hemodinamik pra operasi
mutlak harus dilakukan. (17)
Pemeriksaan radiografi seharusnya dilakukan sepanjang femur
dalam dua plane foto dan berdekatan dengan lingkar pelvik dan juga sendi
lutut. Jika ada keraguan, tungkai bawah seharusnya diperiksa juga.
Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI) scan
biasanya tidak diperlukan. Indikasi untuk MRI akan digunakan jika
dicurigai adanya fraktur yang tersembunyi atau cedera ligament pada lutut.
(17)

Penatalaksanaan

Fratur batang femur diterapi menurut usia dan besar anak, seiring
cedera cedera tersebut seperti cedera kepala atau politrauma, atau
tampak adanya lesi terbuka dengan cedera pada pembuluh darah dan saraf.

33
Penyesuaian dengan pengobatan dan faktor sosioekonomik harus
dipertimbangkan. (17)

Fraktur batang femur pada tahun pertama kehidupan


Pada periode postnatal, sebuah bandage sederhana atau harness digunakan
untuk panggul displastik diaplikasikan selama periode dari 2 minggu. Traksi
bilateral overhead telah menjadi pilihan pengobatan untuk selama beberapa
tahun. Anak yang dihospitalisasi selama 10 14 tahun. Fraktur transversal rata
rata sembuh dengan pemendekan (shortening) beberapa millimeter. Pada
kasus kecurigaan cedera non accident, hospitalisasi memberikan kesempatan
untuk menginvestigasi situasi sosial anak
Fraktur batang femur pada usia 1 sampai 4 tahun
Traksi masih digunakan secara luas untuk fraktur batang femur pada anak
anak pra sekolah dan anak tahun pertama sekolah. Hospitalisasi selama 4 6
minggu dirasakan sudah memadai. Traksi kulit overhead (overhead skin
traction) memiliki risiko berupa efek yang merugikan pada sirkulasi
ekstremitas. Traksi kulit sebaiknya dipilih bahan yang hipoalergenik (ex,
Elastoplast) untuk pasien yang alergi dengan bahan yang biasa atau pada
orang tua dimana kulitnya telah rapuh.
Kontraindikasi traksi kulit yaitu bila terdapat luka atau kerusakan kulit serta
traksi itu, itu, yang memerlukan beban > 5 kg. Akibat traksi kulit yang
kelebihan beban di antaranya adalah nekrosis kulit, obstruksi vaskuler, oedem
distal, serta peroneal nerve palsy pada traksi tungkai
Fraktur batang femur pada usia 5 sampai 15 tahun
Dilakukan pemasangan Russel traksi, untuk traksi ini diperlukan : Frame,
Katrol, Tali, Plester. Anak tidur terlentang, lalu dipasang plester dari batas
lutut, dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali, dimana
tali tersebut dihubungkan dengan beban penarik. Untuk mempersingkat waktu
rawat setelah 4 minggu ditraksi, callus sudah terbentuk, tetapi belum kuat
benar. Traksi dilepas kemudian dipasang gip hemispika.

Elastic intramedullary nail atau wayer Kirschner intramendular


kadang digunakan untuk fraktur femur pada kelompok pra sekolah.
Indikasi utama adalah gagalnya penanganan dengan menggunakan spica

34
cast. Titanium nail sberdiameter dua millimeter dimasukkan dari medial
dan lateral metafisis dari femur distal untuk menstabilisasi intramedular
pada fraktur. Waktu konsolidasi relative singkat, rentang waktu dari 2 5
bulan tergantung pada usia pasien. Implant dicabut pada 3 6 bulan
setelah pemasangan.

5. Perdarahan Rongga Retroperitoneal

Anatomi

Rongga retroperitoneum adalah rongga yang memanjang dari


diafragma menuju pelvis, dengan batas yaitu : (13)
Di ventral dibatasi oleh peritoneum parietalis bagian posterior

Di dorsal dibatasi oleh tulang belakang, otot psoas, otot kuadratus


lumborum, orgo dari otot transvesus abdominis

Di kranial dibatasi oleh iga VII dan diafragma

Di kaudal dibatasi oleh krista iliaka, sakrum, otot psoas, bagian


posterior otot piriforms, otot iliakus, dan bagian lateral otot obturator
lumborum.

Di lateral dibatasi oleh tep lateral otot kuadratus lumborum.


Rongga retroperitoneum berisi ginjal, ureter, kelenjar adrenal,
pankreas, duodenum, aorta abdominalis, vena kava inferior, sistem
porta,pembuluh spermatika/ovarika, pembuluh limfe, kelenjar limfe,
bagian saraf autonom dan saraf perifer.(13)

Etiologi

35
Perdarahan sebagai akibat dari trauma abdomen dapat terjadi
kerusakan pada organ padat berupa hati dan limpa. Adanya nyeri dalam
rongga perut menyebabkan rangsangan peritoneum dan nyeri yng berlanjut
menjadi anemia hemoragik dan dapat menjadi syok hemoragik (19).

Klasifikasi

Cedera pada Duodenum dan Pankreas


Pankreas dan duodenum adalah organ-organ retroperitoneal dan secara
anatomi dan fisiologi mempunyai hubungan yang dekat. Diperlukan kekuatan
besar untuk menceraikan organ-organ ini, karena organ-organ ini terlindung
dengan baik, jauh di dalam abdomen. Cedera pada organ yang berdekatan hampir
selalu ada. Letak retroperitonial membuat cedera ini sulit untuk di diagnosa
karena LPD sering negatif oleh karenanya scan abdomen sangat penting untuk
keadaan ini.
Cedera pada duodenum sendiri dapat disembuhkan dengan anastomosis
primer atau Billrort II. Selang duodenostomi mungkin akan dipasang untuk
kompresi dan selang jejunostomi untuk pemberian makanan. Trauma tumpul pada
duodenum juga dapat menyebabkan hematoma intramural, yang dapat mengarah
pada obstruksi duodenal.(19)

Cedera pada ginjal

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindungi oleh otot-


otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di
sebelah anteriornya karena itu cedera pada ginjal jarang diikuti oleh cedera
pada organ-organ yang mengitarinya. Cedera ginjal dapat terjadi secara
langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak
langsung akibat deselerasi pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam
rongga retroperitoneum.(19)

36
1. Cedera Vaskuler : Cedera penetrasi dapat mengarah baik pada
hemoragi bebas hematoma terkandung, atau berkembangnya
trumbus intraluminal. Cedera perlambatan mendadak dapat
menyebabkan perobekan dari pembuluh-pembuluh yang lebih kecil
atau merobek intima arteri renal, yang juga dapat mengarah pada
trombosis pembuluh. Laseralisasi yang lebih kecil diperbaiki,
sedangkan cedera yang lebih besar mengharuskan dilakukan
nefrektomi.

2. Cedera parenkim : Trauma tumpul atau penetrasi dapat


menyebabkan laserasi atau kontusio parenkim ginjal atau pecahnya
sistem koligentes. Fraktur iga bawah harus meningkatkan kecurigaan
terhadap cedera yang berkaitan dengan ginjal.

Gambaran Klinis

Trauma abdomen dapat menimbulkan manifestasi klinis meliputi


distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, nyeri spontan. Pada trauma non-penetrasi
(tumpul) pada trauma non penetrasi biasanya terdapat adanya jejas atau
ruptur dibagian dalam abdomen terjadi perdarahan intra abdominal. Pada
trauma penetrasi terdapat luka robekan pada abdomen hingga luka tusuk
menembus abdomen.(20)

Cedera Pankreas dan Duodenum


Masalah yang timbul pada cedera duodenum dan pankreas adalah
cairan yang diproduksi (duodenum dan pankreas) dan cairan lainnya yang
melalui duodenum (saliva, empedu atau gaster), yang menyebabkan
distensi pada duodenum yang cedera dan bila cairan bercampur terjadi
proses digesti pada duodenum dan organ sekitarnya. Pada keadaan ini
diperlukan pengalihan sementara dengan ekslusi pylorus. (21)
Cedera pada ginjal

37
Dugaan trauma ginjal, yang diantarannya didukung dengan adanya
hematuria, dapat dievaluasi dengan pembuatan nefrografi dengan kontras
intra vena (IVP) dan ruptura buli- buli, dapat dideteksi dengan sistografi,
bila mana ditemukan trauma tumpul suprasimfisis disertai tanda-tanda
peritonitis, hematuria dengan diuresis yang relatif sedikit (19).
Tanda kardinal dari trauma ginjal adalah hematuria, yang dapat
bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur
dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah
adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas
pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan kontur
pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya dengan
hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal,
trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa
menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan
trauma intraperitoneal. Nausea dan vomiting dapat juga ditemukan.
Kehilangan darah dan shock kemungkinan akan ditemukan pada
perdarahan retroperitoneal (22).
Pada beberapa kasus, darah dapat teraspirasi melalui insufflasi
jarum sebelum tampak adanya distensi gas. Biasanya perdarahan terdapat
di dalam ruang retroperitoneal, yang biasanya mengakibatkan
keterlambatan diagnosa sebagai konsekuensinya bisa terjadi renjatan
hipovolemik. Untuk menghindari diagnosa dini yang terlambat, maka
keadaan dan kondisi pembuluh-pembuluh darah besar harus diketahui
sebelum menyelesaikan atau mengakhiri prosedur. Jika aspirasi darah
ditemukan pada insufflasi jarum, maka posisi jarum tidak boleh diubah,
harus dibiarkaan pada letaknya sampai dilakukan persiapan darurat untuk
menampung produk-produk darah dan dilaksanakannya laparotomi. Jika
hemoperitoneum terdiagnosa ketika melakukan visualisasi rongga
peritoneal, dapat digunakan suatu instrumen untuk menyerap perdarahan
yang terjadi, dan jika bisa dilakukan oklusi sementara terlebih dahulu
terhadap pembuluh darah tersebut. Pada saat pembukaan ke dalam cavum

38
peritoneum aorta dan vena cava harus segera di tekan sampai berada
dibawah level pembuluh darah renalis, agar dapat mengontrol kehilangan
darah untuk sementara. Tindakan prosedur yang harus dilakukan
disesuaikan tergantung dari posisi dan luasnya kerusakan dari pembuluh
darah.(20)

Pemeriksaan Penunjang

Tes laboratorium yang dapat dilakukan yaitu : periksa hematokrit,


hitung jenis leukosit, dan urinalisis, sedangkan test lainnya dilakukan bila
diperlukan. Nilai-nilai amilase urine, dan serum dapat membantu untuk
menentukan adanya perlukaan pankreas atau perforasi usus.(19)

Penatalaksanaan

Cedera Duodenum dan Pankreas (23)


Masalah utama trauma pankreas adalah keluarnya cairan pankreas
bila disertai cedera duktus. Pada trauma pankreas berat dengan cedera
duktus pankreatikus (derajat III - V), yang mengenai pankreas bagian
distal (sebelah kiri dari arteri/vena mesentrial superior) penderita langsung
dipasang packing dan drainase eksterna. Pada cedera bagian proksimal
dengan melibatkan duodenum, dilakukan pengikatan/penjahitan
duodenum, packing pankreas dan pasang drain eksterna, tanpa rekontruksi.
Pada trauma duodenum yang melibatkan pankreas, operasi
dilakukan dengan tujuan mengalihkan cairan lambung dan saliva, dengan
cara ekslusi pilorus dan by pass gastroyeyenostomi. Ekslusi pilorus
dilakukan dengan jahitan jelujur (Jordan) atau jahitan kantung tembakau
(Moore dan Moore), dengan menggunakan benang yang diserap sehingga
jahitan akan terlepas setelah tiga minggu, jahitan dapat dilakukan melalui
gastrotomi atau dari luar (tanpa gastrotomi). Setelah tiga minggu

39
diharapkan luka di duodenum sembuh. Gastroyeyenostomi dikerjakan
untuk mengalihkan cairan dari gaster langsung ke yeyenum. Bila kondisi
tidak memungkinkan, gastroyeyenostomi dapat ditunda dan dilakukan
gastrostomi atau dipasang sonde lambung. Keuntungan melakukan ekslusi
pilorus dengan gastroyeyenostomi, selain mengalihkan cairan gaster,
penderita dapat langsung diet enteral lebih dini sehingga dapat mengurangi
biaya akibat pemakaian nutrisi parenreral total.
Dekompresi dilakukan dengan memasang kateter besar pada
duodenum yang dialirkan melalui retroperitoneal, sehingga dapat
mengurangi kebocoran, dibandingkan drain melalui dinding depan
abdomen. Keuntungan dekompresi adalah berkurangan kejadian fistel
mencapai kurang 0,5%, dibandingkan tanpa dekompresi yaitu 19,3%.

Cedera pada Ginjal


Tujuan dari penanganan penyakit ini adalah mencegah gejala-
gejala darurat dan penanganan komplikasi. Analgesik dibutuhkan untuk
mengurangi rasa sakit. Hospitalisasi dan observasi tertutup dibutuhkan
karena resiko perdarahan tertutup dari trauma ginjal. Perdarahan yang
cukup berat membutuhkan pembedahan keseluruhan ginjal (nefroktomi)
untuk mengontrol perdarahan. Pembedahan dilakukan untuk mengontrol
perdarahan termasuk drainase pada ruang sekitar ginjal. Kadang-kadang
angio-embolisasi dapat menghentikan perdarahan. Pembedahan dilakukan
untuk memperbaiki keadaan parenkim ginjal dan vaskularisasinya.
Dimana tekhnik yang akan dilakukan tergantung pada lokasi terjadinya
trauma. Pengobatan non-bedah termasuk istirahat selama 1-2 minggu atau
selama perdarahan berkurang, adanya nyeri, dan observasi tertutup dan
penanganan gejala-gejala dari gagal ginjal. Pengobatan ini juga harus
diimbangi dengan retriksi diet dan penanganan gagal ginjal. (24)

40
41
2. OBSTRUKSI

Obstruksi adalah hambatan atau sumbatan pada organ berongga atau


memiliki saluran. Obstruksi pada traktus dibagi menjadi lima jenis, yaitu :
obstruksi pada traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urinarius, traktus
urogenitalis dan traktus biliaris yang akan dijelaskan sebagai berikut.

A. Obstruksi Traktus Digestifus

Obstruksi usus halus sering menimbulkan nyeri kolik dengan muntah hebat,
distensi perut, dan bising usus tinggi. Pada penderita demikian harus diperhatikan
kemungkinan adanya hernia strangulate. Muntah lebih menonjol pada obstruksi
tinggi.(13)
Volvulus usus halus agak jarang ditemukan; biasanya pada anamnesis
didapatkan nyeri yang bermula akut, tidak berlangsung lama, menetap, disertai
muntah hebat, dan pada palpasi teraba massa yang nyeri dan bertambah besar.
Biasanya penderita jatuh dalam ke dalam syok. Invaginasi lazim ditemukan pada
bayi dengan serangan nyeri kolik dan defekasi berlendir-darah. Massa yang
mudah digerakkan mulanya ditemukan di kanan lalu berpindah ke kiri melalui
epigastrum . (13)
Ileus obstruksi usus besar agak sering menyebabkan serangan kolik yang
tidak terlalu hebat. Muntah tidak menonjol, tetapi distensi tampak jelas. Penderita
tidak dapat defekasi atau flatus, dan bila penyebabnya volvulus sigmoid, perut
dapat besar sekali. Bila pada colok dubur teraba massa di rectum atau terdapat
darah dan lender, hal itu membantu diagnosis kemungkinan karsinoma rectum.
(13)

Gambaran klinis

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya


disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen
usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu relatif singkat. (13)

42
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab, misalnya
berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Pada
pemeriksaan ditemukan tanda dan gejala yang bergantung pada tahap
perkembangan obstruksi. (13)
Gejala umum berupa syok, oligouri, dan gangguan elektrolit. Selanjutnya,
ditemukan meteorisme dan kelebihan yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang
hiperperistalsis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada
lagi flatus atau defekasi. (13)
Pemeriksaan laboratorium umummnya tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menegakkan diagnosis. Pada foto polos rontgen perut, tampak kelok-kelok usus
halus yang melebar, mengandung batas-cairan (fluid level) yang jelas. (13)

Diagnosis

Ada atau tidaknya obstruksi tinggi tidak sukar ditentukan asal cukup sabar
menantikan timbulnya kolik sehingga dapat melihat gejala kolik yang khas. (13)
Pada strangulasi terdapat jepitan atau lilitan yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehingga terjadi ischemia, nekrosis, atau gangrene. Gangrene
menyebabkan tanda toksis seperti yang terjadi pada sepsis, yaitu takikardia, syok
septic, dengan leukositosis. (13)
Tata laksana

Obstruksi mekanis di usus dan jepitan atau ilitan harus dihilangkan segera
setelah keadaan umum diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu
pembedahan meliputi tata laksana dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit,
dan dekompresi pipa lambung. (13)
Penatalaksanaan obstruksi saluran pencernaan ini hampir semua
ditatalaksana dengan pembedahan. Dengan perawatan intensif dan perawatan
multidisiplin, maka angka kesakitan dan kematian dari kasus obstruksi saluran
pencernaan secara drastis akan menurun dan terutama ditentukan oleh

43
koeksistenso dari kelainan kongenital mayor (cardiak), diagnosis yang lambat da
penatalaksanaan atau koeksistensi keadaan kesahatan. Penatalaksaan terbaru dan
perkembangan zaman dapat mengurangi kematian pada kasus ini. (25)

Etiologi

- Adhesi
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya
berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum , atau
pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal
maupun multiple, mungkin setempat maupun luas. Sering juga ditemukan bentuk
pita. Pada operasi, perlengkapan dilepaskan dan pita dipotong agar pasase usus
puih kembali. (13)
Adhesi yang kambuh mungkin akan menjadi masalah besar. Setelah
berulang tiga kali, risiko kambuh menjadi 50%. Pada kasus seperti ini, diadakan
pendekatan konservatif karena walaupun pembedahan akan memberikan
perbaikan pasase, kemungkinan besar obstruksi akan kambuh lagi dalam waktu
singkat. (13)

- posisi tidur Trendelenburg. Jika percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil
hernia inkarserata
Obstruksi akibat hernia inkarserata pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan dalam waktu 8 jam , harus diadakan herniotomi segera. (13)
- askariasis
Kebanyakan cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyenum. Biasanya
ada puluhan hingga lebih seratus, tetapi mungkin terdapat ratusan ekor. Jantan
berukuran 15-30cm sedangkan yang betina antara 25-35 cm. obstruksi bias terjadi
di mana-mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal, tempat lumen
paling sempit. Cacing menyebabkan kontraksi local di dinding usus yang disertai
dengan reaksi radang setempat yang tampak di permukaan peritoneum. (13)

44
Gambaran klinis

Diagnosis obstruksi parsial didasarkan pada gambaran klinis yang khas.


Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
hygiene yang kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Usus halusnya
lebih sempit daripada usus halus orang dewasa, sedangkan ukuran cacing sama
besar. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat yang terdiri
dari atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hamper mati
akibat pemberian obat cacing. (13)
Keadaan umum yang umum mungkin tidak terlalu payah, tetapi anak dapat
menderita serangan kolik tnpa berhenti jiks obstruksinya total. Muntah terjadi
sewaktu kolik dan penderita gelisah. Kadang cacing keluar dari mulut atau anus.
Perut kembung dan peristalsis terlihat sewaktu kolik. Umumnya ada demam.
Ternyata cacing menyebabkan kontraksi setempat di dinding usus yang disertai
dengan reaksi radang local.
Pada pemeriksaan perut, masa tumor yang berupa gumpalan cacing dapat
diraba, tidak berbatas jelas dan mungkin dapat digerakkan; massa yang teraba
kadang seperti kantong nelayan yang penuh cacing. Perut biasanya sakit dan
terdapat nyeri tekan.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing
atau pencahar (anamnesis), demam, serangan kolik muntah, dan cacing keluar dari
mulut atau anus. Muntah cacing atau pengeluaran cacing per anum tidak
membuktikan adanya obstruksi oleh cacing askaris, tetapi hal ini harus
diperhatikan karena keadaannya dapat menjadi akut abdomen. Pada pemeriksaan
rontgen terdapat gambaran obstruksi usus halus. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.(13)

Diagnosis Banding

Massa di perut dapat disebabkan oleh invaginasi, volvulus, atau apendisitis.


Pada invaginasi, massa invaginatum lebih berbatas jelas, dan bercampur darah per

45
rectum. Obstruksi askaris lengkap struksi lengkap menuntut pembedahan segera
karena terancam menjadi volvulus, strangulasi, dan perforasi. Oleh karena itu,
penting sekali untuk membedakan obstruksi lengkap dari obstruksi parsial. (13)
Pada massa appendiks yang menyebabkan obstruksi, massa tidak dapat
digerakkan; nyeri timbul sekonyong-konyong; demam naik turun, sedangkan
penderita tampak sakit berat dan toksik. Pada trauma abdomen, nyeri hebat
disertai defans muskuler, sedangkan massa di perut dan obstruksi tidak menonjol
jelas; terlihat ada bekas trauma. Pada cacat bawaan tidak teraba massa dan usia
biasanya lebih muda. Perdarahan melalui rectum pada anak menunjukkan
strangulasi dan/atau invaginasi. (13)
Pada obstruksi parsial masih ada kemungkinan pasase cairan dan gas ketika
spasme dinding usus mengurang; keadaan umum masih lumayan dan massa yang
mengandung cacing teraba seperti kantong cacing seorang nelayan. Pada obstruksi
lengkap keadaan sering disertai dengan delirium, apati, takikardia, atau tanda lain
yang menunjukkan keadaan toksik. (13)
Pengelolaan konservatif yang dianjurkan pada obstruksi parsial terdiri atas
puasakan penderita, pemberian cairan intravena diikuti antihelmintik setelah tanda
dan gejala obstruksi hilang. Dianjurkan untuk selama 48-72 jam pertama atau
selama gejala obstrusi belum hilang. Dengan antihelmintik, cacing jadi lumpuh
dan dapat menyebabkan obstruksi parsial berubah menjadi obstruksi total. Selain
merangsang gerakan usus, pencahar dapat memicu terjadinya volvulus atau
invaginasi. Selama ini dapat diberikan sediaan sedative atau pelemas otot dan
dipuasakan. Penderita harus diamati siang malam secara ketat. (13)
Setelah tanda dan gejala obstruksi hilang dan massa cacing di perut tidak
dapat diraba lagi. Dapat diberikan obat cacing yang melumpuhkan sehingga
cacing keluar per anum. (13)
Jika ada obstruksi lengkap, atau jika pengobatan konservatif tidak berhasil,
dilakukan operasi. Kalau mungkin massa dipijit sehingga cacing dapat didorong
masuk kolon. Sering hal ini berbahaya karena massa terlalu padat dan usus sudah
rapuh. Mungkin diperlukan enterotomi untuk mengeluarkan cacing. Jika dinding

46
usus sudah robek atau mengalami gangrene. Dilakukan reseksi bagian usus yang
bersangkutan. (13)

A.1. Volvulus

Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Pita kongenital atau adhesi
biasanya dikambinghitamkan, tetapi pada operasi sering tidak ditemukan.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum, diperdarahi a. ileosekalis dan
mudah mengalami strangulasi. Gambaran klinisnya merupakan gambaran ileus
obstruksi tinggi dengan atau tanpa gejala dan tanda strangulasi. (13)

A.2. Kelainan Kongenital

Gangguan pasase usus yang congenital dapat berbentuk stenosis dan atresia.
Setiap cacat bawaan berupa stenosis atau atresia dari sebagian saluran cerna akan
menyebabkan obstruksi setelah bayi mulai menyusui. Bayi tersebut harus segera
dirujuk ke tepat dan pertimbangan mengenai terapi. Stenosis dapat juga terjadi
karena penekanan, misalnya oleh pancreas anulare atau oleh atresia jenis
membrane dengan lubng di tengahnnya. (13)
Pancreas anulare menyebabkan obstruksi usu halus di duedonum bagian
kedua. Gejala dan tanda seperti itu juga ditemukan pada atresia atau malrotasi
usus. (13)

Gambaran Klinis

Bayi yang mengalami gangguan pasase lambung akibat kelainan bawaan


perutnya buncit, tetapi buncit ini tidak tegang, kecuali bila ada perforasi. Hamper
semua bayi dengan obstruksi usus akan muntah. Muntahannya berwarna hijau bila
letak obstruksi distal dari ampula vater. Umumnya makin tinggi obstruksi makin
dini gejala muntah akan timbul.mekonium umumnya tidak ada, kalau ada hanya
berupa massa hijau atau pucat yang meleleh keluar dari anus tanpa dorongan
udara. Suhu badan bayi akan naik bila sudah terjadi dehidrasi atau terjadi infeksi
sekunder. (13)

47
A.3. Radang Kronik

Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan


obstruksi karena udem, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada
penyakit kronik itu. Dengan tindakan konservatif yang antara lain terdiri atas
pantang makan dan disusul oleh diet khusus, umumnya obstruksi mutlak dapat
dihindari. Jika diperlukan pembedahan, umumnya dapat dilakukan reseksi bagian
usus yang sakit. Selalu harus diingat kemungkinan besar terjadi kekambuhan
penyakit di sekitar anastomosis atau di tempat lain di usus. (13)

A.4. Tumor

Tumor usus haus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika ia
menimbulkan invaginasi. (13)
Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium dan karsinoma kolon, dapat
menyebabkan obstruksi usus. Obstruksi ini terutama disebabkan oleh kumpulan
metastasis di peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus. Bila
pengelolaan konservatif tidak berhasil, dianjurkan operasi sebagai tindakan
paliatif. (13)

A.5. Tumpukan Sisa Makanan

Obstruksi usus halus akibat bahan makanan ditemukan pada orang yang
pernah mengalami gasterektomi; obstruksi biasanya terjadi pada daerah
anastomosis, obstruksi lain, yang jarang ditemukan , dapat terjadi setelah makan
banyaksekali buah-buahan yang mengandung banyak serat yang menyebabkan
obstruksi di ileum terminal, seperti serat buah jeruk atau biji buah tertenru yang
banyak ditelan sekaligus. Keadaan yang luar biasa demikian harus dibedakan dari
impaksi feses kering pada orang tua yang terjadi di kolon pada penderita yang
kurang gerak. (13)

6. Kompresi Duodenum oleh Arteri


Mesenterika superior dapat mengempa bagian ketiga duodenum (pars
horisontalis). Duodenum pars horisontalis terpancang retroperitoneal di muka

48
korpus vertebrata, yaitu tempat duodenum dilintasi dari atas ke bawah oleh a.
mesenterika superior yang setelah bercabang dari aorta, masuk ke mesenterium.
Duodenum dapat terjepit dalam sudut antara arteri tersebut dan aorta.sudut
tersebut berbeda besarnya antar individu, yaitu dengan rentang 20-70o. pada
keadaan hiperekstensi seperti terjadi pada pemasangan gips tubuh, atau setelah
trauma, kecelakaan berat, atau luka bakar luas, dan keadaan imobilisasi lain yang
menuntut sikap baring telentang, dapat ditemukan obstruksi tinggi usus halus.
Penderita menunjukkan retensi lambung dengan muntahan yang mengandung
empedu. Pada pemeriksaan jasmani perut tidak kembung, kecuali bagian ulu hati,
dan tidak nyeri. Diagnosis tidak sukar ditentukan, asal dipikirkan kemungkinan
yang klasik ini. Foto polos perut bagian atas menunjukkan dilatasi lambung dan
duodenum tanpa isi usus halus dan usus besar. (13)
Penderita akan segera pulih setelah gangguan keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam-basa diperbaiki, dan hiperekstensi atau sikap baring telentang
ditiadakan. Kempaan kronik karena kompresi duodenum di sudut arteri ini, jarang
sekali ditemukan dan jarang memerlukan tindakan bedah. (13)

B. Obstruksi Traktus Respiratorius


Obstruksi jalan napas atas sering terjadi dan merupakan kejadian yang
serius dalam masalah anak. Gejala yang dikeluhkan berupa stridor, apneu, atau
edem akut pulmonal. Bagaimana pun kejadian ini dapat berlangsung kronis,
dikategorikan dengan infeksi dada berulang atau obstruksi atau apnue obstruktif,
yang dimna dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan, perubahan psikologis,
gagal nafas kronik,cor pulmonal dan kematian. (26)
Kebanyakan penyebab dari obstruksi jalan nafas atas dan bermacam-
macam dari prosedur diagnostis dapat digunakan dalam pemeriksaaan,
pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang lebih sering digunakan
dengan kemungkinan diagnostik yang direncanakan dan efisien untuk pemantauan
perkembangan penyakit. (26)

49
B.1. Obstruksi karena Benda Asing
Gejalanya dapat berupa sesak napas, sianosis, dan kematian mendadak.
Biasanya benda asing tersebut masuk ke dalam bronkus kanan karena anatomi
bronkus kanan lebih vertikal dibandingkan dengan yang kiri. Bila tidak
dikeluarkan benda asing tersebut, dapat menimbulkan atelektasis, pneumonitis,
dan abses paru. (13)

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan foto Rontgen dan atau endoskopi. (13)

Tatalaksana
Bila tidak bisa dikeluarkan secara perasat Heimlich, benda asing harus
dikeluarkan melalui bronkoskopi dan bila gagal dengan tindakan trakeotomi. (13)

B.2. Tumor Jinak paru


Tumor jinak paru dapat menimbulkan gejala sumbatan saluran napas,
dengan tau tanpa atelektasis, abses, atau perdarahan. Tumor jinak yang ditemukan
pada paru adalah hamartoma, fibroma, kondroma, dan lipoma. Untuk menegakkan
diagnosis tumor jinak dipakai prosedur seperti pada nodul soliter.
Tumor jinak diatasi dengan tindak bedah berupa reseksi. prognosis tumor
jinak paru yang telah dioperasi adalah baik.

B.3. Adenoma Karsinoid


Tumor karsinoid biasanya ditemukan di bronkus. Perbandingan pria :
wanita sama dengan 1:1. Umumnya, tumor karsinoid terdapat pada orang muda
dewasa sampai umur pertengahan. Tumor bronkus ini pada 10-15% bermetastasis
ke kelenjar limf regional. Karsinoid dapat menyebabkan obstruksi dengan
komplikasinya. Kadang ada hemoptisis. Sindrom karsinoid dapat terjadi karena
disekresinya serotonin/katekolamin oleh karsinoid.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bronkoskopi. Pada pemeriksaan
biokimia mungkin didapat kadar serotonin tinggi.

50
Terapinya dengan cara reseksi. Sudah tentu harus diambil kelenjar limf
regional untuk melihat ada/tidak adanya metastasis.
Prognosisnya baik dan penderita dapat dianggap sembuh jika tumor
dikeluarkan dengan sempurna dan tidak terdapat tumor ditempat lain. Jika
terdapat metastasis di kelenjar limfkira-kira 50% penderuita akan mengalami
kekambuhan.

C. Obstruksi Traktus Urinarius

Urolitiasis
Urolitiasis merupakan penyakit salahsatu dari gejalanya adalah
pembentukan batu di dalam saluran kemih. Komposisi batu saluran kemih yang
dapat ditemukan adalah jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin.
(13)
Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang
jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi , stasism
dan litiasis merupakan faktor yang saling memperkkuat sehingga terbentuk
lingkaran setan atau sirkulus visiosus. (13)

Gejala Klinik
Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,
besarnya dan morfologinya. Walaupun demikian, gambaran umumnya yaitu
hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik, Selain itu bila disertai
infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin. Bahkan
mungkin demam dan tanda sistemik lain. (13)
Nyeri di pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang
terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis. Pada pemeriksaan fisik juga
teraba ginjal yang membesar. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada
daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. (13)

51
Diagnosis
- Pemeriksaan radiologi
Batu dapat berupa radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda
untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat omo dapat diduga jenis batu
yang dihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat
murni.
- Pemeriksaan laboratorium
- Pemerikssaan renogram
- Pemeriksaan ultrasonografi

Diagnosis Banding
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan
apalagi bila hematuria tersedia tanpa nyeri, Khusus untuk batu ginjal dengan
hidronefrosis perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis
ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. Perlu juga dipertimbangkan kemungkinan
tumor ureter, tumor kandung kemih (terutama jika terlihat jenis rediolusen). (13)

Komplikasi
Obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang berkepanjangan pada
urotelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering berupa
karsinoma epidermois. (13)

Tatalaksana
Penatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya
mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit
batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. (13)
Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan
bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan dengan tindakan yang kurang
invasif, misalnya nefrostomi perkutan, atau tanpa pembedahan sama sekali secara
gelombang kejut. (13)

52
D. Obstruksi Traktus Genitalia

Agenesis duktus Mulleri


Terhambatnya perkembangan duktus Mulleri (Mayer-Rokitansky-Kuster-
Hauser syndrome) merupakan diagnosis pada individu dengan keluhan amenorea
primer dan tidak terbentuknya vagina. Kelainan ini relatif sering sebagai penyebab
amenorea primer, lebih sering dari pada insensitifitas androgen kongenital dan
lebih jarang dibandingkan disgenesis gonad. Pada penderita sindroma ini tidak
ada vagina atau adanya vagina yang hipoplasi. Uterus dapat saja normal, tetapi
tidak mempunyai saluran penghubung dengan introitus, atau dapat juga uterusnya
rudimenter, bikornu. Jika terdapat partial endometrial cavity, penderita dapat
mengeluh adanya nyeri abdomen yang siklik. Karena adanya kemiripan dengan
beberapa tipe pseudohermafroditism pria, diperlukan pemeriksaan untuk
menunjukkan kariotipe yang normal perempuan. Fungsi ovarium normal dan
dapat dilihat dari suhu basal tubuh atau kadar progesteron perifer. Pertumbuhan
dan perkembangan penderita normal. (27,28)
Bila dari pemeriksaan didapatkan adanya struktur uterus, pemeriksaan

ultrasonografi dapat dilakukan menentukan ukuran dan simetris tidaknya struktur

uterus tersebut.
Bila gambaran anatomis sebagai hasil USG tidak jelas, merupakan
indikasi untuk dilakukan pemeriksaan MRI. Pemeriksaan laparoskopi pelvis tidak
diperlukan. Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan pemeriksaan USG dan
lebih murah serta tidak invasif bila dibandingkan laparoskopi. Ekstirpasi sisa
duktus Mulleri tidak diperlukan kecuali kalau menimbulkan masalah seperti
berkembangnya uterine fibroid, hematometra, endometriosis, atau herniasi
simptomatis ke dalam kanalis inguinalis. (27,29)
Karena berbagai kesulitan dan komplikasi yang terjadi pada pembedahan,

maka bila memungkinkan Speroff dkk lebih memilih alternatif untuk melakukan

konstruksi bedah dengan membuat


vagina artifisial. Sebaliknya, Speroff
menganjurkan penggunaan dilatasi yang progresif seperti yang mula-mula

53
diperkenalkan oleh Frank dan kemudian oleh Wabrek dkk. Mula-mula ke arah
posterior vagina, dan kemudian setelah 2 minggu diubah ke arah atas dari aksis
vagina, tekanan dengan dilator vagina dilakukan selama 20 menit setiap hari.
Dengan menggunakan dilator yang ditingkatkan makin besar, vagina yang
fungsional dapat terbentuk kurang lebih dalam 6-12 minggu. Terapi operatif
ditujukan bagi penderita yang tidak dapat dilakukan penanganan dengan metode
Frank, atau gagal, atau bila terdapat uterus yang terbentuk baik dan fertilitas
masih mungkin untuk dipertahankan. Penderita seperti ini dapat diidentifikasi
dengan adanya simptom retained menstruation. Ada juga yang
merekomendasikan untuk melakukan laparotomi inisial yang gunanya untuk
mengevaluasi kanalis servikalis; jika serviks atresia, uterus harus diangkat.
(27,30)
Penderita dengan septum vagina transversalis, dimana terjadi kegagalan

kanalisasi sepertiga distal vagina, biasanya disertai gejala obstruksi dan frekuensi

urin.
Septum transversalis dapat dibedakan dari himen imperforata dengan
kurang-nya distensi introitus pada manuver Valsava. (27,30)
Pada kategori kelainan ini, obstruksi traktus genitalis bagian distal
merupakan satu-satunya kondisi yang dapat dipandang sebagai keadaan
emergensi. Keterlambatan dalam terapi bedah dapat menyebabkan terjadi
infertilitas sebagai akibat perubahan peradangan dan endometriosis. Pembedahan
definitif harus dilakukan sesegera mungkin. Diagnostik dengan aspirasi
menggunakan jarum tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan
hematokolpos berubah menjadi pyokolpos.(27)

E. Obstruksi Traktus Biliaris

E.1. Atresia Saluran Empedu


Atresia saluran empedu adalah kelainan kongenital yang tidak diketahui
etiologinya. Agaknya berhubungan dengan kolangiohepatitis intrauteri yang
mungkin disebabkan oleh virus. Saluran empedu mengalami fibrosis dan proses

54
ini sering berjalan terus setelah bayi lahir sehingga prognosis umumnya buruk.
(13)

Insidensi
Angka kejadian ini meskipun secara keseluruhan jarang, di Asia Timur
hampir sepuluh kali lipat dari kejadian di negara Barat. (13)

Gambaran Klinis
Terdiri dari intrahepatik & Ekstrahepatik, ekstrahepatik kejadiannya lebih
jarang daripada ekstrahepatik Gejala klinis & patologi ekstrahepatik bergantung
pada proses berawalnya penyakit (embrional/perinatal). (13)
a. Jenis embrional
Proses yang merusak saluran empedu berawal sejak masa intrauteri dan
berlangsung hingga saat bayi lahir. Pada jenis ini tidak ditemukan masa bebas
ikterus setelah periode ikterus neonatorum fisiologik (2 minggu kelahiran pertama
kelahiran). Pada pembedahan tidak ditemukan sisa saluran empedu di dalam
ligamentum hepatoduodenale. Selain itu, dapat ditemukan kelainan bawaan lain
seperti malrotasi usus atau pankreas ektopik. (13)
b. Jenis perinatal
Ditemukan pasa dua pertiga penderita. Ikterus muncul kembali secara
progresif setelah ikterus fisiologik hilang beberapa waktu. Pada saat pembedahan
ditemukan sisa saluran empedu di dalam ligamentum hepatoduodenale tanpa
adanya malformasi organ lain yang berdekatan.
Neonatus yang menderita ikterus obstruksi intrahepatik maupun
ekstrahepatik , menunjukkan ikterus, urin berwarna kuning gelap, tinja berwarna
dempul (akolik), dan hepatomegali. (13)
Apalagi penyakit berlarut , akan timbul sirosis hati dengan hipertensi
portal yang menyebabkan perdarahan varises sofagus dan kegagalan fungsi hati.
Bayi dapat meninggal karena gagal hati, perdarahan varises, koagulopati atau
infeksi sekunder. (13)

55
Diagnosis
Atresia saluran empedu harus didiagnosis secara cepat agar terapiu
dekompresi berhasil baik. Gejala klinis yang penting untuk membedakan
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatiok ialah warna tinja, berat badan, umur,
saat awal tinja berwarna dempul, dan hepatomegali. (13)
ultrasonografi dapat ditemukan krlsinsn kongenital penyebab kolestasis
ekstrahepatik, yaitu penyakit Carol berupa dilatasi kistik saluraan empedu.
Memasukkan pipa lambung sampai ke duodenum lalu cairan duodenum
diaspirasi. Diagnosis atresua disokong apabila tidak ditemukan empedu pada
cairan duodenum.
Skintigrafi radioisotop hepatobilier dapat menilai kemampuan hati untuk
mem[roduksi empedu, kemudian mengekskresikannya ke saluran empedu
sampai tercurah le dalam duoneum. Jika terlihat isotop diekskresi ke duoneum,
maka terjadi kolestasis intrahepatik.
biopsi hati perkutan.
kolangiografi serta biopsi hati saat laparatomi.

Penatalaksanaan
Pilihan utama jenis pembedahan atresia saluran empedu ekstrahepatik
adalah portoenterostomi teknik Kasai dan bedah cangkok hati. (13)

E.2. Kolesistisis Akut


Terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang terjebak di dalam
kantong Hartmaann. Komplikasi ini terdapat pada lima persen pendertia
kolelitiasis. Kolesistisis akut tanpa batu empedu disebut kolesistisis akalkulosa,
dapat ditemukan pasca bedah. (13)

Gambaran Klinis
Keluhan utama ialah nyeri akut di perut kuadran kanan atas yang kadang-
kadanag menjalar ke belakang di daerah skapula.Biasanya ditemukan riwayat
serangan kolik di masa laly yang pada mulanya sulit dibedakan dengan nyeri kolik

56
yang sekarang. Pada kolesistitis , nyeri menetap dan disertai tanda rangsang
peritoneal berupa nyeri tekan, nyeri lepas dan defans muskuler otot dinding perut.
Kadang kandung empedu yang membesar dapat diraba. {ada separuh penderita
nyeri disertai mual dan muntah. Ikterus ringan tidak jarang ditemukan suhu badan
sekitar 380C. Apabila timbul demam menggigil, harus dicurigai komplikasi yang
lebih berat atau penyakit lain. (13)

Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium
Ultrasonografi
Foto polos perut
Sintigram radionuklir hepatobilier.

Komplikasi
Empiema dan perforasi. Perforasi dapat berupa perforasi bebas di rongga
perut atau perforasi yang dibatasi oleh perlekatan perikolesisitis yang membentuk
massa radang kananatas. Akhirnya dapat terjadi fistel ke usus , kebanyakan di
duodenum. (13)

Diagnosis Banding.
Pankreatitis akut, tukak peptik, apendisitis akut atau abses hati. (13)

57
3. INFEKSI

A. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum,suatu membran yang melapisi
rongga abdomen. Peritonitis biasanya terjadi akibat masuknya bakteri dari saluran
cerna atau organ-organ abdomen ke dalam ruang peritoneum melalui perforasi
usus atau rupturnya suatu organ. Pembedahan dan/atau luka tembus ke usus juga
dapat menyebabkan tumpahnya isi usus ke dalam rongga peritoneum. (31)
Peritonitis adalah kegawatdaruratan bedah bermacam etiologi dengan
tingkat mortalitas tinggi. Peritonitis umumnya terjadi pada anak-anak, khususnya
neonatus, tercatat sebagai kejadian kematian mayoritas (32). Peritonitis
diklasifikasi atas komplikasi primer (spontan) atau sekunder penyakit
gastrointestinal lain dan biasanya disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi bakteri
pada rongga peritoneum (32).
Peritonitis primer jarang terjadi dan cenderung mengenai anak perempuan
daripada laki-laki. Kegagalan mengenali klinisnya mengakibatkan kondisinya
tidak dapat lagi dilakukan pembedahan dan meningkatkan morbiditas (33). Ini
merupakan proses peradangan akut intraperitoneal yang tidak ditemukan
penyebabnya,kecuali eksudat purulent yang tebal (34).

A.1. Gambaran klinis


nyeri, terutama di atas daerah yang meradang.
peningkatan kecepatan denyut jantung akibat hipovolemia karena perpindahan
cairan ke dalam peritoneum
mual dan muntah
abdomen yang kaku
ileus paralitikus (paralisis saluran GI akibat respons neurogenik atau otot
terhadap trauma atau peradangan) muncul pada awal peritonitis
tanda-tanda umum peradangan misalnya demam, peningkatan hitung sel darah
putih, dan takikardia

58
A.2.1. Peritonitis primer

Peritonitis fokusnya di luar rongga abdomen dan infeksi dibawa lewat


darah (hematogen) atau limfe (limfogen). Peritonitis primer umumnya terjadi
sebelum usia 6 tahun dan sering berhubungan dengan penyakit ginjal kronis
dengan atau tanpa asites, sirosis hepatis. Penyebab peritonitis primer biasanya
akibat kuman Pneumococcus dan Streptococcus, bakteri gram negatif (E.coli) ,
jarang disebabkan oleh virus.

Gejala
Nyeri abdomen yang terjadi dalam 48 jam
Muntah-muntah
Diare
Pemeriksaan Fisik
Distensi abdomen dan nyeri tekan
Suhu tinggi
Gelisah
Nadi cepat, lemah, dan dangkal
Auskultasi, didapatkan bising usus menurun
Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin, didapatkan leukositosis dengan PMN 85-90%
Urinalisis, biokimia serum abnormal
Fotopolos abdomen, untuk mengetahui pelebaran colon dan usus halus
disertai edema dinding usus
Aspirasi cairan asites, merupakan gold standar

Penatalaksanaan
Laparotomi, dapat ditemukan bakteri gram negative atau bakteri gram positif
setelah pengobatan antibiotika selama 48 jam tidak mengalami perbaikan.

59
A.2.2. Peritonitis Sekunder

Peritonitis yang fokusnya berada dalam rongga abdomen. Sering


disebabkan oleh masuknya bakteri usus ke rongga peritoneum melalui nekrosis
dinding usus. Biasanya berhubungan dengan apendisitis, intususepsi, volvulus,
hernia inkarserata, divertikel Mekel yang ruptur, ulkus peptikus, kolitis ulseratif,
enterokolitis pseudomembran. Peritonitis sekunder umumnya disebabkan oleh
flora normal saluran cerna baik bakteri aerob maupun anaerob.

Gejala
Demam
Nyeri abdomen difus
Mual, muntah

Pemeriksaan Fisik
Distensi Abdomen dan nyeri tekan
Suhu tinggi
Gelisah
Nadi cepat, lemah, dan dangkal
Auskultasi terdapat bising usus menurun

Pemeriksaan penunjang
Darah Rutin : Leukosit> 12000/ml dengan PMN yang menonjol
Foto polos abdomen, terdapat udara bebas dalam rongga peritoneum

Penatalaksanaan
Perbaikan defisit cairan dan elektrolit
Pemberian antibiotika, kombinasi amfisilin + aminoglikosida +
metronidazol / klindamisin / sefalosforin, kombinasi amfisilin+gentamisin
+ Kloramfenikol.
Pembedahan, dilakukan sedini mungkin

60
A.2.3. Peritonitis Mekonium
Terjadi karena ruptura usus proksimal dari obstruksi. Kadang-kadang
terdapat pada kasus tanpa obstruksi, yaitu terjadi akibat dinding usus yang lemah
atau akibat kelainan vaskuler (35).

Gejala klinis
Tampak abdomen membuncit dan tegang sejak bayi dilahirkan. Bayi
tampak sakit berat, sianosis, hiperapneu, dan merintih. Dinding perut tampak
sembab kebiru-biruan. Bayi tidak mau menyusu, muntah-muntah dan konstipasi.
Kadang-kadang didapatkan defekasi mekonium dengan darah dan lendir (37).

A.3. Komplikasi (31)


Sepsis dan kegagalan multiorgan dapat terjadi.

A.4. Penatalaksanaan (31)


koreksi bedah atas perforasi atau pengangkatan organ yang pecah/rusak
antibiotika untuk membatasi infeksi
pemberian cairan dan elektrolit sebagai pengganti

B. Apendisitis Akut
Apendisitis adalah peradangan pada appendix, kecil, pada awal usus besar
di sisi perut kanan bawah. Appendisitis adalah kegawatdaruratan dan jika tidak
segera tertangani, appendix akan ruptur, dan berpotensial menyebabkan infeksi
yang fatal pada rongga abdomen (peritonitis). Meskipun tidak diketahui
fungsinya, appendix dapat menjadi radang dan penyakit.(36)
Pada penelitian yg dilakukan oleh Abantanga,dkk (2009) dinyatakan
bahwa apendisitis akut menduduki peringkat kedua tertinggi kegawatdaruratan
bedah abdomen pada anak setelah perforasi typhoid (37). Ini adalah penyebab
tersering nyeri perut pada anak (38), diagnosis sulit, dan kondisinya jika tidak
ditangani berpotensi menimbulkan komplikasi yang parah, seperti perforasi,
sepsis intra-abdominal, dan luka infeksi (39,40).

61
Demografi
Appendisitis merupakan kegawatdaruratan abdomen yang tersering pada
anak dan dewasa muda. Insidensi tertinggi pada anak laki-laki, yaitu usia 10-14
tahun dan pada anak perempuan, yaitu usia 15-19 tahun. Jarang terjadi pada bayi
dan anak di bawah usia 2 tahun. Di US, appendisitis terdapat pada 4 orang dari
1000 orang anak.(36)

Etiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh sumbatan di dalam appendix, yang
disebut dengan lumen. Sering kali lumen tersumbat oleh material feses. Jaringan
limfoid, yang terdapat pada lapisan mukosa appendix dan usus, membantu
melawan bakteri dan infeksi virus, dapat membengkak dan menimbulkan
obstruksi pada appendix. Kondisi ini disebut hiperplasi limfoid, dapat juga
berhubungan dengan macam peradangan dan penyakit infeksi, misal Crohns
disease, gastroenteritis, infeksi pernafasan, mononukleosis, dan campak.
Appendistis dapat juga disebabkan oleh benda asing, trauma abdomen, atau
tumor. Selain itu, mungkin terdapat peran genetik pada appendisitis; beberapa
anak mungkin mewarisi gen yang membuat mereka lebih rentan mengalami
penyumbatan pada lumen appendix. Memiliki fibrosis kistik juga meningkatkan
risiko appendisitis pada anak.(36) Cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendisitis ialah erosi
mukosa apendix akibat parasit,seperti E.histolytica. (13)

Patofisiologi
Sumbatan pada appendix kemudian mengakibatkan peradangan,
meningkatkan tekanan, dan membatasi aliran darah, menyebabkan nyeri tumpul di
kuadran kanan bawah abdomen. Jika appendix tidak diangkat, bakteria dan
peradangan akan meluas, dinding appendix meregang dan dapat terjadi perforasi.
Ketika appendix mengalami perforasi, cairan berisi bakteri dilepaskan ke dalam
rongga abdomen dan kemudian terjadilah peritonitis. Perforasi lebih sering pada

62
anak-anak. Perforasi dapat terjadi 48-72 jam setelah gejala pertama timbul dan
dapat mengancam jiwa.(36)

Gejala
Gejala klasik appendisitis:(36)
Nyeri abdomen, awalnya di sekitar pusat kemudian pindah ke kuadran kanan
bawah abdomen.
Mual
Muntah
Hilang nafsu makan
Diare, konstipasi, dan/ atau tidak mampu buang angin
Demam
Pembengkakan abdomen
Gejala lain yang mungkin adalah nyeri saat kencing, tidak mampu kencing,
terasa ingin kencing jika appendix dekat dengan traktus urinarius dan kandung
kemih. Ketika perforasi terjadi, nyeri abdomen menjadi semakin kuat dan
meliputi semua daerah abdomen, dan demam bisa sangat tinggi.
Gambaran klinis apendisitis akut: (31)
- tanda awal
Nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi
- nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik Mc Burney
nyeri tekan
nyeri lepas
defans muskuler
- nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti nafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan.(13)

63
Gejala appendisitis berbeda-beda, dan tidak setiap anak memiliki semua
gejala tersebut. Pada anak usia di bawah 2 tahun, gejala paling sering adalah
muntah dan kembung atau pembengkakan abdomen. Anak yang baru belajar jalan
dengan appendisitis mungkin memiliki kesulitan makan dan terlihat sangat lelah.
Anak bisa mengalami konstipasi, bisa juga feses kecil dengan mukus. Walaupun
bayi dan anak di bawah usia 2 tahun juga mengalami nyeri abdomen dan gejala
lainnya, mereka tidak mampu mengatakan gejala tersebut pada orang dewasa. (36)

Diagnosis
Diagnosis appendistis adalah melalui pemeriksaan fisik, tes laboratorium,
dan imaging tests. Saat pemeriksaan fisik, dokter melakukan palpasi untuk
menemukan ketegangan otot dan titik nyeri. Pemeriksaan fisik dapat juga melalui
pemeriksaan rektal, pemeriksaan genital pada anak laki-laki, dan pemeriksaan
ginekologi pada anak perempuan, karena bisa kondisi lain, seperti torsio testis dan
kehamilan ektopik memiliki gejala yang mirip dengan appendisitis. Tes
laboratorium meliputi analisis hitung sel darah putih untuk menentukan ada atau
tidak infeksi, urinalisis untuk menyingkirkan infeksi traktus urinarius dan ginjal,
dan tes lainnya, seperti tes kehamilan dan fungsi hati, untuk menyingkirkan
penyebab lain nyeri abdomen. Imaging test mencakup X-ray, USG, dan CT. (36)
Pada anak-anak dan bayi sering terjadi misdiagnosis. Diagnosis
appendisitis sangat sulit didapatkan sebelum perforasi, sekalipun oleh dokter yang
sangat berpengalaman. Pada bayi, diagnosis sering kali tidak didapatkan sampai
telah terjadi perforasi. Appendisitis paling sering misdiagnosis dengan
gastroenteritis atau infeksi saluran pernafasan.(36)
Ada beberapa cara untuk membantu diagnosis. Orang Amerika
mengklasifikasikan pasien pada risiko rendah, jika: (41)
Hitung sel darah putih (WBCC) <9.5 x 109/L
Tidak ada nyeri tumpul kuadran kanan bawah
neutrophil count<54%
Pasien berisiko tinggi jika:
Hittung sel darah putih (WBCC) >13.0 x 109/L dengan nyeri tumpul, atau

64
voluntary guarding danneutrophil count>82%
Model ini lebih dapat dipercaya dibanding praktis klinis dengan hal missed
appendisitis (41).

Diagnosis banding (13)


Gastroenteritis
Demam dengue
Lamfadenitis mesenterika
Kelainan ovulasi
Infeksi panggul
Kehamilan di luar kandungan
Kista ovarium terpuntir
Endometriosis eksterna
Urolitiasis pielum/ureter kanan
Penyakit saluran cerna lainnya

Penatalaksanaan
Appendisitis ditangani dengan melakukan pembedahan segera, disebut
dengan appendiktomi. Appendix diangkat melalui insisi abdomen standar. Pada
laparoskopi appendiktomi, ahli bedah memasukkan scope kecil melalui insisi
kecil pada abdomen untuk mengangkat appendix. Laparoskopi appendiktomi
menghasilkan sedikit nyeri post-operatif dan infeksi insisi bedah kecil. Pada
remaja perempuan, laparoskopi memiliki banyak keuntungan untuk mendiagnosis
dan menangani kondisi ginekologi dan kehamilan ektopik saat appendiktomi jika
ternyata appendix didapatkan normal.(36)
Antibiotika preoperatif diberikan pada anak dengan suspek appendisitis
dan dihentikan setelah pembedahan jika tidak ada perforasi.(36) Jika appendix
sudah diangkat sebelum perforasi terjadi, rawat inap selama 2-3 hari. Anak dengan
perforasi appendix dan peritonitis harus rawat inap sampai 1 minggu.(36)

65
Prognosis
Appendisitis biasanya berhasil ditangani dengan appendiktomi, dan
hampir tidak ada komplikasi. Tingkat mortalitas kasus ini dengan tanpa
komplikasi kurang dari 0,1%. Perforasi dan ruptur appendix, sebaik peritonitis,
terjadi lebih besar pada anak-anak. Ketika appendix ruptur dan mengakibatkan
infeksi parah, kemungkinan menimbulkan komplikasi lebih tinggi, dan
penyembuhan lebih lama. Peritonitis merupakan kondisi mengancam jiwa, dan
kematiannya mencapai 1% dari kasus.(36)

Pencegahan
Secara umum appendisitis tidak dapat dicegah. Insidensi lebih rendah pada
orang yang memakan lebih banyak serat harian, yang menurunkan viskositas
feses, menurunkan waktu perjalanan usus, dan mengecilkan bentuk feses, yang
merupakan predisposisi individu untuk obstruksi appendix.

C. Septic Hip
Septic hip (sepsis sendi panggul) adalah infeksi sendi panggul. Ini
merupakan masalah yang jarang terjadi, tetapi dapat terjadi pada bayi dan anak-
anak. Septic hip disebut juga dengan sepsis arthritis dan infeksi arthritis.(42)
Anak-anak dengan septic hip terdapat bakteri pada sendi panggulnya.
Bakteri terakumulasi menjadi pus dan nyeri. Anak dengan septic hip
membutuhkan pembedahan untuk menyembuhkan infeksi. Penanganan harus
dilakukan cepat untuk memastikan tidak ada kerusakan permanen pada sendi
panggul. (42)

Gejala
Anak yang mengalami infeksi pada sendi panggul memiliki beberapa gejala atau
semua gejala berikut:(42)
Demam
Nyeri pada pergerakan sendi panggul

66
Sulit berjalan atau pincang
Diagnosis
Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menentukan lokasi masalah.
Jika diduga infeksi sendi panggul, tes darah dapat membantu mengetahui tanda
infeksi dan peradangan. X-ray biasanya dilakukan untuk mengevaluasi
permasalahan tulang di sekitar sendi panggul. Tes lainnya juga bisa dilakukan
seperti MRI, USG untuk melihat jika terdapat akumulasi cairan dalam sendi
panggul.(42)
Jika suspek septic hip, jarum dimasukkan ke dalam sendi panggul.
Cairannya diambil dan dianalisis. Jika terdapat pus dalam cairan, maka terbukti
infeksi dan pembedahan harus dilakukan untuk membersihkan sendi panggul.
jika infeksi tidak jelas, cairan dapat dianalisis untuk membuktikan infeksi.
Permasalahan lainnya adalah yang tidak terlalu serius, seperti transient sinovitis
sendi panggul, dapat menyebabkan gejala yang mirip dengan sepsis arthritis(42).

Penatalaksanaan
Penanganan infeksi sendi dibutuhkan tindakan pembedahan. Infeksi sendi
dapat menyebabkan kerusakan permanen kartilago. Jika infeksi sendi panggul
didiagnosis pada anak, maka harus dibedah untuk membersihkannya(42).
Waktu penanganan infeksi panggul sangat penting. Karena panggul masih
terus tumbuh, hal ini sangatlah penting melindungi kartilago. Pasien yang
menahan kerusakan kartilagonya berisiko menyebabkan kerusakan sendi panggul
permanen. Pasien ini mungkin membutuhkan reposisi panggul nantinya jika
kerusakan kartilago parah (42).

67
4. STRANGULASI

Strangulasi merupakan keadaan terjepitnya suatu saluran, yang mengakibatkan


gangguan oksigenasi jaringan.

A. Hernia Strangulata (43,44)

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Bila isi hernia terjepit oleh
cincin hernia, disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata. Hernia
inkarserata berarti isi kantong terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut disertai akibatnya yang berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
Hernia strangulata merupakan hal yang serius dan dapat mengancam jiwa
dimana isinya dapat mengalami iskemi dan kematian Masuknya usus dalam
kantong hernia dan terjadinya cekikan pada cincin hernia mengakibatkan kongesti
pada vena sehingga terjadi edema pada usus dengan meningkatnya tekanan
sehingga suplai arteri juga tersumbat menyebabkan gangren pada usus. Pasien
dengan hernia strangulata akan nampak toksik, dehidrasi, dan demam. Pada
abdomen terdapat tanda-tanda obstruksi yaitu peningkatan peristaltik, abdomen
yang distensi dan muntah. Pada hernia tampak tegang, tidak dapat dimasukkan,
warna kulit kemerahan atau kebiruan, dan tidak ada bunyi peristaltik pada hernia.
Pada keadaan ini perlu dilakukan tindakan yang cepat yaitu resusitasi cairan dan
elektrolit serta memasang pipa nasogastrik. Penderita diberikan antibiotik segera
setelah itu dilakukan operasi untuk melepaskan cekikan dan menilai viabilitas
usus, usus yang gangren dibuang dan yang viabel dilakukan anastomis end to end
dan dimasukkan kedalam kavum abdomen. . Hernia inkarserata berarti isi kantong
terperangkap, tidak dapat kembali ke dalam rongga perut disertai akibatnya yang
berupa gangguan pasase atau vaskularisasi.
Kematian pada hernia strangulata berhubungan dengan lamanya
strangulasi dan umur pasien. Semakin lama terjadinya strangulata semakin
meningkatnya kerusakan yang terjadi oleh karena itu hernia strangulata

68
merupakan bedah emergency. Hernia inkaserata tanpa tanda-tanda strangulasi baik
pada pemeriksaan fisis maupun laboratorium sebaiknya dicoba dikembalikan, jika
berhasil operasi dapat ditunda 1 atau 2 hari kemudian. Pemakaian prostetik mesh
pada hernia strangulata sebaiknya dihindari karena dapat meningkatkan resiko
terjadinya translokasi bakteri dan infeksi pada luka.

B. Torsio Testis

Definisi

Torsio testis ialah terpuntirnya testis pada funikulus


spermatikus/mesorchium pada epididimis. Keadaan ini merupakan
kegawatdaruratan karena dapat terjadi nekrosis testis. Angka kejadian sangat
jarang (1 : 4000 pria, 25 thn), Biasa terjadi pada sebelum dewasa ataupun dewasa,
bahkan pada saat dalam kandungan. paling sering pada usia 12 18 tahun.
keterlambatan diagnose dan pengobatan dapat menyebabkan spermatogenesis
terganggu bahakan terhenti , nekrosis, dan ganggren testis.Jika detorsio dilakukan
pada 4 jam selama gejala mengurangi 10% daripada dilakukan lebih dari 24 jam.
(45,46)

Etiologi

Belum diketahui pasti penyebab terjadinya keadaan ini. Faktor predisposisi antara
lain (45):

-. Kriptorchkismus
-. Hidrokel
-. Gubernakulum tidak terbentuk
-. Spasme kremaster
-. Posisi transversal pada skrotum
-. Mesorchium panjang dan sempit
-. Kecendrungan mesorchium melekat pada satu pole testis
-. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis
-. Bell clapper deformity

69
Faktor pencetus, antara lain:
-. Kontraksi m. cremaster yang tiba-tiba dan kuat, misalnya karena suhu dingin
dengan tiba-tiba, ketakutan, batuk dan trauma

Patofisiologi
Testis akan masuk ke dalam skrotum melalui saluran ari-ari. peritonium
pada abdomen berinvaginasi melalui saluran dan secara parsial akan menutup
testis dan epididimis kemudian membentuk tunika vaginalis. Jika tunika vaginalis
menutup secara penuh tapi penurunan terlalu tinggi maka ada kecendrungan
terjadi kelainan. Jika terpilinnya pada intravaginal, testis dapat terputar didalam
tunika vaginalis yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Jika terpilinnya di
ekstravaginal,biasanya terjadi pada bayi premature bahkan pada masa intrauterine
(46).

Manifestasi Klinik

Torsio testis dapat memperlihatkan skrotum yang lunak dan bengkak, tapi
skrotum tampak lebih rumit, khususnya pada anak yang lebih muda, menegaskan
pentingnya pemeriksaan genital pada evaluasi nyeri abdomen. Walaupun pada
anak yang lebih muda hanya tampak gejala berupa nyeri abdomen, muntah, dan
demam ringan, pemeriksaan akan menampakkan skrotum yang lunak dan bengkak
dengan peninggian testis. Hilangnya reflex kremaster adalah tanda penting
lainnya. Torsio juga dipertimbangkan pada anak laki-laki dengan undeseden testis
(46)

Diagnosa Banding

Proses penyakit lainnya yang dapat juga memperlihatkan adanya nyeri


abdomen yang tiba-tiba dan muntah adalah intususepsi dan kolik renal. Pada anak
perempuan, kehamilan ektopik dan rupture kista korpus luteal atau abses tuba-
ovarium juga harus dipertimbangkan (46).

70
Tes Laboratorium

Terdapat leukositosis pada lebih dari 50% pasien, dan urinalisis biasanya normal
(46).

Diagnostik radiologi

Warna-aliran Doppler ultrasound memiliki sensitifitas sekitar 82-86%


dengan spesifisitas hampir 100% untuk torsi testis. Skintigrafi untuk torsi testis
memiliki sensitivitas antara 80-100% dan spesifisitas 89% sampai 100%. Karena
torsi bersifat intermiten, tes diagnostik dapat negatif pada
waktu pemeriksaan. Jika kecurigaan untuk diagnosis masih ada, konsultasi
dengan urologi atau ginekologi dan dianjurkan dirujuk ke Rumah Sakit (46).

Penatalaksanaan

Pada torsio awal (1-2 jam) dilakukan terapi konservatif dengan melakukan
Detorsi manual. bila berhasil lakukan orkidopeksi beberapa saat kemudian.
Jika pasien memiliki gejala selama 12 jam, segera lakukan tindakan bedah. Sambil
menunggu operasi, upaya pada detorsion manual dalam kegawatdaruratan
adalah tepat, yang dicapai dengan memutar testis dalam open-book dari medial
ke lateral setelah dilakukan administrasi analgesia yang
memadai. Orkidopeksi kedua testis biasanya dilakukan setelah detorsion untuk
menghindari rekurensi; sekitar 40% dari pasien memiliki kelainan pada
testis bellclapper kontralateral (46).

Teknik operasi dilakukan bila (45):


-. Viable, lakukan orkidopeksi
-. Tidak viable, lakukan orkidektomi
-. Orkidopeksi testis kontralateral untuk prevensi

Prognosis (45)
Umumnya viable dalam 4 jam setelah torsio
Maksimum survival 70 90 % 5 12 jam

71
Mungkin masih baik 12 24 jam
Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam
Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam
Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio

72
5. KOMBINASI

Invaginasi

Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan masuknya segmen usus ke


segmen bagian distalnya. Hal ini sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus.
Invaginatum dapat mengalami kompresi dan jika tidak segera ditangani dapat
menyebabkan strangulasi (gagalnya sirkulasi pada suatu bagian akibat
penekanan). (47,48) Umumnya bagian yang peroksimal (intususeptum) masuk ke
bagian distal (intususepien).(49)
Terdapat 4 jenis invaginasi, yaitu (48):
Kolik : mengenai segmen usus besar
Enterik : mengenai usus kecil
Ileosekal : katub ileosekal masuk ke sekum, menarik ileum ikut dengannya
Ileokolik : ileum prolaps melalui katub ileosekalke dalam kolon

Insidensi

Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi dapat ditemukan pada semua umur,
kebanyakan ditemukan pada kelompok umur 5-9 bulan dan frekuensinya menurun
dengan bertambahnya usia anak. Invaginasi lebih sering terjadi pada laki-laki
dibanding wanita. Serangan rhinitis dan infeksi saluran nafas sering kali
mendahului terjadinya invaginasi. Lebih dari 80% Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal. Invaginasi dapat mengakibatkan nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis (13,46,50-
52).

Etiologi
Terbagi dua :
1. Idiophatic
2. Kausal

73
Idiophatic
Menurut kepustakaan 90 95 % invaginasi pada anak dibawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infatile idiphatic intussusceptions.
Pada waktu operasi hanya ditemukan penebalan dari dinding ileum
terminal berupa hyperplasia jaringan follikel submukosa yang diduga sebagai
akibat infeksi virus. Penebalan ini merupakan titik awal (lead point) terjadinya
invaginasi.

Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun) adanya
kelainan usus sebagai penyebab invaginasi seperti : inverted Meckels
diverticulum, polip usus, leiomioma, leiosarkoma, hemangioma, blue rubber blep
nevi, lymphoma, duplikasi usus.(52)

Patofisiologi
Lebih dari 95% invaginasi terjadi di daerah ileosekal. Dapat pula terjadi di
usus halus, dengan gejala yang lebih berat, serta kolon ynag gejalanya lebih
ringan. Terjepitnya bagian usus dalam invaginasi menimbulkan strangulasi dan
stasis vena sehingga timbul edema, Selanjutnya terjadi ekskresi mukus yang
berlebihan sehingga meyebabkan peningkatan tekanan disekitar invaginatum dan
pecahnya vena yang menyebabkan terjadinya rembesan darah dari usus yang
terjepit. Jika terjadi gangguan darah arteri (strangulasi) maka akan terjadi
gangrene dan akhirnya perforasi (46,53).

Gambaran Klinis
Manifestasi penyakit mulai tampak dalam waktu 324 jam setelah terjadi
invaginasi. . Serangan klasik terdiri atas nyeri perut, muntah, dan keluar lendir
campur darah (red current jelly) per anus yang berasal dari intususeptum yang
tertekan, terbendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Minimal 2 dari
trias tersebut didapatkan pada 60% pasien. Muntah tidak selalu berhubungan

74
dengan cairan empedu karena letak obstruksi rendah, pada invaginasi ileosekal
(13,53).

Diagnosa Banding (54)


Gastro enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali dan
pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal,
sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada palpasi perut dapat teraba massa yang biasanya memanjang dengan
batas jelas seperti sosis. Invaginatum yang masuk jauh dapat ditemukan pada
pemeriksaan colok dubur. Ujung invaginatum teraba seperti porsio uterus pada
pemeriksaan vaginal sehingga dinamai pseudoporsio atau porsio semu. Jarang
ditemukan invaginatum yang sampai keluar dari rektum. Keadaan tersebut harus
dibedakan dari prolapsus mukosa rektum. Pada invaginasi, didapatkan
invaginatum bebas dari dinding anus, sedangkan prolapsus berhubungan secara
sirkuler dengan dinding anus(13).
Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan
invaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar
penonjolan untuk menentukan ada tidaknya celah terbuka (13).
Pemeriksaan radiologis berupa foto polos abdomen memperlihatkan tanda-
tanda obstruksi usus halus, kadang-kadang tampak sebagai bayangan menyerupai
sosis dibagian tengah abdomen.

75
Pemeriksaan USG juga dapat membantu penegakan diagnosis.
Pemeriksaan ini lebih sering digunakan karena bersifat non-invasif . Pada
pemeriksaan USG menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney sign. Dengan
enema barium tampak defek pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti
sementara, bayangan per mobil (coiled spring appearance) apabila barium
melingkari intususeptum (55).

Diagnosis (54)
Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari
invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba tiba, nyeri bersifat serang serangan.,
nyeri menghilang selama 10 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2.Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah,
atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3.Buang air besar campur darah dan lendir
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba
adanya tumor, oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang
kepada gejala trias invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak
berumur di bawah satu tahun, sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada
anak anak yang mulai berjalan dan mulai bermain sendiri maka apabila ada
pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit perut yang bersifat kolik
sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari / malam, ada muntah, buang air besar
campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan invaginasi.

Penatalaksanaan
Tatalaksana umum adalah dengan pemasangan IVFD dan selang
nasogastrik. Fokus utama manajemen pada anak dengan intususepsi adalah
mereduksi kegawatdaruratan obstruksi usus. Secara sederhana, manajemen
keadaan ini dikerjakan dengan barium enema, yang dilakukan untuk diagnose dan

76
terapi secara radiologis. Barium enema sudah sejak lama menjadi gold standard
untuk diagnosis dan terapi intususepsi (46,53).
Barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra indikasi seperti
(54) :
Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto
abdomen
Dijumpai tanda tanda peritonitis
Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam
Dijumpai tanda tanda dehidrasi berat.
Usia penderita diatas 2 tahun
Reduksi invaginasi dilakukan dengan barium enema menggunakan prinsip
tekanan hidrostatik. Pengelolan reposisi hidrostatik dapat dikerjakan sekaligus
sewaktu diagnosis Roentgen ditegakkan, asalkan keadaan umum mengizinkan,
tidak ada gejala dan tanda rangsangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak
terdapat obstruksi tinggi. Tekanan hidrostatik tidak boleh melewati satu meter air
dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan manual di perut sewaktu
dilakukan reposisi hidrostatik ini. Akan tampak gambaran cupping dan coiled
spring yang menghilang bersamaan dengan terisinya ileum oleh barium. Reduksi
dengan barium enema dikatakan berhasil bila barium cukup jauh mengisi ileum
atau tampak jendela kolon.
Baru-baru ini didapatkan reduksi enema berhasil pada pasien dengan
gejala kurang dari 12 jam, tidak ada perdarahan rektum, tidakadanya obstruksi
usus halus, dan hidrasi normal. Bila reduksi dengan barium enema gagal,
dilakukan operasi segera. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa
diadakan reposisi operatif. Sewaktu operasi, dicoba dilakukan reposisi manual
dengan mendorong invaginatum dari oral ke arah sudut ileosekal, dorongan
dilakukan dengan hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal (13).
Cara baru seperti air enema dan ultrasound-guided enema juga telah
muncul. Air enema memberikan beberapa keuntungan dibanding barium. Air
enema juga lebih mudah dikerjakan, dan banyak penelitian membuktikan bahwa
cara ini memiliki tingkat keberhasilan reduksi yang lebih tinggi. Air enema

77
menggunakan pedoman fluroskopi yang memberikan lebih sedikit radiasi
dibanding barium, dan tidak terdapat paparan jika menggunakan pedoman
ultrasound. Paparan radiasi terbatas dianggap penting ketika berhadapan dengan
bayi dan kerentanan organ reproduksinya. Selain itu, jika perforasi terjadi selama
pemerikasaan, udara lebih tidak berbahaya untuk peritoneum dan isi abdomen
dibanding barium (46).
Tidak semua anak dengan intususepsi harus menjalani reduksi usus dengan
enema. Gejala klinik dari peritonitis, perforasi, atau syok hipovolemik merupakan
kontraindikasi mutlak untuk enema. Tanda-tanda tersebut merupakan tanda untuk
dilakukannya tindakan operatif. Kontraindikasi relatif penggunaan enema
mencakup perpanjangan gejala (> 24 jam), adanya bukti obstruksi (misalnya,
adanya air fluid level pada foto polos abdomen), dan pada pemeriksaan ultrasound
ditemukan iskemia usus atau cairan dan gas yang tertangkap (46).
Pada pasien tertentu, enema dapat menyebabkan reduksi nekrosis usus, perforasi,
dan sepsis. Setelah reduksi berhasil dilakukan anak harus diobservasi. Sebagian
kecil pasien (0,5-15%) akan mengalami rekurensi intususepsi, biasanya dalam 24
jam, tetapi kadang-kadang setelah satu hari atau satu minggu. Reduksi setelalah
laparotomi berkisar antara 2-5% (46).

Tindakan untuk mereposisi usus (54)


Tindakan selama operaasi tergantung kepada penemuan keadaan usus,
reposisi manual dengan cara milking dilakukan dengan halus dan sabar, juga
bergantung pada keterampilan dan pengalaman operator. Insisi operasi untuk
tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak anak dibawah
umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya
relatif lebih tinggi.
Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan
alasan lebih mudah untuk eksplorasi malrotasi usus, mereduksi invaginasi dan
tindakan apendektomi bila dibutuhkan.Tidak ada batasan yang tegas kapan kita
harus berhenti mencoba reposisi manual itu.

78
Reseksi usus dilakukan apabila : pada kasus yang tidak berhasil direduksi
dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atauditemukan kelainan
patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan
anastomosis end to end, apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin
maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.

79
PENUTUP

Kegawatdaruratan medik adalah keadaan mendadak yang terjadi pada


seseorang, berupa gangguan/kegagalan fungsi tubuh secara akut, yang sedemikian
berat sehingga bila tidak ditangani dengan segera akan dapat menyebabkan
kematian ataupun kecacatan. Kondisi gawat darurat pada bedah anak antara lain
disebabkan oleh perdarahan, obstruksi, infeksi, strangulasi dan kombinasi.
Perdarahan merupakan kehilangan akut volume perdarahan akibat pecah
atau cederanya pembuluh darah tanpa adanya kelainan koagulasi. Volume darah
pada anak berkisar antara 8-9% (80-90 ml/kgBB). Perdarahan menjadi
kegawatdaruratan apabla terjadi kehilangan volume darah lebih dari 25% EBV,
dimana akan muncul syok hipovolemik jika tidak segera ditangani yang akan
mengakibatkan kematian. Sumber perdarahan yang sering menyebabkan
kegawatdaruratan b iasanya berasal dari rongga abdomen, femur, rongga pelvis,
rongga thorax, dan rongga retroperitoneal. Prinsip penanganan pada perdarahan
adalah menghentikan sumber perdarahan dan rehidrasi.
Obstruksi adalah hambatan atau sumbatan pada organ berongga atau
memiliki saluran. Jenis-jenis obstruksi berdasarkan salurannya antara lain adalah
traktus respiratorius, traktus digestivus, traktus urinarius, traktus urogenitalis, dan
traktus biliaris. Penyebab obstruksi dapat berupa kelainan kongengital dan didapat
(acquired). Pada kasus bedah anak, penyebab kegawatdaruratan obstruksi
tersering ialah adanya obstruksi traktus digestivus. Tanda-tanda obstruksi total
traktus digestivus yaitu SOKMA (Sakit perut, Obstipasi, Kembung, Muntah, dan
Abdominal sign misalnya distensi, darm countour, darm staifung). Penanganan
berupa pemasangan Infus dan koreksi cairan, pemasangan NGT dan dekompresi
(dibuka), pemberian antibiotik broadspektrum, dan termoregulasi.
Kegawatdaruratan infeksi pada anak biasanya akibat peritonitis. Peritonitis
adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam
rongga perut. Peritonitis merupakan suatu respon inflamasi atau supuratif dari
peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi bakteri. Tanda-tanda

80
terjadinya radang adalah tumor, kalor, dolor, rubor, dan functio lesa. Adanya
peradangan pada peritoneum akan menimbulkan tanda rangsang peritonium
berupa distensi abdomen, nyeri tekan, defans muscular, pekak hati (-), dan bising
usus menurun. Penanganan berupa pemasangan infus, pemasangan NGT,
Pemberian antibiotik broad spektrum (Gram + : penisilin/ampisilin, Gram - :
gentamisin, dan Anaerob : metronidasol), serta termoregulasi.
Strangulasi merupakan kejadian yang menyebabkan gangguan
vaskularisasi jaringan, iskemia jaringan , dan nekrosis jaringan. Misal pada hernia
strangulata dan torsio testis. Tanda klinis strangulasi antara lain ialah pain (nyeri),
pucat, parastesi, pullesness, paralisa. Penanganan biasanya membutuhkan
tindakan operatif.
Tersering adalah invaginasi. Invaginasi adalah suatu keadaan dimana suatu
segmen usus proksimal masuk ke dalam lumen usus distal, sehingga
menyebabkan penyumbatan, diikuti dengan strangulasi dan nekrosis usus. Pada
kasus ini terjadi obstruksi yang akan mengakibatkan strangulasi.

81

Você também pode gostar