Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak: Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang bersifat kronis dan residif yang umumnya
terjadi pada masa bayi dan anak dan dapat berlanjut hingga dewasa. Dermatitis atopik
merupakan beban untuk keluarga maupun komunitas. Dermatitis atopik akan berdampak pada
menurunnya kualitas tidur, waktu kerja yang hilang, biaya, dan waktu untuk berobat. Penyakit
ini sering berhubungan dengan disfungsi sawar kulit dan sensitisasi alergi yang cenderung
bersifat diturunkan, serta berhubungan dengan hipersensitivitas seperti asma dan rinitis alergi.
Dermatitis atopik merupakan manifestasi keadaan ini pada kulit. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gambaran klinis menurut kriteria Hanifin dan Rajka ditunjang dengan temuan
laboratorium berupa peningkatan kadar IgE total dan eosinofil. Hasil pengobatan pada der-
matitis atopik sulit untuk diprediksi dan penyakit ini cenderung menjadi lebih berat dan persisten
pada anak. Keberhasilan terapi pada dermatitis atopik memerlukan pendekatan sistematis dan
menyeluruh, termasuk hidrasi kulit, terapi farmakologis, serta identifikasi dan eliminasi faktor
pencetus seperti iritan, alergen, infektan dan stres emosional. Terapi bersifat individual, sesuai
pola reaksi kulit dan faktor pemicu yang khas pada tiap individu. Dermatitis atopik yang
refrakter terhadap pengobatan konvensional, memerlukan terapi alternatif seperti anti inflamasi
dan imunomodulator. J Indon Med Assoc. 2011;61:299-304.
Kata kunci: Dermatitis atopik, anti inflamasi, imunomodulator.
Abtract: Atopic dermatitis (AD) is a chronically relapsing skin disease that occurs most com-
monly during early infancy and childhood and may continue on into later life. Atopic dermatitis
impact factor in sleep deprivation, lost work days, financial cost, and time taken for skin care
concluded. Atopic dermatitis is frequently associated with abnormalities in skin barrier function
and allergen sensitization and inherited tendency to incur. This disorder is belived to be related to
hypersensitivity, such as asthma and allergic rhinitis. Atopic dermatitis (AD) was eventually
added as the cutaneous manifestation of this condition. The diagnosis is based on the constellation
of clinical findings by Hanifin and Rajka supported by increased level of IgE and eosinofil as
laboratorium findings. The outcome of atopic dermatitis may be difficult to predict and the disease
generally tends to be more severe and persistent in young children. Successful treatment of atopic
dermatitis requires a systematic, multipronged approach that incorporates skin hydration, phar-
macologic therapy, and the identification and elimination of flare factors such as irritants, aller-
gens, infectious agents, and emotional stressors. Treatment should be individualized to address
each patients skin disease reaction and pattern and the trigger factors that are unique to the
particular patient. Atopic dermatitis refractory to conventional forms of therapy, alternative anti-
inflammatory and immunomodulatory agents may be necessary. Atopic dermatitis creates a sig-
nificant burden for both families and the community. J Indon Med Assoc. 2011;61:299-304.
Keywords: atopic dermatitis, anti-inflammatory, immunomodulatory.
Pendahuluan
Dermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah mengatasi kekambuhan.8 Penatalaksanaan DA terutama
penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang adalah edukasi, mengurangi gatal (pelembab, obat anti
ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, inflamasi), serta menghindari kekambuhan (menghindari
vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilit faktor pencetus). 1,9 Setiap pasien memerlukan penata-
(likenifikasi) pada stadium kronik.1-3 laksanaan individual sehingga berbagai macam pengobatan
Faktor penyebab DA merupakan kombinasi faktor dapat dicoba sampai mendapatkan kombinasi pengobatan
genetik (turunan) dan lingkungan seperti kerusakan fungsi yang ideal.1,6,8 Pada makalah ini akan dibicarakan tentang
kulit, infeksi, stres, dan lain-lain.4,5 Gejala klinis dan perjalanan berbagai terapi pada DA, baik yang telah maupun yang belum
penyakit DA sangat bervariasi, membentuk sindrom direkomendasikan oleh FDA.
manifestasi diatesis atopik.6
Walaupun DA telah banyak dipelajari dan dikatakan Prinsip Pengobatan pada DA
berhubungan dengan sistem imun, belum ada pengobatan Terapi DA membutuhkan pendekatan sistematis dan
yang pasti untuk DA.7,8 Hasil pengobatan DA pada beberapa multifaktorial yang merupakan kombinasi hidrasi kulit, terapi
pasien masih belum memuaskan.7 Pada beberapa pasien, farmakologis, identifikasi dan eliminasi faktor penyebab
imunosupresi dengan kortikosteroid sistemik, azathioprine, seperti iritan, alergen, agen infeksi, dan stres emosional yang
methothrexate, cyclosporine, atau PUVA dapat menye- bersifat individual.1,8-10 Penatalaksanaan ditekankan pada
babkan disabilitas dan berisiko menimbulkan efek yang tidak kontrol jangka waktu lama (long term control), bukan hanya
diinginkan. Di samping itu penggunaannya juga tidak untuk mengatasi kekambuhan.8 Edukasi merupakan dasar dari
menimbulkan efek yang bermakna.7 Penatalaksanaan DA suksesnya penatalaksanaan DA, yaitu perawatan kulit yang
terutama ditujukan untuk mengurangi kekambuhan sehingga benar dan menghindari penyebab. 1,8-11 Agen topikal
dapat mengatasi penyakit dalam jangka waktu lama dan digunakan untuk terapi penyakit yang terlokalisasi dan
mengubah perjalanan penyakit, serta ditekankan pada kontrol ringan, sedangkan fototerapi dan agen sistemik digunakan
jangka waktu lama (long term control), bukan hanya untuk untuk yang lebih luas dan berat.12
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai terapi digunakan sebagai terapi tambahan karena dapat menye-
kombinasi dan untuk menetapkan dosis optimal untuk babkan remisi panjang, namun berisiko menimbulkan penuaan
kombinasi kortikosteroid dan inhibitor kalsineurin atau kulit dini dan keganasan kulit pada pengobatan jangka lama.8,10
alteransi.11 Sinar UVB narrowband lebih aman dibanding PUVA, yang
dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa dan melanoma
Ter maligna.2,12 Fototerapi dipertimbangkan pada DA berat dan
Preparat ter batubara mempunyai efek anti-gatal dan luas yang tidak responsif terhadap pengobatan topikal.
anti-inflamasi, walaupun tidak sekuat kortikosteroid topikal.8,12 Fotokemoterapi tidak dianjurkan untuk anak usia kurang dari
Sampo yang mengandung ter dapat digunakan untuk lesi di 12 tahun karena dapat mengganggu perkembangan mata.8,10
skalp. Preparat ter sebaiknya tidak digunakan pada lesi akut
karena dapat menyebabkan iritasi. Efek sampingnya antara Terapi Lain yang Belum Direkomendasikan FDA
lain folikulitis, fotosensitivitas, dan potensi karsinogenik.8,12 250 bp
Agen Biologik
Terapi Sistemik Azatioprin
Kortikosteroid Sistemik Azatioprin efektif sebagai anti-inflamasi pada DA, baik
sebagai obat tunggal maupun untuk mengurangi dosis
Kortikosteroid sistemik seperti prednison jarang
kortikosteroid (steroid sparing). Obat ini dapat diper-
digunakan sebagai terapi primer pada DA, namun terkadang
timbangkan untuk DA berat dan refrakter.8,10 Azatioprin
dapat digunakan pada masa akut sementara transisi ke agen
merupakan obat kategori D dan dikontraindikasikan pada
lain.12 Prednisolon 1 mg/kg berat badan dapat digunakan pada
kehamilan karena berdampak pada fetus.20 Efek samping
anak, namun sebaiknya tidak lebih dari 1 atau 2 minggu.20
terutama berupa supresi sumsum tulang dan hepatotoksik.8,10
Penggunaan jangka waktu lama tidak dianjurkan pada anak.12
Obat ini belum direkomendasikan oleh FDA oleh karena
Inhibitor Kalsineurin Sistemik sulitnya menentukan dosis, durasi terapi, maupun efekti-
vitasnya secara objektif.20
Siklosporin oral sebagai terapi sistemik DA tersedia
dalam bentuk kapsul gelatin 25 atau 100 mg, durasi terapi Mofetil Mikofenolat
singkat, namun penggunaan lebih dari setahun tidak
Efektif pada DA refrakter dengan pemberian oral selama
dianjurkan. Relaps dan rekurensi sering terjadi setelah
12 minggu pada DA dewasa memberi perbaikan klinis sebesar
penghentian terapi siklosporin. Siklosporin merupakan obat
68%.8,10 Obat ini termasuk kategori C dan dikontraindikasikan
kategori C yang berisiko nefrotoksik, hipertensi, dan
pada kehamilan. Pada dosis 2 g per hari dikatakan efektif,
hiperlipidemia. Efek samping dapat diminimalisir dengan
aman, dan dapat ditoleransi.20
dosis yang tepat dan durasi singkat. Siklosporin bereaksi
dengan obat-obat lain seperti obat untuk jantung dan Metotreksat
hipertensi (diltiazem, verapamil, diuretik hemat Kalium), statin,
Digunakan untuk DA rekalsitran. 8,10,12 Dosisnya adalah
antibiotik dan antijamur (klaritomisin, eritromisin, flukonazol,
2,5 mg per hari dan diberikan 4 kali dalam seminggu.20
ketokonazol), antikejang (karbamazepin, fenitoin), anti-
Terdapat laporan tentang penekanan sumsum tulang yang
depresan (selective serotonin reuptake inhibitor, nefa-
berhubungan dengan dosis dan penggunaanya belum
zodone), dan obat-obat inhibitor protease HIV (indinavir,
direkomendasikan FDA.8,10,12,20,22
saquinavir).8,10,12
dinaikkan 1 mg/Kg berat badan setiap 2 minggu hingga kulit dan pemeliharaan struktural, merupakan sasaran lain
maksimal 5 mg/Kg berat badan per hari dan diberikan selama yang penting pada DA.11
10 hari. Efek sampingnya yang sejalan dengan dosis yang
diberikan antara lain nefrotoksik, tremor, dan hipertensi. Pada Tabel 1. Sasaran Imunologi pada Dermatitis Atopik (diadaptasi
anak, dilaporkan efek samping nyeri kepala dan nyeri abdo- dari Leung et al)11
men. Walaupun belum ada laporan potensi teratogenik, Sasaran Agen penginvestigasi
namun siklosporin termasuk kategori C dan dikontraindi-
kasikan pada kehamilan.20 Aktivasi sel T Alefacept (memblokade sel T CD2-LFA-1 dan
CD2-LFA-3 interaksi APC)
Antagonis leukotrien Efalisumab (memblokade LFA-1-ICAM-1 dan
LFA-1 ICAM-2 interaksi APC)
Pemberian antagonis leukrotrien (zafirlukast, monte- Respon sel T Peptida antimicrobial
lukast) selama 4 minggu sebagai ajuvan dapat memperbaiki Ketidakseimbangan Probiotik (Lactobacillus rhamnosus strain GG)
Th1/Th2 CpG-ODNs
gejala klinis DA. Penelitian jangka waktu lama masih
Respon Th2 IFN- rekombinan
diperlukan untuk memastikan efektivitas, keamanan, dan Sitokin Reseptor IL-4 terlarut, antibodi monoklonal anti
dosis optimum obat ini.10 IL-5, inhibitor TNF
Kemokin Antagonis reseptor-4 kemokin CC
Pengobatan Lain-lain dan Alternatif Protease serin Inhibitor protease
Sel langerhans Vaksinasi sel langerhans
Berbagai macam pengobatan, baik berdasarkan pene- Gen EDC ?
litian ataupun tidak, telah digunakan dalam pengobatan DA,
dan hasilnya bervariasi. Pengobatan itu antara lain:
Ringkasan
Imunoterapi dengan alergen hirup (hiposensitisasi):
belum terbukti efektif pada DA. Pengobatan ini masih Perkembangan terbaru dalam imunopatogenesis atopi
dianggap eksperimental sehingga diperlukan penelitian berdampak cepat pada perkembangan modalitas terkini.
dengan kontrol pada DA. Walaupun telah ditemukan fototerapi, obat imunosupresif,
Inhibitor fosfodiesterase: Beberapa penelitian yang dan sitokin, namun belum ada terapi pilihan yang paling tepat
menggunakan kortikosteroid potensi tinggi secara untuk DA, dan tetap diprediksi bahwa pasien akan memiliki
topikal menunjukkan adanya manfaat klinis pada DA. respon individual terhadap strategi terapi ini. Bagaimanapun
Timopentin efektif mengurangi pruritus serta menu- juga, hal ini menjadi pendorong bagi kemajuan mekanisme
runkan skor/indeks derajat penyakit bila diberikan dalam patologi yang terlibat dalam penyakit kompleks ini.
dosis tinggi secara intravena; obat ini cukup aman, tetapi
Daftar Pustaka
mahal.
1. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic dermatitis
Pengobatan alternatif terhadap DA rekalsitran, misalnya
(Atopic eczema). In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest
homepati, dan akupunktur.12 BA, Paller AS, editor. Fitzpatricks dermatology in general medi-
cine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008. p. 146-58.
Terapi Imunomodulator di Masa Depan 2. Williams HC. Atopic dermatitis. N Engl J Med. 2005;352(22):
2314-34.
Pendekatan terbaru dalam terapi dermatitis atopik 3. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M,
berdasarkan pada perkembangan atas pandangan bahwa Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5th ed. Jakarta:
terdapat sel dan sitokin tertentu yang berperan dalam proses Balai Penerbit FKUI; 2010. p. 129-53.
inflamasi atopik (Tabel 1).11 Walaupun disregulasi imunitas 4. Leung DYM, Soter NA. Cellular and immunologic mechanisms
in atopic dermatitis. Am Acad dermatol. 2001;44:S1-2.
sel T masih diperkirakan sebagai defek imunologis primer 5. Dewi RWN. Eksim susu pada bayi dan anak. In: Boediardja SA,
pada DA, kelainan yang lain, seperti imunodefisiensi Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Eksim pada bayi dan anak.
keratinosit intrinsik dan fungsi sawar stratum korneum yang Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p. 18-31.
abnormal juga merupakan target terapi.11 Pendekatan itu 6. Jacoeb TNA. Manifestasi klinis dermatitis atopik pada bayi dan
anak. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor.
antara lain berupa modulasi sitokin dengan agen-agen seperti Dermatitis pada bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
reseptor IL-4, antibodi monoklonal anti IL-5, atau inhibitor 2004. hal. 58-78.
TNF-, serta penghambatan proses inflamasi sel oleh 7. Mohla G, Horvard N, Stevens S. Quality of life improvement in
antagonis reseptor kemokin atau inhibitor CLA, inhibisi a patient with severe atopic dermatitis treated with photophresis.
Am Acad Dermol. 1999;40:780-2.
aktivasi sel T dengan alefacept atau efalizumab, dan 8. Sugito TL. Penatalaksanaan terbaru dermatitis atopik. In:
meningkatkan respon sel T dengan peptide antimikroba Boediardja SA, Sugito TL, Indriatmi W, Devita M, Prihianti S,
sintetik.11,12 Vaksinasi dengan sel langerhans telah menjadi editor. Dermatitis atopik. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.
terapi sebagai sasaran untuk menaikkan jumlah sel 39-55.
9. Sugito TL. Perkembangan terakhir dermatologi anak. Media
langerhans IgE bearing yang membawa alergen kepada sel Dermato-Venereologica Indonesiana. 2006; 33:155-6.
Th2 di kulit pada DA. Gen yang berperan pada kompleks 10. Sugito TL. Penatalaksanaan terbaru dermatitis atopik. Dalam:
diferensiasi epidermal, yang terlibat dalam supresi inflamasi Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, editor. Dermatitis pada
bayi dan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004. p.79-95. 17. Jones SL, Mugglestone MA. Management of atopic eczema in
11. Spergel JM. Immunology and treatment of atopic dermatitis. Am children aged up to 12 years: summary of NICE guidance. BMJ.
Acad Dermatology. 2008;9(4):233-44. 2007;335:1263-4.
12. Gottlieb AB, Brunswick N. Therapeutic options in the treatment 18. Papp KA, Werfel T, Folster-Holst R, Ortonne JP, Potter PC,
of psoriasis and atopic dermatitis. Am Acad Dermatol. 2005;53: Prost Y, et al. Long-term control of atopic dermatitis with
S3-16. pimecrolimus cream 1% in infants and young children: A two-
13. Bissonnette R, Maari C, Provost N, Bolduc C, Nigen S, Rougier A, year study. Am Acad Dermatol. 2005;52:240-6.
et al. A double-blind study of tolerance and efficacy of a new urea- 19. Nakagawa H. Comparison of the efficacy and safety of 0.1%
containing moisturizer in patients with atopic dermatitis. J Cosm tacrolimus ointment with topical corticosteroid in adult patients
Dermatol. 2010;9:16-21. with atopic dermatitis. Clin Drug Invest. 2006;26(5):236-44.
14. Kim HJ. Therapeutic implication of barrier cream. Prosiding 20. Akhavan A, Rudikoff D. The treatment of atopic dermatitis with
Simposium Multi Lamellar Emulsion (MLE) Moisturizer, The systemic immunosuppressive agents. Clin Dermatol. 2003;21:
New Platform Technology for Skin Barrier Function; 2011; . 225-40.
15. Lea Y. Non-steroid treatment for skin barrier function. Prosiding 21. Orion E, Matz H, Wolf R. Interferons: unapproved uses, dosages,
Simposium Multi Lamellar Emulsion (MLE) Moisturizer, The or indications. Clin Dermatol. 2002;20:493-504.
New Platform Technology for Skin Barrier Function; Jakarta. 22. Gelbard CM, Hebert AA. New and emerging trends in the treat-
Indonesia. 2011. ment of atopic dermatitis. Dove Med Press Lim. 2008;2:387-
16. Park BD, Youm JK, Jeong SK, Choi Eh, Ahn SK, Lee SH. The 92.
characterization of molecular organization of multilamellar emul-
sions containing pseudoceramide and type III synthetic ceramide. MS
J Invest Dermatol. 2003;12(4):794-801.