Você está na página 1de 18

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul
Menelusuri Jejak Dakwah Rasulullah SAW. Makalah ini berisikan tentang
informasi sejarah dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah, dari secara sembunyi-
sembunyi hingga beliau wafat dan seluk-beluknya.
Tujuan penulis menyusun makalah ini adalah untuk melengkapi Ujian
Tengah Semester, dengan Mata Kuliah Sejarah Dakwah sekaligus untuk menambah
pengetahuan penulis mengenai dakwah Rasulullah SAW.
Dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan berbagai masalah, baik
yang bersumber dari penulis sendiri maupun yang datang dari faktor dari luar diri
penulis. Namun, dalam penulisan makalah ini, penulis mendapatkan dukungan
yang tak henti-hentinya dari beberapa pihak. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang mendukung dan berpartisipasi
dalam penulisan makalah ini, terutama kepada kedua orang tua dan keluarga
penulis. Tidak lupa pula kepada dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Dakwah
dan juga rekan-rekan.
Penulis mengakui dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
karena penulis masih dalam proses belajar. Oleh karena itu penulis mengharapkan
kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. penulis berharap semoga makalah
ini dapat berguna sebagai salah-satu pedoman dan menambah pengetahuan baik
bagi penulis maupun bagi pembaca.

Bandung, 17 April 2017

PENULIS
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Lahirnya Aliran Maturidiyyah


B. Pembagian Aliran Maturidiyyah dan Pemikirannya
C. Pengaruh Ajaran Maturidiyyah untuk Dunia Islam
D. Beberapa aspek kesamaan pemahaman antara Asyariyah dan
Maturidiyah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Maturidiyyah merupakan salah satu sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jamaah,


yang tampil bersamaan dengan Asyariah. Maturidiyyah dan Asyariah dilahirkan
oleh kondisi sosial dan pemikiran sama. Kedua aliran ini datang untuk memenuhi
kebutuhan mendesak yang menyerukan untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas
kaum rasionalis di mana yang berada di barisan paling depan adalah Mutazilah,
maupun ekstrimitas kaum tektualis di mana yang berada di barisan paling depan
adalah kaum Hanabilah (para pengikut Imam Ibnu Hambal). Maturidiyyah dan
Asyariyah berusaha mengambil sikap tengah di antara kedua aliran ekstrim itu.
Memberikan banyak sendi dan sarana bagi sikap hal yang menyangkut masalah
cabang dan detailitas. Pada awalnya antara kedua aliran ini dipisahkan oleh jarak,
aliran Asyariyah di Irak dan Syam (Suriah) kemudian meluas ke Mesir, sedangkan
aliran Maturidiyyah di Samarkand dan di daerah-daerah di seberang sungai Oxus.

Kedua aliran ini bisa hidup dalam lingkungan yang kompleks dan
membentuk satu mazhab. Namun jelas bahwa perbedaan sudut pandang mengenai
masalah-masalah fiqih mendorong kedua aliran ini untuk berlomba membuat
ijtihad-ijtihad baru. Orang-orang Hanafiah (para pengikut Hanafi) membentengi
aliran Maturidiyyah, dan mereka kaitkan akarnya sampai pada Imam Abu Hanifah
sendiri. Sementara itu para pengikut Imam al-Syafii dan Imam al-Malik
mendukung kaum Asyariyah, dan mereka berjuang keras untuk menyebarkannya,
sehingga aliran ini bisa meluas ke Andulusia dan Afrika Utara, yang segera menjadi
akidah resmi bagi semua Ahl al-Sunnah wal al-Jamaah bahwa persaingan antara
kedua aliran ini tidak memberi ruang gerak kepada salah satu syeikh dari kalangan
pengikut Abu Hanifah di Mesir, yakni al-Imam al-Tahawal (321H/933M) yang
hidup semasa dengan al-Maturidi dan al-Asyari, yang juga merasakan kebutuhan
yang dirasakan oleh kedua tokoh ini untuk menyatukan barisan, menghilangkan
sebab-sebab yang membuat mereka bertikai dan mengambil sikap tengah antara
kaum tektualis dan kaum rasionalis.

Maturidiyah adalah aliran kalam yang berpijak kepada penggunaan


argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti
Mutazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah
Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi
dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur Muhammad al-Maturidiyah dalam
kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran teknologi yang
bercorak rasional.

B. Rumusan Masalah
1. Sejarah lahirnya Aliran Maturidiyyah
2. Kelompok Maturidiyyah di Samarkhan
3. Riwayat Al-Maturudi dan pemikirannya
4. Kelompok Maturidiyyah di Bukhara
5. Riwayat Al-Bazdawi dan pemikirannya
6. Pengaruh Maturidiyyah untuk zaman sekarang
BAB II

PEMBAHASAN

ALIRAN MATURIDIYYAH

A. Sejarah Lahirnya Aliran Maturidiyyah

Al-Maturidiyah merupakan salah satu aliran sunni yang dinisbatkan


kepada penggagasnya bernama Muhammad bin Muhammad bin Mahmud, yang
dikenal dikalangan masyarakat dengan nama Abu Mansur Al Maturidy.

Latar belakang lahirnya aliran ini, hampir sama dengan aliran Al-
Asyariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran dari aliran Mutazilah,
walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan
pandangan Mutazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam sistem teologinya.

Pemahaman teologi yang muncul pada saat itu membuat Al Maturidi lebih
mendalami teologi. Apalagi pada ajaran-ajaran dari aliran Mutazilah yang
menurutnya mulai nampak keburukan-keburukannya dan tidak sesuai dengan jalan
pemikirannya, kendatipun demikian Al Maturidi juga masih mengikuti ajaran
mutazilah meskipun tidak utuh.

Sejarah menunjukkan peranan dan pengaruh mutazilah mulai menurun


setelah khalifah Mutawakil membatalkan aliran mutazilah sebagai mazhab negara.
Posisi mutazilah dimusuhi penguasa dan mayoritas umat. Sehingga lahirlah teolog
yang diterima oleh masyarakat banyak yang berpegang pada Al Quran dan hadits
dan kaum mayoritas.

B. Pembagian Aliran Maturidiyyah dan Pemikirannya


1. Kelompok Samarkand
adalah pengikut Abu Mansur Muhammad al-Maturidi (w. 944
M) dimana paham-paham teologinya lebih dekat kepada Mutazilah yang
rasional.

a. Riwayat Al-Maturidi

Nama lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi.


Beliau adalah teolog terkemuka yang menggolongkan dirinya dalam barisan
kaum ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Paham Teologis yang dikemukakannya dan
dianut oleh para pengikutnya kemudian dikenal dengan nama Maturidiyah. Beliau
lahir di Maturidi dekat dengan Samarkand (di Asia Tengah kira-kira pada tahun 852
M/238 H) yang sebenarnya tanggal kelahirannya tidak dapat diketahui secara pasti
hanya merupakan suatu perkiraan berdasarkan bahwa ketiga gurunya Muhammad
bin Muqatil al-Razi wafat pada tahun 862 M atau 248, beliau sudah berusia sepuluh
tahun. Jika perkiraan ini benar, maka berarti mempunyai usia yang sangat panjang
karena diketahui beliau wafat di Samarkand pada tahun 944 M atau 333 H. Adapun
nama al-Maturidi dihubungkan dengan tempat kelahirannya yaitu Maturidi

Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni


bidang teologi daripada fiqih. Ini dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam
menghadapai paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat
Islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan
syara.

Abu mansur merupakan salah seorang ulama yang mempelajari Ushul


Fiqh hanafi. Pada masa itu terjadi pergolakan pemikiran khususnya seputar fiqh wa
usuluhu khususnya antara Hanafiyah dan Syafiiyah. Di saat badai perdebatan
terjadi di antara para fuqaha dan muhadditsin, serta ulama-ulama mutazilah baik
dalam bidang ilmu kalam ataupun fiqh dan usulnya pada kondisi itulah Abu Mansur
Al Maturidy hidup. Beliau dikenal sebagai ulama yang beraliran madzhab Hanafi.
Sebagaimana disebutkan oleh kalangan ulama hanafiah, bahwa Abu Mansur
memiliki arus pemikiran teologi yang sama persis dengan Abu Hanifah.
Abu Mansur Al-Maturidy yang terkenal dengan julukan Imm Al Huda.
Pernyataan ini membuktikan begitu besar pengaruh beliau dalam masyarakat yang
heterogen dengan segudang pendapat dan aliran dalam beragama. Untuk
memperkokoh kedudukannya dibidang teologi beliau banyak menulis.

b. Pemikiran Al-Maturidi Samarkhan

1. Akal dan wahyu (an aql wa an-Naql)

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Quran


dan akal dalam hal ini ia sama dengan Al-asyari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui
Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan
akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Quran yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh
pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran
yang mendalam tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai
kemampuan memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan
menyuruh manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan
akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah berarti
meninggalkan kewajiban yang diperintah ayat-ayat tersebut.

Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui kewajiban-


kewajiban lainnya. Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa
penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan
perintah atau larangan syariah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik
dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan
sebagai pembimbing.

Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:

1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu


2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk
karena larangan Allah. Pada konteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari
Mutazilah dan Al-Asyari.

2. Perbuatan manusia

Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan tuhan karena


segala sesuatu dalam wujud ini tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan
berbuat (ikhtiar) agar kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat
dilaksanakannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi menentukan antara ikhtiar sebagai
perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Tuhan
menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas menggunakannya.
Daya-daya tersebut diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan
demikian, tidak ada perbedaan antara qudrat tuhan yang menciptakan perbuatan
manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian, karena daya yang
diciptakan dalam diri manusia dan perbutaan manusia yang dilakukan adalah
perbuatan manusia sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga
daya manusia. Berbeda dengan Al-Maturidi, Al-Asyari mengatakan bahwa daya
tersebut merupakan daya tuhan karena ia memandang bahwa perbuatan manusia
adalah perbuatan tuhan. Berbeda pula dengan mutazilah yang memandang daya
sebagai daya manusia yang telah ada sebelum perbuatan itu sendiri.

Dalam masalah pemakaian daya ini, Al-Maturidi membawa faham Abu


Hanifah, yaitu adanya masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan).Kebebasan
manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak
tuhan, tetapi ia dapat memilih yang di ridhai-Nya atau yang tidak di ridhai-Nya.
Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan tuhan, dan berbuat buruk juga
dalam kehendak tuhan, tetapi tidak atas kerelaan-Nya. Dengan demikian, berarti
manusia dalam faham al-maturidi tidak sebebas manusia dalam faham mutazilah.
3. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

Dalam persoalan kekuasaan dan kehendak (qudrah dan iradah)


Tuhan, Maturidiyah berpendapat bahwa keuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
dibatasi oleh atuhan sendiri. Jadi tidak mutlak. Meskipun demikian, Tuhan tidak
dapat dipaksa atau terpaksa berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Misalnya Allah
menjanjikan orang baik masuk surga, orang jahat masuk masuk neraka, maka
Allahakan menepati janji-janji tersebut. Tapi dalam hal ini, manusia diberikan oleh
Allah untuk menggunakan daya untuk memilih antara yang baik dan yang buruk.
Itulah keadilan Tuhan.

Kerena manusia diberi kebebasan untuk memilih dalam berbuat, maka


menurut Maturidiyah perbuatan tersebut tetap diciptakan Tuhan. Sehingga
perbuatan manusia sebagai perbuatan bersama antara manusia dan Tuhan. Allah
yang mencipta dan manusia yang mang-kasb-nya. Dengan begitu manusia yang
dikehendaki adalah manusia yang selalu kreatif, tetapi kreativitas itu tidak
menjadikan mahluk sombong karena merasa mampu menciptakan dan
mewujudkan. Tetapi manusia yang kreatif dan pandai bersyukur. Karena
kemampuannya melakukan sesuatu tetap dalam ciptaan Tuhan.

4. Sifat Tuhan.

Dalam hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah.


Perbedaan keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-
sifat Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.

Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-


Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada
bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa la hiya
ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari dzat, sehingga berbilangnya sifat
tidak akan membawa kepada bilangannya yang qadim (taadud al-
qadama).Maturidiyah hanya menetapkan delapan sifat saja bagi Allah Taala,
dengan versi yang berbeda-beda, yaitu : al-hayah (hidup), qudrah (kekuasaan), al-
ilmu, iradah (kehendak), as-samu (mendengar), al-basharu(melihat), al-
kalam (berbicara) dan at-takwin (pembentukan).

5. Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini


diberitahukan oleh Al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah
ayat 22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila
kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

Artinya: Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri,


kepada Tuhannyalah mereka melihat. [QS. Al-Qiyamah(75:22-23)]

6. Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan


bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam
nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan
suara adalah baru (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan
suatu perantara.

7. Perbuatan manusia

Menurut Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini,
kecuali semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau
membatasi kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang
ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wajib
berbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap
perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di
bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di kehendaki-
Nya.

8. Pengutusan Rasul
Pandangan Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah
yang berpendapat bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah
kewajiban Tuhan agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.

9. Pelaku dosa besar

Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan
tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat.

Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa Maturidi mengambil jalan


tengah antara Mutazilah dengan Asyariyah, dimana Mutazilah berpendapat
bahwa manusia menciptakan perbuatannya dengan adanya kemampuan yang
diberikan oleh Allah kepadanya, sedangkan pendapat Asyariyah yang menyatakan
bahwa manusia tidak mempunyai efektifitas dalam perbuatannya karena ia hanya
memiliki kasab yang terjadi bersamaan dangan penciptaan daya dan bukan
pengaruh dirinya. Sedangkan Maturidi memandang kasab itu ada karena
kemampuan dan pengaruh manusia.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis,


diantaranya ialah Kitab Tauhid, Tawil Al Quran, Makhas Asy Syarai, Al Jadl,
Ushul Fi Ushul Ad Din, Maqalat Fi Al Ahkam Radd Awaiil Al Abdillah Li Al
Kabi, Radd Al Ushul Al Khamisah Li Abu Muhammad Al Bahili,Radd Al Imamah
Li Al Baad Ar Rawafid Dan Kitab Radd Ala Al Qaramatah.

2. Kelompok Bukhara

Adalah pengikut dari Yusar Muhammad al-Bazdawi (w.1100 M) yang


pemikiran-pemikiran teologinya lebih cenderung kepada pemikiran al-Asyariyah
yang tradisional.

a. Riwayat Al-Bazdawi

Nama lengkapnya ialah Abu Yusr Muhammad bin Muhammad bin al


Husain bin Abd. Karim al Bazdawi, dilahirkan pada tahun 421 H. Kakek al Bazdawi
yaitu Abd. Karim, hidupnya semasa dengan al Maturidi dan salah satu murid al
Maturidi, maka wajarlah jika cucunya juga menjadi pengikut aliran Maturidiyah.
Sebagai tangga pertama, al Bazdawi memahami ajaran-ajaran al Maturidi lewat
ayahnya.

Al Bazdawi mulai memahami ajaran-ajaran al Maturidiyah lewat


lingkungan keluarganya kemudian dikembangkan pada kegiatannya mencari ilmu
pada ulama-ulama secara tidak terikat. Ada beberapa nama ulama sebagai guru al
Bazdawi antara lain : Yakub bin Yusuf bin Muhammad al Naisaburi dan Syekh al
Imam Abu Khatib. Di samping itu, ia juga menelaah buku-buku filosof seperti al
Kindi dan buku-buku Mutazilah seperti Abd. Jabbar al Razi, al Jubbai, al Kabi,
dan al Nadham. Selain itu ia juga mendalami pemikiran al Asyari dalam kitab al
Mujiz. Adapun dari karangan-karangan al Maturidi yang dipelajari ialah kitab al
Tauhid dan kitab Tawilah al Quran.Al Bazdawi berada di Bukhara pada tahun 478
H / 1085 M. Kemudian ia menjabat sebagai qadhi Samarkand pada tahun 481 H /
1088 M, lalu kembali di Bukhara dan meninggal di kota tersebut tahun 493 H / 1099
M.

b. Pemikiran Maturidiyyah Bukhara


1. Akal dan Wahyu

Menurut al-Bazdawi akal tidak dapat mengetahui kewajiban mengerjakan


yang baik dan menjauhi yang buruk, karena akal hanya dapat mengetahui yang baik
dan yang buruk saja, sebenarnya Tuhanlah yang menentukan kewajiban mengenai
baik dan buruk. Jadi menurut al-Bazdawi mengetahui Tuhan dan mengetahui yang
baik dan yang buruk dapat diketahui melalui akal, sedangkan kewajiban berterima
kasih kapada Tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan
yang buruk, hanya dapat diketahui melalui wahyu.

2. Sifat-sifat Tuhan

Menurut al-Bazdawi Tuhan mempunyai sifat-sifat. Persoalan banyak yang


kekal mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal melalui
kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan bukan melalui kekekalan sifat-
sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan bersama-sama sifat-Nya
adalah kekal, tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal. Tuhan tidaklah mempunyai
sifat-sifat jasmani. Ayat-ayat al-Quran yang menggambarkan Tuhan mempunyai
sifat-sifat jasmani haruslah diberikan takwil.

Oleh sebab itu, menurut al-bazdawi, kata istiwa haruslah dipahami


dengan menguasai sesuatu dan memaksanya, demikian juga ayat-ayat yang
menggambarkan Tuhan mempunyai mata, tangan, bukanlah berarti Tuhan
mempunyai anggota badan.

3. Kalam Allah SWT

Aliran Maturidiyyah Badzawi berpendapat bahwa al-Quran itu adalah


kekal tidak diciptakan. Sebagaiman dijelaskan oleh Bazdawi, kalamullah (al-
Quran) adalah sesuatu yang berdiri dengan dzatnya, sedangkan yang tersusun dalam
bentuk surat yang mempunyai akhir dan awal, jumlah dan bagian, bukanlah
kalamullah secara hakikat, tetapi al-Quran dalam bentuk kiasan (majaz).

4. Perbuatan Manusia

Al-Bazdawi mengatakan bahwa didalam perwujudan perbuatan terdapat


dua perbuatan, perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan Tuhan bagi al-
Bazdawi adalah penciptaan perbuatan manusia dan bukan penciptaan daya.
Perbuatan ini disebut maful. Perbuatan manusia hanyalah melakukan perbuatan
yang diciptakan itu, perbuatan ini disebutnya fiil. Maka al-Bazdawi mengambil
kesimpulan bahwa perbuatan manusia, sesungguhnya diciptakan Tuhan, tidaklah
perbuatan Tuhan. Dengan uraian ini, al-Bazdawi ingin mengatakan bahwa manusia
bebas dalam kemauan dan perbuatannya, dan memang dalam pendapatnya manusia
adalah pembuat (fail) dari kata yang sebenarnya.

Al-Bazdawi juga ingin mengatakan bahwa manusia bebas dalam kemauan


dan perbuatannya, namun demikian, kebebasan manusia dalam faham ini, kalaupun
ada, kecil sekali. Perbuatan manusia hanyalah melakukan perbuatan yang telah
diciptakan Tuhan.

5. Janji dan Ancaman

Menurut al-Bazdawi tidak mungkin Tuhan melanggar janji-Nya untuk


memberi upah kepada orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak
mungkin membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang
berbuat jahat. Oleh karena itu nasib orang yang berdosa besar ditentukan olah
kehendak mutlak Tuhan. Jika Tuhan berkehendak untuk memberi ampun kepada
orang yang bedosa. Tuhan akan memasukkanya bukan kedalam neraka, tetapi
kedalam surga, dan jika ia berkehendak untuk memberi hukuman kepadanya,
Tuhan akan memasukkannya kedalam neraka buat sementara atau buat selama-
lamanya.

Uraian al-Bazdawi diatas mengandung arti bahwa Tuhan wajib menepati


janji untuk memberi upah kepada orang yang berbuat baik. Dengan demikian,
Tuhan dalam faham al-Bazdawi mempunyai kewajiban terhadap manusia.

Meskipun dua tokoh aliran Maturidi dan juga Asyari berbeda dalam
beberapa hal tetapi punya prinsip yang sama. Jika terdapat pertentangan antara akal
dan usaha, maka akal harus tunduk kepada wahyu. Itulah satu contoh sehingga
mereka terpadu dengan satu aliran besar (Ahlu Sunnah Wal Jamaah). Di samping
itu mereka tampil menentang Mutazilah, hanya saja Asyari berhadapan langsung
dengan pikiran yang sangat bertentangan dengan Mutazilah.

Meskipun dalam perjalanan sejarah ilmu kalam, termasuk penjelasan


tersebut diatas tentang pemikiran al_Maturidiyah. Aliran maturidiyah, baik
samarkand maupun bukhara,sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap
sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan yang
diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apayang dilakukannya di dunia. jika
ia meninggal tanpa tobat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya
kepada kehendak Allah SWT. jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia
akan memasukkan ke neraca, tetapi tidak kekal didalamnya.

C. Pengaruh Ajaran Maturidiyyah untuk Dunia Islam

1. Mampu memadukan dan mendamaikan konflik kalam antara golongan


Rasional Mutazilah dengan golongan tradisional Asyariah. Kehadiran
aliran al-Maturidi ditengah-tengah dua golongan yang beradu argumentasi
antara golongan Mutazilah yang sangat rasional dan
golongan Asyariah yang cenderung fatalis membawa dampak positif
dalam perkembangan pemikiran kalam al-Maturidi sebagaimana kita
ketahui bahwa ajaran al-Maturidi sangat mengambil posisi yang cukup
seimbang diantara dua alam pemikiran yang cenderung ekstrim. Dengan
menempuh manhaj syntenesis naqli dan aqli nyatalah bahwa al-
Maturidi berhasil menyelesaikan konflik secara tuntas tanpa harus
bertentangan dengan petunjuk Nabi dan sejalan dengan logika dan filsafat.
2. Ikut memperkaya khasanah intelektual muslim. Dengan sumbangsihnya
berupa buku-buku karya al-Maturidi sendiri seperti kitab al-Tauhid, dan
buku-buku karya murid-murid dan pengikutnya sepertial-Ushul al-
din karangan al-Bazdawi, telah menjadi kekayaan yang cukup berharga bagi
kaum muslimin yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami ilmu
kalam lebih jauh.
3. Doktrin kalam al-Maturidi nampak jelas pada al-quran dan sunnah.
Pengaruh paham al-Maturidiyahdan al-Asyariyah dalam dunia Islam
hampir seimbang namun sulit dibedakan karena keduanya sejalan dengan
bingkai Ahlussunnah Waljamaah. Meskipun klaim satu kelompok
mengaku sebagai penganut kalam al-Asyariyah tulen tapi kadang-kadang
tanpa disadari sesungguhnya mereka menjalankan paham al-Maturidiyah.

D. Beberapa aspek kesamaan pemahaman antara Asyariyah dan Maturidiyah

Sebagai aliran yang se zaman dengan mazhab Asya`irah, jika di telaah


terdapat banyak kesamaan antara dua mazhab ini.Keduanya termasuk dalam aliran
Ahlussunnah. Terkait kepemimpinan para khalifah setelah Nabi saw sesuai urutan
historis yang telah terjadi, keduanya memiliki pandangan serupa. Juga tak ada
perbedaan dalam pandangan mereka terhadap para penguasa Bani Umayah dan
Bani Abbas.

Dalam semua sisi masalah imamah pun mereka saling sepakat. Keduanya
juga sepaham bahwa Allah bisa dilihat tanpa kaif (cara), had (batas), qiyam (berdiri)
wa qu`ud (duduk) dan hal-hal sejenisnya. Berbeda dengan Hasyawiyah dan Ahlul
hadits yang berpendapat bahwa Allah, seperti selain-Nya, bisa dilihat dengan kaif
dan had.

Dalam hal kalam Allah (Al-Quran), kedua mazhab ini juga memiliki
pandangan sama, yaitu bahwa kalam-Nya memiliki dua tingkatan. Pertama adalah
kalamnafsi yang bersifat qadim (dahulu), dan kedua adalah kalamlafdhi (lafal) yang
bersifat hadits(baru).Ini adalah pendapat moderat dari kedua mazhab ini, yang
berada di antara pendapat Mu`tazilah bahwa kalam Allah hadits secara mutlak, dan
pendapat Ahlul hadits bahwa kalam-Nya qadim secara mutlak.

Ringkas kata, Asya`irah dan Maturidiyah memiliki banyak kesamaan


pandangan dalam masalah akidah. Namun, di saat yang sama, ada pula beberapa
perbedaan dalam prinsip-prinsip teologis dua mazhab ini, yang membedakan
mereka satu sama lain, antara lain:

o Asya`irah membagi sifat-sifat Allah kepada dzati dan fi`li. Namun


Maturidiyah menolak pembagian ini dan menyatakan bahwa semua sifat fi`li-
Nya qadim seperti sifatdzati.
o Asya`irah mengatakan bahwa Allah mustahil membebankan taklif yang tak
mampu dilakukan manusia, sementara Maturidiyah berpendapat sebaliknya.
o Asya`irah meyakini bahwa semua yang dilakukan Allah adalah baik,
sedangkan Maturidiyah, berdasarkan hukum akal, berpandangan bahwa Dia
mustahil berbuat zalim.

Meskipun dua tokoh aliran Maturidi dan juga Asyari berbeda dalam
beberapa hal tetapi punya prinsip yang sama. Jika terdapat pertentangan antara akal
dan usaha, maka akal harus tunduk kepada wahyu.Itulah satu contoh sehingga
mereka terpadu dengan satu aliran besar (Ahlu Sunnah Wal Jamaah).
PENUTUP

A. Kesimpulan

Maturidiyyah merupakan salah satu sekte Ahl al-Sunnah wal al-Jamaah,


yang berdiri bersamaan dengan Asyariyah. Aliran dilahirkan oleh suatu kondisi
untuk memenuhi kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan diri dari ekstrimitas
kaum rasionalis (Mutazilah), dan ekstrimitas kaum tektualis ( kaum Hanabilah,
para pengikut Imam Ibnu Hambal).

Aliran Maturidiyyah berdiri atas prakarsa al-Maturidi pada tahun pertama


abad ke- 4 H. Dalam sejarah, salah satu pengikut Maturidiyyah yang berpengaruh
Abu al-Yusr Muhammad al-Bazdawi (421-439 H) tidak selalu sepaham dengan al-
Maturidi, sehingga dalam aliran Maturidiyyah terdapat dua golongan, yakni;
pertama, golongan Samarkand (pengikut Abu Musa al-Maturidi) yang mempunyai
paham lebih dekat dengan paham Mutazilah; kedua, golongan Bukhara (pengikut
Maturidiyyah versi al-Bazdawi) mempunyai pendapat yang lebih dekat kepada
Asyariyah.
Perpecahan dalam aliran Maturidiyyah mempunyai dampak, dan menyebabkan
paham-paham yang dihasilkan tidak berdiri sendiri, sehingga secara garis besar
paham yang dihasilkan menjadi dua kelompok, yaitu paham yang dipengaruhi oleh
cara berpikir Mutazilah, dan paham yang dipengaruhi oleh cara berpikur
Asyariyah.

B. Saran

Penulis mengakui makalah ini jauh dari kesempurnaan, dan hal ini lebih
disebabkan oleh kekurangan referensi yang dimiliki oleh penulis, maka untuk itu
penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini pada
masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA

https://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/11/05/pemikiran-al-maturidi-dalam-
ilmu-kalam/

https://alriyad20.wordpress.com/2015/04/07/al-maturidiyah-samarkand-dan-bukhara/

http://ninaanap.blogspot.co.id/2016/05/makalah-aliran-maturidiyah-ilmu-kalam.html

https://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.htm

https://salwintt.wordpress.com/artikel/kisah-islami/aliran-maturidiyyah/

http://ibadcloud.blogspot.co.id/2014/08/makalah-ilmu-kalam-aliran-maturidiyah.html

Você também pode gostar