Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ASFIKSIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) yaitu 46 jiwa per 1000 kelahiran hidup. Adapun Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia 2007 yaitu 248 per 100.000 kelahiran hidup,
sedangkan Angka Kematian Bayi(AKB) yaitu 27 per 1000 kelahiran hidup.
(Standar WHO).
Menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir
mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh
kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6
menit terdapat satu bayi meninggal. Penyebab kematian BBL di indonesia adalah BBLR
29%, Asfiksia 27%, trauma lahir, Tetanus Neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital
(JNPK-KR, 2008; h.145)
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, mengestimasikan
AKB di Indonesia dalam periode 5 tahun terakhir, yaitu tahun 2003-2007 sebesar 34 per
1.000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut,
yaitu salah satunya asfiksia sebesar 37% yang merupakan penyebab kedua kematian bayi
baru lahir (Depkes.RI, 2008). Sementara target Millenium Development Goals (MDGs)
tahun 2015 adalah 32 / 1. 000 KH.
Kematian perinatal terbanyak disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik
dilapangan maupun dirumah sakit rujukan di indonesia. Di Amerika diperkirakan 12.000 bayi
meninggal atau menderita kelainan akibat asfiksia perinatal. Retardasi mental dan
kelumpuhan syaraf sebanyak 20-40% merupakan akibat dari kejadian intrapartum
(Wiknjosastro, 2010; h.10)
Departemen Kesehatan menargetkan angka kematian ibu pada 2010 sekitar 226 orang
dan pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs) yang ke 5 pada tahun 2015
menjadi 102 orang per tahun. Serta Depkes telah mematok target penurunan AKB di
Indonesia dari rata-rata 36 meninggal per 1.000 kelahiran hidup menjadi 23 per 1.000
kelahiran hidup pada 2015. (www.tugaskuliah.info/2010)
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 di Provinsi
Lampung pada Tahun 2012 Angka Kematian Neonatal 27/ 1000 Kelahiran Hidup (KH),
Kematian Bayi 43/1000 KH dan Kematian Balita 30/1000 KH (SDKI 2012). Secara umum
Angka Kematian Anak menunjukkan penurunan yang lambat. Angka Kematian Neonatal
mengalami stagnasi 10 tahun terakhir yaitu 20/1.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002
menjadi 19/1.000 pada SDKI 2007 dan SDKI 2012. Padahal kematian neonatal merupakan
proporsi yang besar dari kematian bayi (59%) dan balita (47%).
Sejak tahun 2008-2012, Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung mencatat 5.018
bayi meninggal. Pada tahun 2012, tercatat 1.120 balita meninggal, atau setiap hari ada tiga
balita yang meninggal di Lampung.
Pada Tahun 2012 di Provinsi Lampung terjadi 787 kasus kematian Perinatal, 110
kasus kematian neonatal, 159 kasus kematian bayi dan kasus kematian Balita sebanyak 64
kasus. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya bayi adalah kemampuan dan
keterampilan penolong persalinan, sesuai dengan pesan pertama kunci Making Pregnancy
Safer (MPS) yaitu setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Faktor
lainnya karena kurangnya pengetahuan dan perilaku masyarakat yang tidak mengenali tanda
bahaya dan terlambat membawa ibu, bayi dan balita sakit ke fasilitas kesehatan
Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab
utama kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan
normal/dasar dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan
angka kematian BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan
keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan.
(JNPK-KR, 2008; h.145)
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. umumnya
akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan
gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi
kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Dewi.2010;hal.102).
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut
yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi,
perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal
yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir
sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup
bahkan kematian. Dua hal yang banyak menentukan penurunan kematian perinatal ialah
tingkat kesehatan serta gizi wanita dan mutu pelayanan kebidanan yang tinggi di seluruh
negeri. (Sarwono, 2011;h.59)
Dari hasil survey di BPS Desi Andriani.Amd.Keb, pada bulan Januari- Mei tahun
2013 diperoleh 192 ibu bersalin. Dari prasurvey yang dilakukan pada tanggal 22 Mei 2013
terdapat 28 bayi yang mengalami asfiksia pada bulan Januari-Mei. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk melakukan study kasus yang berjudul : Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia terhadap Bayi Ny. M di BPS Desi Andriani.Amd.Keb Teluk Betung Utara
Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan Asfiksia di BPS Desi
Andriani Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan secara komprehensif dengan menggunakan
pendekatan manajemen kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani.
Amd.Keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung pada tahun 2013?
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya Pengkajian terhadap Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani
Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .
b) Diketahuinya Identifikasi Masalah pada Bayi Baru Lahir dengan melakukan diagnosa di BPS
Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung .
c) Diketahuinya Antisipasi Masalah Potensial yang terjadi pada Bayi Baru Lahir dengan
asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.
d) Diketahuinya Kebutuhan Tindakan Segera yang diperlukan pada Bayi Baru Lahir dengan
asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung.
e) Diketahuinya Rencana Asuhan Komprehensif pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS
Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .
f) Diketahuinya Pelaksanakan Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir dengan asfiksia di BPS
Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar Lampung. .
g) Diketahuinya Evaluasi terhadap Asuhan Kebidanan yang telah dilaksanakan kepada Bayi
Baru Lahir dengan asfiksia di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar
Lampung.
D. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Sasaran dalam studi kasus kebidanan ini adalah Bayi Baru Lahir dengan asfiksia terhadap bayi Ny.M
2. Tempat
Study kasus ini dilaksanakan di BPS Desi Andriani Amd.keb Teluk Betung Utara Bandar
Lampung.
3. Waktu
Waktu pelaksanaan studi kasus ini pada tanggal 22 Mei 2013 pukul 12:40 WIB.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Setelah disusunnya karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan sebagai keefektifan proses belajar
dapat ditingkatkan. Serta lebih meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan
mahasiswa dalam hal penanganan kasus asfiksia. Serta kedepan dapat menerapkan dan
mengaplikasikan hasil dari studi yang telah didapat pada lahan kerja. Selain itu diharapkan
juga dapat menjadi sumber ilmu dan bacaan yang dapat memberi informasi terbaru
serta menjadi sumber refrensi yang dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pembuatan
karya tulis ilmiah pada semester akhir berikutnya.
2. Bagi Penulis
Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang penatalaksanaan asfiksia dan dapat
digunakan sebagai bahan perbandingan antara teori yang di dapat di bangku kuliah dan
dilahan praktek.
3. Bagi Lahan Praktik
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam
memberikan asuhan kebidanan, khususnya pada kasus Asfiksia dan di BPS dapat lebih
meningkatakan kualitas pelayanan secara komprehensif khususnya dalam menangani bayi
baru lahir dengan asfiksia, sehingga AKB dapat diturunkan.
F. Metodologi Dan Teknik Memperoleh Data
1. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam karya tulis ini adalah metode penelitian survey
deskriptif. Metode penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan
dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara
obyektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi pada situasi sekarang. Penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-
langkah pengumpulan data, klasifikasi, analisis data, membuat kesimpulan dan laporan
(Notoatmodjo, 2005;h.138).
2. Teknik Memperoleh Data
a. Data Primer
1) Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan
keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitian (responden), atau
bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo,2005; h.138)
Wawancara dilakukan dengan cara yaitu Auto anamnesa wawancara yang dilakukan secara
langsung kepada klien mengenai penyakitnya, dan Allo anamnesa dilakukan dengan cara
wawancara kepada keluarga atau orang lain mengenai penyakit klien (Sulistyawati, 2009).
2) Pengkajian Fisik
Pengkajian yang dapat dipandang sebagai bagian tahap pengkajian pada proses keperawatan
atau tahap pengkajian atau pemeriksaan klinis dari system pelayanan terintegrasi,yang
prinsipnya menggunakan cara-cara yang sama dengan pengkajian fisik yaitu inspeksi,
palpasi,perkusi dan auskultasi (Prihardjo,2006;h.2)
b. Data Sekunder
1) Studi Pustaka
Adalah metode pengumpulan data dengan mempelajari catatan tentang pasien yang ada
(Notoatmodjo,2005;h.63).
2) Studi Dokumentasi
Adalah semua bentuk dokumen baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang
ada dibawah tanggung jawab instansi resmi, misalnya laporan, statistic, catatan-catatan
didalam kartu klinik (Notoatmodjo,2005;h.63).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI MEDIS
I. Teori Bayi Baru Lahir Normal
a. Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui
vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu
dengan berat badan antara 2500 gram sampai 4000 gram nilai apgar >7 dan tanpa cacat
bawaan (Rukiyah, 2010; hal. 2)
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru
saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan
intrauteri kehidupan ekstrauteri.
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan 37- 42 minggu dan berat badannya
2500-4000 gram.
b. Ciri- ciri bayi baru lahir normal
1. Lahir aterm antara 37-42 minggu
2. Berat bdan 2500- 4000 gram
3. Panjang badan 48- 52 cm
4. Ligkar dada 30- 38 cm
5. Lingkar kepala 33-35 cm
6. Lingkar lengan 11- 12 cm
7. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
8. Pernafasan 40-60 x /menit
9. Kulit kemerah merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup
10. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna
11. Kuku agak panjang dan lemas
12. Nilai APGAR>7
13. Gerak aktif
14. Bayi lahir langsung menangis kuat
15. Reflek rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut)
sudah terbentuk dengan baik.
16. Reflek sucking(isap dan menelan ) sudah terbentuk dengan baik
17. Reflek moro ( gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik
18. Reflek grasping ( menggenggam) sudah baik
19. Genitalia
a. Pada laki- laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada sokrotum dan penis
yang berlubang
b. Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang , serta
adanya labia minora dan mayora
1. Faktor Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau plasenta).
c. Partus lama atau partus macet.
d. Demam selama persalinan.
e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV).
f. Kehamilan post matur.
g. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, forsef).
c. Kelainan kongenital.
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan).
d. Diagnosis
Untuk dapat mendiagnosa gawat janin dapat ditetapkan dengan
melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1) Denyut jantung janin
a. DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan
b. Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur
c. Frekuensi denyut menurun <100 kali permenit, apalagi disertai irama yang tidak teratur.
d. Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.
2) Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka (Manuaba,
2010; h.422)
3) Pernapasan
Awalnya hanya sedikit nafas. Sedikit napas ini dimaksudkan untuk mengembangkan paru,
tetapi bila paru mengembang saat kepala masih dijalan lahir, atau bila paru tidak
mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh henti napas komplet.
Kejadian ini disebut apnue primer ( drew.2009;h.9)
4) Usia Ibu
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas sumber
daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin
belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil.
Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun
secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparitymerupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun),
secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan
predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat
berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum, 2010).
5) Paritas
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan paritas
paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 4
mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara
mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4,
secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,
2010).
http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html,, tanggal 7 juni 2013 pukul 10.14
6) Lama persalinan
Menurut tinjauan teori beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang yang dapat
menyebabkan terjadi asfiksia pada bayi baru lahir yaitu partus lama atau partus macet dan
persalinan sulit, seperti letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacuum dan
vorcep (JNPK-KR, 2008, h. 144)
Pada multigravida tahapannya sama namun waktunya lebih cepat untuk setiap fasenya. Kala
1 selesai apabila pembukaan servik telah lengkap, pada multigravida berlangsung kira-kira 13
jam, sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam. (sulistyawati, esti,2010; h.65)
Nilai APGAR pada umumnya dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit setelah bayi lahir, akan
tetapi penilaian bayi harus dimulai segera setelah bayi lahir. Apabila bayi memerlukan
intervensi berdasarkan pernafasan, denyut jantung, atau warna bayi, maka penilaian ini harus
dilakukan segera. Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu
penilaian APGAR 1 menit. Keterlambatan tindakan sangat membahayakan, terutama pada
bayi yang mengalami depresi berat. Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam
pengambilan keputusan pada awal resusitasi, tetapi dapat menolong dalam upaya penilaian
keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi. Jadi nilai APGAR perlu dinilai dalam
1 menit dan 5 menit. Apabila nilai apgar <7 penilaian tambahan masih diperlukan, yaitu tiap
5 menit sampai 20 menit atau sampai 2 kali penilaian menunjukkan nilai 8 atau lebih.
Penilaian pada bayi yang terkait dengan penatalaksanaan resusitasi, dibuat berdasarkan
keadaan klinis. Penilaian awal harus dilakukan pada semua BBL. Penatalaksanaan
selanjutnya dilakukan menurut hasil penilaian tersebut. Penilaian berkala setelah setiap
langkah resusitasi harus dilakukan setiap 30 detik. Penatalaksanaan dilakukan terus menerus
berkesinambungan menurut siklus menilai, menentukan tindakan, melakukan tindakan,
kemudian menilai kembali (Saifuddin, 2009; h. 349)
Tiga point pengkajian klinis
1). Pernapasan
Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat. Lakukan auskultasi jika
perlu. Kali adanya pola pernapasan abnormal, seperti pergerakan dada asimetris, napas
tersenggal, atau mendengur.
Tentukan apakah pernapsannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat (lambat
dan tidak teratur), atau tidak ada sama sekali.
2). Denyut jantung
Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasikan denyut aspeks atau merasakan denyutan
umbilicus.
Klasifikasikan menjadi >100 atau <100 kali permenit. Angka ini merupakan titik batas yang
mengindikasikan ada atau tidaknya hipoksia yang signifikan. Catatan : bayi dengan frekuensi jantung
<60, khususnya bayi tanpa frekuensi jantung, membutuhkan pendekatan yang lebih darurat. Awalnya,
curah jantung mungkin tidak mampu mencukupi perfusi arteri koroner, sampai pada akhirnya tidak
mampu sama sekali, walaupun dilakukan ventilasi.
3). Warna
Kaji bibir dan lidah bayi yang dapat berwarna biru atau merah muda. Sianosis perifer
(akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa jam pertama bahkan hari. Bayi yang pucat
mungkin mengalami syok atau anemia berat. Tentukan apakah bayi bewarna merah mudah, biru atau
pucat.
Ketiga observasi ini dikenal sebagai komponen skor APGAR. Dua komponen lainnya adalah
tonus dan respons terhadap rangsangan.
(David,dkk.2009; h.30-32)
a. Pemantauan Janin
1. Saat Bayi Sudah Lahir
a) Penilaian sekilas sesaat setelah bayi lahir
Sesaat setelah bayi lahir bidan melakukan penilaia sekilas untuk kesejahteraan bayi secara
umum. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan tangis bayi, jika warna kulit adalah
kemerahan dan bayi dapat menangis spontan, maka ini sudah cukup untuk dijadikan data
awal bahwa dalam kondisi baik.
b) Menit pertama kelahiran
Pertemuan sarec di swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi
baru lahir adalah dengan cara sederhana yang disebut dengan SIGTUNA (SIGTUNA score),
sesuai dengan nama terjadinya konsensus. Penilaian cara ini digunakan terutama untuk
tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang penting, namun
cukup mewakili indikator kesejahteraan bayi baru lahir. Sesaat setelah bayi lahir bidan
memantau 2 tanda vital bayi sesuai dengan SIGTUNA score, yaitu upaya bayi untuk bernafas
dan frekuensi jantung (dihitung selama 6 detik, hasil dikalikan 10 sama dengan frekuensi
jantung satu menit).
Aspek Skor
pengamatan
bayi baru
lahir
0 1 2
Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan
(Tonus otot) gerakan dalam posisi spontan
fleksi dengan
sedikit gerakan
b. Penatalaksanaan Asfiksia
1) Persiapan resusitasi BBL
a) Persiapan tempat resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi :
1. Gunakan ruang yang hangat dan terang
2. Tempat resusitasi hendaknya datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat misalnya meja,
dipan atau diatas lantai beralas tikar. Sebaiknya dekat pemancar panas dan tidak berangin
(jendela atau pintu yang terbuka)
Keterangan:
a. Ruang yang hangat akan mencegah bayi hipotermi.
b. Tempat resusitasi yang rata diperlukan untuk kemudahan pengaturan posisi kepala bayi.
c. Untuk sumber pemancar panas gunakan lampu 60 watt atau lampu petromak. Nyalakan
lampu menjelang persalinan.
b) Persiapan alat resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat persalinan juga disiapkan alat-alat
resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu :
1. Kain ke-1 untuk mengeringkan bayi.
2. Kain ke-2 untuk menyelimuti bayi.
3. Kain ke-3 untuk ganjal bahu bayi.
4. Alat penghisap lender De Lee atau Bola karet.
5. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup.
6. Kotak alat resusitasi.
7. Sarung tangan.
8. Jam atau pencatat waktu.
Keterangan:
a. Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan dapat menyerap cairan misalnya
handuk, kain flannel, dll. Kalau tidak ada gunakan kain panjang atau sarung.
b. Kain ke-3 untuk ganjal bahu. Ganjal bahu bisa dibuat dari kain (kaos, selendang, handuk
kecil), digulung setinggi 3 cm dan bisa disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi agar
sedikit tengadah.
c. Bagian-bagian balon dan sungkup:
1) Pintu masuk udara dan tempat memasang reservoir O2
2) Pintu masuk O2
3) Pintu keluar O2
4) Susunan katup
5) Reservoir O2
6) Katup pelepas tekanan (pop-of valve)
7) Tempat memasang manometer (bagian ini mungkin tidak ada)
Keterangan:
a) Alat pengisap lendir Dee Lee adalah alat untuk menghisap lender khusus untuk BBL.
b) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup merupakan alat yang sangat penting dalam
tindakan ventilasi pada resusitasi, siapkan sungkup dalam keadaan terpasang dan steril.
c) Tabung atau balon serta sungkup dan alat penghisap lender De Lee dalam keadaan steril,
disiapkan dalam kotak alat resusitasi.
c. Cara menyiapkan:
1) Kain ke-1:
Fungsi kain pertama adalah untuk mengeringkan BBL yang basah oleh air ketuban segera
setelah lahir. Bagi bidan yang sudah biasa dan terlatih meletakkan bayi baru lahir diatas perut
ibu, sebelum persalinan akan menyediakan sehelai kain diatas perut ibu untuk mengeringkan
bayi. Hal ini dapat juga digunakan pada bayi asfiksia. Bila tali pusat sangat pendek, bayi
dapat diletakkan didekat perineum ibu sampai tali pusat telah diklem dan dipotong, kemudian
jika perlu lakukan tindakan resusitasi.
2) Kain ke-2:
Fungsi kain ke-2 adalah untuk menyelimuti BBL agar tetap kering dan hangat. Singkirkan
kain ke-1 yang basah sesudah dipakai mengeringkan bayi. Kain ke-2 ini diletakkan diatas
tempat resusitasi, digelar menutupi tempat yang rata.
3) Kain ke-3:
Fungsi kain ke-3 adalah untuk ganjal bahu bayi agar memudahkan dalam pengaturan posisi
kepala bayi. Kain digulung setebal kira-kira 3 cm diletakkan di bawah kain ke-2 yang
menutupi tempat resusitasi untuk mengganjal bahu.
4) Alat resusitasi:
Kotak alat resusitasi yang berisi alat pengisap lender Dee Lee dan alat resusitasi tabung atau
balon dan sungkup diletakkan dekat tempat resusitasi, maksudnya agar memudahkan diambil
sewaktu-waktu dibutuhkan untuk melakukan tindakan resusitasi BBL.
5) Sarung tangan.
6) Jam atau pencatat waktu
d. Persiapan Diri
Lindungi dari kemungkinan infeksi dengan cara:
1. Memakai alat pelindung diri pada persalinan (celemek, masker, penutup kepala, kaca mata
dan sepatu tertutup)
2. Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan sebelum mencuci tangan.
3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau dengan campuran alkohol dan gliseril.
4. Keringkan dengan kain atau tisu bersih.
5. Selanjutnya gunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua
sumber yag berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:
Anamnesis, anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat menstruasi, riwayat
kesehatan , riwayat kehamilan, persalinan dan nifas, bio- psiko- sioso-spiritual, serta
pengetahuan klien.
a. Identitas
Identitas bayi didapat dari anamnesa yang dilakukan oleh bidan terhadap orang tua bayi untuk
memperoleh informasi tentang identitas bayi baru lahir, seperti umur bayi, jam kelahiran bayi, jenis
kelamin bayi dan anak keberapa.
b. Riwayat Antenatal
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah
terdapat penyulit pada kehamilan saat bayi masih dalam kandungan.
2) Kesehatan janin dikaji untuk mengetahui kondisi janin saat ini
3) Keluhan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui keluhan yang pernah dirasakan oleh
orang tua bayi saat hamil
4) Frekuensi ANC selama kehamilan trismester 1, 2 dan 3 dikaji untuk mengetahui seberapa
sering orang tua bayi pernah memeriksakan diri saat hamil
5) Pola nutrisi dikaji untuk mengetahui asupan nutrisi pada orang tua bayi
6) Perilaku kesehatan dikaji untuk mengetahui apakah orang tua bayi pernah merokok,
mengonsumsi alkohol, obat-obatan atau jamu selama hamil
c. Riwayat Proses Persalinan
1) Data ini penting untuk diketahui oleh bidan sebagai data acuan untuk memprediksi apakah
terdapat penyulit saat terjadinya proses kelahiran bayi.
2) Tempat lahir dikaji untuk mengetahui dimanakah bayi dilahirkan
3) Ditolong oleh dikaji untuk mengetahui siapakah yang menolong kelahiran bayi
4) Jenis persalinan dikaji untuk mengetahui bagaimana cara bayi dilahirkan
5) Lama persalinan dikaji untuk mengetahui seberapa lama proses persalinan
6) Tanggal lahir dikaji untuk mengetahui kapan bayi di
7) lahirkan dan pukul untuk mengetahui waktu bayi dilahirkan
8) BB dikaji untuk mengetahui berapakah berat badan bayi, PB dikaji untuk mengetahui
berapakah panjang badan bayi dan nilai apgar digunakan untuk menilai apakah bayi sudah
dalam keadaan normal atau tidak
9) Jenis kelamin dikaji untuk mengetahui apa jenis kelamin bayi
10) Cacat bawaan dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir dalam keadaan cacat atau tidak
11) Masa gestasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak
12) Resusitasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah dilakukan tindakan resusitasi atau tidak
a. Pola Kebutuhan Sehari-hari
Nutrisi dikaji untuk mengetahui apa saja yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
Nutrisi yang diberikan pada bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga akan berbeda, sebab
kapsitas lambung BBLR sangat kecil sehingga minum harus sering diberikan tiap jam. Perhatikan
juga apakah selama pemberian minum bayi menjadi cepat lelah, menjadi biru atau perut menjadi
besar/ kembung (Prawirohardjo,2009)
b. Pola eliminasi dikaji untuk mengetahui apakah bayi telah BAK dan BAB. Pada bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR) kita mengkaji pola eliminasi, sebab pada bayi BBLR
kebutuhan nutrisi yang diberikan berbeda dengan bayi yang berat badannya normal, oleh
sebab itu akan berpengaruh juga pada frekuensi BAB dan BAK nya setiap harinya.
c. Pola istirahat dikaji untuk mengetahui apakah kebutuhan istirahat bayi telah terpenuhi atau
tidak. Bayi yang mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki pola tidur yang lebih
banyak dari bayi normal, sebab nutrisi yang dikonsumsi sangat cukup dan memiliki frekuensi
yang ditetapkan setiap jam, sehingga bayi lebih sering tertidur nyenyak dengan nutrisi yang
cukup.
d. Personal hygine dikaji untuk mengetahui bagaimana kebersihan pada diri bayi. Pada bayi
dengan berat badan lahir rendah (BBLR) personal hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan
pada bayi sangat diutamakan untuk pencegahan infeksi.
C. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan tanda- tanda vital, meliputi
a. Pemeriksaan khusus (inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi).
1) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan cacatan terbaru serat cacatan sebelumnya). Pemeriksaan fisik
a) Kepala :
bentuk simetris atau tidak, UUB dan UUK datar atau tidak, keadaan rambut bersih atau tidak, adakah caput
succedenum dan cephal hematome.
b) Wajah
terdapat odema atau tidak, kebersihan muka simetris atau tidak dan warna kemerahan
atau tidak
c) Mata
simetris atau tidak, adakah pembengkakan pada kelopak mata,konjungtiva merah muda
atau pucat, sklera putih atau tidak, adakah bulu mata atau tidak, adakah kotoran mata atau
tidak
d) Hidung
bentuk, lubang hidung, pernafasan cuping hidung, dan pengeluaran
e) Mulut
bentuk bibir, lidah, palatum, reflek rooting
f) Telinga
simetris atau tidak, lubang telinga, adakah cairan atau tidak
g) Leher
bendungan vena jugularis, pembesaran kelenjar tyroid, pembesaran kelenjar getah bening,
reflek menelan, kepala bebas berputar
h) Dada
bentuk dada, pengembangan rongga dada, suara jantung, suara paru-paru
i) Ketiak
kebersihan, pembesaran kelenjar limfe
j) Perut
bentuk simetris atau tidak, adakah bising usus, keadaan tali pusat, kembung,adakah benjolan,
adakah pembesaran hati
k) Punggung
fleksibilitas tulang punggung, tonjolan tulang punggung, lipatan bokong
l) Anus
adakah lubang anus atau tidak
m) Genetalia
adakah labia mayor dan labia minor, adakah klitoris dan orifisium uretra
n) Ekstermitas
pergerakan dan jari-jari tangan dan kaki
o) Neuro
reflek moro, rooting, glabela, gland, plantar, tonik leher, menghisap
p) Eliminasi
BAK dan BAB
a. Interpretasi data dasar (langkah II)
Pada langkah kedua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi
yang benar atas data- data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasi
sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun
masalah, keduanya harus ditangani. Meskipun masalah tidak dapat dartiakn sebagai diagnosis, tetapi
tetap membutuhkan penanganan.
Selain itu, khusus di daerah (Kecamatan atau Kelurahan/Desa) yang belum ada dokter, bidan juga
diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan
normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan
bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak
berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter (http.www.hukum kewenangan
bidan.com)