Você está na página 1de 18

2.2.

Infectious Agent Meningitis BAB 2


TINJAUAN PUSTAKA
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing dan

protozoa. Penyebab
2.1. Definisi paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis yang
Meningitis

disebabkan
Meningitis
oleh bakteri
adalahberakibat
infeksi cairan
lebih fatal
otak dibandingkan
disertai radangmeningitis
yang mengenai
penyebab
piameter
lain

(lapisanmekanisme
karena dalam selaput
kerusakan
otak) dan
danarakhnoid
gangguanserta
otakdalam
yang disebabkan
derajat yangoleh
lebih
bakteri
ringan

mengenaiproduk
maupun jaringan
bakteri
otak lebih
dan medula
berat.19
spinalis
Infectious
yangAgent
superfisial.3
meningitis purulenta

mempunyai
Meningitis
kecenderungan
dibagi menjadi
pada golongan
dua golongan
umurberdasarkan
tertentu, yaitu
perubahan
golonganyang
neonatus
terjadi

pada cairan
paling banyak
otak yaitu
disebabkan
meningitis
oleh
serosa
E.Coli,
dan meningitis
S.beta purulenta.
hemolitikus
Meningitis
dan Listeria
serosa

ditandai dengan Golongan


monositogenes. jumlah selumur
dan protein
dibawahyang
5 tahun
meninggi
(balita)
disertai
disebabkan
cairan oleh
serebrospinal

yang jernih. Penyebab


H.influenzae, Meningococcus
yang paling
dan Pneumococcus.
sering dijumpai Golongan
adalah kuman
umurTuberculosis
5-20 tahun dan

virus. Meningitis
disebabkan oleh Haemophilus
purulenta atauinfluenzae,
meningitisNeisseria
bakteri adalah
meningitidis
meningitis
dan yang
Streptococcus
bersifat

akut dan menghasilkan


Pneumococcus, dan padaeksudat
usia dewasa
berupa(>20
pus serta
tahun)bukan
disebabkan
disebabkan
oleh oleh
Meningococcus,
bakteri

Pneumococcus,
spesifik maupunStafilocccus, Streptococcus
virus. Meningitis dan Listeria.20
Meningococcus merupakan Penyebab meningitis
meningitis purulenta

yang paling
serosa yang paling
sering terjadi.
banyak 16ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.19

Meningitis
Penularan
yang disebabkan
kuman dapat
oleh
terjadi
virussecara
mempunyai
kontakprognosis
langsung yang
dengan
lebih
penderita
baik, dan

droplet infection
cenderung jinak dan
yaitu
bisa
terkena
sembuh
percikan
sendiri.
ludah,
Penyebab
dahak,meningitis
ingus, cairan
virusbersin
yang dan
paling
cairan

tenggorok
sering penderita.17
ditemukan Saluran nafas Echovirus,
yaitu Mumpsvirus, merupakandan
portCoxsackie
dentree utama
virus ,pada penularan
sedangkan

penyakitsimplex
Herpes ini. Bakteri-bakteri
, Herpes zooster,
ini disebarkan
dan enterovirus
pada orang
jaranglain
menjadi
melalui
penyebab
pertukaran udara

meningitis aseptik(viral).21
dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen

2.3. Anatomi
(melalui alirandan Fisiologi
darah) Selaput
ke dalam Otak22
cairan serebrospinal dan memperbanyak diri

didalamnya
Otak sehingga menimbulkan
dan sum-sum peradangan
tulang belakang pada selaput
diselimuti otak
meningea danmelindungi
yang otak.18

struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan

serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:


1
2.3.1. Lapisan Luar (Durameter)

Durameter merupakan tempat yang tidak kenyal yang membungkus otak,

sumsum tulang belakang, cairan serebrospinal dan pembuluh darah. Durameter

terbagi lagi atas durameter bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak

(periosteum) dan durameter bagian dalam (meningeal) meliputi permukaan tengkorak

untuk membentuk falks serebrum, tentorium serebelum dan diafragma sella.

2.3.2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)

Disebut juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan

durameter dengan piameter, membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak

yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan

arakhnoid disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai

getah bening. Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang

menghubungkan sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan

serebrospinal.

2.3.3. Lapisan Dalam (Piameter)

Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah

kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat

erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara arakhnoid

dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang.

Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.

2
2.4. Patofisiologi Meningitis

Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ

atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke

selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia,

Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus dapat pula secara

perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan yang ada di dekat selaput otak,

misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan

Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur

terbuka atau komplikasi bedah otak.23 Invasi kuman-kuman ke dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan

Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.24

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami

hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit

polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam

beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel-

sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung

leukosit polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat

makrofag.24

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan

dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-

neuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-purulen

menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan oleh virus, cairan

serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang disebabkan oleh bakteri. 24


3
2.5. Gejala Klinis Meningitis

Meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas mendadak,

letargi, muntah dan kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan

serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.25

Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta

rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Pada umumnya, meningitis yang disebabkan

oleh Mumpsvirus ditandai dengan gejala anoreksia dan malaise, kemudian diikuti

oleh pembesaran kelenjer parotid sebelum invasi kuman ke susunan saraf pusat. Pada

meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,

muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya ruam

makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan, dan ekstremitas.

Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus yaitu tampak lesi vasikuler pada

palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit

kepala, muntah, demam, kaku leher, dan nyeri punggung.21

Meningitis bakteri biasanya didahului oleh gejala gangguan alat pernafasan

dan gastrointestinal. Meningitis bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan

gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan

berkurang, dehidrasi dan konstipasi, biasanya selalu ditandai dengan fontanella yang

mencembung. Kejang dialami lebih kurang 44 % anak dengan penyebab

Haemophilus influenzae, 25 % oleh Streptococcus pneumoniae, 21 % oleh

Streptococcus, dan 10 % oleh infeksi Meningococcus. Pada anak-anak dan dewasa

biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian atas, penyakit juga

4
bersifat akut dengan gejala panas tinggi, nyeri kepala hebat, malaise, nyeri otot dan

nyeri punggung. Cairan serebrospinal tampak kabur, keruh atau purulen.24

Meningitis Tuberkulosa terdiri dari tiga stadium, yaitu stadium I atau stadium

prodormal selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi

biasa. Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam,

muntah-muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan turun, mudah

tersinggung, cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa

apatis. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

konstipasi, kurang nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat

gelisah.24

Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 3 minggu dengan

gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri kepala yang hebat dan

kadang disertai kejang terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan

meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda

peningkatan intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Stadium III

atau stadium terminal ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai

koma. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu

bila tidak mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.24

5
2.6. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 26

2.6.1. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan

rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan

pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat

disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi

kepala.

2.6.2. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi

panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa

nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135

(kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti

rasa nyeri.

2.6.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)

Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya

dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi

kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila

pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.

2.6.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi

panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada

pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

6
2.7. Pemeriksaan Penunjang Meningitis 3

2.7.1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal

Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein

cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan

intrakranial.

a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel

darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-).

b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah

sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa

jenis bakteri.

2.7.2. Pemeriksaan darah

Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap

Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.

a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,

pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.

b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.

2.7.3. Pemeriksaan Radiologis

a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin

dilakukan CT Scan.

b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus

paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

7
2.8 Epidemilogi Meningitis

2.8.1. Distribusi Frekuensi Meningitis

a. Orang/ Manusia

Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya meningitis.

Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dan

distribusi terlihat lebih nyata pada bayi. Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada

bayi dan anak-anak karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.27

Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di negara

berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika

Serikat terjadi pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya

vaksin untuk Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000

kasus meningitis Hib dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.9 Insidens Rate pada

usia < 5 tahun sebesar 40-100 per 100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin,

Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.9 Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate

meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per 100.000.28

b. Tempat

Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-ekonomi

rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp tentara dan jemaah haji),

dan penyakit ISPA.16 Penyakit meningitis banyak terjadi pada negara yang sedang

berkembang dibandingkan pada negara maju. 27

Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African

Meningitis belt, yang luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia

meliputi 21 negara. Kejadian penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens
8
Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan diselingi dengan KLB besar secara periodik.9

Di daerah Malawi, Afrika pada tahun 2002 Insidens Rate meningitis yang disebabkan

oleh Haemophilus influenzae 20-40 per 100.000 penduduk.29

c. Waktu

Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana kasus-

kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan Amerika utara

insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada musim dingin dan musim semi

sedangkan di daerah Sub-Sahara puncaknya terjadi pada musim kering. 10

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering

terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen

pengantar virus.21 Di Amerika Serikat pada tahun 1981 Insidens Rate meningitis virus

sebesar 10,9 per 100.000 Penduduk dan sebagian besar kasus terjadi pada musim

panas.30

2.8.2. Determinan Meningitis

a. Host/ Pejamu

Meningitis yang disebabkan oleh Pneumococcus paling sering menyerang

bayi di bawah usia dua tahun.7 Meningitis yang disebabkan oleh bakteri

Pneumokokus 3,4 kali lebih besar pada anak kulit hitam dibandingkan yang berkulit

putih.27 Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi pada setiap kelompok umur tetapi lebih

sering terjadi pada anak-anak usia 6 bulan sampai 5 tahun dan jarang pada usia di

bawah 6 bulan kecuali bila angka kejadian Tuberkulosa paru sangat tinggi. Diagnosa

pada anak-anak ditandai dengan test Mantoux positif dan terjadinya gejala meningitis

setelah beberapa hari mendapat suntikan BCG.31


9
Penelitian yang dilakukan oleh Nofareni(1997-2000) di RSUP H.Adam Malik

menemukan odds ratio anak yang sudah mendapat imunisasi BCG untuk menderita

meningitis Tuberculosis sebesar 0,2.32 Penelitian yang dilakukan oleh Ainur Rofiq

(2000) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengenai daya lindung

vaksin TBC terhadap meningitis Tuberculosis pada anak menunjukkan penurunan

resiko terjadinya meningitis Tb pada anak sebanyak 0,72 kali bila penderita diberi

BCG dibanding dengan penderita yang tidak pernah diberikan BCG.33

Meningitis serosa dengan penyebab virus terutama menyerang anak-anak dan

dewasa muda (12-18 tahun). Meningitis virus dapat terjadi waktu orang menderita

campak, Gondongan (Mumps) atau penyakit infeksi virus lainnya. Meningitis

Mumpsvirus sering terjadi pada kelompok umur 5-15 tahun dan lebih banyak

menyerang laki-laki daripada perempuan.21 Penelitian yang dilakukan di Korea

(Lee,2005) , menunjukkan resiko laki-laki untuk menderita meningitis dua kali lebih

besar dibanding perempuan.30

b. Agent

Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus. Meningitis

purulenta paling sering disebabkan oleh Meningococcus, Pneumococcus dan

Haemophilus influenzae sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosa dan virus. 3 Bakteri Pneumococcus adalah salah satu

penyebab meningitis terparah. Sebanyak 20-30 % pasien meninggal akibat meningitis

hanya dalam waktu 24 jam. Angka kematian terbanyak pada bayi dan orang lanjut

usia.5

10
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan jemaah haji dan

dapat menyebabkan karier disebabkan oleh Neisseria meningitidis serogrup

A,B,C,X,Y,Z dan W 135. Grup A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di

Eropa dan Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama sedangkan di

Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.17 Wabah meningitis Meningococcus

yang terjadi di Arab Saudi selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64%

merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini merupakan wabah

meningitis Meningococcus terbesar pertama di dunia yang disebabkan oleh serogroup

W135. Secara epidemiologi serogrup A,B,dan C paling banyak menimbulkan

penyakit.20

Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya mirip sakit

flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri. Pada waktu terjadi KLB

Mumps, virus ini diketahui sebagai penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada

orang yang tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab dari 33

% kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus merupakan penyebab dari 50

% kasus. 9 Resiko untuk terkena aseptik meningitis pada laki-laki 2 kali lebih sering

dibanding perempuan.30

c. Lingkungan

Faktor Lingkungan (Environment) yang mempengaruhi terjadinya meningitis

bakteri yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae tipe b adalah lingkungan

dengan kebersihan yang buruk dan padat dimana terjadi kontak atau hidup serumah

dengan penderita infeksi saluran pernafasan.27 Risiko penularan meningitis

11
Meningococcus juga meningkat pada lingkungan yang padat seperti asrama, kamp-

kamp tentara dan jemaah haji.17

Pada umumnya frekuensi Mycobacterium tuberculosa selalu sebanding

dengan frekuensi infeksi Tuberculosa paru. Jadi dipengaruhi keadaan sosial ekonomi

dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini kebanyakan terdapat pada penduduk dengan

keadaan sosial ekonomi rendah, lingkungan kumuh dan padat, serta tidak mendapat

imunisasi.3

Meningitis karena virus berhubungan dengan musim, di Amerika sering

terjadi selama musim panas karena pada saat itu orang lebih sering terpapar agen

pengantar virus. Lebih sering dijumpai pada anak-anak daripada orang dewasa.

Kebanyakan kasus dijumpai setelah infeksi saluran pernafasan bagian atas.21

2.9. Prognosis Meningitis

Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme spesifik yang

menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam selaput otak, jenis meningitis

dan lama penyakit sebelum diberikan antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak

dan dewasa tua mempunyai prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan

cacat berat dan kematian.34

Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis

purulenta, tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat

sisa). Lima puluh persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti

ketulian, keterlambatan berbicara dan gangguan perkembangan mental, dan 5 10%

penderita mengalami kematian.35

12
Pada meningitis Tuberkulosa, angka kecacatan dan kematian pada umumnya

tinggi. Prognosa jelek pada bayi dan orang tua. Angka kematian meningitis TBC

dipengaruhi oleh umur dan pada stadium berapa penderita mencari pengobatan.

Penderita dapat meninggal dalam waktu 6-8 minggu.3

Penderita meningitis karena virus biasanya menunjukkan gejala klinis yang

lebih ringan,penurunan kesadaran jarang ditemukan. Meningitis viral memiliki

prognosis yang jauh lebih baik. Sebagian penderita sembuh dalam 1 2 minggu dan

dengan pengobatan yang tepat penyembuhan total bisa terjadi.35

2.10. Pencegahan Meningitis

a. Pencegahan Primer

Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko

meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan

pola hidup sehat.36

Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada

bayi agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Vaksin yang dapat diberikan seperti

Haemophilus influenzae type b (Hib), Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7),

Pneumococcal polysaccaharide vaccine (PPV), Meningococcal conjugate vaccine

(MCV4), dan MMR (Measles dan Rubella).10 Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb-

OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan dan dapat digunakan bersamaan

dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.20 Vaksinasi Hib dapat

melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%. Pemberian

imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6 bulan

sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis
13
dengan interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis

imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai

belum dapat membentuk antibodi.5,37

Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan pemberian kemoprofilaksis

(antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah dengan penderita.9

Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.35

meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan

cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian sebaiknya

memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2 /orang),

ventilasi 10 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup.32

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung

dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan perumahan dan di

lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah

dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih

sebelum makan dan setelah dari toilet.5

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat

masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan

perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan

pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas

kesehatan serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.38

14
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik,

pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan

pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .23

Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga

penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan

penderita secara dini.10 Penderita juga diberikan pengobatan dengan memberikan

antibiotik yang sesuai dengan jenis penyebab meningitis yaitu : 23

b.1. Meningitis Purulenta

b.1.1. Haemophilus influenzae b : ampisilin, kloramfenikol, setofaksim, seftriakson.

b.1.2. Streptococcus pneumonia : kloramfenikol , sefuroksim, penisilin, seftriakson.

b.1.3. Neisseria meningitidies : penisilin, kloramfenikol, serufoksim dan seftriakson.

b.2. Meningitis Tuberkulosa (Meningitis Serosa)

Kombinasi INH, rifampisin, dan pyrazinamide dan pada kasus yang berat

dapat ditambahkan etambutol atau streptomisin. Kortikosteroid berupa prednison

digunakan sebagai anti inflamasi yang dapat menurunkan tekanan intrakranial dan

mengobati edema otak.

c. Pencegahan Tertier

Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan

lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat

pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat

meningitis, dan membantu penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-

kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami

dampak neurologis jangka panjan.


15
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, 1999. Rencana Pembangunan Kesehatan


Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta.

2. Noor, N., 1997. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rineka Cipta,


Jakarta.

3. Harsono, 2003. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

4. WHO, 2005. Meningitis. http://www.who.int/emc/diseases/meningitis.

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2002. Meningitis:


http://www.depkes.go.id.

6. WHO, 2005.MeningococcalDisease in India.


http://www.who.int/emc/diseases/meningitis.

7. Muliawan, S., 2008. Haemophilus Influenzae As a Cause of Bacterial


Meningitis in Children. Majalah Kedokteran Indonesia, Vol58,
No.11, Hal 438-443, Jakarta.
8. Swierzewski,S.,2002.Meningitis,InsidensandPrevalence
http://www.neurologychannel.com/meningitis/incidence.shtml

9. Kandun, I., 2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Infomedika,


Jakarta.

10. Isbagia, D., 2003. Kemajuan Dalam Pengembangan Vaksin Terhadap Infeksi
Saluran Pernapasan dan Meningitis. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Vol.XIII, No.4, Hal 32-37, Jakarta
11. WHO, 2008. Meningitis Season 2007-2008: moderate levels of meningitis
activity. http://www.who.int/emc/diseases/meningitis.

12. Seamic Health Statistic, 2002. Seamic Publication No.85, International


Medical Foundation of Japan, Japan.

13. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1998. Meningitis:


http://www.depkes.go.id.

16
14. Erika, S., 2004. Karakteristik Penderita Meningitis Anak Yang Dirawat
Inap di RS Santa Elisabeth Medan Tahun 2000-2002. FKM USU,
Medan.
15. Sitorus, D., 2005. Karakteristik Penderita Meningitis Rawat Inap di RS
Santa Elisabeth Medan Tahun 2000-2004. FKM USU, Medan.
16. Markam, S., 1992. Penuntun Neurologi, Cetakan Pertama. Binarupa Aksara,
Jakarta.

17. Handayani, S., 2006. Karier Meningitis Meningokok Pada Jemaah Haji
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.34, No.1, Hal 30-36,
Jakarta.
18. Mansjoer, A.,dkk., 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga. Media
Aesculapius, Jakarta.
19. Jellife, D., 1994. Kesehatan Anak di Daerah Tropis, Edisi Keempat. Bumi
Aksara, Jakarta.

20. Japardi, I., 2002. Meningitis Meningococcus. USU Digital Library


URL:http://Library.usu.ac.id/download/FK/bedahiskandar%20j
apardi23.pdf.
21. Soedarto, 2004. Sinopsis Virologi Kedokteran. Airlangga University Press,
Surabaya.

22. Suwono, W., 1996. Diagnosis Topik Neurologi, Edisi Kedua. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

23. Soegijanto, S., 2002. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan,
Edisi Pertama. Salemba Medika, Jakarta.

24. Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi Pertama. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

25. Juwono, T., 1993. Penatalaksanaan Kasus-kasus Darurat Neurologi.


Widya Medika, Jakarta.

26. Muttaqin, A., 2003. Asuhan Keperawatan Meningitis. FK Universitas


Airlangga, Surabaya.

27. Nelson, 1996. Ilmu Kesehatan Anak, Bagian 2. Kedokteran EGC, Jakarta.

28. Lewis, R., dkk.,2008. Action for Child Survival Elimination of Haemophilus
Influenzae Type b Meningitis in Uganda. Bulletin of the World
Health Organization,Vol.86,No.4 :292-301,Uganda
17
V.,2008.Haemophilus29. Devarajan, Influenzae Infection.
http://www.meningitisemedicine.com

30. Saul, F., 2007. Aseptic Meningitis. http://www.meningitisemedicine.com

31. Musfiroh, S., dkk., 2000. Tuberkulosis Sistem Saraf Pusat di RSUP
Dr.Sardjito Yogyakarta. Berkala Ilmu Kedokteran, Vol.32, No.3,
FK Universitas Gadjah Mada.
32. Nofareni, 2003. Status Imunisasi BCG dan Faktor Lain yang Mempengaruhi
Terjadinya Meningitis Tuberkulosa. USU Digital Library
URL:http://Library.usu.ac.id/download/FK/nofareni.pdf
33. Rafiq, A., 2001. Daya Lindung Vaksin BCG Terhadap Meningitis
Tuberkulosa Anakdi Beberapa Rumah Sakit Jakarta.
http://www.depkes.go.id.
34. Nelson, 1995. Ilmu Kesehatan Anak. Kedokteran EGC, Jakarta.

35. Hasan, R., Alatas, H., 2002. Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah 3.
Infomedika, Jakarta.

36. Beaglehole, R., dkk., 1997. Dasar-dasar Epidemiologi. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

37. Djauzi, S., Sundaru, H., 2003. Imunisasi Dewasa. Penerbit FK UI, Jakarta.

38. Fletcher, Robert H., dkk., 1992. Sari Epidemiologi Klinik. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

39. Magdalena,D.,2002.Distribusi Frekuensi Penderita Meningitis Anak Yang


Dirawat Inap di RSU Pirngadi Medan Tahun 1999-2001. FKM
USU, Medan

18

Você também pode gostar