Você está na página 1de 23

RESPON PERTUMBUHAN TENAGA KERJA TERHADAP

FLUKTUASI PAJAK TEMBAKAU

Oleh

Fadili
NIM 140810101130

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER 2017


ABSTRAK

Analisis Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri Pengelohan Tembakau Di

Indonesia: Pendekatan Vector Error Correction Model (VECM)

Fadili
Email: fadilnw06@gmail.com

Sektor industri pengolahan tembakau sangat penting bagi

perekonomian Indonesia. Sektor ini penyumbang besar bagi pendapatan

nasional sekaligus menjadi sumber lapangan kerja dan pendapatan

masyarakat. Kendati demikian produk-produk olahan tembakau yang

sebagian besar adalah rokok mimiliki efek negatif bagi kesehatan dan

lingkungan. Karena itu pemerintah berupaya untuk mengendalikan

peredaran hasil produksi industri ini dengan mengenakan pajak tidak

langsung berupa cukai tembakau. Beberapa waktu yang lalu pemerintah

berencana menaikkan pajak hasil produksi industri ini agar peredarannya

di masyarakat semakin sedikit. Tentu secara langsung atau tidak, akan

berpengaruh terhadap kondisi tenaga kerja yang ada di sektor pengolahan

tembakau. Penelitian ini membahas variabel pertumbuhan tenaga kerja,

pertumbuhan besaran pajak yang dibebankan kepada produsen, upah riil

dan nilai output yang saling berpengaruh dan saling berkontribusi

terhadap perubahan masing-masing variabel dalam jangka pendek

maupun jangka panjang.

Dengan menggunakan permodelan pendekatan VECM (vector error

correction model) dan alat analisis IRF (impulse response functions) dan VD

(variance decomposition), peneliti bermaksud menganalisis hubungan yang

terjadi antara pertumbuhan tenaga kerja, pajak tidak langsung untuk

ii
produsen, upah riil dan nilai output produksi industri pengolahan

tembakau. Hasil uji kointegrasi Johansen bahwa keempat variabel tersebut

memiliki kointegrasi, artinya memiliki hubungan dalam jangka panjang.

Sedangkan hasil uji kausalitas Granger menunjukkan bahwa pertumbuhan

tenaga kerja dan pajak tidak langsung untuk produsen tidak memiliki

hubungan kausalitas satu sama lain. Variabel pertumbuhan tenaga kerja

diketahui mimiliki kausalitas satu arah terhadap upah riil dan tidak dengan

sebaliknya. Dalam jangka pendek variabel pertumbuhan tenaga kerja

hanya dipengaruhi oleh dirinya sendiri tetapi dalam jangka panjang

variabel upah riil memiliki kontribusi sangat dominan terhadap variabel

pertumbuhan tenaga kerja dibandingkan variabel-variabel lainnya.

Kata kunci: tenaga kerja industri pengolahan tembakau, pajak tidak

langsung, VECM.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL..............................................................................................Error!
Bookmark not defined.
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
BAB 2. METODE PENELITIAN ....................................................................... 5
BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 7
3.1. Uji Stasionaritas ......................................................................................... 7
3.2. Uji Kointegrasi ........................................................................................... 8
3.3. Uji Kausalitas ............................................................................................. 9
3.4. Analsis Impulse Respon Function ............................................................ 11
3.5. Analisis Variance Decomposition ............................................................. 13
BAB 4. PENUTUP .............................................................................................. 15
4.1. Kesimpulan dan Saran Kebijakan ......................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN.........................................................................................................17

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil uji ADF pada tingkat level................................................. 7

Tabel 2. Hasil uji ADF pada tingkat 1st defference..................................... 8


Tabel 3. Hasil uji Johansen Cointegration............................................... 9

Tabel 4. Hasil uji kausalitas Granger........................................................... 9

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan pajak tidak


langsung industri pengolahan tembakau................................................. 3

Gambar 2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan upah riil industri


pengolahan tembakau................................................................................. 4

Gambar 3. Hasil impulse respon function pajak tidak langsung terhap


pertumbuhan tenaga kerja, output dan upah minimal.......................... 11
Gambar 4. Hasil impulse respon function upah minimum terhadap
pertumbuhan tenaga kerja, output dan upah riil....................................
12

Gambar 4. Hasil Variance Decomposition pertumbuhan tenaga


kerja................................................................................................................ 13

vi
BAB 1. PENDAHULUAN
Industri berbasis tembakau memiliki peran yang demikian besar

dalam perekonomian nasional sebagai penyumbang penerimaan negara

(Pratomo, G et al. 2012.554). Selain itu industri berbasis tembakau menjadi

sumber lapangan kerja dan pendapatan masyarakat (Rachmat, 2010). Pada

tahun 2010 tercatat 327.865 tenaga kerja yang bekerja di sektor industri

pengolahan tembakau dan terus meningkat menjadi 367.561 tenaga kerja di

tahun 2015 (BPS, 2017). Tingginya angka tenaga kerja di sektor ini tidak saja

pada industri pengolahannya, tembakau merupakan tanaman yang banyak

ditanam oleh sebagian besar petani di berbagai daerah di Indonesia.

Dengan demikian industri berbasis tembakau merupakan salah satu

penopang perekonomian masyarakat baik di sektor hulu maupun hilir

(Badara et al, 2016).

Pada tahun 2013 jumlah perusahaan pengolahan tembakau sebanyak

866 perusahaan dan menurun menjadi 862 perusahaan pada 2014, tetapi

nilai output industri ini tetap mengalami peningkatan, yakni sebesar Rp

73.196,03 Milyar pada 2013 dan Rp 192.101,01 Milyar pada 2014 (BPS, 2017),

serta menyumbang Rp 144,6 Triliun bagi penerimaan negara melalui bea

dan cukai pada tahun 2015 dimana 96 persen berasal dari cukai rokok

(Derektorat Jendral Bea dan Cukai, 2016). Meskipun memberikan manfaat

yang sangat besar dari aspek ekonomi namun mempunyai dampak yang

kurang baik dari aspek kesehatan, terutama bahaya rokok yang

menimbulkan efek negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Kerena itu

pemerintah mengeluarkan banyak peraturan untuk mengendalikan dan

mengurangi produk-produk hasil pengolahan tembakau.

1
Dalam Rancangan APBN-P (RAPBN-P) 2017, pemerintah
memasang target penerimaan cukai sebesar Rp157,2 triliun atau naik
6,12% dari target APBN-P 2016 sebesar Rp148,1 triliun. Jika dirinci
lebih lanjut, target cukai hasil tembakau (CHT) sebesar Rp149,9 triliun
atau meningkat 5,78% dibandingkan target APBN-P 2016 sebesar
Rp141,7 triliun. Sementara target cukai minuman alkohol naik
menjadi Rp5,5 triliun dan cukai ethyl alkohol menjadi Rp150 miliar
serta cukai lainnya sebesar Rp1 triliun. Kenaikan target tersebut juga
diiringi dengan penyesuaian tarif cukai rokok rata-rata sebesar 11,19%
per 1 Januari 2016. (Haryanto, 2016).

Kebijakan ini mempunyai maanfaat ganda, selain untuk

meningkatkan pendapatan negara dari penerimaan cukai, juga bisa

mengurangi produksi sekaligus konsumsi atas produk-produk hasil

tembakau. Kenaikan pengenaan cukai juga akan menaikkan biaya

produksi, sehingga harga produk hasil tembakau akan semakin meningkat

pula. Lebih dari itu pemerintah juga mewacanakan untuk menaikkan harga

rokok menjadi diatas 50 ribu per pax (Haryanto, 2016), sehingga diharapkan

daya beli masyarakat akan menurun. Namun kebijakan ini menuai banyak

kritikan dari berbagai pihak, kareana ditengarai akan mengurangi

penyerapan tenaga kerja serta menyebabkan pemutusan hubungan kerja

(PHK) bagi pekerja industri pengolahan tembakau.

Borjaz (2013: 156) mengemukakan bahwa pajak yang dikenakan

kepada produsen akan menyebabkan penurunan lapangan kerja sebagai

akibat naiknya biaya produksi perusahaan. Namun fakta empirik

menunjukkan bahwa pada industri berbasis tembakau peningkatan pajak

tidak langsung yang dibebankan kepada produsen juga diikuti oleh

peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor industri tembakau. Pada tahun

2012 pajak yang diterima negara dari sektor ini sebesar 25.645 Milyar

dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 324.614 pekerja. Kemudian

2
meningkat pada 2013 menjadi 27.622 Milyar dan jumlah tenaga kerja

sebanyak 362.933 pekerja. Hal ini menandakan bahwa fluktuasi

pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri pengolahan tembakau tidak

JUMLAH TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN


TEMBAKAU DAN PAJAK TIDAK LANGSUNG
30000 400000
Indirect Tax Labor 350000
25000
300000
20000
250000
15000 200000
150000
10000
100000
5000
50000
0 0

Gambar 1. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan pajak tidak langsung


industri pengolahan tembakau.
Sumber: BPS 2017, data diolah.
hanya di pengaruhi oleh pajak tidak langsung yang dikenakan kepada

prdusen. Ada faktor-faktor lain seperti upah yang juga mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan tenaga kerja (Ehremberg & Smith,

2011:38 dan Borjaz, 2013:44).

Upah mempunyai pengaruh yang signifikan dan berhubungan

negatif dengan penyerapan tenaga kerja khususnya tenaga kerja dengan

produktivias yang rendah (Sulistiawati, 2012). Borjaz (2013: 36-40),

menjelaskan bahwa kenaikan upah pada akhirnya meningkatkan biaya

produksi dan biasanya produsen akan meningkatkan penggunaan

teknologi dalam produksinya sehingga permintaan tenaga kerja menjadi

rendah. Berdasarkan data empiris justru ketika upah riil naik pada 2006

pertumbuhan tenaga kerja di sektor pengolahan tembakau juga meningkat.

Selanjutnya ketika umpah minimum menurun pada 2009, pertumbuhan

3
tenaga kerja di sektor ini juga mengalami penurunan. Hal inilah yang

mendorong perlu dilakukannya kajian secara lebih mendalam tentang

pertumbuhan tenaga kerja di sektor industri pengolahan tembakau untuk

mengetahui faktor mana yang lebih berpengaruh baik dalam jangka

pendek maupun jangka panjang.

UPAH RIIL DAN PERTUMBUAHAN TENAGA KERJA


INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU
400000 250
Upah Minimum Labor
350000
200
300000
250000 150
200000
150000 100
100000
50
50000
0 0

Gambar 2. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan upah riil industri


pengolahan tembakau.
Sumber: BPS 2017, data diolah.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alat bagi pengambil

kebijakan untuk digunakan sebagai salah satu rujukan dalam upaya

mengendalikan hasil produk industri pegolahan tembakau dengan tetap

menjaga stabilitas pertumbuhan tenaga kerja di sektor tersebut. Karena itu

dilakukan pengamatan terhadap pertumbuhan tenaga kerja, pajak tidak

langsung, upah minimum dan nilai output industri pengolahan tembakau

di Indonesia dengan memperlakukannya sebagai independent variable

menggunakan model vector error correction model (VECM). Sehingga dapat

dilihat kontribusi dan pengaruh masing-masing variabel satu sama lain

baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, terutama pengaruh

variabel pajak terhadap pertumbuhan tenaga kerja dan variabel lainnya.

4
BAB 2. METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

berupa data time series mulai tahun 2000 sampai 2014 yang telah dilakukan

proses interpolasi data menjadi data kuartalan. Penggunaan data pada

penelitian ini didasari atas terjadinya peningkatan secara signifikan

pertumbuhan tenaga kerja industri pengolahan tembakau mulai tahun 2000

sampai 2014 secara terus menerus. Data sekunder bersumber dari data yang

dekeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian diolah

menggunakan analisis ekonometrika dengan bantuan software EViews versi

9. Penggunaan operasional software EViews versi 9 karena cukup lengkap

menyediakan alat analisis ekonometrika untuk permodelan VECM.

Penerapan analisis Vector Error Correction Model (VECM) pada

penelitian ini untuk menggambarkan pertumbuhan tenaga kerja industri

pengolaan tembakau (RL), nilai output (OV), upah riil (RW) dan pajak tidak

langsung yang dekenakan kepada produsen (InT). Secara fenomena model

ini tidak didasarkan atas suatu teori, ini sesuai dengan asumsi Sims bahwa

model VAR tidak membedakan antara variabel eksogen dan variabel

endogen (Gujarati & Porter, 2008). Dengan tidak membedakan variabel

endogen dan eksogen merupakan kelebihan VAR untuk menganalisis

fenomena ekonomi yang atheory. Secara umum model VAR yang

digunakan adalah (Hill et al, 2010:499):



= 10 + 11 1 + 12 1 +
= 20 + 21 1 + 22 1 +
Berdasarkan persamaan di atas maka dapat ditulis sebagai berikut:

5
10 11 12 13 14 11
20 21 22 23 24 21
[ ]= [ ] = [ 32 33 34 ] [ ] = [31 ]
30 31
40 41 42 43 44 41

Model VAR dibentuk atas variabel yang stasioner pada tingkat level

(I~(0)) (Hill, et al, 2010:499, Adkins, 2011:407). Tetapi apabila variabel tidak

stasioner pada tingkat level, digunakan model VECM. Model ini

merupakan estimasi analisis VAR untuk variabel yang nonstationary

(I~(1);I(d)), dengan asumsi data time series tidak stasioner pada tingkat level

tetapi pada defferences dan memiliki kointegrasi (Adkins & Hill, 2011:422).

Jauhari (2014) menyatakan untuk melakukan estimasi dengan model

VECM terlebih dahulu perlu dilakukan uji stasionaritas, uji kointegrasi dan

uji kausalitas sebagaimana dilakukan dalam penelitian ini. Selanjutnya

dilakukan analisis impulse respon function untuk mengetahui pengaruh

shock/guncangan satu variabel terhadap variabel lainnya, dan variance

decomposition untuk megetahui hubungan antar variabel di dalam model.

6
BAB 3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Uji Stasionaritas
Uji stasionaritas diperlukan dalam penggunaan data time series

sebab data yang tidak stasioner akan menyebabkan terjadinya spourius

regression. Sedangkan Gujarati (2008) dan Hill (2011:476-477)

menyatakan bahwa time series stasioner jika mean dan variannya

konstan sepanjang waktu. Sehingga data yang diamati memiliki

variansi yang kecil, cenderung mendekati nilai rata-ratanya dan tidak

dipengaruhi oleh waktu (Wardhono, 2004: 62-63). Dalam penelitian ini

digunakan uji ADF (Augmented Dicky Fuller) untuk mengetahui

stasioner atau tidaknya data yang digunakan.

Penerapan uji ADF ialah dengan membandingkan nilai ADF

dengan nilai alpha (). Nilai yang digunakan dalam penelitian ini

adalah 5% sehingga nilai probabilitas variabel pertumbuhan tenaga

kerja, nilai output, upah riil dan pajak tidak langusng industri

pengolahan tembakau kurang dari 5% (0,05) dinyatakan stasioner.

Pengujian dilakukan dengan tiga tahapan yaitu pengujian pada tingkat

level, 1stdifference, dan 2nd defference. Masing-masing variabel diuji mulai

tingkat level, apabila tidak stasioner pada tingkat ini dilanjutkan pada

tingkat 1stdifference, dan jika tetap belum stasioner dilanjutkan sampai

tingkat 2nd defference. Hasil uji ADF dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil uji ADF pada tingkat level.


Nilai Nilai Kritis
Variabel Probabilitas Keterangan
ADF 1% 5% 10%
RL -1.345204 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.6026 Tidak Stsioner
OV -0.949377 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.7653 Tidak Stsioner
RW -2.500136 -3.546099 -2.91173 -2.593551 0.1206 Tidak Stsioner
InT -4.298821 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.0011 Stsioner
Hasil pengujian ADF pada tingkat level hanya variabel pajak

tidak langsung (InT) yang mempunyai nilai probabilitas (0.0011) lebih

7
kecil dari 5% (0.05), artinya data time series InT sudah stasioner pada

tingkat level. Sedangkan varibel RL, OV dan RW tidak staioner pada

tingkat level karena memiliki nilai probabilitas yang lebih besar dari

5% sehingga secara pada variabel-variabel tersebut terdapat unit root.

Karena itu pengujian perlu dilanjutkan pada tingkat 1st defference.

Dengan hasil sebagaimana tabel berikut.

Tabel 2. Hasil uji ADF pada tingkat 1st defference.


Nilai Kritis
Variabel Nilai ADF Probabilitas Keterangan
1% 5% 10%
RL -3.550823 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.0099 Stsioner
OV -4.446797 -3.548208 -2.912631 -2.594027 0.0007 Stsioner
RW -8.37413 -3.550396 -2.913549 -2.594521 0.0000 Stsioner
InT -4.394749 -3.57131 -2.922449 -2.599224 0.0009 Stsioner
Setelah melakukan pengujian di 1st defference variabel RL, OV dan

InT sudah stasioner karena nilai probabilitas ketiga variabel tersebut

lebih kecil dari 5% (0,05) sehingga dapat dikatakan stasioner. Selain itu

nilai ADF masing-masing variabel diketahui lebih kecil dari nilai kritis

yang ditentukan pada 5%.

3.2. Uji Kointegrasi


Pengujian kointegrasi dilakukan untuk mengetahui masing-

masing variabel dalam model terkointegrasi atau tidak, artinya

terdapat hubungan jangka panjang atau tidak antarvariabel yang

dibentuk dalam penelitian ini. Pengujian kointegrasi dilakukan dengan

menggunakan metode Johansen Cointegration Test. Penentuan variabel

dalam model terkointegrasi apabila nilai trace statistic lebih besar dari

nilai kritis atau nilai probabilitas lebih kecil dari 5%. Hasil pengujian

pada penelitian ini sebagaimana tampak pada tabel 3. sebagai berikut.

Tabel 3. Hasil Johansen Cointegration Test


Alpha Trace Statistic Nilai Kritis Probabilitas Keterangan
1% 81.11339 54.6815 0.0000 Terkointegrasi

8
5% 81.11339 47.85613 0.0000 Terkointegrasi
10% 81.11339 44.49359 0.0000 Terkointegrasi
Dari hasil analisis Johansen Cointegration Test menunjukkan

bahwa setiap varibel terkointegrasi. Sehingga nilai output, upah riil dan

pajak tidak langsung berpengaruh dalam jangka panjang terhadap

pertumbuhan tenaga kerja industri pengolahan tembakau. Kondisi ini

terlihat dari nilai trace statistic yang lebih besar dari nilai kritisnya baik

pada alpha 1%, 5% maupun 10%. Dengan terkointegrasinya semua

variabel maka terpenuhi asumsi Adkins & Hill (2011) untuk dapat

menggunakan model VECM.

3.3. Uji Kausalitas


Selanjutnya untuk melihat hubungan timbal balik antar variabel

dilakukan pengujian kausalitas dengan metode Granger Causality Test.

Dengan hipotesis yang digunakan ialah H0: tidak ada kausalitas antara

variabel X ke Y, jika nilai probabilitas lebih besar dari 5%. Dan H1:

terdapat kausalitas dari variabel X ke Y dengan nilai probabilitas lebih

kecil dari 5%. Hasil uji yang telah dilakukan sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil uji kausalitas Granger


Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
DLOGOV does not Granger Cause DLOGRL 1.44568 0.2217
53
DLOGRL does not Granger Cause DLOGOV 2.62552 0.0306
DLOGRW does not Granger Cause DLOGRL 0.56148 0.7582
53
DLOGRL does not Granger Cause DLOGRW 0.88646 0.5138
DLOGINT does not Granger Cause DLOGRL 0.26816 0.9486
53
DLOGRL does not Granger Cause DLOGINT 0.28541 0.9405
DLOGRW does not Granger Cause DLOGOV 0.02225 0.9999
53
DLOGOV does not Granger Cause DLOGRW 2.43695 0.0421
DLOGINT does not Granger Cause DLOGOV 0.38821 0.8822
53
DLOGOV does not Granger Cause DLOGINT 0.97725 0.4532
DLOGINT does not Granger Cause DLOGRW 3.05149 0.0149
53
DLOGRW does not Granger Cause DLOGINT 0.72884 0.6291
Berdasarkan Granger Causality Test didapatkan hasil bahwa

pertumbuhan tenaga kerja mempengaruhi nilai output industri

9
pengolahan tembakau dengan nilai probabilitas 0.0306 (< 0.05) sehingga

cukup bukti untuk menolak H0. Sebaliknya nilai output dianggap tidak

mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja karena mempunyai nilai

probabilitas yang lebih besar dari 5%.

Sedangkan pajak tidak langsung dan upah riil diketahui

menerima H0, kedua variabel tersebut tidak mempnyai hubungan

kausalitas terhadap pertumbuhan tenaga kerja industri pengolahan

tembakau. Demikian pula sebaliknya, pertumbuhan tenaga kerja

diketahui tidak berpengaruh terhadap pajak tidak langsung maupun

upah riil. Justru pajak tidak langsung ditemukan berpengaruh

terhadap upah riil dengan nilai probabilitas 0.0149 lebih kecil dari 0.05,

tetapi tidak sebaliknya. Selanjutnya upah riil juga dipengaruhi oleh

nilai output dengan nilai probabilitas 0.0421 (< 0.05). Oleh karena itu

pemerintah harus sensitif terhadap pengenaan pajak tidak langsung

karena dapat mempengaruhi upah riil yang pada akhirnya

mempengaruhi kesejahteraan tenaga kerja industri pengolahan

tembakau.

10
3.4. Analsis Impulse Respon Function
Metode Impulse Respon Function digunakan untuk melihat respon

suatu variabel pada saat ini dan masa yang akan datang akibat

gangguan guncangan atau shock pada variabel lainnya. Jauhari (2014)

mengartikan Shock tersebut sebagai perubahan standard deviasi dari

suatu variabel. Sehingga meteode ini memudahkan interpretasi dari

model VECM yang digunakan. Hasil Impulse Respon Function tampak

pada gambar 3. dan gambar 4. berikut.

IRF dengan Guncangan InT


0.03

0.02

0.01

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
-0.01

-0.02
RL OV MW

Gambar 3. Hasil impulse respon funcition pajak tidak langsung terhadap


pertumbuhan tenaga kerja, output dan upah riil.
Sumber: lampiran 8.

Gambar 3. menunjukkan pergerakan pertumbuhan tenaga kerja,

nilai output dan upah riil sebagai respon terhadap shock yang terjadi

pada pajak tidak langsung. Variabel upah riil memiliki respon yang

paling sensitif dari variabel-variabel yang lain. Sedangkan variabel

pertumbuhan tenaga kerja memiliki respon yang sangat kecil, artinya

perubahan pajak tidak langsung tidak begitu berpengaruh terhadap

pertumbuhan tenaga kerja. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa

nilai output perusahaan berhubungan negatif dengan variabel pajak

tidak langsung. Dengan kata lain kenaikan pajak tidak langsung akan

menurunkan nilai output perusahaan dan demikain pula sebaliknya.

11
Hal ini karena pengenaan pajak tidak langsung akan semakin

meningkatkan biaya produksi perusahaan.

IRF dengan Guncangan RW


0.01
0.005
0
-0.005 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
-0.01
-0.015
-0.02

RL OV InT

Gambar 4. Hasil impulse respon funcition upah riil terhadap


pertumbuhan tenaga kerja, output dan upah riil.
Sumber: lampiran 8.

Pada gambar di atas tampak respon dari pertumbuhan tenaga

kerja dan nilai output industri pengolahan tembakau yang meningkat

pada awal periode sebagai akibat terjadinya guncangan pada variabel

upah riil. Respon pertumbuhan tenaga kerja yang positif terhadap

perubahan upah riil karena sesuai dengan penelitian Sulistiawati (2012)

dan Borjaz (2013), bahwa kenaikan upah riil akan menyebabkan

penyerapan tenaga kerja yang semakin besar. Sedangkan respon

variabel nilai output terhadap perubahan upah riil adalah negatif. Ini

menandakan bahwa kenaikan upah riil akan menurunkan output

produksi sebagai akibat semakin tingginya biaya produksi seperti

halnya pada kasus kenaikan pajak tidak langsung di atas.

Berdasarkan uji IRF sebagaimana tampak pada gambar 3. dan

gambar 4., secara keseluruhan guncangan pada variabel pajak tidak

langsung dan upah riil direspon langsung secara fluktuatif pada awal

periode oleh variabel pertumbuhan tenaga kerja dan nilai output

12
perusahaan. Sedangkan dalam jangka panjang respon setiap varibel

terhadap guncangan tersebut cenderung stabil.

3.5. Analisis Variance Decomposition


Interpretasi model VECM selanjutnya dilakukan dengan Analisis

Variance Decomposition. Metode ini mengukur variance suatu variabel yang

ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain (Jauhari, 2014),

atau untuk mengukur besaran kontribusi beberapa variabel terhadap salah satu

variabel yang digunakan dalam model. Gambar 5. dibawah ini adalah besaran

kontribusi nilai output, upah riil, dan pajak tidak langsung terhadap

pertumbuhan tenaga kerja industri pengolahan tembakau di Indonesia.

Variance Decomposition of RL
100%
99%
98%
97%
InT
96%
95% OV
94% MW
93%
RL
92%
91%
90%
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Gambar 4. Hasil Variance Decomposition pertumbuhan tenaga kerja.


Sumber: lampiran 9.
Hasil analisis variance decomposition menunjukkan bahwa variabel

pertumbuhan tenaga kerja pada periode pertama tidak dipengaruhi oleh

variabel lain, berkontribusi 100 persen terhadap dirinya sendiri. Baru

pada periode kedua variabel upah riil berperan 3.5 persen terhadap

pertumbuhan tenaga kerja, dan semakin dominan pada periode-periode

selanjutnya. Pada periode terakhir (yang digunakan dalam penelitian

ini) upah riil memiliki kontribusi sebesar 5.9 persen. Sendangkan

13
variabel pajak tidak langsung berperan sangat kecil yaitu hanya 0.04

persen. Artinya dalam jangka panjang pertumbuhan tenaga kerja

industri pengolahan tembakau lebih banyak dipengaruhi oleh upah riil

dari pada pajak tidak langsung yang dikenakan kepada produsen.

14
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan dan Saran Kebijakan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pajak tidak langsung

yang dikenakan kepada produsen industri pengolahan tembakau

secara signifikan tidak mempengaruhi pertumbuhan tenaga kerja

sektor tersebut selama periode pengamatan. Bahkan berdasarkan

pengujian kausalitas Engel-Ganger, antara variabel pajak tidak langsung

dan pertumbuhan tenaga kerja tidak mempunyai hubungan sebab

akibat (kausalitas). Oleh karena itu rencana pemerintah untuk

menaikkan pungutan pajak berupa cukai untuk mengendalikan hasil

industri pengolahan tembakau tidak akan mempengaruhi

pertumbuhan tenaga kerja di sektor ini.

Selanjutnya pengukuran dengan impulse respon function juga

memperlihatkan reaksi yang sangat kecil diberikan oleh variabel

pertumbuhan tenaga kerja terhadap shock dari variabel pajak. Justru

variabel ini memberikan reaksi positif apabila guncangan pada variabel

upah riil. Hal ini juga diperkuat oleh hasil pengujian varian

decomposition bahwa upah riil mempunyai konstribusi yang sangat

dominan terhadap pertumbuhan tenaga kerja sedangkan pajak tidak

langsung hanya mempunyai konstribusi yang sedikit sekali yakni

hanya 0,05 persen selama periode pangamatan. Karena itu apabila

pemerintah hendak menaikkan pajak tidak langsung yang dikenakan

kepada produsen industri pengolahan tembakau, pemerintah harus

memperhatikan upah riil yang berlaku pada sektor ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahaman, R. 2014. Analsis Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPNBM) Terhadap Daya

Beli Konsumen Pada Kendaraan Bermotor. Hasil Penelitian. Riau:

Fakultas Ekonomi UMRAH.

Adkins, L.C dan Hill, R. 2011. Using Stata For Principles of Econometrics.
(Fourth Edition). New York: John Wiley & Sons, Inc.

Badara dan Hasan, A.F. 2016. Analisis Kinerja Ekspor Tembakau Di

Indonesia: Pendekatan Vector Autoregression. Hasil Penelitian.

Jember: Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNEJ.

Borjaz, G.J. 2011. Labor Economics. (Sixth Edition). New York: McGraw-
Hill/Irwin.

Derektorat Jendral Bea dan Cukai Kementria Keuangan. 2016.


PENERIMAAN BEA CUKAI TEMBUS 380 TRILIUN. Diperoleh dari:
http://www.beacukai.go.id/berita/penerimaan-bea-cukai-tembus-
380-triliun.html.

Ehrenberg, R.G dan Smith, R.S. 2011. Modern Labor Economics: Theory and
Public Policy. (Eleventh Edition). New York: Pearsion.

Enders, Walter . 2014. Applied Econometric Time Series. (Fourth Edition).


United States Of America: John Wiley & Sons, Inc.

Gujarati, D.N dan Porter, D. 2008. Basic Econometrics. (Fifth Edition). New

York: McGraw-Hill/Irwin.

Haryanto, J.T. 2016. Urgensi Kenaikan Harga Rokok. Diambil dari:


http://www.kemenkeu.go.id/Artikel/urgensi-kenaikan-harga-rokok.

Hill, R., et al. 2010. Principles of Econometrics. (Fourth Edition). United States

of America: John Wiley & Sons, Inc.

Jauhari. 2014. Analisis Pergerakan Harga Internasional Minyak Bumi, CPO,

Dan Kedelai Dengan Pendekatan VECM. Skripsi. Bogor: Fakultas

Ekonomi dan Manajemen IPB.

16
Pratomo, G et al. 2012. Game Theory Analysis Of Prospects Of Formal And
Informal Institutions Tobacco Industry In Gresik Regency. ICAM.
Jember: Faculty of Agriculture Jember Univertity.

Rachamt, M dan Nuryanti, S. 2009. Dinamika Agribisnis Tembakau Dunia


dan Implikasinya Bagi Inodesia. Laporan Penelitian. Bogor: Pusat
Penelitian Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Rachmat, M. 2010. Pengembangan Ekonomi Tembakau Negara Maju dan


Pelajaran Bagi Indonesia. Laporan Penelitian. Bogor: Pusat Penelitian
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Stock, J.H dan Watson, M. 2010. Introductions to Econometrics. (Thirtd

Edition). United States of America: Pearson.

Sulistiawati, R. 2011. Pengaruh Upah riil terhadap Penyerapan Tenaga


Kerja dan Kesejahteraan Masyarakat di Provinsi di Indonesia. Jurnal
Eksos. No.3/VIII/X/2014. Pontianak: Fakultas Ekonomi Tanjngpura
Pontianak.

17

Você também pode gostar