Você está na página 1de 5

Contoh Kasus Laporan Fiktif Kas Bank BRI Unit Tapung Raya

Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia terbukti
melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan keuangan. Perbuatan
tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas dari BRI Cabang Bangkinang pada hari
Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini
menemukan kejanggalan dari hasil pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak
seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi
gantung yaitu adanya pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II
ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukanMasril, namun tidak disertai
dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang dikonfirmasi
mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Mapolres
Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa laporan pembukuan.Kasus ini
dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang Bangkinang dan Rustian

Penyelesaian Masalah :
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia lakukan.Kemudian
kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkankontribusi karyawan pada
perusahaan.Perusahaan melakukan pelatihan pendidikan secara periodik kepada karyawan
sesuaidengan perkembangan teknologi yang berkembang.Pembinaan ini sangatlah penting karena
setiap karyawan memiliki kepribadian yangberbeda jadi attitude ini harus ditekankan kepada
karyawan. Dalam hal ini karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat
memperkecil resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.

Sanksi dan Denda


Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64
Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar
Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu
sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan
kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sdr. Ludovicus
Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara,
karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit
sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal
menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110
Solusi sebagai seorang Auditor :
Mengenai kasus tersebut seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan,
selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam.
Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena
ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada
emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian
kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang
mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai
dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah
dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah
berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Contoh Kasus Penyimpangan Audit

Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren, CPA baru saja diinformasikan
bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke
depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru
saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang
mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi.
Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan
pendapatan yang disebut tagih dan tahan yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak
melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk
Machine International. Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa
metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank
berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya
tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir,
tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti
persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia
tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan
mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum. Namun, ia mau menulis sebuah
surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan
akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, Frank, rekan harus
bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi
sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda
sebagai rekan.

PEMBAHASAN KASUS DAN SOLUSI

Pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan dilema
etis tersebut, antara lain :
Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode yang
dipertanyakan oleh pihak SEC.
Setelah melakukan riset, Frank menemukan bahwa metode tersebut tidak sesuai bagi Machine
Internatioal. Frank mengetahui bahwa metode tersebut memang tepat pada tahun sebelumnya tetapi
peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini.
Frank merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah
pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya.
Rekannya meminta Frank agar sependapat dengan dirinya untuk menyetujui penggunaan metode
tersebut karena metode tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun dan diyakini ketepatannya.
Rekannya menawarkan surat pernyataan bahwa bila terjadi suatu permasalahan hukum, maka ia
mengambil tanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Mengidentifikasi isu-isu etika berdasarkan fakta-fakta tersebut.
Isu etika dari dilema tersebut adalah apakah merupakan hal yang etis bagi Frank untuk
mengeluarkan pernyataan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya mengingat rekan
merupakan orang yang membuat keputusan akhir serta berada di atas kedudukannya saat ini
sebagai manajer senior.

- Konsekuensi dari setiap alternatif


Jika ia menyetujui pendapat dan tawaran surat pertanggung jawaban dari rekannya kemungkinan hal
ini dapat berpengaruh besar bagi hasil audit ini nantinya. Jika timbul permasalahan hukum maka hal
ini dapat membuat perusahaanya (Bright and Lorren,CPA), rekannya, dan ia sendiri dituntut oleh
kliennya karena melakukan kesalahan selama pelaksanaan audit.

- Tindakan Yang tepat


Keputusan sepenuhnya berada di tangan Frank, tentunya ia harus mempertimbangkan masak-masak
akan dilema yang diadapinya saat ini. Secara ekstrim, jika ia tetap menjunjung akan SPAP dan PSAK
maka ia akan tetap menuliskan ketidak setujuannya akan keputusan rekannya dalam menangani
kasus tersebut mengingat metode akuntansi yang digunakan klien tidaklah sesuai dengan aturan
yang diberikan SEC. Namun jika ia menyetujui pendapat rekannya maka kemungkinan ia akan
memperoleh kedudukannya sebagai rekan yang akan ia peroleh 1 atau 2 tahun ke depan serta
adanya pandangan bahwa ia telah menunjukkan sikap menghargai dan menghormati keputusan
rekannya. Sementara di satu pilihan lainnya Frank dapat memilih untuk tidak melakukan kegiatan
penugasan tersebut melihat adanya risiko yang cukup besar pada hasil auditnya nanti.

Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya


Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut
sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya
antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit
terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar
audit. Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya
oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM &
R, PU & R, RY, S & S, SD & R, dan RBT & R. Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi
etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa
untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan, ujarnya.
Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk
melakukan pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik
dengan pihak perbankan. ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar human error atau
kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada
berbagai penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan tindakan
administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya, karena itu kemudian ICW
mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu tidak
ringan. Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan
laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan
administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor akuntan publik itu, tegasnya.
Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis
Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis
terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Analisis : Pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah tanggung jawab prolesi,
dimana seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiatasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Selain
itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu
dengan cara menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip
obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, dan melanggar prinsip kedelapan yaitu
standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota
mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
2. JAKARTA, KOMPAS Dewan Perwakilan Rakyat sulit diharapkan mau membongkar praktik mafia
anggaran yang terjadi di lembaga tersebut dan melibatkan pejabat pemerintah. Partai politik dan
politikusnya di DPR diuntungkan dengan kondisi tetap tak terungkapnya praktik mafia anggaran
karena mereka mengandalkan pembiayaan politik dari transaksi haram seperti dalam kasus suap di
Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Setidaknya di dua kasus, Kemenpora dan Kemenkertrans menjadi contoh konkret bahwa praktik
mafia anggaran terus berjalan. Sulitnya kita berharap pada politikus untuk memberantas korupsi
karena mereka juga terjebak pada agenda dan kepentingan pragmatis, kata Koordinator Divis
Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan di Jakarta, Senin (12/9).
Abdullah mencontohkan praktik mafia anggaran yang coba diungkap anggota DPR Wa Ode
Nurhayati. Namun yang terjadi, Badan Kehormatan DPR justru memproses yang bersangkutan
meskipun dia sebagai penyingkap aib (whistle blower). BK DPR tak pernah memeriksa pihak-pihak
yang disebutkan Wa Ode.
Parpol dan politikusnya mengandalkan permodalan politik dari kongkalikong semacam ini, jadi sulit
mereka mau mengungkap praktik mafia anggaran, kata Abdullah.
Abdullah mengatakan, praktik mafia anggaran dimulai sejak perencanaan, misalnya dalam kasus
dana percepatan infrastruktur daerah (DPID) di Kemnakertrans. Dalam perencanaan, orang di
lingkaran menteri menawarkan beberapa daerah untuk mendapatkan program atau wilayah proyek
DPID. Tentunya dengan imblana fee tertentu, katanya.
Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok
Sky Khadafi mengungkapkan, anggaran yang sudah disetujui DPR dalam kenyataannya tidak
diberikan ke daerah secara gratis. Dalam kasus suap di Kemenpora dan Kemnakertrans, terlihat jelas
DPR dan pemerintah saling mengambil uang dari anggaran yang seharusnya untuk daerah.
Harus ada fee buat parlemen, sementara birokrat kita juga butuh duit . Keduanya saling
membutuhkan. Pejabat di kementerian membutuhkan uang untuk biaya kenaikan pangkat dan upeti
bagi atasan mereka. Menteri juga membutuhkan uang untuk membantu partai politiknya. analisis :
Dalam artikel Penyelewengan Anggaran yang tertulis pada harian kompas, rabu, 14 September 2011
terdapat beberapa pelanggaran prinsip etika profesi akuntansi yaitu Prinsip pertama : Tanggung
Jawab Profesi, Prinsip Kedua : Kepentingan Publik, Prinsip Ketiga : Integritas, Prinsip Keempat :
Obyektivitas, Prinsip Kelima : Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, Prinsip Ketujuh : Perilaku
Profesional, Prinsip kedelapan : Standar Teknis. Seharusnya seorang akuntan harus menaati prinsip-
prinsip etika profensi akuntansi tersebut.
3. Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat
kasus korupsi dalam kredit macet.
Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit
macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa
(18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para
saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus
ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan
publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Ada
empat kegiatan laporan keuangan milik Raden Motor yang tidak masuk dalam laporan keuangan
yang diajukan ke BRI, sehingga menjadi temuan dan kejanggalan pihak kejaksaan dalam
mengungkap kasus kredit macet tersebut, tegas Fitri.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus tersebut di Kejati
Jambi.
Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap,
namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden
Motor ada data yang diduga tidak dibuat semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.
Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan siapa saja yang
juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya.
Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus ini belum mau memberikan komentar
banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu
sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah kejaksaan
mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru menetapkan dua orang
tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor yang mengajukan pinjaman dan
tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.

Analisa:
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) sudah melanggar prinsip kode etik yang
ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode
etik diantaranya yaitu :
1. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu) tidak
mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat
menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.
2. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya
diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi.
3. Prinsip obyektivitas : Dia telah bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain.
4. Prinsip perilaku profesional : Dia tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan
publik telah melanggar etika profesi.
5. Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.
Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti
Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan
tanda tangan mereka di formulir transfer.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). "Sebagian tanda tangan yang ada di blangko
formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah," ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang sutar
Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan
sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi
transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir
bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi
ini, Malinda menulis kolom pesan, "Pembayaran Bapak Rohli untuk interior".
Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama
penerima PT Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan
ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit," baca jaksa.
Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta
dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489
dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir
AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak
Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.
Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada
formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601.
Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global
Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard
Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor
AW Yoshuara.
"Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T
Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri,"
jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh kedua
nasabah tersebut.

Você também pode gostar