Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh:
SURABAYA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran,
baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia yang
selanjutnya disingkat BPH merupakan penyakit tersering kedua penyakit kelenjar prostat di
klinik urologi di Indonesia. Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sedangkan jaringan
prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul. BPH akan timbul seiring dengan
bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Selain itu yang
menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, adalah bertambahnya zat prostaglandin dalam
jaringan prostat, beta sitosterol yang berperan menghambat pembentukan prostaglandin. Oleh
karena itu, kelenjar prostat dapat juga disembuhkan oleh beta sitosterol (Roehborn, 2002).
Menurut Price (2007), BPH dianggap menjadi bagian dari proses penuaan yang
normal. Walaupun demikian, jika menimbulkan gejala yang berat dan tidak segera ditangani
dapat menimbulkan komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan
tanpa pengobatan adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah
buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu
tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang
akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang dibiarkan tanpa
pengobatan adalah pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan seratserat detrusor akibat
tekanan intra vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, sakulasi, yaitu mukosa buli-
buli menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, divertikel, bila sakulasi menjadi besar.
Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah
buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu
tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang
akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal (Hardjowijoto, 2003).
Pada makalah ini memiliki rumusan masalah, yaitu: bagaimana asuhan keperawatan
pada klien dengan BPH grade III ?
1.3 Tujuan
TINJAUAN TEORI
2.1 Prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan
rektum dan membungkus uretra posterior. bentukya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3
x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan firbromuskular
dn glandular yang terbagi dalam bebebrapadaerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral,
zona transisional, zona preprostatik sfingter, dan zona anterior. Secara histopatologik,
kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas
otot polois, fibroblastik, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah astu komponen dari cairan
semen atau ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi.
Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otomatik simpatetik dan parasimpatetik dari pleksus
prostatikus atau pleksus prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima asukan serabut
parasimpatetik dari korda spinalis S2-4 dan simpatetik dari nervus hipogastrikus (T10-L2).
Rangsangan parasimpatetik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatetik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior ,
seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatetik memberikan inervasi kepada otot polos prostat,
kapsula prostat dan leher buli-buli.Di tempat itu banyak terdapat reseptot adrenergik- .
Rangsangan simpatetik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Pada usia
lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasia jinak
sehingga dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
kemih.
2.2.1 Definisi
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker,
(Corwin, 2009).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan
(Price&Wilson, 2005).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi
berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya
dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston,
David C,2004).
BPH (Hiperplasia prostat benigna) adalah suatu keadaan di mana kelenjar prostat
mengalami pembesaran, memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urin dengan menutup orifisium uretra. BPH merupakan kondisi patologis yang paling umum
pada pria. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Hipertropi prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethal yang kemudian mendesak jaringan
prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Wim de Jong 1998)
2.2.2 Etiologi
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.
Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan Ada beberapa factor
kemungkinan penyebab antara lain :
1) Dihydrotestosteron
Dihydrotestosteron atau DHT adalah metabolik androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel kelenjar prostat. DHT dihasilkan dari reaksi perubahan testosteron di
dalam sel prostat oleh enzim 5 alfa-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT
yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DH-
RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat.
Pada beberapa penelitian dikatakn bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH aktivias enzim 5 alfa-reduktase dan
jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini disebabkan sel prostat pada
BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga keseimbangan sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
2) Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif
tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifita sel-sel prostat terhadap rangsangan
hormon androgen, menigkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah
kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasilnya adalah meskipun rangsanagn terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga prostat menjadi lebih besar.
3) Interaksi stroma - epitel
Deferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara langsung dikontrol oleh sel-sel
stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Seteah sel-selstroma mendapatkan
stimulasi DHT dan estradiol, sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokin, serta mempengaruhi
sel-sel epitel secara parakin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel
maupun sel stroma.
4) Berkurangnya sel yang mati
Program kematian sel (apoptosis) ada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel mengalami apoptosis akan fagositosis oleh sel-sel
disekitarnya kemudian didegradasi oleh sel lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan anara lanju proliferasi sel dengan kematian
sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai prostat dewasa, penambahan jumlah sel-
sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel
prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keeluruahan
menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat
proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian
sel karena setelah dilakuka kasrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar
prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor
pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis.
5) Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di
dalam kelenjar prostat dikenali suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pad keberadaan
hormon androgen, sehingga hormon ini kadarnya menurun sering terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinyaii proliferasi sel-sel pada BPH
dipostuiasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang
berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
2.2.3 Klasifikasi
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba massa kistik si
daerah supra simpisis akibat retensi urine. Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal
Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang penting pada BPH, karena dapat
menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan
seperti nodul atau perabaan yang keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat,
konsistensi, cekungan tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti meraba ujung
hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul. Sedangkan pada
karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan mungkin antara lobus
prostat tidak simetri.
Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
pada saluran kemih. Obstruksi uretra menyebabkan bendungan saluran kemih sehingga
menganggu faal ginjal karena adanya penyulit seperti hidronefrosis menyebabkan infeksi dan
urolithiasis. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang
diujikan. Pemeriksaan sitologi urin digunakan untuk pemeriksaan sitopatologi sel-sel
urotelium yang terlepas dan terikut urin. Pemeriksaan gula darah untuk mendeteksi adanya
diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli. Jika dicurigai
adanya keganasan prostat perlu diperiksa penanda tumor prostat (PSA).
Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, batu/kalkulosa
prostat atau menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda
retensi urin. Pemeriksaan IVP dapat menerangkan adanya :
Pemeriksaan IVP tidak lagi direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan USG secara Trans
Rectal Ultra Sound (TRUS), digunakan untuk mengetahui besar dan volume prostat , adanya
kemungkinan pembesaran prostat maligna sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menentukan jumlah residual urin dan mencari kelainan lain pada buli-buli.
Pemeriksaan Trans Abdominal Ultra Sound (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis
ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan mengukur:
a. residual urin, diukur dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan pemeriksaan
ultrasonografi setelah miksi
b. pancaran urin (flow rate), dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan uroflowmetri
Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS
BENIGN PROSTATE HIPERLASIA GRADE III
Diagnosa masuk : BHP grade 3 + Batu Multiple Renal Sinistra +Hernia Stadium 1
Sinistra
IDENTITAS
Umur : 71 tahun
Keluhan Utama : klien mengeluh cemas dengan proses operasi dan penyakitnya, klien
terpasang kateter, 3/4/2016 klien mengeluh nyeri di luka post op
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien rujukan RSUP HNI Anwar Sumenep dengan batu renal S
+ BPH, dengan keluhan tidak bisa BAK 3 bulan yang lalu. Nyeri pinggang sejak 2 minggu
yang lalu. Klien memiliki riwayat hipertensi. Klien mengeluh cemas dan ingin segera di
operasi lalu pulang. 31/3 klien mengeluh kencingnya sulit, riwayat perdarahan 4 liter di ruang
operasi dengan penurunan tekanan darah hingga 70/50 mmHg. Klien gelisah. 3/4/2016 klien
kembali ke ruangan Dahlia dengan tensi 140/100 mmHg, keluhan klien tidak bisa kencing.
Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi dan pernah
dirawat sekitar 10 tahun yang lalu dengan diagnosa CVA yang mengakibatkan kelemahan
pada Nerveous 10 sehingga tidak mampu berbicara dengan jelas. Klien mengkonsumsi obat
anti hiertensi hanya jika tekanan darahnya mulai naik. Klien juga mengatakan pernah
menjalani operasi hernia di selangkangan kiri.
Perilaku Yang Mempengaruhi Kesehatan : Klien adalah seorang perokok. Selama di Rumah
Sakit, klien mengkonsumsi Lisnoprol 5mg di pagi hari saja sesuai advis dokter. Klien bekerja
sebagai petani & pedagang yang biasa mengangkat beban berat. Klien suka minum kopi,
tidak suka minum air putih, klien minum air dari sumur yang kemudian dimasak. Tempat
tinggal klien berada di dekat pegunungan kapur dan dalam satu wilayah banyak penderita
urolitiasis.
5. Sistem Perkemihan
Inspeksi : genetalia bersih, tidak ada secret, tidak ada ulkus, meatus uretra bersih,
terpasang kateter ukuran 16 fr, produksi urine 1500ml warna kuning jernih
Perkusi : terdapat nyeri ketuk CVA kanan
Palpasi : kandung kemih terasa soepl
Auskultasi : -
6. Sistem Pencernaan
Inspeksi : TB : 175 cm, BB : 64 kg, mulut bersih, mukosa bibir lembab, ada kesulitan
menelan, abdomen lunak, tidak ada nyeri tekan, frekuensi makan 3x sehari diet lunak
tinggi kalori tinggi protein rendah garam
Auskultasi : bising usus 5x/menit
Perkusi : suara perkusi timpani di seluruh kuadran perut
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
7. Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi : pergerakan sendi bebas, tidak ada keterbatasan rentang gerak, tidak ada
deformitas, tidak ada krepitasi, ada benjolan dengan diameter 1 cm di pinggang kiri
dan paha kiri
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
8. Sistem Integumen
Inspeksi : penilaian resiko decubitus = 17 (moderate risk), warna kulit kemerahan,
tidak ada sianosis
Palpasi : tidak ada pitting edema
9. Sistem Endokrin
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
10. Pengkajian Psikososial
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
Klien menganggap penyakitnya merupakan ujian dari Allah SWT, klien selalu
menangis ketika ditanya tentang penyakitnya, klien tampak gelisah dan tegang
saat berbicara tentang operasi yang akan dilakukan namun klien cukup kooperatif
selama perawatan
11. Personal Hygiene dan Kebiasaan
Selama di Rumah Sakit, klien rutin mandi dengan cara diseka oleh keluarganya.
Mandi setiap hari saat sore hari dan menggosok gigi 2x sehari dengan dibantu
keluarga. Klien juga ganti baju setiap hari.
12. Pengkajian Spiritual
Sebelum sakit, klien merupakan orang yang taat beribadah. Selama di Rumah Sakit,
dengan keterbatasan yang ada, klien juga berusaha untuk selalu beribadah.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kimia klinik pada tanggal 4 Januari 2016
BUN = 11 mg/dl
Kreatinin = 1,1 mg/dl
(Post op) ada luka operasi prostatektomi terbuka di suprapubik yang dilaksanakan
pada tanggal 31 Maret 2016, keadaan luka baik. Terpasang drain dengan produksi
drain 300cc/24 jam dengan warna merah
Nama : Tn. S
No. RM : 12465135
Jenis Tanggal
Pemeriksaan 4/3/2016 31/3/2016 1/4 /2016 2/4/2016
WBC 4,64 10,35 11,7
HGB 13,1 10,97 10,3
PLT 224 184,9
PPT 13,4
Kontrol 11
APTT 33
Kontrol 22,2
SGOT 15
SGPT 11
Albumin 3,6 3,8 2,29 3,2
Kreatinin 1,1 1,44 1,07
BUN 10 14 14
Gula Darah 72 176
+
Na 138 142 141 140
K+ 4,1 3,9 4,3 4,3
-
Cl 103 112 109 109
Procalcitonine 10,16
Tanggal Pemeriksaan
Analisa Gas Darah
31/3/2016 1/4/2016
pH 7,39 7,38
pCO2 38,8 29
pO2 369 72
HCO3 - 23,9 23,1
TCO2 -1,3
Be Ecf -2
SaO2 100 99
WOC BPH
Cemas Perkembangan
patogen
Hidroureter
Terbentuknya selula, sekula, Merangsang
divertikuli buli-buli nosi reseptor
Hidronefrosisi
Dihantarkan
LUTS serabut tipe A
Penurunan
(Lower Urinary Tract Syndrome) serabut tipe C
fungsi ginjal
Medula spinalis
Retensi urine Gejala otot intermiten, Gejala iritatif
hesitansi, terminal dribling, urgensi, nokturia,
pancaran lemah, BAK tidak disuria
Otak
puas
Persepsi nyeri
Nama : Tn. S
Umur : 71 tahun
No. Reg : 12.46.51.35
Ruangan : Dahlia
Bulechek, Gloria. M et. al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) 6th edition.
Philadelphia: Mosby, Inc.
Herdman, T. H, et. al. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Classifications 10th edition.
Oxford: Willey Blackwell
Moorhead, Sue, et. al. 2013. Nursing Outcomes Classifications (NOC) 5th edition. Philadelphia:
Mosby, Inc
Price Sylvia. (2007). Patofisiologi Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 vol 2. Jakarta:
EGC
Sampekalo, Gloria. 2015. Angka Kejadian Luts Yang Disebabkan Oleh BPH Di RSUP Prof.
Dr. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2009-2013. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3,
Nomor 1, Januari-April 2015
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Suwandi, Sugandi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Prostat serat Kontrol Hormonal
Terhadap Fungsi Prostat dalam www.urologi.or.id diakses pada 15 April 2016