Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
TINJAUAN TEORITIS
2. Fungsi Manajemen
1) Planning (Perencanaan)
a. Definisi
Planning (perencanaan) sebuah proses yang dimulai
dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan
menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang akan dapat ditetapkan
tugas-tugas staf. Dengan tugas ini seorang pemimpin akan
mempunyai pedoman untuk melakukan supervisi dan evaluasi
serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf dalam
menjalankan tugas- tugasnya.
Fungsi planning (perencanaan) adalah fungsi terpenting
dalam manajemen, oleh karena fungsi ini akan menentukan
fungsi-fungsi manajemen lainnya. Perencanaan akan
memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua
pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan,
dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan
terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efesien.
Bidang kesehatan perencanaan dapat didefenisikan
sebagai proses untuk menumbuhkan, merumuskan masalah-
masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan
sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang
paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan tersebut.
2) Tujuan Perencanaan
Tujuan dari perencanaan yaitu :
a) Untuk menimbulkan keberhasilan dalam mencapai sasaran
dan tujuan
b) Agar penggunaan personel dan fasilitas yang tersedia
lebih efektif
c) Membantu dalam koping dengan situasi kritis
d) Meningkatkan efektivitas dalam hal biaya
e) Membantu menurunkan elemen perubahan, karena
perencanaan berdasarkan masa lalu dan akan datang
f) Dapat digunakan untuk menemukan kebutuhan untuk
berubah
g) Penting untuk melakukan kontrol yang lebih efektif
c. Keuntungan Perencanaan
1) Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak
produktif
2) Dapat dipakai sebagai alat pengukur hasil kegiatan yang
dicapai
3) Memberikan suatu landasan pokok fungsi manajemen
lainnya terutama fungsi keperawatan
4) Memodifikasi gaya manajemen
5) Fleksibilitas dalam pengambilan keputusan
d. Kelemahan Perencanaan
1) Perencanaan mempunyai keterbatasan dalam hal ketepatan
informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang
2) Perencanaan memerlukan biaya yang cukup banyak
3) Perencanaan mempunyai hambatan psikologis
4) Perencanaan menghambat timbulnya inisiatif
5) Perencanaan menyebabkan terhambatnya tindakan yang
perlu diambil
2) Organizing (Pengorganisasian)
a. Definisi
Pengorganisasian adalah suatu langkah untuk menetapkan,
menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
penetapan tugas-tugas dan wewenang seseorang, pendelegasian
wewenang dalam rangka mencapai tujuan. Fungsi
pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan semua
kegiatan yang beraspek personil, finansial, material dan tata cara
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Muninjaya,
2006). Berdasarkan penjelasan tersebut, organisasi dapat
dipandang sebagai rangkaian aktivitas menyusun suatu kerangka
yang menjadi wadah bagi segenap kegiatan usaha kerjasama
dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan
yang harus dilaksanakan serta menyusun jalinan hubungan kerja di
antara para pekerjanya.
b. Manfaat Pengorganisasian
1) Pembagian tugas untuk perorangan dan kelompok
2) Hubungan organisatoris antara orang-orang didalam organisasi
tersebut melalui kegiatan yang dilakukannya
3) Pendelegasian wewenang
4) Pemanfaatan staff dan fasilitas fisik
c. Langkah-langkah Pengorganisasian
1) Tujuan organisasi harus dipahami oleh staf. Tugas ini sudah
tertuang dalam fungsi perencanaan
2) Membagi habis pekerjaan dalam bentuk kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan
3) Menggolongkan kegiatan pokok kedalam satuan-satuan
kegiatan yang praktis
4) Menetapkan berbagai kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
staf dan menyediakan fasilitas yang diperlukan
5) Penugasan personil yang tepat dalam melaksanakan tugas
6) Mendelegasikan wewenang
3) Directing (Pengarahan)
Pengarahan adalah hubungan antara aspek-aspek individual yang
ditimbulkan oleh adanya pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk
dapat dipahami dan pembagian pekerjaan yang efektif untuk tujuan
perusahaan yang nyata. Kepemimpinan merupakan faktor penting dalam
keberhasilan manajemen. Menurut Stogdill dalam Swanburg (2000),
kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktivitas
kelompok terorganisasi dalam upaya menyusun dan mencapai tujuan.
Gardner dalam Swanburg (2000), menyatakan bahwa kepemimpinan
sebagai suatu proses persuasi dan memberi contoh sehingga individu
(pimpinan kelompok) membujuk kelompoknya untuk mengambil tindakan
yang sesuai dengan usulan pimpinan atau usulan bersama.
Seorang manajer yang ingin kepemimpinannya lebih efektif harus
mampu untuk memotivasi diri sendiri untuk bekerja dan banyak
membaca, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap permasalahan
organisasi, dan menggerakkan (memotivasi) staffnya agar mereka
mampu melaksanakan tugas-tugas pokok organisasi. Menurut Lewin
dalam Swanburg (2000), terdapat beberapa macam gaya kepemimpinan
yaitu :
a. Autokratik
Pemimpin membuat keputusan sendiri. Mereka lebih cenderung
memikirkan penyelesaian tugas dari pada memperhatikan karyawan.
Kepemimpinan ini cenderung menimbulkan permusuhan dan sifat
agresif atau sama sekali apatis dan menghilangkan inisiatif.
b. Demokratis
Pemimpin melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan
keputusan. Mereka berorientasi pada bawahan dan menitikberatkan
pada hubungan antara manusia dan kerja kelompok. Kepemimpinan
demokratis meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja.
c. Laissez faire
Pemimpin memberikan kebebasan dan segala serba boleh, dan
pantang memberikan bimbingan kepada staff. Pemimpin tersebut
membantu kebebasan kepada setiap orang dan menginginkan setiap
orang senang. Hal ini dapat mengakibatkan produktivitas rendah dan
karyawan frustasi.
Manajer perawat harus belajar mempraktekkan kepemimpinan
perilaku yang merangsang motivasi pada para pemiliknya,
mempraktekkan keperawatan professional dan tenaga perawat
lainnya. Perilaku ini termasuk promosi autonomi, membuat
keputusan dan manajemen partisipasi oleh perawat professional.
4) Controlling (Pengendalian/ Evaluasi)
Fungsi pengawasan atau pengendalian (controlling) merupakan
fungsi yang terakhir dari proses manajemen, yang memiliki kaitan
yang erat dengan fungsi yang lainnya. Pengawasan merupakan
pemeriksaan terhadap sesuatu apakah terjadi sesuai dengan
rencana yang ditetapkan/disepakati, instruksi yang telah dikeluarkan,
serta prinsip-prinsip yang telah ditentukan, yang bertujuan untuk
menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki (Fayol,
2004).
Pengawasan juga diartikan sebagai suatu usaha sistematik
untuk menetapkan standard pelaksanaan dengan tujuan
perencanaan, merancang sistem informasi timbal balik,
membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah
ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan yang digunakan dengan
cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan perusahaan
(Mockler, 2002).
Pengontrolan atau pengevaluasian adalah melihat bahwa
segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disepakati,
instruksi yang telah diberikan, serta prinsip-prinsip yang telah
diberlakukan (Urwick, 2007). Tugas seorang manajemen dalam
usahanya menjalankan dan mengembangkan fungsi pengawasan
manajerial perlu memperhatikan beberapa prinsip berikut :
a. Pengawasan yang dilakukan harus dimengerti oleh staff dan
hasilnya mudah diukur, misalnya menepati jam kerja
b. Fungsi pengawasan merupakan kegiatan yang amat penting
dalam upaya mencapai tujuan organisasi
c. Standard unjuk kerja yang akan diawasi perlu dijelaskan kepada
semua staf, sehingga staf dapat lebih meningkatkan rasa
tanggung jawab dan komitmen terhadap kegiatan program
d. Kontrol sebagai pengukuran dan koreksi kinerja untuk meyakinkan
bahwa sasaran dan kelengkapan rencana untuk mencapai tujuan
telah tersedia, serta alat untuk memperbaiki kinerja
e. Terdapat sepuluh karakteristik suatu sistem control yang baik :
1) Harus menunjukkan sifat dari aktivitas
2) Harus melaporkan kesalahan-kesalahan dengan segera
3) Harus memandang ke depan
4) Harus menunjukkan penerimaan pada titik kritis
5) Harus objektif
6) Harus fleksibel
7) Harus menunjukkan pola organisasi
8) Harus ekonomis
9) Harus mudah dimengerti
10) Harus menunjukkan tindakan perbaikkan
Untuk fungsi-fungsi control dapat dibedakan pada setiap tingkat
manajer. Sebagai contoh, manajer perawat kepala dari satu unit
bertanggung jawab mengenai kegiatan operasional jangka pendek
termasuk jadwal harian dan mingguan, dan penugasan, serta
pengunaan sumber-sumber secara efektif. Kegiatan-kegiatan control
ditujukan untuk perubahan yang cepat.
Dua metode pengukuran yang digunakan untuk mengkaji
pencapaian tujuan-tujuan keperawatan adalah:
a) Analisa tugas : Kepala perawat melihat gerakan, tindakan dan
prosedur yang tersusun dalam pedoman tertulis, jadwal, aturan,
catatan, anggaran. Hanya mengukur dukungan fisik saja, dan
secara relatif beberapa alat digunakan untuk analisa tugas dalam
keperawatan
b) Kontrol kualitas : Kepala perawat dihadapkan pada pengukuran
kualitas dan akibat-akibat dari pelayanan keperawatan.
Apabila fungsi pengawasan dan pengendalian dapat
dilaksanakan dengan tepat, maka akan diperoleh manfaat :
a) Dapat diketahui apakah suatu kegiatan atau program telah
dilaksanakan sesuai dengan standard atau rencana kerja
b) Dapat diketahui adanya penyimpangan pada pengetahuan dan
pengertian staf dalam melaksanakan tugas-tugasnya
c) Dapat diketahui apakah waktu dan sumber daya lainnya telah
mencukupi kebutuhan dan telah digunakan secara benar
d) Dapat diketahui staf yang perlu diberikan penghargaan atau
bentuk promosi dan latihan lanjutan
a. Fungsional
Pada metode fungsional, pemberian suhan keperawatan ditekankan
pada penyelesaian tugas dan prosedur. Setiap perawat diberikan satu
atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua pasien disuatu
ruangan. Seorang perawat dapat bertanggung jawab dalam pemberian
obat, mengganti balutan, memonitor infuse dan lain-lain. Prioritas utama
yang dikerjakan ialaha kebutuhan fisik dan kurang menekankan pada
pemenuhan kebutuhan secara holistic. Mutu asuhan sering terabaikan
karena pemberian asuhan terfragmentasi. Komunikasi antara perawat
sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang mengetahui tentang
satu pasien secara komprehensif kecuali kepala ruangan. Keterbatasana
itu sering menyebabkan pasien kurang puas dalam layanan atau asuhan
yang diberikan Karena sering kali pasien tidak mendapatkan jawaban yang
tepat tentangt hal-hal yang ditanyakan. Pasien kurang merasakan
hubungan saling percaya dengan perawat. Pada metode itu kepala
ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam satu ruangan. perWat
akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan dan
kepala ruanganlah yang bertanggung jawab dalam menentukan laporan
pasien.
Metode fungsional ini efisien, akan tetapi penugasan seperti ini tidak
dapat memberikan kepuasan kepada pasien maupun perawat.
Keberhasilan asuhan keperawatan secara menyeluruh tidak bisa dicapai
dengan metode ini karena asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien terpisah-pisah sesuai dengan tugas yang dibebankan kepada
perawat. Di samping itu, asuhan keperawatan yang diberikan tidak
profesional yang berdasarkan pada masalah pasien. Perawat senior
cenderung sibuk dengan tugas administrasi dan manajerial, sementara
asuhan keperawatan kepada pasien dipercayakan kepada perawat junior.
1) Kelebihannya :
a) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas, dan pengawasan yang baik
b) Perawat menjadi lebih terampil dalam melakukan satu tugas yang
biasa menjadi tanggung jawabnya
c) Pekerjaan menjadi lebih efisien
d) Mudah dalam mengoordinasi pekerjaan
e) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
f) Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial,
sedangkan perawat pasien diserahkan pada perawat junior
dan/atau belum berpengalaman
2) Kelemahannya:
a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
b) Tugas perawat cenderung monoton sehingga dapat menimbulkan
rasa bosan
c) Kesempatan untuk melakukan komunikasi antar petugas menjadi
lebih sedikit
d) Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak melihat
pasien secara holistik dan tidak berfokus pada masalah pasien
sehingga tidak profesional
e) Pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
f) Persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja
3) Peran perawat kepala ruang:
Untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka peran perawat
kepala ruang (nurse unit manager) harus lebih peka terhadap
anggaran rumah sakit dan kualitas pelayanan keperawatan,
bertanggung jawab terhadap hasil dari pelayanan keperawatan yang
berkualitas, dan menghindari terjadinya kebosanan perawat serta
menghindari kemungkinan terjadinya saling melempar kesalahan.
Sekalipun diakui bahwa metode fungsional ini cocok untuk jangka
waktu pendek dalam kondisi gawat atau terjadi suatu bencana, tetapi
metode ini kurang disukai untuk pelayanan biasa dan jangka panjang
karena asuhan keperawatan yang diberikan tidak komprehensif dan
memperlakukan pasien kurang manusiawi.
b. MAKP TIM
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang
terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Kelebihannya:
1) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
2) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
3) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehingga konflik mudah diatasi
dan memberi kepuasan kepada anggota tim
Kelemahan
1) Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk
dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk Konsep metode tim:
2) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan
3) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
4) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
5) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil
bila didukung oleh kepala ruang
c. MAKP Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama
pasien dirawat.
Kelebihan
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil
dan memungkinkan pengembangan diri
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit (Gillies, 1989) Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa
dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan
model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang
kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.
Kelemahan
1) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan
pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction,
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai
keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu berkolaborasi dengan
berbagai displin ilmu.
d. MAKP Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien
saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk
setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang
yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan
untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi,
intensive care.
Kelebihannya
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah
Kekurangannya
1) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
e. Modifikasi MAKP Tim-Primer
Pada metode MAKP tim digunakan secara kombinasi dari kedua sistem.
Menurut Ratna S. Sudarsono (2000) penetapan sistem model MAKP ini
didasarkan pada beberapa alasan:
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat
primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1 keperawatan
atau setara
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung
jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat
pada primer. Di samping itu, karena saat ini perawat yang ada di RS
sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan mendapat bimbingan
dari perawat primer/ketua tim tentang asuhan keperawatan.
Untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat. Dengan
menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan 4
orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping
seorang kepala ruang rawat, juga Ners. Perawat associate (PA) 21
orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi terdiri atas lulusan D3
keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang).
c. Kondisi pasien:
1) Audit dokumentasi asuhan keperawatan
2) Survey masalah baru
3) Kepuasan pasien dan keluarga
4) Penilaian kemampuan pasien dan keluarga
d. Kondisi SDM
1) Kepuasan tenaga kesehatan: perawat dokter
2) Penilaian kinerja perawat
e. Cara menghitung Indikator mutu umum :
1) Menghitung Tempat Tidur Terpakai (BOR)
Bed occupancy rate adalah prosentase pemakaian tempat tidur
pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur
rumah sakit. Standar internasional BOR dianggap baik adalah
80 90 % sedangkan standar nasional BOR adalah 70 80 %.
Rumus perhitungan BOR sbb :
RUMUS 100%
Keterangan :
a) Jumlah hari perawatan adalah jumlah total pasien dirawat
dalam satu hari kali jumlah hari dalam satu satuan waktu
b) Jumlah hari per satuan waktu. Kalau diukur per satu bulan,
maka jumlahnya 28 31 hari, tergantung jumlah hari dalam
satu bulan tersebut
2) Penghitungan Rata-rata Lama Rawat (ALOS)
Average Length of stay (ALOS) adalah rata-rata lama
rawat seorang pasien. Indikator ini di samping memberikan
gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran
untuk pelyanan, apabila di terapkan pada diagnosa tertentu
yang di jadikan tracer (yang perlu pengamatan lebih lanjut).
Secara umum AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.
Di MAKP pengukuran ALOS di lakukan oleh kepala ruangan
yang di buat setiap bulan dengan rumus sbb:
Keterangan :
a) Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari
pasien keluar hidup atau mati dalam satu periode waktu.
b) Jumlah pasien keluar (hidup atau mati) : jumlah pasien
yang pulang atau meninggal dalam satu periode waktu
Keterangan :
a) Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
b) Hari perawatan : jumlah total hari perawatan pasien yang
keluar hidup dan mati
c) Jumlah pasien keluar : jumlah pasien yang dimutasikan
keluar baik pulang, mutasi lari, atau meninggal.
4) Penghitungan Angka Decubitus
Di MAKP pengukuran jumlah angka pasien decubitus dilakukan
oleh kepala ruangan yang dibuat setiap bulan dengan
menggunakan format peta resiko ruangan.
5) Penghitungan Angka Infeksi Saluran Kemih
Di MAKP pengukuran angka infeksi saluran kemih dilakukan
oleh kepala ruangan yang dibuat setiap bulan
6) Penghitungan Angka Infeksi Luka Operasi
Di MAKP pengukuran angka infeksi saluran kemih dilakukan
oleh kepala ruangan yang dibuat setiap bulan
7) Penghitungan Angka Infeksi Luka Tusukan Infus
2. Sumber standar
a. Organisasi PPNI : standar asuhan yang paralel dengan langkah-langkah
proses keperawatan dan standar kinerja profesionalyang terkait sikap
tindak peran profesional (Organisasi Profesi PPNI, 2001)
b. Depkes RI : SK Dirjed Yan Med No.YM.00.03.2.6.7637 tentang
berlakunya standar asuhan keperawatan di rumah sakit, 18 Agustus
1993.
c. Undang-undang No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
d. Undang-undang No.8 tahun 2009 tentang Perlindungan Konsumen
3. Tujuan Standar
Menurut Gillies dalam Nursalam (2000), tujuan standar adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kualitas asuhan Keperawatan
Perawat berusaha mencapai standar yang telah ditetapkan , termotivasi
untuk meningkatkan kualitas pelayanan, asuhan keperawatan yang
diberikan oleh perawat bersifat mendasar terhadap peningkatan
kualitas hidup pasiennya.
b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
Apabila perawat melakukan kegiatan yang telah dilakukan dalam
standar maka beberapa kegiatan keperawatan yang tidak perlu dapat
dihindarkan berarti perawat akan menghemat biaya baik bagi perawat
maupun bagi asiennya.
c. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan
melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik.
Standar keperawatan harus dapat menguraikan prosedur-prosedur yang
harus dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga
perawat akan dapat memahami setiap tindakan yang dilakukan. Hal ini
akan dapat menghindarkan kesalahan dan kelalaian dalam melakukan
asuhan keperawatan.
Pada Pasal 24 Undang-undang nomor 36 tahun 2009 ayat 1 dijelaskan
bahwaenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus
memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
4. Jenis Standar
Berdasarkan SK Dirjed Yan Med No.YM.00.03.2.6.7637 tentang
berlakunya standar asuhan keperawatan di rumah sakit, 18 Agustus 1993
adalah sebagai berikut:
Standar I : Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan
dikupulkan secara terus menerus, tentang keadaannya untuk menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan. Data kesehatan harus bermanfaat bagi
semua anggota tim kesehatan.
Komponen pengkajian keperawatan meliputi :
a. Pengumpulan Data
Kriteria:
1) Menggunakan format yang baku
2) Sistematis
3) Diisi sesuai item yang tersedia
4) Actual (baru)
5) Absah (valid)
b. Pengelompokan Data
Kriteria:
1) Data biologis dan data psikologis
2) Data sosial
3) Data spiritual
c. Perumusan Masalah
Kriteria:
1) Kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan
2) Perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan
Standar II : Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan
pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan
pasien.
Kriteria:
1. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan
dan pemenuhan kebutuhan pasien.
2. Dibuat sesuai dengan wewenag perawat
3. Komponennya terdiri dari masalah, penyebab, dan gejala/tanda (PES)
atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE)
4. Bersifat actual, apabila masalah kesehatan pasien sudah terjadi
5. Resiko tinggi, apa bila masalah belum terjadi tetapi klien memiliki
paparan resiko kemungkinan besar akan terjadi
6. Dapat ditanggulangi oleh perawat
Standar III : Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan.
Komponen perencanaan keperawatan meliputi :
1. Prioritas masalah
Kriteria:
a. Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas
pertama
b. Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah
masalah kedua
c. Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan priritas
ketiga
2. Tujuan asuhan keperawatan
Kriteria:
a. Spesifik
b. Bisa diukur
c. Bisa dicapai
d. Realistik
e. Ada batas waktu
3. Rencana tindakan
Kriteria:
a. Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan
b. Melibatkan pasien/keluarga
c. Mempertimbangkan latar belakang budaya pasien/keluarga
d. Menentukan alternatif tindakan yang tepat
e. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan , lingkungan
sumber daya dan fasilitas yang ada
f. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien
g. Kalimat instruksi, ringkas, tegas dan bahsanya mudah dimengerti
Standar IV : Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan,
serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya.
Kriteria:
a. Dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
b. Menyangkut keadaan bio, psiko, sosio spiritual pasien
c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
kepada pasien / keluarga
d. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
e. Menggunakan sumber daya yang ada
f. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy, dan
mengutamakan keselamatan pasien
h. Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien
i. Merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam keselamatan
pasien
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan
k. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur tehnis
yang telah ditentukan
m. Intervensi Keperawatan beorientasi pada 14 komponen keperawatan
dasar
Standar V : Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilakukan secara perodik, sistematis dan berencana,
untuk menilai perkembangan pasien.
Kriteria:
1. Setiap tindakan keperawatan, dilakukan evaluasi
2. Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan yujuan
3. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumetasikan
4. Evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan
5. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
Catata n asuhan keperawatan dilakukan secara individual.
Kriteria:
a. Dilakukan selama asien dirawat nginap dan rawat jalan
b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi
c. Dilakukan segera setelah tindakan dilakukan
d. Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang
baku
e. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan
f. Setiap pencatatan harusmencantumkan intial/paraf/nama perawat yang
melaksanakan tindakan dan waktunya
g. Menggunakan formulir yang baku
h. Disimpan sesuai demgan peraturan yang baku
D. Konsep Pasien Safety
1. Pengertian Pasien Safety
Patient safety atau keselamatan pasien merupakan sebuah sistem
yang dijumpai di rumah sakit dimana rumah sakit membuat suatu asuhan
yang bertujuan untuk membuat pasien lebih aman, mencegah terjadinya
cidera yang disebabkan oleh kesalahan yang tidak diharapkan
terjadi.Sistem keselamatan pasien meliputi pengenalan resiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Pemberi tindakan medis sangat memiliki potensi resiko yang
sangat besar.Seperti kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan
untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan yaitu, kesalahan
tindakan atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan
yaitu, kesalahan perencanaan. Kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan keperawatan ini akan mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse
Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Di Indonesia, telah mengeluarkan Keputusan Mentri nomor
496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit,
yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima
di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan
bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatikan
keselamatan pasien di rumah sakit (patient safety).
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk
mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien
mengharuskan rumah sakit untuk berusaha mengurangi medical error
sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang mampu menjawab
permasalahan yang ada.
2. Peran Perawat sebagai Pelaksana Patient Safety
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan
merupakan tenaga kesehatan terbesar yang ada di rumah sakit
mempunyai peranan yang snaat penting dalam mewujudkan keselamatan
pasien.Perawat berperan dalam melindungi, melakukan promosi dan
mencegah terjadinya sakit dan injury, mengurangi penderitaan melalui
diagnosa dan pengobatan, serta melindungi dalam perawatan individu,
keluarga, komunitas dan populasi (ANA, 2003).
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
mewujudkan Patient safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi
pelayanan keperawatan, perawat harus mematuhi semua standar
pelayanan dan SOP yang telah dibuat dan ditetapkan oleh rumah sakit
serta tidak luput pula dalam menerpkan prinsip-prinsip etik dalam
pemberian pelayanan keperawatan, memberikan pendidikan kepada
pasien dan keluarga tentang asuhan yang diberikan, menerapkan
kerjasama tim kesehatan yang handal dalam melakukan penyelesaian
masalah terhadap kejadian yang tidak diharapkan, melakukan
pendokumentasian dengan benar dari semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi efektif yang
merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatau
pelayanan yang diberikan kepada pasien dan keluarganya
Peran perawat dalam memberikan keselamatan pasien di rumah
sakit(patient safety) dapat dilakukan dengan cara berikut : Perawat dapat
melakukan hal yang berkaitan dalam 7 Standar Keselamatan Pasien
(mengacu pada Hospital Patient Safety Standards yang dikeluarkan
oleh Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois,
USA, tahun 2002) ,yaitu:
a. Perawat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
agarmendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan
termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
b. Perawat memberikan pengarahan, perencanaan pelayanan
kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai keselamatan pasien.
c. Menjaga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Menggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Menerapkan peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan
pasien
f. Menerima pendidikan tentang keselamatan pasien
g. Menjaga komunikasi sebagai kunci bagi perawat untuk mencapai
keselamatan pasien.
3. Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety
a. Pengertian Komunikasi dalam Patient Safety
Komunikasi dalam praktik keperawatan profesional merupakan unsur
utama bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan untuk
mencapai hasil yang optimal.Kegiatan keperawatan yang memerlukan
komunikasi meliputi timbang terima, interview/anamnesis, komunikasi
melalui komputer, komunikasi rahasia klien, komunikasi melalui
sentuhan, komunikasi dalam pendokumentasian, komunikasi antara
perawat dengan profesi lainnya, dan komunikasi antara perawat
dengan pasien.
Komunikasi merupakan alat atau sarana yang digunakan dalam
menjalin hubungan. Komunikasi menjadi kunci utama bagi perawat
untuk mencapai keselamatan pasien ( patient safety). Teknik
berkomunikasi yang digunakan secara tepat dapat menciptakan
hubungan terapeutik dan menghindarkan pasien dari KTD, dan
apabila tidak tepat akan menimbulkan masalah bagi pasien dan
perawat. Dalam teknik berkomunikasi ini, ada tiga keterampilan yang
diperlukan untuk membina hubungan terapeutik antara perawat dan
pasien, yaitu :
1) Kehadiran atau Keberadaan Perawat
Kehadiran berarti kebersamaan fisik dan psikologis dalam
berkomunikasi dengan pasien. Hal itu antara lain mencakup
mendengarkan dan mengamati, serta memberikan perhatian
terhadap ucapan dan perilaku pasien, agar pasien tetap merasa
nyaman dan keselamatannya terjaga.
a) Kehadiran fisikmempunyai peran yang penting dalam
komunikasi interpersonal karena tubuh dapat memperkuat
pesan yang disampaikan dalam bentuk kata-kata.
b) Kehadiran psikologis, yaitu mendengarkan secara aktif yang
berarti mendengarkan dengan telinga, pikiran dan perasaan
mengenai kata-kata yang diucapkan pasien dan perilaku
nonverbal pasien. Selama mendengar aktif, perawat mengikuti
apa yang dibicarakan pasien dan memperhatikan perilaku
pasien serta memberi tanggapan dengan tepat.
2) Perilaku Nonverbal
Beberapa macam perilaku nonverbal dapat memengaruhi
hubungan perawat dengan pasien. Perilaku nonverbal tersebut
seperti : aktifitas fisik, vokalisasi dan jarak antarpembicara.
3) Keterampilan Memberi Respon
Keterampilan ini digunakan oleh perawat untuk menyampaikan
pengertian kepada pasien, memberikan umpan balik, dan
memperjelas pemahaman perawat tentang pembicaraan dan
perilaku pasien.
b. Komunikasi dalam Melaksanakan Patient Safety
Komunikasi efektif yang dilakukan antara pasien dan perawat
merupakan syarat yang penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan terutama pelayanan keperawatan yang berfokus pada
pasien.Komunikasi merupakan salah satu standar dalam praktek
keperawatan profesional terutama dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien (ANA, 2010).Kompetensi profesional
dalam praktek keperawatan tidak hanya psikomotor dan kemampuan
melakukan diagnosa klinik melainkan kemampuan dalam melakukan
komunikasi interpersonal.
Komunikasi menjadi cara yang paling tepat untuk memberikan
keselamatan pada pasien. Untuk mencapai keselamatan pasien di
rumah sakit sangat diperlukan komunikasi di antara petugas
pelayanan kesehatan yang saling berkolaborasi, seperti perawat dan
staf yang lainnya untuk memberikan kenyamanan dan keselamatan
pada pasien (patient safety).
Kolaborasi dalam lingkungan kerja profesional telah diakui oleh
keperawatan, dan tim kesehatan lain serta organisasi profesional
kesehatan sebagai komponen penting dalam keselamatan yang
mempunyai kualitas tinggi dalam memberikan pelayanan perawatan
berpusat pada pasien (Interprofessional Education Colaborative
Expert Panel, 2011).
Langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-
RS No.001-VIII-2005) sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
a. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, ciptakan
kepemimpinan & budaya yang terbuka dan adil
Bagi Tim:
1) Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada
insiden
2) Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta
pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
b. Pimpin dan dukung staf , bangunlah komitmen & fokus yang kuat
& jelas tentang keselamatan pasien di RS Bagi Tim:
1) Ada penggerak dalam tim untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2) Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat Gerakan
Keselamatan Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan resiko, kembangkan sistem &
proses pengelolaan resiko, serta lakukan identifikasi & asesmen
hal yg potensial bermasalah
Bagi Tim:
1) Diskusi isu keselamatan pasien dalam forum-forum, untuk
umpan balik kepada manajemen terkait
2) Penilaian resiko pada individu pasien
3) Proses asesmen resiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap
resiko, dan langkah memperkecil resiko tersebut
d. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf agar dengan
mudah dapat melaporkan kejadian/insiden serta RS mengatur
pelaporan kpd KKP-RS
Bagi Tim:
1) Dorong anggota untuk melaporkan setiap insiden & insiden yg
telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, sebagai bahan
pelajaran yg penting
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-
cara komunikasi yg terbuka dengan pasien
Bagi Tim:
1) Hargai & dukung keterlibatan pasien dan keluarga bila telah
terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien & keluarga bila
terjadi insiden
3) Segera setelah kejadian, tunjukkan empati kepada pasien &
keluarga
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien,
dorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbulBagi Tim:
1) Diskusikan dalam tim pengalaman dari hasil analisis insiden
2) Identifikasi bagian lain yg mungkin terkena dampak dan bagi
pengalaman tersebut
g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien,
Gunakan informasi yg ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan
Bagi Tim:
1) Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman
2) Telaah perubahan yg dibuat tim dan pastikan pelaksanaannya
3) Umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang
dilaporkan
h. Six Goals (enam tujuan sasaran patient safety)
1) Sasaran 1: Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
a) Standar sasaran 1 :
Rumah sakit menyusun pendekatan untuk memperbaiki
ketepatan identifikasi pasien
b) Maksud dan tujuan sasaran 1 :
Keliru mengidentifikasi pasien terjadi hampir di semua
aspek diagnosis dan pengobatan.Dalam keadaan pasien
masih dibius, mengalam.disorientasi atau belum
sepenuhnya sadar; mungkin pindah tempat tidur, pindah
kamar, atau pindah lokasi di dalam rumah sakit; mungkin
juga pasien memiliki cacat indra atau rentan terhadap
situasi berbeda yang dapat menimbulkan kekeliman
pengidenrifikasian.
Tujuan sasaran ini dua hal: pertama,
mengidendfikasi dengan benar pasien tertentu sebagai
orang yang akan diberi layanan atau pengobatan tertentu;
kedua, mencocokkan layanan atau perawatan dengan
individu tersebut.
Untuk memperbaiki proses identifikasi,
dikembangkanlah bersama suatu kebijakan dan/atau
prosedur, khususnya, proses untuk mengidentifikasi pasien
di saat pemberian obat, darah atau produk darah;
pengambilan darah dan spesimen lainnya untuk uji klinis,
atau penyediaan segala perawatan atau prosedur lain.
Kebijakan dan/atau prosedur itu memerlukan seddaknya
dua cara untuk mengidentifikasi pasien, seperti nama
pasien, nomor identifikasi, tanggal lahir, gelang berkode
batang atau cara lain. Nomor kamar pasien atau lokasi
tidak dapat digunakan untuk identifikasi.Kebijakan dan/atau
prosedur itu mengkiarifikasikan digunakannya dua macam
pengidentifikasi im di lokasi berbeda dalam rumah sakit,
seperti misalnya pelayanan rawat jalan atau layanan rawat
jalan lainnya, unit gawat darurat, atau kamar
operasi.Identifikasi pasien koma yang tanpa tanda
pengenal juga termasuk di dalamnya.Penyusunan
kebijakan dan/atau prosedur ini harus dikerjakan oleh
berbagai pihak agar hasilnya dipastikan dapat mengatasi
semua permasalahan identifikasi yang mungkin terjadi.
5) Data BTO
Rumus Bed Turn Over (BTO) = Angka Perputaran Tempat Tidur.
JumlahData NDR
Pasien di Rawat (Hidup
+ Mati)Rumus Net Death Rate (NDR)
= -------------------------------------
Jumlah Pasien Mati > 48 Jam x 100 %
-------------
= --------------------------------------------------
Jumlah
(JumlahTempat Tidur
Pasien Keluar (hidup + mati))
6) Data GDR
Rumus Gross Death Rate (GDR)
Jumlah Pasien Mati Seluruhnya
= ------------------------------------------------- x
100 %
(Jumlah Pasien Keluar (hidup + mati))
b Pre Conference
Yaitu komnikasi Katim dan perawat pelaksana setelah selesai overan
untuk rencana kegiatan pada shif tersebut yang dipimpin oleh Katim
atau Pj Tim. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang ,
maka preconference ditiadakan. Isi preconference adalah rencana tiap
perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari Katim dan Pj
Tim.
c Post Conference
Yaitu komunikasi Katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shif dan sebelum operan kepada shif berikut. Isi post
conference adalah: hasil askep tiap perawat dan hal penting untuk
operan (tindak lanjut). Post Conference dipimpin oleh Katim atau Pj
Tim.
Kegiatan :
Kegiatan :
Kegiatan :