Você está na página 1de 5

MENGENAL PENGGUNAAN ASESULFAM-K PADA PANGAN

Saat membeli produk pangan olahan dalam kemasan, selain membaca nama
produk salah satu informasi penting pada label kemasan adalah komposisi yang
berisi daftar bahan yang digunakan dalam produk pangan itu. Selain bahan dasar,
suatu produk pangan seringkali diberi bahan tambahan pangan (BTP) yang secara
umum berfungsi untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Salah satu jenis
BTP pangan adalah pemanis, yaitu bahan yang dapat memberikan rasa manis pada
produk pangan. Pemanis dapat dibedakan menjadi pemanis alami dan pemanis
buatan. Pemanis alami (natural sweeteners) merupakan pemanis yang dapat
ditemukan dalam bahan alam meskipun diperoleh melalui proses sintetik atau
fermentasi. Pemanis alami umumnya masih mengandung kalori dalam kadar yang
relatif rendah, misalnya sorbitol, manitol, isomalt dan silitol. Sedangkan pemanis
buatan (artificial sweeteners) merupakan pemanis yang diperoleh melalui proses
kimiawi. Pemanis buatan ini umumnya tidak mengandung kalori, misalnya
asesulfam-K, aspartam, dan sukralosa.

Gambar 1. Pencantuman pemanis buatan dalam label suatu produk pangan

Penggunaan pemanis buatan selain bertujuan untuk menggantikan fungsi gula


sebagai pemberi rasa manis, juga sebagai penegas cita rasa (flavour enhancer)
terutama cita rasa buah serta untuk mengurangi kadar kalori pada produk pangan.
Pemanis buatan umumnya digunakan oleh individu dengan kondisi kesehatan
tertentu yang membatasi asupan gula, misalnya pada penderita diabetes untuk
mengatasi kenaikan kadar gula dalam darah atau pada penderita obesitas untuk
mengurangi kadar kalori dalam diet. Kini penggunaan pemanis buatan semakin
meluas, tidak hanya dimanfaatkan oleh penderita diabetes dan obesitas, namun juga
oleh konsumen yang sedang menjalani diet rendah kalori untuk mengendalikan

1
asupan kalorinya. Produk pangan yang mengandung pemanis buatan biasanya
diberi label sugar-free atau diet, misalnya pada produk minuman ringan, minuman
serbuk, susu, makanan ringan, atau permen. Namun demikian, tidak semua produk
pangan yang beredar di pasaran mencantumkan label sugar-free atau diet pada
kemasannya, oleh karena itu disarankan konsumen tetap harus membaca komposisi
pada label untuk mengetahui ada tidaknya kandungan pemanis buatan dalam suatu
produk pangan.

Asesulfam-K sebagai Pemanis Buatan


Di Indonesia, penggunaan BTP diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Salah satu
pemanis buatan yang diizinkan di Indonesia dan sering ditambahkan pada produk
pangan adalah asesulfam-K (acesulfame potassium).

Asesulfam-K memiliki nama kimia potassium salt of 6-methyl-1,2,3-oxathiazine-4-


(3H)-one-2,2-dioxide. Rumus kimianya adalah C4H4KNO4S dan berat molekulnya
201,24 gram/mol. Senyawa ini berbentuk tepung kristal berwarna putih, tidak
berbau, mudah larut dalam air, dan berasa manis. Tingkat rasa manis asesulfam-K
relatif 200 kali tingkat kemanisan sukrosa.

Joint FAO/WHO Expert Committee on Food


Additives (JECFA) dan Food and Drug
Administration (FDA) menyatakan bahwa
asesulfam-K aman dikonsumsi oleh manusia
sebagai pemanis buatan dengan nilai
Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 15 mg/kg
berat badan per hari. Ini berarti bahwa
seseorang dengan berat badan 50 kg dapat
mengonsumsi 750 mg asesulfam-K per hari.
Gambar 2. Rumus kimia senyawa Jika dalam produk table-top sweetener
asesulfam-K
terkandung 20 mg asesulfam-K per sachet,
maka jumlah maksimal yang relatif aman
dikonsumsi dalam sehari adalah 37,5 sachet.

2
Selain JECFA dan FDA, European Commission (EC) juga menyatakan bahwa
pemanis buatan ini aman dikonsumsi dengan nilai ADI sebesar 9 mg/kg berat badan
per hari.

Di Indonesia, asesulfam-K digunakan antara lain sebagai table-top sweetener


(sediaan pemanis yang siap dikonsumsi dan dikemas dalam kemasan sekali pakai),
pemanis berbagai jenis pangan, seperti susu, yoghurt, buah beku, buah kering, jem,
jeli, pangan dalam kemasan kaleng, sirup, permen, roti, kukis, pai, pangan diet untuk
pelangsing dan penurun berat badan, kopi, dan makanan ringan siap santap. Pada
beberapa orang, mengonsumsi produk pangan yang mengandung asesulfam-K
dapat menimbulkan sisa rasa pahit (bitter aftertaste) pada lidah. Oleh karena itu,
pemanis ini seringkali dikombinasikan dengan pemanis lainnya untuk meningkatkan
rasa manis tanpa menimbulkan bitter aftertaste. Jenis pangan serta batas
maksimum penggunaan pemanis dalam setiap jenis produk pangan telah diatur
dalam Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pemanis.

Metabolisme Asesulfam-K dan Efeknya terhadap Kesehatan


Tidak seperti gula (sukrosa), asesulfam-K bukan merupakan senyawa karbohidrat
sehingga tidak mengalami proses metabolisme ataupun disimpan di dalam tubuh.
Senyawa ini akan diekskresikan oleh ginjal dan dikeluarkan dari tubuh bersama urin
tanpa mengalami perubahan bentuk. Oleh karena tidak dimetabolisme, maka
pemanis buatan ini tidak menyumbang kalori bagi tubuh. Selain itu, karena
asesulfam-K bukan merupakan karbohidrat, maka penggunaannya pada pangan
juga tidak memicu timbulnya karies gigi. Salah satu penyebab karies gigi adalah
adanya sisa karbohidrat pada gigi yang diubah menjadi asam oleh bakteri pada
rongga mulut sehingga mineral pada gigi melarut atau terdemineralisasi.

Terkait dengan efek kesehatan lainnya, berdasarkan pengujian pada mencit jantan
dan betina yang diberi asesulfam-K pada pakannya selama 9 (sembilan) bulan, tidak
ditunjukkan adanya aktivitas karsinogenik. Pada pengujian aktivitas mutagenisitas
terhadap mencit uji, baik secara in vitro dan in vivo yang dilakukan selama 2 (dua)
tahun, diketahui bahwa senyawa ini juga tidak bersifat mutagenik.

3
Pencegahan Efek Negatif Asesulfam-K terhadap Kesehatan
Asesulfam-K digunakan secara luas dalam berbagai produk pangan dan seringkali
ditambahkan dalam bentuk campuran dengan pemanis buatan lain, misalnya
sukralosa. Saat ini, produk pangan yang mengandung pemanis buatan, termasuk
asesulfam-K, tidak hanya dikonsumsi oleh kelompok masyarakat dengan kondisi
kesehatan tertentu saja, namun juga oleh masyarakat luas dari berbagai kelompok
usia dan kondisi kesehatan.

Untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan


pemanis buatan, termasuk asesulfam-K, ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan, antara lain:
1. Bagi penderita diabetes, disarankan untuk berkonsultasi kepada dokter atau ahli
gizi apabila hendak menggunakan pemanis buatan sebagai pengganti gula,
meskipun pemanis buatan umumnya bukan merupakan karbohidrat dan tidak
meningkatkan kadar gula darah.
2. Umumnya penggunaan asesulfam-K pada produk pangan dikombinasikan
dengan pemanis lain, baik pemanis alami maupun pemanis buatan. Oleh karena
pemanis alami masih mengandung kalori, maka sebelum mengonsumsi suatu
produk pangan disarankan memperhatikan komposisi pada label kemasan untuk
mengetahui kandungan kalori di dalamnya.
3. Umumnya BTP merupakan bahan kimia, maka disarankan untuk membatasi
konsumsi produk pangan yang mengandung pemanis buatan karena konsumsi
yang berlebihan dikhawatirkan dapat menimbulkan efek bagi kesehatan. Oleh
karena itu, selalu perhatikan ADI yang tercantum pada label kemasan.
4. Hindarkan memberikan pangan yang mengandung pemanis buatan bagi anak-
anak karena kelompok usia ini masih memerlukan kalori untuk pertumbuhan dan
perkembangan.
5. Batasi mengonsumsi pemanis buatan pada ibu hamil karena kajian keamanan
penggunaan pemanis buatan terhadap kelompok populasi tersebut masih
terbatas dan janin memerlukan nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya.

Daftar Pustaka
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012
tentang Bahan Tambahan Pangan.

4
2. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pemanis.
3. http://www.fda.gov/food/ingredientspackaginglabeling/foodadditivesingredients/u
cm397716.htm (Diunduh pada September 2014)
4. http://www.fao.org/ag/agn/jecfa-additives/specs/Monograph1/Additive-001.pdf
(Diunduh pada September 2014)
5. http://apps.who.int/food-additives-contaminants-jecfa-
database/PrintPreview.aspx?chemID=926 (Diunduh pada September 2014)
6. http://www.inchem.org/documents/jecfa/jecmono/v18je02.htm (Diunduh pada
September 2014)
7. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18604921 (Diunduh pada September 2014)
8. http://ec.europa.eu/food/fs/sc/scf/out52_en.pdf (Diunduh pada September 2014)
9. http://www.foodsmart.govt.nz/whats-in-our-food/chemicals-nutrients-additives-
toxins/food-additives/sweeteners/ (Diunduh pada September 2014)

Você também pode gostar