Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
Salah satu masalah remaja yang krusial adalah adanya perilaku menyimpang
yang semakin marak dilakukan oleh remaja. Data survei Kesehatan Reproduksi
Remaja (15-19 tahun) tahun 2009 oleh Badan Pusat Statistik (BPS, 2010)
tentang perilaku remaja terhadap kesehatan reproduksi didapatkan fakta yang
mencengangkan sekaligus memilukan. Data tersebut menyebutkan bahwa dari
10.833 remaja laki-laki yang disurvei, 72 persen mengaku telah berpacaran,
diantaranya yaitu 10.2 persen mengaku telah berhubungan seks dan 62 persen
mengaku telah melakukan petting. Sedangkan dari hasil survey terhadap 8.340
remaja putri diperoleh 77 persen mengaku sudah berpacaran, 6.3 persen
mengaku telah melakukan seks dan 63 persen mengaku telah melakukan
petting. Data menurut UNAIDS tahun 2008 pada Global Report on the AIDS
Epidemic bahwa 45% dari kasus baru infeksi HIV adalah remaja yang berusia
2
Masalah yang ada dalam pendidikan seksualitas selain hal di atas juga karena
hal ini masih merupakan sesuatu yang kontroversial. Beberapa pihak
4
.
PENDIDIKAN SEKSUALITAS
Seks adalah perbedaan badani atau biologis perempuan dan laki-laki, yang
sering disebut jenis kelamin, berbeda dengan gender yang berarti pembedaan
jenis kelamin berdasarkan peran yang dibentuk oleh masyarakat/ budaya
tertentu. Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat luas, yaitu
dimensi biologis, sosial, perilaku dan kultural.
Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ reproduksi dan alat
kelamin, termasuk bagaimana menjaga kesehatan dan memfungsikan secara
optimal organ reproduksi dan dorongan seksual. Seksualitas dari dimensi
psikologis erat kaitannya dengan bagaimana menjalankan fungsi sebagai mahluk
seksual, identitas peran atau jenis peran. Dimensi sosial melihat pada
5
Pendidikan Seksualitas
Pendidikan seksualitas adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas
manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan
aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan
seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku
di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana
melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat
(Sarlito, 2011).
Bahan Pegangan Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja usia 10-14
tahun oleh PKBI, BKKBN dan digunakan di Indonesia berisi materi :
9
World Health Organization (WHO) membagi peran orang tua dalam lima
dimensi, dimana masing-masing peran dapat memberikan pengaruh yang besar
pada kesehatan pada remaja, yaitu:
1. Hubungan kasih sayang (connection love)
Stabilitas emosional antara orang tua dan anak merupakan faktor yang
sangat penting dalam perkembangan anak dan remaja. Hubungan kasih
sayang ini berbentuk bahwa orang tua menyayangi dan menerima apa
10
adanya keadaan anak dan remaja. Bentuk nyata dari dimensi kasih sayang
ini adalah adanya hubungan antara orang tua kepada anaknya yang hangat,
penuh kepedulian dan kasih sayang, ada kenyamanan, perhatian dan
dukungan.
2. Mengontrol perilaku (behavioral control)
Kontrol perilaku ini bertujuan agar anak dapat selalu dalam keadaan aman
dan bertahan dari beberapa risiko yang dapat menyerang kesehatan mereka
dengan memberlakukan aturan dirumah dan diluar rumah, melakukan
monitoring terhadap aktivitas remaja termasuk didalamnya menjelaskan
tentang akibat-akibat dari perilaku menyimpang sehingga remaja dapat lebih
berhati-hati dalam membawa dirinya ke dalam lingkungan pergaulan.
3. Perhatian (respect for individuality)
Orang tua berkewajiban menanamkan nilai-nilai agar para remaja dapat
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperhatikan apa yang dikatakan oleh anak remaja dan memasukkan opini
anak remajanya ini kedalam aturan yang disepakati dalam keluarga tersebut.
4. Keteladanan (modelling of appropiate behaviour)
Dalam hidup bermasyarakat tentu ada norma-norma yang mengikat dalam
perilaku sehari-hari. Misalnya norma agama, sosial yang harus dilakukan
oleh semua orang. Demikian pula anak dan remaja. Dalam melakukan
norma-norma tersebut haruslah orang tua terlebih dahulu memberi teladan
kepada anak-anaknya sehingga norma tersebut dapat dilakukan pula oleh
anak dan remaja.
5. Tindakan pencegahan dan pembentengan (provision and protection)
Tindakan ini dapat berupa adanya ketersediaan sarana dan prasana yang
dibutuhkan oleh remaja seperti pemenuhan kebutuhan nutrisi, sandang,
papan dan fasilitas yang dibutuhkan para anak dan remaja untuk
mendapatkan tumbuh kembang yang optimal untuk menghindari dari
keadaan yang tidak sesuai dengan keadaan anak seharusnya.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, oleh
karena itu dalam mengantarkan anak remajanya ke alam dewasa ada beberapa
peran yang harus dijalankan orang tua (Wahyudi,2000), yaitu:
1. Pendidik, sebagai pendidik orang tua wajib memberikan bimbingan dan
arahan kepada anak remajanya sebagai bekal dan benteng mereka untuk
11
mengerti keinginan remaja. Jika orang tua tidak memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi yang baik maka kesenjangan hubungan antara orang tua dengan
remaja semakin besar (Wahyudi, 2000). Menurut Saifuddin (2001) pemberian
informasi mengenai seks oleh ibu kepada remajanya dapat dikategorikan dalam
teknik komunikasi persuasif yang diartikan sebagai :
1. Kemauan yang disadari oleh komunikator untuk memodifikasi pikiran atau
tindakan komunikan melalui manipulasi motif dari komunikan agar komunikan
dapat berubah pikiran dan tindakan sebagaimana yang dikehendaki oleh
komunikator.
2. Seni yang digunakan oleh komunikator untuk mempengaruhi komunikan
3. Proses mengubah sikap, kepercayaan, pendapat dan bahkan perilaku
komunikan.
Dalam pendidikan seks ibu sebagai komunikator dan remaja sebagai komunikan
akan terlibat komunikasi persuasif yang bertujuan mempengaruhi pikiran, sikap
dan tingkah laku dan perilaku remaja. Pendidikan seks yang dilakukan ibu tidak
hanya akan memberikan pengetahuan bagi sang anak tetapi juga adanya
perubahan sikap, kepercayaan, pendapat dan pada akhirnya bahwa para remaja
awal akan siap menghadapi perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun
psikologis pada masa pubertas dan masa-masa kehidupan yang selanjutnya.(30)
Beberapa sifat orang tua yang diinginkan anak remajanya antara lain : perhatian
orang tua dan dukungannya, mendengar dan perhatian, kasih sayang dan
perasaan positif, penerimaan dan menghargai, memberi kepercayaan pada
remaja (Wahyudi, 2000)
Beberapa hal yang harus dilakukan orang tua agar komunikasi antara anak dan
orang tua berjalan lancar dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi para
remaja yaitu dengan:
1. Orang tua harus mengenal kemampuan dan kelebihan yang dimiliki.
2. Orang tua harus mengenal kelemahan dan kekurangan dalam dirinya.
3. Orang tua harus mampu meningkatkan kelebihan dan menutupi kekurangan
dirinya.
Dengan mengenali diri sendiri maka orang tua akan lebih percaya diri dalam
menyampaikan hal-hal yang penting kepada remaja dengan terbuka dan tanpa
kepura-puraan.
16
Dalam komunikasi banyak orang tua melakukan perilaku yang cenderung bersifat
agresif sehingga sulit menemukan titik temu dengan remajanya, diantaranya:
1. Lebih banyak bicara daripada mendengar
2. Merasa tahu lebih banyak daripada anak
3. Cenderung memberi arahan dan nasihat
4. Tidak berusaha untuk mendengar dulu apa yang sebenarnya terjadi dan
dialami anak
5. Tidak memberi kesempatan remaja untuk mengemukakan pendapat
6. Tidak mencoba menerima dahulu kenyataan yang dialami anak dan
memahaminya
7. Merasa putus ada dan marah-marah karena tidak tahu lagi apa yang harus
dilakukan terhadap remajanya.
Orang tua harus mau belajar dan merubah dalam cara berbicara dan
mendengar, dengan cara:
1. Mendengar supaya remaja mau berbicara
2. Menerima perasaan remaja
3. Bicara dengan remaja yang menyenangkan supaya bisa didengar
4. Bijaksana dan arif dalam mengambil keputusan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan orang tua dalam berkomunikasi dengan
anak remajanya agar komunikasi dapat berjalan lancar yaitu sebagai berikut:
1. Pahami perasaan remaja
Untuk memahami perasaan remaja orang tua harus menerima dulu perasaan
dan ungkapan anak remahanya terutama ketika mereka sedang mengadapi
masalah agar ia merasa nyaman dan mau melanjutkan pembicaraan dengan
orang tua sehingga orang tua akan lebih mengerti apa yang sebenarnya
dirasakan remaja.
2. Membentuk suasana keterbukaan dan mendengar
Komunikasi tidak selamanya dengan suara atau berbicara. Mendengar
dengan telinga saja tidak cukup, karena kata-kata yang didengar sering tidak
dapat membuat kita mengerti perasaan remaja. Melalui bahasa tubuh dapat
menunjukkan bagaimana perasaan yang sebenarnya. Ungkapan wajah, mata
17
dan gerakan anggota badan dapat memberi isyarat yang banyak kepada
orang tua untuk memahami perasaan remaja.
3. Mendengar aktif
Mendengar aktif adalah cara mendengar dan menerima perasaan serta
memberi tanggapan yang bertujuan menunjukkan kepada remaja bahwa kita
sungguh-sungguh telah menangkap persan serta perasaan yang terkandung
didalamnya sehingga kita dapat memahami anak seperti yang mereka
rasakan bukan seperti apa yang kita lihat atau sangka. Sikap yang
dibutuhkan ketika orang tua mendengar aktif adalah: aktif dan
memperhatikan bahasa tubuh dengan sungguh-sungguh, membuka diri dan
siap mendengarkan, tidak berbicara ketika sedang berbicara, memahami apa
yang dirasakan, dipikirkan dan dimaksud anak sesuai dengan pandangan
anak. Dalam mendengar aktif orang tua seolah-olah berperan seperti cermin,
dengan memantulkan kembali, memahami perasaan, serta mengulangi inti
pesan yang diungkapkan remaja sehingga ia merasa didengar, dipahami dan
didukung. Secara teknis mendengar aktif adalah sebagai berikut:
a. Ketika remaja berbicara, tunggulah 10 detik sebelum membalas
pembicaraan. Gunakan waktu ini untuk berpikir, Apa yang sedang
dirasakan anak saya? dan Apa yang menyebabkan anak saya punya
perasaan seperti ini?.
b. Ada beberapa cara memantulkan perasaan kata-kata anak kita, misalnya
kamu kayaknya lagi....karena atau kamu kelihatannya.....karena ...
4. Mengenal gaya penghambat komunikasi
Dalam berkomunikasi hal yang sering dilakukan orang tua dan menjadi
penghambat komunikasi dengan remaja adalah sikap orang tua yang suka
memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, memberi cap
negatif, mengancam, membohongi, mengkritik, menyindir, buruk sangka dan
menuduh.
5. Kiat-kiat berbicara dengan anak remaja
a. Berikan kesan kepada anak bahwa kita terbuka membicarakan apa saja
yang berhubungan dengan permasalahan remaja
b. Bersikaplah tenang dalam berbicara kepada anak
c. Menambah wawasan dan pengetahuan baik dari buku, media maupun
yang lain agar dapat merespon apa yang sedang dibicarakan dengan
anak.
18
d. Bila perlu minta bantuan tenaga ahli seperti guru, tokoh masyarakat,
tokoh agama dan lainnya untuk melengkapi jawaban.
e. Mendengarkan dan memahami perasaan anak, ini akan membuat anak
merasa dirinya diterima dan membuat lebih mudah diajak berkomunikasi,
jangan memotong penjelasan yang diberikan anak.
f. Sebagai orang tua hendaknya mampu berperan seperti pohon yang kuat
dan rindang, akarnya menghujam ke dalam tanah sehingga kita bisa
memberikan makan pada dahan dan daun dan sang pohon dapat
menghasilkan buah yang segar dan sehat.
Dalam pendidikan seksualitas peran ibu lebih dominan dibandingkan peran ayah.
Hal ini disebabkan ibu biasanya memiliki waktu dan kedekatan yang lebih besar
kepada anak-anaknya. Ibu biasanya lebih aktif berkomunikasi dengan anak-
anaknya. Seperti tertuang dalam Survey Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia pada tahun 2002-2003 remaja berusia 10-24 tahun yang pernah
mendiskusikan kesehatan reproduksi dengan ibunya sebanyak 46% dan dengan
ayah hanya 17% dan sisanya adalah dengan teman dan lainnya (BPS, 2010).
Ibu biasanya dijadikan nara sumber oleh anak remaja mengenai kesehatan,
keuangan dan hubungan antar orang tua dan anak sedangkan ayah dalam hal
pendidikan, karir dan pelajaran.(19) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Farida
Ekasari tahun 2007 menyatakan bahwa anak-anak cenderung kurang dekat
dengan ayah karena ayah cepat marah, jarang ada waktu untuk mengobrol dan
jika berhubungan dengan ayah hanya apabila anak-anak memerlukan saja
(Ekasari, 2007; Maysaroh, 2004).
Waktu pendidikan seksualitas yang biasa dilakukan orang tua kepada anak
remajanya adalah ketika mereka telah menunjukkan tanda-tanda pubertas dan
bahkan apabila sudah nampak adanya kematangan alat reproduksi yang ditandai
dengan menarche ataupun mimpi basah. Menarche dan mimpi basah
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pemenuhan gizi. Sehingga dengan
gizi yang baik maka diperkirakan menarche dan mimpi basah juga akan dialami
pada usia yang lebih muda.
pendidikan seksualitas yang dilakukan oleh orang tua kepada anak remajanya
menggunakan media komunikasi bukan dengan metode formal seperti proses
belajar mengajar antara guru dan murid. Komunikasi orang tua terhadap anak
remajanya tentang seksualitas melibatkan perasaan yang dapat memberikan
banyak keuntungan dalam proses pendidikan seksualitas (Ekasari, 2007).
Mengenai peran orang tua dalam pendidikan seksualitas maka peran ibu akan
lebih dominan. Hal ini disebabkan ibu biasanya memiliki waktu dan kedekatan
yang lebih besar kepada anak-anaknya. Ibu biasanya lebih aktif berkomunikasi
dengan anak-anaknya. Pentingnya peran orang tua khususnya ibu dalam
mempersiapkan anak remajanya menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi
pada masa remaja khususnya mengenai pendidikan seksualitas maka perlu
dikembangkan informasikan lebih lanjut mengenai pendidikan seksualitas yang
telah dilakukan oleh ibu kepada remaja awal sebagai salah satu upaya promotif
menjauhkan remaja dari hal-hal yang mengancam kesehatan mereka khususnya
kesehatan reproduksi.
Dalam komunikasi ibu dapat berhubungan baik dan bisa menjadi pendengar
apabila remajanya berkeluh kesah khususnya dalam hal seksualitas, namun
hambatannya sebagian besar anak remaja belum terbuka untuk bertanya
masalah seksualitas dan ibu juga belum bisa menyediakan waktu untuk
membicarakan masalah seksualitas. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya
pengetahuan orang tua tentang tentang organ reproduksi.
sikap ibu dimana mayoritas ibu menyatakan bahwa seksualitas adalah hal
alamiah yang akan diketahui anak dengan sendirinya sesuai usianya. Lebih dari
60% ibu juga menyatakan pada usia ini (10-14 tahun) masih belum saatnya
diberi informasi yang sejelas-jelasnya mengenai seksualitas. Dari hasil
wawancara didapatkan informasi responden berpendapat usia yang tepat adalah
setelah duduk di bangku SMA. Masih ada juga sekitar 30% ibu yang menyatakan
pendidikan seksualitas bertentangan dengan norma-norma, ibu yang merasa
malu untuk menyampaikan pendidikan seksualitas, serta adanya anggapan
bahwa seksualitas sudah diberikan disekolah sehingga ibu tidak perlu
memberikannya dirumah.
Perihal kesehatan reproduksi yang masih jarang disampaikan oleh para ibu
karena minimya pengetahuan ibu atau pertimbangan anak remajanya masih kecil
sehingga belum waktunya dan masih tabu adalah proses kehamilan, masa subur
dan aborsi, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. Hal ini tentunya tidak tepat
mengingat pada saat terjadi menarche berarti seorang remaja putri sudah
berisiko untuk terjadi kehamilan dan mereka seharusnya tahu bagaimana
kehamilan itu dapat terjadi, sehingga dapat lebih berhati-hati dalam bergaul
dalam rangka menyingkirkan risiko yang mungkin timbul yaitu hamil kehamilan
yang tidak dikehendaki (kehamilan pra nikah), IMS dan HIV/AIDS merupakan
salah satu risiko yang telah mengancam remaja pada dekade terakhir ini yang
juga perlu perhatian khusus. Oleh karena itu cara penyampaiannya lebih efektif
adalah melalui pembelajaran agama sehingga hal tersebut akan lebih mudah
diterima dan tidak menimbulkan rasa malu bagi ibu yang menyampaikannya.
Menurut Laurike Moeliono (2006) masih banyak anggapan orang tua mengenai
seksualitas yang kurang tepat yang menyatakan: kelak, mereka toh akan tahu
sendiri, namun faktanya sebelum mereka tahu sendiri berbagai risiko dan
bencana sudah mereka hadapi bahkan alami. Hal tersebut dibuktikan dengan
beberapa penelitian yang sudah disebutkan di awal tulisan ini bahwa kejadian
seks pranikah semakin tinggi, demikian dengan kejadian aborsi maupun
HIV/AIDS. Semua itu terjadi karena orang tua beranggapan bahwa seksualitas
akan diketahui dengan sendirinya sehingga orang tua terlambat mencegah
risiko-risiko yang dihadapi remaja. Oleh karena itu sangat penting orang tua
khususnya ibu sebagai orang tua yang biasanya lebih dekat dengan anak untuk
membekali anak dan remaja khususnya pada tahapan remaja awal ini dengan
22
berbagai informasi dan sikap mental yang dapat melindungi mereka dari
bencana, termasuk kesehatan reproduksi dan seksualitasnya (BKKBN, 2012).
Beberapa pemahaman dan pendapat yang keliru dan banyak diyakini oleh para
orang tua tentunya berpengaruh dalam sikap, persepsi kemampuan diri dan
perilaku ibu dalam memberikan pendidikan seksualitas. Oleh karena itu sangat
perlu dicari solusi mengingat pendidikan seksualitas oleh ibu kepada anak
remajanya khususnya pada remaja awal ini merupakan hal yang sangat penting.
Salah satunya adalah meluruskan pendapat tersebut melalui organisasi
kemasyarakatan atau menggunakan pendekatan agama guna penyampaian
fakta atau bukti empirik yang menyatakan pada remaja awal ini risiko sudah
menghadang para remaja, sehingga tidak ada alasan untuk menunda lagi
memberikan pendidikan seksualitas pada remaja awal.
Forum pertemuan ibu-ibu yang paling banyak diikuti para ibu adalah kegiatan
PKK. Di kegiatan PKK ini banyak sekali kegiatan dan informasi yang
disampaikan karena kegiatan ini lebih terstruktur termasuk juga sebagai
pelaksana program kesehatan, kelestarian lingkungan hidup dan perencanaan
sehat. Forum ini merupakan jembatan informasi yang disampaikan secara
informal sehingga ibu-ibu akan merasa lebih nyaman dalam bertanya maupun
berbicara sehingga ibu-ibu akan mendapat informasi yang cukup banyak dalam
kegiatan PKK termasuk dalam hal informasi mengenai kesehatan reproduksi
remaja.
PENUTUP
Beberapa hal yang dapat disampaikan dalam tulisan ini adalah banyaknya
hambatan dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi remaja oleh orang tua
khususnya ibu diantaranya kurangnya pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi remaja terutama bahaya seks bebas, NAPZA dan HIV/ AIDS, sikap
dan norma masyarakat. Akses informasi formal yang dapat
dipertanggungjawabkan untuk ibu merupakan hal yang esensial bagi
peningkatan pengetahuan untuk mengubah persepsi dan sikap ibu yang lebih
positif terhadap kesehatan reproduksi dapat ditempuh melalui forum pertemuan
kemasyarakatan diantaranya : PKK, pendidikan agama atau lembaga-lembaga
kemasyarakatan lainnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
BKKBN. Modul Pembentukan Karakter Sejak Dini Melalui Bina Keluarga Remaja.
Semarang: BKKBN Provinsi Jawa Tengah; 2008.
BPS B, Depkes & ORC Macro. Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Tahun
2007. Calverton Maryland, USA: Macro International; 2008.
Knopf DK. Maternal and Child Health: Program, Problems and Policies in Public
Health Kotch JB, editor. Baltimore: Jones and Bartlett Publising; 2005.
PKBI. Hasil survei PSS PKBI DIY: Pelajar sudah lakukan seks bebas.
Yogyakarta: <http://solusisehat. net/ berita.php?id=802>; 2006 [cited 10
Maret 2010].
Weaver AD. Sexual Health Education at School and Home: Attitude and
Experience of New Bruncwick Parents. The Canadian Journal of Human
Sexuality 2002;Volume 11