Você está na página 1de 49

LBM 2 Mudik Oh Mudik

1. Komponen penyusun fungsi keseimbangan (anatomi) ?

TELINGA DALAM
Berfungsi untuk pendengaran dan keseimbangan.
LABYRINTH OSSEA
Struktur ini letaknya di dalam pars petrosa ossis
temporalis, dilapisi periosteum dan mengandung cairan
perilymphe. Didalamnya terdapat labyrinth
membranaceae yang terdiri dari 3 bagian :
Vestibulum
Letaknya diantara cochlea (depan) dan
canalis semicircularis (belakang).
Isi
o Sacculus
o Utriculus
o Sebagian dari ductus endolymphaticus
Cochlea
Berfungsi dalam proses pendengaran dan keseimbangan
Berbentuk konus (seperti rumah keong)
Modiolus adalah tulang pusat, sebagai sumbu dimana cochlea melingkar seperti
spiralis
Isinya ductus cochlearis
Membrane basilaris membagi saluran didalam cochlea menjadi dua (scala tympani
dan scala vestibuli) dan saling berhubungan di apeksnya
Membrane vestibularis
Diantara membrane vestibularis dan membrane basilaris terdapat spiral organ atau
organ dari Corti.
Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfe skala timpani dan
skala vestibuli. Koklea terdiri dari:
i. Skala vestibuli: berisi perilimfe
ii. Skala media : berisi endolimfe
iii. Skala timpani: berisi perilimfe

Canalis semicircularis
Berfungsi dalam keseimbangan kinetic
Terdiri dari 3 buah canalis
Anterior
Posterior
Lateral
Semua canalis ini saling tegak lurus 90 derajat dan saling tegak lurus satu dengan
lain, dan terletak 45 derajat thd bidang sagital
Semua canalis berbentuk 2/3 lingkaran
Pada satu ujungnya melebar membentuk ampula

Alat keseimbangan perifer terletak di auris interna ( labirintus ). Labirintus dibagi menjadi 2,
yaitu :
Labirintus osseus
Adalah sejumlah rongga yang ada di dalam pars petrosa os temporal
- Koklea
Terletak di bagian anterior dan berfungsi untuk pendengaran
- Vestibulum
Terletak di bagian tengah, di sebelah posterior dari koklea dan di sebelah anterior dari
kanalis semisirkularis.
Pada dinding lateral terdapat fenestra vestibuli yang menghubungkan vestibulum
dengan cavitas tymphanica. Sedang pada dinding medial terdapat lekukan yang disebut
recessus sphericus. Di bagian anteroinferior dari recessus sphericus berlubang lubang
disebut makula kribrosa media ( dilewati oleh fibra vestibularis untuk menuju ke sakulus
). Di belakang recessus ini terdapat crista vestibuli.
Recessus sphericus dipisahkan oleh crista vestibuli dengan recessus elipticus. Daerah
yang berdekatan dengan recessus ini berlubang lubang disebut makula kribrosa
superior ( dilewati oleh fibra vestibularis yang menuju ke utrikulus )
- Kanalis semisirkularis
Terletak di bagian posterior
Kanalis semisirkularis anterior / superior
Terletak vertikal dan tegak lurus dengan sumbu panjang pars petrosa os temporal
Kanalis semisirkularis lateral / horizontal
Terletak horizontal di dinding medial aditus ad antrum dengan sudut 30o terhadap
bidang horizontal kepala
Kanalis semisirkularis posterior / inferior
Terletak vertikal dan sejajar dengan pars petrosa os temporal
Masing masing kanalis mengadakan pelebaran di bagian ujungnya yaitu ampulla ossea
anterior, horizontal dan posterior
Labirintus membranaseus
Adalah saccus dan duktus membranaseus yang saling berhubungan dan terletak di dalam
labirintus osseus
Duktus koklearis ( skala media )
Terletak di dalam kanalis spiralis koklea, menempel pada dinding luar kanalis tersebut
Utrikulus bereaksi terhadap gerak horisontal/linier horisontal
Lebih besar daripada sakulus, menempati vestibulum di sebelah posterosuperior, di
daerah recessus elipticus. Dasar dinding utrikulus yang menempel pada recessus ini
tampak tebal disebut sebagai makula utrikuli
Sakulus bereaksi terhadap gerakan vertikal /linier vertikal
Terletak pada recessus sphericus, dekat dengan lubang skala vestibuli. Dinding depannya
menebal membentuk makula sakuli
Di dalam setiap makula ditutupi oleh lapisan gelatinosa yang dilekati oleh kristal CaCO3
disebut statokonia yang di dalamnya terdapat ribuan sel rambut. Di dalam sel rambut
terdapat silia dan kinosilia
Duktus semisirkularis
Terletak di dalam kanalis semisirkularis. Pada ujungnya terdapat pelebaran yaitu
ampula. Di dalam tiap ampula terdapat krista ampularis yang terdiri atas cellula sensori
pilosa yang ditutupi oleh massa gelatin disebut kupula. Pada ampula terdapat daerah
sensoris disebut krista ampularis yg struktur histologisnya = makula.
Bereaksi dg. Percepatan sirkuler/anguler , baik horisontal maupun vertikal.

A. Fisiologi keseimbangan
Stimulasi ( gerakan kepala, perubahan posisi tubuh )

Gerakan endolimfe

Stereosilia dan kinosilia tertarik ke arah kinosilia

Membuka ratusan saluran cairan membran sel neuron di dasar stereosilia

Ion positif masuk ke dalam sel

Depolarisasi

Melepaskan neurotransmitter eksitatorik

Impuls disalurkan ke pusat keseimbangan melalui nervus vestibularis


2. Fisiologi alat keseimbangan ?Neurotransmitter eksitator untuk keseimbangan ?
FISIOLOGI

Sistem keseimbangan merupakan kelompok organ yang selalu bekerja sama dalam
mempertahankan tubuh dan keseimbangan baik dalam keadaan statis (diam) maupun dinamis
(bergerak). Secara anatomi sistem keseimbangan terdiri dari sistem vestibuler, visual
(penglihatan) dan propioseptif (somatosensorik).

A. Sistem vestibuler dibagi menjadi dua yaitu vestibuler perifer dan sentral.

Sistem vestibuler perifer terdiri dari organ vestibuler yang terdapat di telinga dalam,
nervus vestibularis (N VIII) dan ganglion vestibularis.
sistem vestibuler sentral terdiri dari nukleus vestibularis di batang otak, serebelum,
talamus dan korteks serebri.

Peran sistem vestibular: sebagai pemberi informasi dari dalam (internal reference) yaitu
memberitahu otak tentang bagaimana posisi kepala kita berorientasi terhadap ruangan di
sekitarnya.

B. sistem visual dan propioseptik/somatosensorik.

Peran: sebagai pemberi informasi dari luar (external references) memberi tahu otak tentang
posisi tubuh terhadap lingkungan berdasarkan sudut dan jarak dengan obyek sekitarnya.

C. sistem propioseptik memberitahu otak tentang titik tumpu beban tubuh.

Ketiga sistem tersebut selalu bekerja sama dalam mempertahankan keseimbangan tubuh. Jika
ada perbedaan antara informasi dari dalam dan informasi dari luar, maka otak akan terganggu
dalam memberikan suatu persepsi gerakan, sehingga terjadilah gangguan keseimbangan. Jadi
sistem keseimbangan adalah usaha tubuh (vestibuler, visual dan propioseptik) untuk
mempertahankan tubuh agar tetap seimbang pada titik tumpunya dari pengaruh gaya gravitasi
dan berat badan baik dalam keadaan diam (statis) dan bergerak (dinamis). Jika sistem
keseimbangan kita (vestibuler, visual dan propioseptik) terserang suatu penyakit atau
gangguan dan tubuh tidak bisa menanggulanginya (melakukan kompensasi) maka terjadilah
gangguan keseimbangan.

http://www.permatacibubur.com/en/see.php?id=Artikel3&lang=id

Berdasarkan kepustakaan lain disenutkan bahwa keseimbangan bergantung pada empat sistem
berbeda yang tidak saling tergantung, yaitu:

I. sistem vestibular yang menangkap gerakan akselerasi dan persepsi gravitasi


II. rangsangan proprioseptif dari sensasi posisi sendi serta tonus otot memberi
informasi menyangkut hunungan antar kepala dan bagian tubuh lainnya.
III. Penglihatan memberi persepsi dari sensasi posisi, kecepatam, dan orientasi
IV. Semua sensasi ini diintegrasikan pada batang otk dan serebelum.

Sumber: ADAMS, George L. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: EGC

Fisiologi

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya


tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual dan
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan pelebaran labirin
membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap pelebarannya terdapat
makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan. Labirin kinetik
terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis terdapat pelebaran yang
berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat krista ampularis yang
terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh suatu substansi gelatin
yang disebut kupula.

Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (Iabirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas
labirin tulang dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan
bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang
terdapat perilimfa, sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan
endolimfa lebih tinggi dari pada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin
membran yang terapung dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin
terdiri dari 3 kanalis semi-sirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior)
dan kss posterior (inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa
di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolari-sasi dan akan merangsang pelepasan neuro-
transmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen
ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka
terjadi hiperpolarisasi.

Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik akibat
rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat per-
cepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung.

Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat
menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.

Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh perpindahan cairan endolimfa di labirin silia
sel rambut menekuk permeabilitas membrane sel berubah ion kalsium masuk sel
terjadi proses depolarisasi dan merangsang pelepasan neurotransmitter eksotator
meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak sewaktu
berkas silia terdorong kea rah berlawanan hiperpolarisasi
(Nurbaiti Iskandar, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher Edisi 6. Jakarta : FKUI.)

Ilmu Penyakit THT FK UI

SISTEM VESTIBULARIS

Sinyal sensorik dari telinga dalam, retina dan sistem


RANGSANG YANG
ADEKUAT: PERCEPATAN,
muskuloskeletal didintegrasikan dalam sistem saraf pusat (SSP) agar
SUATU PERUBAHAN dapat menontrol arah pandangan, posisi serta gerak tubuh dalam
DALAM KECEPATAN ruang.
PERSATUAN WAKTU
Reseptor sistem vestibularis adalah sel rambut yang terletak di
dalam krista kanalis semisirkularis dan makula dari organ otolit. Sel- sel pada kanalis
semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap terhadap percepatan sudut (yaitu
perubahan dalam kecepatan sudut), sedangkan sel- sel pada organ otolit peka terhadap gerak
linier, khususnya percepatan linier dan terhadap perubahan posisi kepala relatif terhadap
gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan linier ini disebabkan oleh:

geometri dari kanalis dan organ otolit


ciri-ciri fisik dari struktur yang
menut
upi sel
rambu
t

Sel rambut. Sel rambut yang terdapat pada kanalis secara morfologi
POLARISASI SEL
serupa dengan sel rambut pada organ otolit. Masing-masig sel
RAMBUT: STRUKTURAL
memiliki polarisasi struktural yang dijelaskan oleh posisi dari
DAN FUNGSIONAL
stereosilia relatif terhadap kinosilium. Jika suatu gerakan menyebabkan stereosilia
membengkok ke arah kinosilium, maka sel rambut akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah
yang berlawanan sehingga stereosilia maka sel rambut terinhibisi. Jika tidak ada gerakan, maka
sebagian transimiter akan dilepaskan dari sel rambut yang menyebabkan serabut saraf aferen
mengalami laju tembakan spontan ataupun istirahat. Hal ini memungkinkan serabut aferen
tereksitasi ataupun terinhibisi tergantung dari arah gerakan.

Kanalis semisirkularis. Polarisasi adalah sama pada seluruh


PASANGAN KANALIS:
sel rambut pada tiap kanalis, dan pada rotasi sel-sel dapat tereksitasi
EKSITASI DAN INHIBISI
ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak lurus dengan
lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga terletak hampir
pada bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Dengan demikian terdapat tiga pasang
kanalis: horizontal kiri-horizontal kanan, anterior kiri-posterior kanan, posterior kiri-anterior
kanan. Pada waktu rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang
satunya akan terinhibisi. Misalnya bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat percepatan
dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka serabut aferen dari kanalis
horizontalis kanan akan tereksitasi, sementara serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika
rotasi pada bidang vertikal misalnya rotasi ke depan, maka kanalis anterior kiri dan kanan
kedua sisi akan tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Organ otolit. Ada dua organ otolit:
RANGSANGAN OTOLIT: o utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang
PERCEPATAN LINIER hampir horizontal, dan
DAN GRAVITASI o sakulus yang terletak pada bidang hampir ventrikal

Polarisasi sel rambut pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus kinosilium
terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu striola. Maka
pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian serabut aferen akan
tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Namun
demikian, hal ini tidak berarti pembatalan respon
pada SSP. Serabut aferen dengan polarisasi tertentu
dapat mengarah pada neuron-neuron berbeda dalam
nuklei vestibularis dan dapat melakukan fungsi
berbeda pula. Lagipula dengn adanya polarisasi
berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat
informasi tentang gerak linier dalam tiga dimensi,
walaupun sesungguhnya hanya ada dua makula.
Refleks vestibularis: serabut aferen berjalan
menuju SSP dan bersinaps pada neuron inti
vestibularis di batang otak. Selanjutnya neuron
vestibularis menuju ke bagian lain dari otak; sebagian
langsung menuju motorneuron yang mnesarafi otot-
otot ekstraokuler dan motorneuron spiralis, yang lain
menuju formasio retikularis batang otak, serebelum
dan struktur lainnya.

Fisiologi keseimbangan
Definisi menurut OSullivan, keseimbangan adalah
kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi
pada bidangtumpu terutama ketika saat posisi
tegak.Keseimbangan terbagi atas dua kelompok, yaitu keseimbangan statis : kemampuan tubuh
untuk menjaga kesetimbanganpada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas
papan keseimbangan); keseimbangan dinamis adalahkemampuan untuk mempertahankan
kesetimbangan ketika bergerak
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi keseimbangan ?

Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur oleh aktivitas
motorik tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam
pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan keseimbangan adalah :
menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat
massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian
tubuh lain bergerak.
Komponen-komponen pengontrol keseimbangan adalah :
1) Sistem informasi sensoris
Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.
a. Visual
Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969)
menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan
membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan
sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga
merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan
memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan
tempat kita berada.Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek
sesuai jarak pandang.
Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap
perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis
untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

b. Sistem vestibular
Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam
keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata.Reseptor sensoris vestibular berada di
dalam telinga.Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta
sakulus.Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine.Sistem
labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut.Melalui
refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang
bergerak.Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang
berlokasi di batang otak.Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke
serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri.
Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi,
dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui
medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan
otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat
cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-
otot postural.
c. Somatosensoris
Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-
kognitif.Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis.
Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang
menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.
Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada
impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-
ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari
reseptor raba di kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan
posisi tubuh dalam ruang.

2) Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies)


Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas
kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol
postur.Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi
mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai
gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon
dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu,
gaya gravitasi, dan aligment tubuh.
Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan)
suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu.

3) Kekuatan otot (Muscle Strength)


Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas.Semua gerakan yang
dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.
Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa
beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force).Kekuatan otot sangat
berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf
mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi.Sehingga semakin banyak serabut otot yang
teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut.
Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan
keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung
dengan kemampuan otot untuk melawan gaya garvitasi serta beban eksternal lainnya yang secara
terus menerus mempengaruhi posisi tubuh.

4) Adaptive systems
Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output)
ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan.

5) Lingkup gerak sendi (Joint range of motion)


Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat
gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi. Repository.usu.ac.id

4. Mengapa mengeluh mual, pusing, muntah dan keringat dingin serta menghilang setelah sampai
tujuan ?

PUSING

1. Pusing non-vestibular, penyebabnya:

a. Hiperventilasi. gejala: kepala terasa pusing serta parestesia pada ekstremitas bagian
distal terjadi ventilasi cepat. Daerah sirkumoral khususnya cenderung mengalami
parestesia

b. Hipoglikemia yang terjadi pada diabetik kimiawi. Sering disertai gejala mual muntah,
namun jarang dengan vertigo yang benar-benar berputar. Pasien mengeluhkan gejala
ketidakstabilan dan pusing berkaitan dengan pengeluaran keringat berlebihan dan
kepucatan

c. Penyebab vaskular. Fenomena vaskular apapun yang dapat mengganggu suplai darah
batang otak dan serebelum dapat menimbulkan gejala pusing dan ketidakstabilan.
Pasien mengeluh gejala nyeri kepala migre klasik terkadang dapat pula mengeluh pusing.
Fenomena disebabkan spasme vertebro-basilaris. Ketidakseimbangan dan
ketidakstabilan dengan etiologi yang sama namun berlangsung lebih lama disebabkan
oleh insufisiensi a. Vertebrobasilaris. Keadaan ini sering disertai penyakit jantung
aterosklerotik dan fenomena emboli. Untuk menimbulkan gejala pusing, aliran darah
vertebrobasilaris harus cukup terganggu yaitu dibawah 50% dari normal.

d. Vertigo servikalis. Mula-mula dianggap sebagai varian dar insufisiensi vertebrobasilaris.


Namun akhir-akhir ini definisi ini berubah dimana sensasi posisi sendi leher diduga
menghilang pada sebagian pasien dan hal ini menimbulkan gejala pusing

2. Pusing vestibular

a. Vertigo posisional benigna. Pada posisi kepala tertentu mengalami serangan pusing akut
yang berlangsung sepintas, disertai nistagmus yang melemah pada pengujian berulang.
Yang khas adalah awitan vertigo sedikit terlambat dari awitan perubahan posisi,
serangan pertama biasanya paling berat, sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi
lebih ringan.

Patologi: cupula yang mengalami kalsifikasi diduga patah

Prognosis: sembuh spontan

b. Vestibular neuronitis. Keluhan pusing berat dengan mual, muntah yang membandel,
serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala dapat menghilang dalam 3-4 hari.
Sebagian pasien perlu dirawat di RS untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan
episodik dapat berulang tanpa ada perubahan pendengaran.

c. Labirintitis. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses
dapat akut atau kronik, serta toksik dan supuratif.

Labirintis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur di dekatnya; dapat
pula telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya.

Labirintis supuratif akut disebabkan infeksi bakteri akut yang meluas ke struktur
telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular secara
lengkap cukup tinggi.

Labirintis kronis dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan
hidrops endolmfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya
menyebabkan sklerosis labirin.

d. Penyakit meniere. Secara patologi disebabkan oleh pembengkakan pada kompartemen


endolimfatik. Bila proses ini mencapai pina, terjadi ruptur membran reissner sehingga
endolimpe tercampur dengan perilimfe. Hal ini menyebabkan gangguan pendengaran
semnetara yang kembali pulih setelah membran kembali menutup dan komposisi
kimiawi cairan endolimfe dan perilimfe kembali normal. Pasien mengalami tuli
sensorineural nada rendah diikuti tinitus nada rendah, mengeluh telinga terasa penuh
dan kemudian menjadi vertigo akut dengan lama serangan antara 15 meit dan beberapa
jam. Jika yang terlibat hanya bagian vestibular dari labirin, maka gejala klasik hanya
berupa perubahan dalam keseimbanagn dan rasa penuh dalam telinga.

ADAMS, George L. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: EGC

Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi O2 dalam darah, oleh karena itu
perubahan aliran darah yang mendadak dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan timbul bila
hanya ada perubahan konsentrasi O2 saja, tetapi harus ada faktor lain yang menyertainya, misalnya
sklerosis pada salah satu auditiva interna, atau salah satu arteri tersebut terjepit. Dengan demikian
bila ada perubahan konsentrasi O2, hanya satu sisi saja yang mengadakan penyesuaian, akibatnya
terdapat perbedaan elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri akibatnya akan terjadi
serangan vertigo berupa pusing.
MUAL-MUAL
Gangguan pada sistem vestibularis, yang terdiri dari cerebellum, batang otak, dan apparatus
vestibularis di telinga; mengakibatkan teraktivasinya reseptor trigger zone yang terdapat pada pons
(batang otak) sehingga menimbulkan rasa tidak enak di epigastrium, lalu keluar suara tidak enak
(retching) selanjutnya yang terjadi adalah muntah.
RASA BERPUTAR
Rangsangan kanalis: percepatan sudut. Suatu kecepatan rotasi yang spontan tidak akan
mengeksitasi serabut tersebut. Namun tentunya dalam mencapai suatu kecepatan tertentu harus
ada akselerasi, dan pengaruh akselerasi ini akan terus berkurang hingga nol setelah beberapa saat
hingga beberapa menit. Keterlambatan ini disebabkan oleh proses pengolahan aktivitas aferen di
SSP dan inersia kupula serta viskositas endolimfe yang menyebabkan pergeseran kupula tertinggal di
belakang perubahan kecepatan sudut kepala. Sebagai contoh perhatikan efek dari penghentian
mendadak setelah suatu rotasi ke kanan searah jarum jam. Perlambatan menuju kecepatan nol ini
ekuivalen dengan percepatan ke arah yang berlawanan yaitu ke kiri. Dengan demikian serabut
aferen dari kanalis kiri akan terkesitasi sedangkan serabut yang kanan terinhibisi. Bila ini dilakukan
dalam ruang gelap, maka subjek akan merasa bahwa ia sedang berotasi ke kiri. Setelah kupula
kembali ke posisi istirahat, subjek akan merasa berhenti berputar.
ADAMS, George L. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. Jakarta: EGC

bila ada perubahan konsentrasi 02, hanya satu sisi saja yang mengadakan penyesuaian,
akibatnya terdapat perbedaan elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri.
Akibatnya akan terjadi serangan vertigo.
Perubahan konsentrasi 02 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi, hipotensi,
spondiloartrosis servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme terjadinya vertigo
disebabkan oleh karena terjadi perbedaan perilaku antara arteri auditiva interna kanan dan
kiri, sehingga menimbulkan perbedaan potensial antara vestibuler kanan dan kiri.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, FK UI, ed. VI.

5. Apakah ada hubungan membaca novel dan jalan yang berkelok dengan keluhan ?
Vertigo merupakan suatu gejala dengan beragam etiologi antara lain akibat trauma, stres,
gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, hipo atau hipernya aliran darah ke otak dan lain-
lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang
terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di
otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan
telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri.5
Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh
dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo:6
1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin.
3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional
4. vertigo, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
5. peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
6. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis multipel,
dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya.
7. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke
salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler.
Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti nervus
VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks.
Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi :7
Labirin, telinga dalam
- vertigo posisional paroksisimal benigna
- pasca trauma
- penyakit menierre
- labirinitis (viral, bakteri)
- toksik (misalnya oleh aminoglikosid, streptomisin, gentamisin)
- oklusi peredaran darah di labirin
- fistula labirin
Saraf otak ke VIII
- neuritis iskemik (misalnya pada DM)
- infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster)
- neuritis vestibular
- neuroma akustikus
- tumor lain di sudut serebelo-pontin
Telinga luar dan tengah
- Otitis media
- Tumor
SENTRAL
Supratentorial
- Trauma
- Epilepsi
Infratentorial
- Insufisiensi vertebrobasiler
Obat

Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya
pendengaran.Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid, derivat
kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik,
demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat,
metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik,
penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi
vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan
keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo

Klasifikasi

Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau otak) atau di perifer
(telinga dalam, atau saraf vestibular).7

1. Fisiologik : ketinggian, mabuk udara.


Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar
penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensorik berfungsi baik. Yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain :
Mabuk gerakan (motion sickness)
Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual surround)
berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan akan sangat
bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan yang
memperovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu
mobil bergerak.
Mabuk ruang angkasa (space sickness)
Mabuk ruang angkasa adalah fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness). Pada
keadaan ini terdapat suatu gangguan dari keseimbangan antara kanalis
semisirkularis dan otolit.
Vertigo ketinggian (height vertigo)
Adalah uatu instabilitas subjektif dari keseimbangan postural dan lokomotor oleh
karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh, dang gejala-gejala vegetatif.
2. Patologik : - sentral
- perifer

Vertigo dapat diklasifikasikan menjadi :2

a. Sentral diakibatkan oleh kelainan pada batang batang otak atau cerebellum
b. Perifer disebabkan oleh kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis
vestibulocochlear (N. VIII)
c. Medical vertigo dapat diakibatkan oleh penurunan tekanan darah , gula darah yang
rendah, atau gangguan metabolic karena pengobatan atau infeksi sistemik.

Kata kunci untuk vertigo yang berasal dari sentral adalah gejala atau tanda batang
otak lainnya atau tanda onset akut misalnya sakit kepala tuli dan temuan neurologis lainnya
misalnya trigeminal sensory loss pada infark arteri cebellar postero inferior. Pada pasien
seperti ini perlu cepat dirujuk dan diinvestigasi. Red flag pada pasien dengan vertigo meliputi :

Sakit kepala
Gejala neurologis
Tanda neurologis

Penting juga untuk mengklasifikasikan vertigo menjadi akut dan kronik. Vertigo akut
biasanya memiliki mekanisme yang tunggal sedangkan vertigo kronik memiliki mekanisme
multifaktorial. Dizziness yang kronik lebih sering terjadi pada usia tua karena insiden penyakit
komorbid yang lebih besar. 7

Ciri-ciri Vertigo perifer Vertigo sentral


Lesi Sistem vestibuler (telinga dalam, Sistem vertebrobasiler dan gangguan
saraf perifer) vaskular (otak, batang otak, serebelum)

Penyebab Vertigo posisional paroksismal jinak iskemik batang otak, vertebrobasiler


(BPPV), penyakit maniere, neuronitis insufisiensi, neoplasma, migren basiler
vestibuler, labirintis, neuroma
akustik, trauma
Gejala gangguan Tidak ada Diantaranya :diplopia, parestesi,
SSP gangguan sensibilitas dan fungsi motorik,
disartria, gangguan serebelar

Masa laten 3-40 detik Tidak ada


Habituasi Ya Tidak

Jadi cape Ya Tidak


Intensitas vertigo Berat Ringan
Telinga berdenging Kadang-kadang Tidak ada
dan atau tuli
Nistagmus spontan + -

VERTIGO SENTRAL

Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di serebelum.
Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di
batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.5

VERTIGO PERIFER

Lamanya vertigo berlangsung :9

a. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik


Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan
posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering
penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di
kepala, pembedahan di telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik,
gejala menghilang secara spontan.
b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam
Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere
mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu
Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke unit darurat. Pada penyakit
ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah mendadak, dan
gejala ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran
tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpai
nistagmus.
Nystagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya nvolunter, bolak balik, ritmis,
dengan frekuensi tertentu. Nystagmus merupakan bentuk reaksi dari refleks vestibulo oculer
terhadap aksi tertentu. Nystagmus bisa bersifat fisiologis atau patologis dan manifes secara
spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi
berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang atau test posisional atau
gerakan kepala.
Tabel 3. Membedakan nystagmus sentral dan perifer adalah sebagai berikut :
No. Nystagmus Vertigo Sentral Vertigo Perifer
1. Arah Berubah-ubah Horizontal /
horizontal rotatoar
2. Sifat Unilateral / bilateral Bilateral
3. Test Posisional
- Latensi Singkat Lebih lama
- Durasi Lama Singkat
- Intensitas Sedang Larut/sedang
- Sifat Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan
4. Test dengan rangsang (kursi Dominasi arah Sering ditemukan
putar, irigasi telinga) jarang ditemukan
5. Fiksasi mata Tidak terpengaruh Terhambat

Patofisiologi

Vertigo timbul jika terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh (informasi aferen) yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi
oleh susunan saraf pusat (pusat kesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah
susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke
pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras
yang menghubungkan nuklei vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling
besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya
adalah proprioseptik.9

Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan
tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut.
Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan
bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.
Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral dalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi
akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom. Di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang dapat berupa
nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala lainnya.10
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian ketidakseimbangan tubuh :

1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)


Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi
kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.

2. Teori konflik sensorik


Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai
reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau
ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan
tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat
berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan
vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.

3. Teori neural mismatch


Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak
mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat
dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul
reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.

4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi
gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan,
sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan.

5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang
masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim
saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan
perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya
ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin
releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul
berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang
berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.

6. Komponen obat antimabuk dan farmakologinya ?

DIMENHIDRINAT
NAMA GENERIK
Dimenhidrinat
NAMA KIMIA
Garam difenhidramin dari 8-chlorotheophylline Chloranautine
FARMAKOLOGI
Absorpsi:baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Efek antiemetik tercapai dalam 15-30
menit setelah dosis oral dan dalam 20-30 menit setelah dosis IM. Lama kerja obat 3-6 jam. ;Obat
mungkin didistribusi luas ke dalam jaringan tubuh, melewati plasenta, dimetabolisme oleh hati, dan
dieliminasi melalui urin. Sejumlah kecil obat didistribusikan ke dalam ASI. ;Dimenhidrinat
mempunyai efek depresi sistem saraf pusat, antikolinergik, antiemetik, antihistamin, dan anestesi
lokal. (3)
EFEK SAMPING
Umum:mengantuk, sakit kepala, pandangan kabur, telinga berdenging, mulut dan saluran
pernapasan kering, inkoordinasi, palpitasi, pusing, hipotensi. ;Kurang umum:anoreksia, konstipasi,
diare, frekuensi urin, dan disuria. Rasa sakit dapat terjadi pada tempat injeksi.
INTERAKSI OBAT
Meningkatkan efek obat-obat penekan SSP, meningkatkan efek obat-obat antikolinergik (seperti
antidepresi trisiklik), menutupi gejala awal ototoksisitas bila diberikan bersama-sama dengan obat-
obat ototoksik (seperti aminoglikosida)
PENGARUH ANAK
Stimulasi SSP paradoksal dapat terjadi
PENGARUH MENYUSUI
Sejumlah kecil obat didistribusikan ke dalam ASI. Karena potensi menimbulkan efek samping pada
bayi yang menyusui, harus dipertimbangkan untuk menghentikan obat atau menyusui, dengan
memperhitungkan kebutuhan ibu terhadap obat.
PARAMETER MONITORING
Parameter pendengaran.
BENTUK SEDIAAN
Tablet 50 mg, 100 mg
MEKANISME AKSI
Menghambat stimulasi vestibular, mula-mula bekerja pada sistem otolith, dan pada dosis yang lebih
besar bekerja pada kanal semisirkular; menghambat asetilkolin.
MONITORING
Mual/muntah, tingkat hidrasi, cara penggunaan obat, toksisitas obat-obat ototoksik.
http://www.informasiobat.com/

7. Pengaruh histamin dan aktivitas saraf kolinergik dalam keseimbangan ?

Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin
terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor histamin (penghambatan saingan). Pada awalnya
hanya dikenal satu tipe antihistaminikum, tetapi setelah ditemukannya jenis reseptor khusus pada
tahun 1972, yang disebut reseptor-H2,maka secara farmakologi reseptor histamin dapat dibagi
dalam dua tipe , yaitu reseptor-H1 da reseptor-H2.
Berdasarkan penemuan ini, antihistamin juga dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni antagonis
reseptor-H1 (singkatnya disebut H1-blockers atau antihistaminika) dan antagonis reseptor H2 ( H2-
blockers atau zat penghambat-asam

1.H1-blockers (antihistaminika klasik)


Mengantagonis histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek
histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction). Efeknya adalah simtomatis, antihistmin
tidak dapat menghindarkan timbulnya reaksi alergi
Dahulu antihistamin dibagi secara kimiawi dalam 7-8 kelompok, tetapi kini digunakan penggolongan
dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP, yakni zat-zat generasi ke-1 dan ke-2.

a.Obat generasi ke-1: prometazin, oksomemazin, tripelennamin, (klor) feniramin, difenhidramin,


klemastin (Tavegil), siproheptadin (periactin), azelastin (Allergodil), sinarizin, meklozin, hidroksizin,
ketotifen (Zaditen), dan oksatomida (Tinset).
Obat-obat ini berkhasiat sedatif terhadap SSP dan kebanyakan memiliki efek antikolinergis
b.Obat generasi ke-2: astemizol, terfenadin, dan fexofenadin, akrivastin (Semprex), setirizin,
loratidin, levokabastin (Livocab) dan emedastin (Emadin). Zat- zat ini bersifat khasiat antihistamin
hidrofil dan sukar mencapai CCS (Cairan Cerebrospinal), maka pada dosis terapeutis tidak bekerja
sedative. Keuntungan lainnya adalah plasma t2-nya yang lebih panjang, sehingga dosisnya cukup
dengan 1-2 kali sehari. Efek anti-alerginya selain berdasarkan, juga berkat dayanya menghambat
sintesis mediator-radang, seperti prostaglandin, leukotrin dan kinin.

2.H2-blockers (Penghambat asma)


obat-obat ini menghambat secara efektif sekresi asam lambung yang meningkat akibat histamine,
dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di lambung. Efeknya adalah berkurangnya
hipersekresi asam klorida, juga mengurangi vasodilatasi dan tekanan darah menurun. Senyawa ini
banyak digunakan pada terapi tukak lambug usus guna mengurangi sekresi HCl dan pepsin, juga
sebagai zat pelindung tambahan pada terapi dengan kortikosteroida. Lagi pula sering kali bersama
suatu zat stimulator motilitas lambung (cisaprida) pada penderita reflux.
Penghambat asam yang dewasa ini banyak digunakan adalah simetidin, ranitidine, famotidin,
nizatidin dan roksatidin yang merupakan senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.

PENGGUNAAN UMUM:
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk rinithis, urtikaria dan angiodema,
dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk
mengobati mabuk perjalanan (dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa
parkinson (difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan antihistaminika selalu dimaksud H-1 blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-
obat ini juga memiliki berbagai khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan
SSP (sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan kabur, sedangkan
beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local anestesi (lemah).
Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara sistemis ( oral,injeksi) untuk mengobati
simtomatis bermacam-macam gangguan alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di
samping rhinitis, pollinosis dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah
gangguan berikut:
1.Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala bronchokonstriksi. Walaupun kerjanya baik,
namun efek keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain
(leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa penggunaan dalam
bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik. Obat-obat ketotifen dan oksatomida
berkhasiat mencegah degranulasi dari mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2.Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung a.l. histamine dan suatu enzim
yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
obat perlu diberikan segera dan sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3.Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat terhadap meningkatnya permeabilitas
kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran),
azatadin dan oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan efek
anestesi local.
4.Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan dengan demikian menaikkan berat
badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya
antiserotonin.
5.Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya prometazin dan difenhidramin
serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak
digunakan dalam sediaan obat batuk popular.
6.Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya, khususnya difenhidramin dan turunan 4-
metilnya (orfenadrin) yang juga berkhasiat spasmolitis.
7.Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek antiemetisnya yang juga berkaitan dengan
khasiat antikolinergis, terutama siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama
digunakan pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika
banyak digunakan dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.

1.DERIVAT ETANOLAMIN (X=O)


a.Difenhidramin : Benadryl
Di samping daya antikolinergik dan sedative yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitik,
anti-emetik dan antivertigo (pusing-pusing). Berguna sebagai obat tambahan pada Penyakit
Parkinson, juga digunakan sebagai obat anti-gatal pada urticaria akibat alergi (komb. Caladryl, P.D.)
Dosis: oral 4 x sehari 25-50mg, i.v. 10-50mg.
2-metildifenhidramin = orfenadrin (Disipal, G.B.)
Dengan efek antikolinergik dan sedative ringan, lebih disukai sebagai obat tambahan Parkinson dan
terhadap gejala-gejala ekstrapiramidal pada terapi dengan neuroleptika.
Dosis: oral 3 x sehari 50mg.
4-metildifenhidramin (Neo-Benodin)
Lebih kuat sedikit dari zat induknya. Digunakan pada keadaan-keadaan alergi pula.
Dosis: 3 x sehari 20-40mg
Dimenhidrinat (Dramamine, Searle)
Adalah senyawa klorteofilinat dari difenhidramin yang digunakan khusus pada mabuk perjalanan
dan muntah-muntah sewaktu hamil.
Dosis: oral 4 x sehari 50-100mg, i.m. 50mg
Klorfenoksamin (Systral, Astra)
Adalah derivate klor dan metal, yang antara lain digunakan sebagai obat tambahan pada Penyakit
Parkinson.
Dosis: oral 2-3 x sehari 20-40mg (klorida), dalam krem 1,5%.
Karbinoksamin : (Polistin, Pharbil)
Adalah derivat piridil dan klor yang digunakan pada hay fever.
Dosis: oral 3-4 x sehari 4mg (maleat, bentuk,dll).
b.Kiemastin: Tavegyl (Sandos)
Memiliki struktur yang mirip klorfenoksamin, tetapi dengan substituent siklik (pirolidin). Daya
antihistaminiknya amat kuat, mulai kerjanya pesat, dalam beberapa menit dan bertahan lebih dari
10 jam. Antara lain mengurangi permeabilitas dari kapiler dan efektif guna melawan pruritus alergis
(gatal-gatal).
Dosis: oral 2 x sehari 1mg a.c. (fumarat), i.m. 2 x 2mg.

2.DERIVAT ETILENDIAMIN (X=N)


Obat-obat dari kelompok ini umumnya memiliki data sedative yang lebih ringan.
Antazolin : fenazolin, antistin (Ciba)
Daya antihistaminiknya kurang kuat, tetapi tidak merangsang selaput lender. Maka layak digunakan
untuk mengobati gejala-gejala alergi pada mata dan hidung (selesma) sebagai preparat kombinasi
dengan nafazolin (Antistin-Privine, Ciba).
Dosis: oral 2-4 x sehari 50-100mg (sulfat).
Tripelenamin (Tripel, Corsa-Azaron, Organon)
kini hanya digunakan sebagai krem 2% pada gatal-gatal akibat reaksi alergi (terbakar sinar matahari,
sengatan serangga, dan lain-lain).
Mepirin (Piranisamin)
Adalah derivate metoksi dari tripelenamin yang digunakan dalam kombinasi dengan feniramin dan
fenilpropanolamin (Triaminic, Wander) pada hay fever.
Dosis: 2-3 x sehari 25mg.
Klemizol ( Allercur, Schering)
Adalah derivate klor yang kini hanya digunakan dalam preparat kombinasi anti-selesma (Apracur,
Schering) atau dalam salep/suppositoria anti wasir (Scheriproct, Ultraproct, Schering).

3.DERIVAT PROPILAMIN (X=C)


Obat-obat dari kelompok ini memiliki daya antihistamin kuat.
a.Feniramin : Avil (Hoechst)
Zat ini berdaya antihistamink baik dengan efek meredakan batuk yang cukup baik, maka digunakan
pula dalam obat-obat batuk.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg (maleat) pada mala hari atau 1 x 50mg tablet retard; i.v. 1-2 x sehari
50mg; krem 1,25%.
Klorfenamin (Klorfeniramin. Dl-, Methyrit, SKF)
Adalah derivate klor dengan daya 10 kali lebih kuat, sedangkan derajat toksisitasnya praktis tidak
berubah. Efek-efek sampingnya antara lain sifat sedatifnya ringan. Juga digunakan dalam obat batuk.
Bentuk-dextronya adalah isomer aktif, maka dua kali lebih kuat daripada bentuk dl (rasemis)nya:
dexklorfeniramin (Polaramin, Schering).
Dosis: 3-4 x sehari 3-4mg (dl, maleat) atau 3-4 x sehari 2mg (bentuk-d).
Bromfeniramin (komb.Ilvico, Merck)
Adalah derivate brom yang sama kuatnya dengan klorfenamin, padamana isomer-dextro juga aktif
dan isomer-levo tidak. Juga digunakan sebagai obat batuk.
Dosis: 3-4 x sehari 3mg (maleat).
b.Tripolidin : Pro-Actidil
Derivat dengan rantai sisi pirolidin ini berdaya agak kuat, mulai kerjanya pesat dan bertahan lama,
sampai 24 jam (sebagai tablet retard).
Dosis: oral 1 x sehari 10mg (klorida) pada malam hari berhubung efek sedatifnya.

4.DERIVAT PIPERAZIN
Obat-obat kelompok ini tidak memiliki inti etilamin, melainkan piperazin. Pada umumnya bersifat
long-acting, lebih dari 10 jam.
a.Siklizin : Marzine
Mulai kerjanya pesat dan bertahan 4-6 jam lamanya. Terutama digunakan sebagai anti-emetik dan
pencegah mabuk jalan. Namun demikian obat-obat ini sebaiknya jangan diberikan pada wanita hamil
pada trimester pertama.
Meklozin (Meklizin, Postafene/Suprimal)
adalah derivat metilfenii dengan efek lebih panjang, tetapi mulai kerjanya baru sesudah 1-2 jam.
Khusus digunakan sebagai anti-emetik dan pencegah mabuk jalan.
Dosis: oral 3 x sehari 12,5-25mg.
Buklizin (longifene, Syntex)
Adalah derivate siklik dari klorsiklizin dengan long-acting dan mungkin efek antiserotonin. Disamping
anti-emetik,juga digunakan sebagai obat anti pruritus dan untuk menstimulasi nafsu makan.
Dosis: oral 1-2 x sehari 25-50mg.
Homoklorsiklizin (homoclomin, eisai)
Berdaya antiserotonin dan dianjurkan pada pruritus yang bersifat alergi.
Dosis: oral 1-3 x sehari 10mg.
b.Sinarizin : Sturegon (J&J), Cinnipirine(KF)
Derivat cinnamyl dari siklizin ini disamping kerja antihistaminnya juga berdaya vasodilatasi perifer.
Sifat ini berkaitan dengan efek relaksasinya terhadap arteriol-arteriol perifer dan di otak (betis,kaki-
tangan) yang disebabkan oleh penghambatan masuknya ion-Ca kedalam sel otot polos. Mulai
kerjanya agak cepat dan bertahan 6-8 jam, efek sedatifnya ringan. Banyak digunakan sebagai obat
pusing-pusing dan kuping berdengung (vertigo, tinnitus).
Dosis: oral 2-3 x sehari 25-50mg.
Flunarizin (Sibelium, Jansen)
Adalah derivat difluor dengan daya antihistamin lemah. Sebagai antagonis-kalsium daya
vasorelaksasinya kuat. Digunakan pula pada vertigo dan sebagai pencegah migran.

5.DERIVAT FENOTIAZIN
Senyawa- senyawa trisiklik yang memiliki daya antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat
dan seringkali berdaya sentral kuat dengan efek neuroleptik.
a.Prometazin: (Phenergan (R.P.))
Antihistamin tertua ini (1949) digunakan pada reaksi-reaksi alergi akibat serangga dan tumbuh-
tumbuhan, sebagai anti-emetik untuk mencegah mual dan mabuk jalan. Selain itu juga pada pusing-
pusing (vertigo) dan sebagai sedativum pada batuk-batuk dan sukar tidur, terutama pada anak-anak.
Efek samping yang umum adalah kadang-kadang dapat terjadi hipotensi,hipotermia(suhu badan
rendah), dan efek-efek darah (leucopenia, agranulocytosis)
Dosis: oral 3 x sehari 25-50mg sebaiknya dimulai pada malam hari; i.m. 50mg.
Tiazinamium (Multergan, R.P.)
Adalah derivat N-metil dengan efek antikolinergik kuat, dahulu sering digunakan pada terapi
pemeliharaan terhadap asma.
Oksomemazin (Doxergan, R.P.)
Adalah derivat di-oksi (pada atom-S) dengan kerja dan penggunaan sama dengan prometazin, antara
lain dalam obat batuk.
Dosis: oral 2-3 x sehari 10mg.
Alimemazin (Nedeltran)
Adalah analog etil denagn efek antiserotonin dan daya neuroleptik cukup baik. Digunakan sebagai
obat untuk menidurkan anak-anak, adakalanya juga pada psikosis ringan.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
Fonazin (Dimetiotiazin)
Adalah derivat sulfonamida dengan efek antiserotonin kuat yang dianjurkan pada terapi interval
migraine.
Dosis: oral 3-4 x sehari 10mg.
b.Isotipendil: Andantol (Homburg)
Derivat aso-fenotiazin ini kerjanya pendek dari prometazin dengan efek sedatif lebih ringan.
Dosis: ora; 3-4 x sehari 4-8mg, i.m. atau i.v. 10mg.
Mequitazin (Mircol, ACP)
Adalah derivat prometazin dengan rantai sisi heterosiklik yang mulai kerjanya cepat, efek-efek
neurologinya lebih ringan. Digunakan pada hay fever, urticaria dan reaksi-reaksi alergi lainnya.
Dosis: oral 2 x sehari 5mg.
Meltidazin (Ticaryl, M.J.)
Adalah derivat heterosiklik pula (pirolidin) dengan efek antiserotonin kuat. Terutama dianjurkan
pada urticaria.
Dosis: oral 2 x sehari 8mg.

ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN


AH1 menghambat efek histamine pada pembuluh darah, bronkus, dan bermacam-macam otot
polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang
disertai pengelepasan histamine endogen berlebihan.
Otot polos: secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamine pada otot polos (usus,bronkus).

Permeabilitas kapiler: peninggian permeabilitas kapiler dan udem akibat histamin, dapat dihambat
dengan efektif oleh AH1

Reaksi anafilaksis dan alergi: reaksi anafilaksis dan beberapa reaksi alergi refrakter terhadap
pemberian AH1, karena disini bukan histamine saja yang berperan tetapi autakoid lain juga
dilepaskan. Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda, tergantung beratnya
gejala akibat histamin.

Kelenjar eksokrin: efek perangsangan histamine terhadap sekresi cairan lambung tidak dapat
dihambat oleh AH1. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar eksokrin lain akibat
histamin.

Susunan saraf pusat: AH1 dapat merangsang maupun menghambat SSP. Efek perangsangan yang
kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1 biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Dosis terapi
AH1 umumnya menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk, berkurangnya
kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat.

Antihistamin yang relative baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau sangat sedikit menembus
sawar darah otak sehingga pada kebanyakan pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan
koordinasi atau efek lain pada SSP. AH1 juga efektif untuk mengobati mual dan muntah akibat
peradangan labirin atau sebab lain.

Anestesi lokal: beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan intensitas berbeda. AH1 yang baik
sebagai anestesi lokal ialah prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut
dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi daripada sebagai antihistamin.

Antikolinergik: banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak memadai untuk terapi, tetapi efek
antikolinergik ini dapat timbul pada beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan
impotensi.
Sistem kardiovaskular: dalam dosis terapi, AH1 tidak memperlihatkan efek yang berarti pada system
kardiovaskular. Beberapa AH1 memperlihatkan sifat seperti kuinidin pada konduksi miokard
berdasarkan sifat anestetik lokalnya.

FARMAKOKINETIK.
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Efeknya timbul 15-30 menit
setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 setelah pemberian dosis
tunggal kira-kira 4-6 jam, untuk golongan klorsiklizin 8-12 jam. Difenhidramin yang diberikan secara
oral akan mencapai kadar maksimal dalam darah setelah kira-kira 2 jam dan menetap pada kadar
tersebut untuk 2 jam berikutnya, kemudian dieliminasi dengan masa paruh kira-kira 4 jam.

Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot dan kulit kadarnya
lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati, tetapi dapat juga pada paru-paru dan
ginjal. Tripelenamin mengalami hidroksilasi dan konjugasi sedangkan klorsiklizin dan siklizin
terutama mengalami demetilasi. AH1 diekskresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk
metabolitnya.

EFEK SAMPING
Pada dosis terapi, semua AH1 menimbulkan efek samping walaupun jarang bersifat serius dan
kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang paling sering ialah sedasi, yang
justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu banyak tidur.
Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan kewaspadaan tinggi sehingga
meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis
lain mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin tidak atau kurang
menimbulkan sedasi.
Efek samping yang berhubungan dengan efek sentral AH1 ialah vertigo, tinitus, lelah, penat,
inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euphoria, gelisah, insomnia dan tremor. Efek samping
yang termasuk sering juga ditemukan ialah nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada
epigastrium, konstipasi atau diare, efek samping ini akan berkurang bila AH1 diberikan sewaktu
makan.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi,
sakit kepala, rasa berat dan lemah pada tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik
tersebut kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
AH1 bisa menimbulkan alergi pada pemberian oral, tetapi lebih sering terjadi akibat penggunaan
lokal berupa dermatitis alergik. Demam dan foto sensitivitas juga pernah dilaporkan terjadi. Selain
itu pemberian terfenadin dengan dosis yang dianjurkan pada pasien yang mendapat ketokonazol,
troleandomisin, eritromisin atau lain makrolid dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan
terjadinya aritmia ventrikel.
Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien
yang peka terhadap terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia). Kemungkinan
adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non sedative dengan terjadinya aritmia
yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.

8. Gangguan (kelainan) yang mengenai fungsi keseimbangan ?

Vertigo
Definisi : perasaan berputar baik sekitar terhadap dirinya ( vertigo objektif ) atau dirinya terhadap
sekitar ( subjektif )
Etiologi :
Keadaan lingkungan (mabuk darat, mabuk laut / Motion Sickness)
Obat - obatan (Alkohol, Gentamisin)
Kelainan sirkulasi (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnyaaliran darah ke salah
satu bagian otak)
Kelainan di telinga (endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam)
Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri
Herpes zoster
Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
Peradangan saraf vestibuler
Kelainan Nerologis
Sklerosis multiple
Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannyaatau keduanya
Tumor otak
Tumor yang menekan saraf vestibular
http://www.scribd.com/doc/44629617/Lap-tutor-Kasus-8
Klasifikasi :
a. Berdasar letak lesi :
Vertigo central : serangan pelan,kontinyu dan berlangsung lama,tidak berpengaruh pada
perubahan sikap,tidak disertai tinnitus dan kurang pendengaran,nistagmus horizontal dan
vertical,disertai tanda2 SSP yang lainnya. Gangguan biasanya ada tumor pada otak,adanya
gang.penyakit pembuluh darah diotak,pasca cedera kepala.
Vertigo perifer : mendadak dan episodic,berlangsung singkat,menghebat pada perubahan
sikap,disertai tinnitus dan kurang pendegaran,nistagmus horizontal saja,tanpa adanya
tanda2 keterlibatan SSP yang lainnya. Penyebab bisa dr infeksi virus,gang.BPPV,dan adanya
komplikasi intracranial radang telinga tengah kronis.
b. Berdasar penyebab :
Vertigo epileptic: mengiringi/sesudah ayan
Vertigo nokturna: berputar saat permulaan tidur
Vertigo laringea: adanya pusing setelah batuk
Vertigo okularis: krn adanya penyakit mata khususnya
kelumpuhan/ketidakseimbangan/otot bola mata
Vertigo rotatoris: semua benda disekitar seolah2 berputar
c. Berdasar pengertiannya :
Vertigo vestibuler : true vertigo
Vertigo non vestibuler : dizziness
d. Berdasar kejadiannya :
Dikatakan vertigo spontan bila vertigo timbul tanpa pemberian rangsangan. Rangsangan
timbul dari penyakitnya sendiri, misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan
endolimfa yang meninggi.
Dalam vertigo posisi, vertigo timbul disebabkan oleh perubahan posisi kepala. Vertigo timbul
karena perangsangan pada kupula kanalis semisirkularis oleh debris atau pada kelainan
servikal. Yang dimaksud sebagai debris ialah kotoran yang menempel pada kupula kanalis
semi-sirkularis.
Pada pemeriksaan kalori juga dirasakan adanya vertigo, dan vertigo ini disebut vertigo kalori.
Vertigo kalori ini penting ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori, supaya ia dapat
membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah dialaminya. Bila sama,
maka keluhan vertigonya adalah betul, sedangkan bila ternyata berbeda, maka keluhan
vertigo sebelumnya patut diragukan.
ILMU THT FK UNDIP ; ILMU THT FK UI ; http://www.scribd.com/doc/44629617/Lap-tutor-Kasus-8
Patofisiologi :
Rangsangan normal akan selalu menimbulkan gangguan vertigo, misalnya pada tes kalori.
Rangsangan abnormal dapat pula menimbulkan gangguan vertigo bila terjadi kerusakan pada sistem
vestibulernya, misalnya orang dengan paresis kanal akan merasa ter-ganggu bila naik perahu.
Rangsangan normal dapat pula menimbulkan vertigo pada orang normal, bila situasinya berubah,
misalnya da-lam ruang tanpa bobot.
Sistem vestibuler sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi 02 dalam darah, oleh
karena itu perubahan aliran darah yang mendadak dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan
timbul bila hanya ada perubahan konsentrasi 02 saja, tetapi harus ada faktor lain yang menyertainya,
misalnya sklerosis pada salah satu dari arteri auditiva interna, atau salah satu arteri tersebut terjepit.
Dengan demikian bila ada perubahan konsentrasi 02, hanya satu sisi saja yang mengadakan
penyesuaian, akibatnya terdapat perbedaan elektro potensial antara vestibuler kanan dan kiri.
Akibatnya akan terjadi serangan vertigo.
Perubahan konsentrasi 02 dapat terjadi, misalnya pada hipertensi, hipotensi, spondiloartrosis
servikal. Pada kelainan vasomotor, mekanisme terjadinya vertigo disebabkan oleh karena terjadi
perbedaan perilaku antara arteri auditiva interna kanan dan kiri, sehingga menimbulkan perbedaan
potensial antara vestibuler kanan dan kiri.
ILMU THT FK UI
Manifestasi :
Pusing ( berputar
Mual
Muntah
Keringat dingin
Nistagmus
Bradikardi / takikardi
Kurang pendengaran
Tinitus
Kapita Selekta Kedokteran ; ILMU THT FK UI

Sentral Perifer
Awitan Bervariasi Mendadak
Sifat Tidak stabil, kepala ringan Berputar, membalik
Lamanya Konstan, bervariasi Episodic, terkai gerakan, <2-3
hari
Dapat melelahkan Jarang Ya
Efek visual Menutup mata tidak Menutup mata memperburuk
mengubah gejala gejala
Gejala visual Diplopia, bintik buta Penglihatan kabur
Gejala telinga Tidak ada Ada
Nyeri kepala Ada Tak ada, hny rasa penuh di
telinga
Efek sistemik Tak ada Mual muntah
Hasil ENG Sakade abnormal Uji kalori unilateral menurun
diagnosa :
1. Anamnesis : Gejala gejala, riwayat penyakit kardiovaskuler, riwayat obat obatan, RPK
2. PF : tekanan darah, pernafasan ( hiperventilasi ), jantung ( disritmia ), riwayat psikiatri ( stress,
depresi ), status neurologis
3. PP :
Tes keseimbangan ( Romberg, Berjalan, Bahrany, Dix Hallpike, kalori )
Lab : darah, kolesterol, elektroensefalografi
Posturografi

Klasifikasi
Berdasarkan faktor pencetus terjadinya vertigo :
Vertigo spontan
Vertigo timbul tanpa pemberian rangsang. Rangsangan timbul dari penyakit sendiri,
misalnya pada penyakit Meniere oleh sebab tekanan endolimfe yang meninggi.
Vertigo posisi
Vertigo timbul disebabkan oleh karena perubahan posisi kepala, vertigo timbul karena
rangsangan pada kupula kanalis semi sirkularis oleh debris (kotoran yang menempel
pada kupula kanalis semi sirkularis) atau pada kelainan servikal.
Vertigo kalori
Penting ditanyakan pada pasien sewaktu tes kalori. Supaya pasien dapat
membandingkan perasaan vertigo ini dengan serangan yang pernah dialaminya, bila
sama maka keluhan vertigonya adalah betul, bila berbeda maka keluhan vertigo
sebelumnya diragukan.
Berdasarkan etiologi :
Vertigo vestibuler true vertigo
Disebabkan oleh kelainan pada sistem vestibuler ( labirintus vestibularis, nervus
vestibularis, pusat keseimbangan )
- Infeksi
Labirintitis, petrositis, meningitis, ensefalitis
- Kelainan vaskular
Oklusi, aneurisma, infark, malformasi arteriovenosa
- Trauma
Fraktur tulang, kontusio, avulsi
- Neoplasma
Meningioma, schwannoma, epidermoid, tumor otak primer
- Kelainan metabolik
DM, otosklerosis, pagets disease, defisiensi tiamin, osteoporosis
- Toksin
- Idiopatik
Meniere disease, neuronitis vestibularis, kupulolithiasis
Vertigo non vestibuler dizzines
Disebabkan oleh kelainan pada bagian tubuh yang lain, bukan sistem vestibular
Hiperventilasi
Pusing, parestesi ekstremitas distal
Hipoglikemia
Mual, muntah, jarang dengan vertigo yang benar benar berputar, ketidakstabilan,
keringat berlebihan, pucat
Penyebab vaskular
Vertigo dalam true vertigo dibagi menjadi sentral dan perifer dimana batas keduanya adalah
nukleus vestibularis

Vertigo sentral Vertigo perifer

- mulainya pelan - mulainya mendadak


- kontinyu dan berlangsung lama - berlangsung singkat, beberapa menit /jam
- tidak berpengaruh thdp perubahan sikap - menghebat pada perubahan sikap
- tidak disertai tinitus dan kurang pendengaran - tinitus dan Kurang pendengaran
- nistagmus horizontal dan vertikal - nistagmus horizontal
- disertai tanda pato SSP yang lainnya - tanpa tanda tanda keterlibatan sistem SSP yang lain

Penatalaksanaan :
1. Terapi Rehabilitasi Vestibular
CanalithTerapi rehabilitasi vestibular (vestibular rehabilitation therapy/VRT) merupakan terapi
fisik untuk menyebuhkan vertigo. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi pusing,
meningkatkan keseimbangan, dan mencegah seseorang jatuh dengan mengembalikan fungsi
sistem vestibular.
Pada VRT, pasien melakukan latihan agar otak dapat menyesuaikan dan menggantikan
penyebab vertigo. Keberhasilan terapi ini bergantung pada beberapa faktor pasien yang
meliputi usia, fungsi kognitif (memori, kemampuan mengikuti pentunjuk), kemampuan
kordinasi dan gerak, dan kesehatan pasien secara keseluruhan (termasuk sistem saraf pusat),
serta kekuatan fisik. Dalam VRT, pasien yang datang ke dokter, akan menjalani beberapa latihan
yang akan melatih keseimbangan dalam tingkat yang lebih tinggi, meliputi gerakan kepala,
gerakan mata, dan berjalan.
2. Reposisi kanalit
Menurut Akademi Neurologi Amerika (American Academy of Neurology) metode yang paling
efektif untuk BPPV yang disebabkan oleh kristal kalsium di telinga bagian kanal posterior adalah
menggunakan teknik reposisi kanalit (canalith repositioning) atau Epley maneuver. Pada
prosedur ini, terapis (dokter) akan meminta pasien untuk menggerakkan kepala dan tubuh.
Kemudian kristal kalsium akan keluar dari kanal posterior, dan masuk ke dalam kanal telinga
bagian dalam yang akan diabsorpsi tubuh.

3. Menggunakan Obat
Infeksi telinga (misalnya otitis media, labirinitis) yang disebabkan bakteri dapat diterapi
menggunakan antibotik (contohnya amoksisiillin, ceftriakson). Infeksi telinga kronik dapat
menggunakan metode pembedahan miringotomi. BPPV yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
reposisi kanalit dapat diterapi dengan pemberian meklizin. Namun, meklizin dapat menyebabkan
kantuk, mulut kering, dan penglihatan kabur. Jika meklizin tidak efektif, benzodiazepin seperti
klonazepam dapat diresepkan, atau antihistamin seperti prometazin dapat diberikan pada seorang
yang mengalami vertigo. Tentu saja harus di bawah pengawasan dokter dan tenaga kesehatan lain.
Prometazin dapat menyebabkan kantuk, lelah, sulit tidur, dan tremor. Vertigo akibat penyakit
Mnire dapat diatasi dengan diuretika serta mengurangi asupan garam. Kortikosteroid dapat
diresepkan di awal penyakit untuk mengurangi peradangan dan menstabilkan pendengaran.
Antibiotik dapat digunakan ke telinga tengah (dengan teknik perfusi intratimpanik) untuk
mengobati vertigo yang disebabkan penyakit Mnire. Vertigo yang disebabkan karena migrain,
terkadang dapat diatasi dengan obat. Gangguan pembuluh darah otak, tumor, maupun multiple
sclerosis dapat diupayakan penyembuhannya dengan cara menggunakan obat, radiasi, maupun
pembedahan.
Labirintitis

Definisi : Suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam

Etiologi

Yang tersering merupakan hasil penyebaran infeksi dari daerah di dekat labirin, bisa hanya berupa
toksiknya saja atau kumannya

o OMK
o Cholesteatom
o Mastoiditis
o Trauma : rudapaksa, operasi telinga

Klasifikasi

Labirintitis toksik akut


Disebabkan penjalaran toksik suatu infeksi pada struktur pada struktur di dekatnya
dapat auris media atau meningen. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan
pendengaran dan fungsi vestibular
Labirintitis supuratif akut
Terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur telinga dalam.
Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular lengkap cukup tinggi
Labirintitis kronik
Dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan hidrops endolimfatik atau
perubahan perubahan patologi yang akhirnya menyebabkan sklerosis labirin
Berdasarkan luasnya daerah yang terkena :
Labirinitis umum ( general ) : gejala vertigo berat dan tuli saraf berat
Labirinitis terbatas ( sirkumskripta) : gejala vertigo saja / tuli saraf saja

LABIRINITIS SEROSA

a. Labirinitis serosa difus

seringkali terjd sekunder dr labirinitis sirkumskripta/ dpt terjd primer pd otitis media
akut. Masuknya bakteri / toksin mll tingkap bulat, tingkap lonjong, erosi tulang labirin.

ETIOLOGI Absorbsi produk bakteri ditelinga dan mastoid kedlm labirin

GEJALA dan TANDA :

Vertigo spontan
Nistamus rotatoar, biasanya kearah telinga yg sakit
Mual, muntah, ataksia dan tuli syaraf

PENGOBATAN :

Pada stadium akut, pasien harus tirah baring total


Diberikan sedatif ringan
Pemberian antibiotik
Drainase telinga tengah
Pada stadium lanjut dr OMA, mungkin diperlukan mastoidektomi sederhana untuk
cegah labirinitis serosa
Timpanomastoidektomi : diperlukan jika terdapat kolesteatom dg fistula.

b. Labirinitis serosa sirkumskripta


LABIRINTITIS SUPURATIF

Labirinitis supuratif akut difus


GEJALA :

Ditandai dengan tuli total pada telinga yang sakit diikuti dengan vertigo berat, mual,
muntah, ataksia, dan nistagmus spontan horizontal rotatoar ke arah telinga yg sehat.

Pasien akan berbaring pada sisi yang sehat dan matanya mengarah pada sisi yg sakit.

Dapat merupakan kelanjutan dari labirinitis serosa yang infeksinya masuk melalui
tingkap lonjong atau tingkap bulat.

Labirinitis ini terjadi sekunder dari OMA maupun kronik dan mastoiditis.

Pada abses subdural / meningitis infeksi dapat menyebar ke dalam labirin dengan /
tanpa terkenanya telinga tengah, sehingga terjadi labirintitis supuratif.

TERAPI

Medikamentosa dulu sebelum diputuskan untuk operasi


Antibiotika penisilin
Drainase labirin
Sedative : fenobarbital

Labirinitis supuratif kronik(laten) difus

Dimulai segera sesudah gejala vestibuler akut berkurang, hal ini mulai dr 2 -6 minggu sesudah awal
periode akut.

PATOLOGI

Kira kira akhir minggu 10 setelah serangan akut telinga dalam hampir seluruhnya terisi oleh
jaringan granulasi. Jaringan granulasi berubah mjd jar ikat setelah terjadi proses kalsifikasi.

Pembentukan tulang baru dapat mengisi penuh ruangan2 labirin dlm 6 bulan beberapa tahun pd
50% kasus

GEJALA

Tuli total disisi yang sakit


Vertigo ringan dan nistagmus spontan biasanya ke arah telinga yang sehat.
Tes kalori tidak memunculkan respon di sisi yg sakit
Tes fistula pun negatif

PENGOBATAN

Drainase bedah atau eksenterasi labirin tidak diindikasikan kecuali jika tidak memberi respon
setelah diberi antibiotika
Bila ada indikasi bisa dilakukan mastoidektomi
Bila curigai ada fokus infeksi di labirin atau os petrosus dapat dilakukan drainase labirin
Bila dilakkukan operasi tulang temporal maka harus diberikan antibiotika sebelum dan
sesudah operasi

Patogenesis

Pintu masuknya penjalaran infeksi ke dalam auris interna :

Fistel canalis semisirkularis lateral/horizontal


Foramen rotundum
Foramen ovale merusak basis stapes
Merusak promontorium (jarang)
Aquaductus coclearis

Penyakit Meniere

Adalah gangguan pada labirin dengan suatu pembengkakan rongga endolimfatik ( hidrops
ensolimfatik ) yang ditandai dengan trias gejala yang khas, yaitu vertigo, tinnitus, tuli sensorineural
terutama nada rendah dimana penyebabnya belum diketahui

Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui. Peningkatan volume endolimfe diperkirakan oleh adanya
gangguan biokimia cairan endolimfe dan gangguan klinik pada membran labirin

Patogenesis

Etiologi

Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri


Berkurangnya tekanan osmotik kapiler
Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler
Tersumbatnya jalan keluar sakus endolimfatikus
Terjadi penimbunan cairan endolimfe

Hidrops endolimfe

Penyakit meniere

Gambaran klinis

Terdapat trias atau sindrom meniere, yaitu : vertigo, tinnitus dan tuli sensorineural terutama
pada nada rendah ( pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apek koklea dan
meluas hingga ke bagian tengah atau basal koklea ). Gejala lain yang menjadi tanda khusus
adalah perasaan penuh di dalam telinga.
Vertigo
Vertigo bersifat periodik yang makin mereda pada serangan serangan berikutnya.
Serangan pertama sangat berat yaitu vertigo disertai muntah. Setiap kali berusaha untuk
berdiri dia merasa berputar, mual dan muntah lagi. Pada serangan kedua dan
selanjutnya dirasakan lebih ringan, tidak seperti serangan yang pertama
Perbedaan vertigo pada beberapa jenis penyakit
Penyakit Tumor n. VIII Sklerosis Neuritis Vertigo posisi
meniere multipel vestibuler paroksismal
jinak
Periodik yang Periodik yang Periodik tapi Tidak periodik Timbul secara
makin mereda makin intensitas dan makin lama tiba tiba
pada serangan memberat serangan sama makin terutama pada
serangan pada serangan pada tiap menghilang perubahan
berikutnya serangan serangan posisi kepala,
berikutnya keluhan berat,
kadang ada
mual, muntah,
berlangsung
singkat

Tinnitus ( low frequency )


Kadang kadang menetap meskipun di luar serangan
Tuli sensorineural
Timbul pada saat serangan dan dalam keadaan tidak ada serangan, pendengaran
dirasakan baik kembali

Diagnosis

Anamnesis
1) Vertigo yang hilang timbul dan semakin ringan pada serangan berikutnya, 2)
fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan 3) menyingkirnya kemungkinan
penyebab dari sentral seperti tumor n. VIII
Pemeriksaan fisik
Kurang pendengaran
Pemeriksaan penunjang
Tes gliserin membuktikan adanya hidrops endolimfe, menentukan prognosis tindakan
operatif pada pembuatan shunt

Penatalaksanaan

Saat datang pertama biasanya diberikan obat simtomatik seperti sedatif dan antiemesis
Vasodilator perifer untuk mengurangi tekanan hidrops endolimfe
Operatif shunt untuk menyalurkan tekanan hidrops endolimfe ke tempat lain
Antiiskemia
Neurotonik untuk menguatkan saraf

Tuli

Klasifikasi dan etiologi, berdasarkan letak terdapatnya gangguan :

Tuli konduktif ( hantaran )


Disebabkan oleh kelainan yang terdapat di telinga luar atau telinga tengah
Kelainan di telinga luar : atresia liang telinga luar, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna,
osteoma liang telinga
Kelainan di telinga tengah : sumbatan tuba eustachii, otitis media, otosklerosis,
timpanosklerosis, hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran
Ciri2/sifatnya:
Berderajat ringan sedang
Umumnya mengenai nada/frekuensi rendah
Correctable
Tuli sensorineural ( perseptif )
Disebabkan oleh kelainan di telinga dalam, saraf dan pusat auditoris primer
Ciri2/sifatnya:

- Berderajat ringan berat sekali


- Mengenai nada/frekuensi tinggi
- Umumnya un-correctable
Tuli sensorineural koklea
Dapat disebabkan oleh aplasia ( kelainan kongenital ), labirintitis, intoksikasi obat
streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, alkohol, tuli mendadak (
sudden deafness ), trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan bising
Tuli sensorineural retrokoklea
Disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons cerebellum, mieloma multiple, cedera
otak, perdarahan otak dan kelainan otak lainnya
Tuli campuran
Berdasarkan berat ringannya gangguan :
Normal : 0 25 dB
Tuli ringan : > 25 40 dB
Tuli sedang : > 40 55 dB
Tuli sedang berat : > 55 70 dB
Tuli berat : > 70 90 dB
Tuli sangat berat : > 90 dB
Tuli sebagian ( hearing impaired )
Keadaan fungsi pendengaran berkurang namun masih dapat dimanfaatkan untuk
berkomunikasi dengan atau tanpa bantuan alat bantu dengar
Tuli total ( deaf )
Keadaan fungsi pendengaran yang sedemikian terganggunya sehingga tidak dapat
berkomunikasi sekalipun mendapatkan perkerasan bunyi ( amplifikasi )

Patofisiologi Tinitus
Pada tinitus terjadi aktifitas elektrik pada area auditorius yang menimbulkan perasaan
adanya bunyi, namun implus yang ada bukan berasal dari bunyi eksternal yang
ditransformasikan, melainkan berasal dari sumber implus abnormal di dalam tubuh pasien
sendiri.
Implus abnormal itu dapat ditimbulkan oleh berbagai kelainan telinga. Tinitus dapat
terjadi dalam berbagai intensitas. Tinitus dengan nada rendah, seperti bergemuruh atau nada
tinggi, seperti berdengung. Tinitus dapat terus menerus atau hilang timbul terdengar.
Tinitus biasanya dihubungkan dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena
gangguan konduksi. Tinitus yang disebabkan oleh gangguan konduksi, biasanya berupa bunyi
dengan nada rendah. Jika disertai dengan inflamasi, bunyi dengung ini terasa berdenyut (tinitus
pulsasi).
Tinitus dengan nada rendah dan terdapat gangguan konduksi, biasanya terjadi pada
sumbatan liang telinga karena serumen atau tumor, tuba katar, otitis media, otosklerosis, dan
lain-lain.
Tinitus dengan nada rendah yang berpulsasi tanpa gangguan pendengaran merupakan
gejala dini yang penting pada tumor glomus jugulare. Tinitus objektif sering ditimbulkan oleh
gangguan vaskuler. Bunyinya seirama dengan denyut nadi, misalnya pada aneurisma dan
aterosklerosis. Gangguan mekanis dapat juga mengakibatkan tinitus objektif, seperti tuba
eustachius terbuka, sehingga ketika bernafas membran timpani bergerak dan terrjadi tinitus.
Kejang klonus muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius, serta otot-otot palatum dapat
menimbulkan tinitus objektif.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22165/4/Chapter%20II.pdf

9. Apakah ada hubungan keluhan dengan organ penghidu dan tenggorokan ?


Vertigo pada pendengaran.

10. Pemeriksaan fungsi keseimbangan ?

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan neurologis, pemeriksaan dan leher dan system
cardiovascular.
Pemeriksaan Neurologik
Pemeriksaan neurologic meliputi :
- pemeriksaan nervus cranialis untuk mencari tanda paralisis nervus, tuli sensorineural,
nistagmus. 2
Nistagmus vertical 80% sensitive untuk lesi nucleus vestibular atau vermis cerebellar.
Nistagmus horizontal yang spontan dengan atau tanpa nistagmus rotator konsisten dengan
acute vestibular neuronitis.
- Gait test
1. Rombergs sign
Pasien dengan vertigo perifer memiliki gangguan keseimbangan namun masih dapat
berjalan, sedangkan pasien dengan vertigo sentral memilki instabilitas yang parah dan
seringkali tidak dapat berjalan. walaupun Rombergs sign konsisten dengan masalah
vestibular atau propioseptif, hal ini tidak dapat dgunakan dalam mendiagnosis vertigo. Pada
sebuah studi, hanya 19% sensitive untuk gangguan vestibular dan tidak berhubungan
dengan penyebab yang lebih serius dari dizziness (tidak hanya erbatas pada vertigo)
misalnya drug related vertigo, seizure, arrhythmia, atau cerebrovascular event3.
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata
terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus
dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan
titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan
penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka
badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan
bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.

Gambar 1. Uji Romberg


2. Heel-to- toe walking test
3. Unterberger's stepping test 1 (TPasien disuruh untuk berjalan spot dengan mata tertutup
jika pasien berputar ke salah satu sisi maka pasien memilki lesi labirin pada sisi
tersebut) . 2
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan
mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi
penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang
melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke
arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

4. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan
penderita ke arah lesi

Pemeriksaan untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau


perifer.
1. Fungsi Vestibuler
- Dix-Hallpike manoeuvre 1

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita


dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya
meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan
lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.

Perifer (benign positional vertigo) : vertigo dan nistagmus timbul setelah periode
laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang
bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral : tidak ada periode laten, nistagmus
dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula
(non-fatigue) ( Allen, 2008).

- Test hiperventilasi
Tes ini dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang lain hasilnya normal. Pasien
diinstruksikan untuk bernapas kuat dan dalam 30 kali. Lalu diperiksa nistagmus dan tanyakan
pasien apakah prosedur ersebut menginduksi terjadinya vertigo. Jika pasien merasakan
vertigo tanpa nistagmus maka didiagnosis sebagai sindrom hiperventilasi. Jika nistagmus
terjadi setelah hiperventilais menandakan adanya tumor pada nervus VIII. 5

Tes Kalori
Tes ini membutuhkan peralatan yang sederhana. Kepala penderita diangkat ke
belakang (menengadah) sebanyak 60. (Tujuannya ialah agar bejana lateral di labirin berada
dalam posisi vertikal, dengan demikian dapat dipengaruhi secara maksimal oleh aliran
konveksi akibat endolimf). Tabung suntik berukuran 20 mL dengan ujung jarum yang
dilindungi oleh karet ukuran no 15 diisi dengan air bersuhu 30C (kira-kira 7 di bawah suhu
badan) air disemprotkan ke liang telinga dengan kecepatan 1 mL/detik, dengan demikian
gendang telinga tersiram air selama kira-kira 20 detik.
Bola mata penderita segera diamati terhadap adanya nistagmus. Arah gerak
nistagmus ialah ke sisi yang berlawanan dengan sisi telinga yang dialiri (karena air yang
disuntikkan lebih dingin dari suhu badan) Arah gerak dicatat, demikian juga frekuensinya
(biasanya 3-5 kali/detik) dan lamanya nistagmus berlangsung dicatat.Lamanya nistagmus
berlangsung berbeda pada tiap penderita. Biasanya antara - 2 menit. Setelah istirahat 5
menit, telinga ke-2 dites.
Hal yang penting diperhatikan ialah membandingkan lamanya nistagmus pada kedua
sisi, yang pada keadaan normal hampir serupa. Pada penderita sedemikian 5 mL air es
diinjeksikan ke telinga, secara lambat, sehingga lamanya injeksi berlangsung ialah 20 detik.
Pada keadaan normal hal ini akan mencetuskan nistagmus yang berlangsung 2-2,5 menit.
Bila tidak timbul nistagmus, dapat disuntikkan air es 20 mL selama 30 detik. Bila ini juga tidak
menimbulkan nistagmus, maka dapat dianggap bahwa labirin tidak berfungsi.
Tes ini memungkinkan kita menentukan apakah keadaan labirin normal hipoaktif
atau tidak berfungsi.
Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam
gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara
kuantitatif.
Posturografi
Dalam mempertahankan keseimbangan terdapat 3 unsur yang mempunyai peranan
penting : sistem visual, vestibular, dan somatosensorik. Tes ini dilakukan dengan 6 tahap :
a. Pada tahap ini tempat berdiri penderita terfiksasi dan pandangan pun dalam
keadaan biasa (normal)
b. pandangan dihalangi (mata ditutup) dan tempat berdiri terfiksasi (serupa dengan tes
romberg)
c. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang, dan ia berdiri pada tempat yang
terfiksasi. Dengan bergeraknya yang dipandang, maka input visus tidak dapat
digunakan sebagai patokan untuk orientasi ruangan.
d. pandangan yang dilihat biasa, namun tumpuan untuk berdiri digoyang. Dengan
bergoyangnya tempat berpijak, maka input somatosensorik dari badan bagian
bawah dapat diganggu.
e. mata ditutup dan tempat berpijak digayang.
f. pandangan melihat pemandangan yang bergoyang dan tumpuan berpijak digoyang.
Dengan menggoyang maka informasi sensorik menjadi rancu (kacau;tidak akurat)
sehingga penderita harus menggunakan sistem sensorik lainnya untuk input (informasi)
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala : Rinne, Weber, Swabach. Untuk membedakan tuli konduktif dan tuli
perseptif
b. Audiometri : Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Pemeriksaan kepala dan leher meliputi :
- pemeriksaan membrane timpani untuk menemukan vesikel (misalnya herpes zoster auticus
(Ramsay Hunt Syndrome)) atau kolesteaatoma (Sura et Newell, 2010).
- Hennebert sign (vertigo atau nistagmus yangterjadi ketika mendorong tragus dan meatus
akustikus eksternus pada siis yang bermasalah) mengindikasikan fistula perikimfatik .2
- Valsava maneuver (exhalasi dengan mulut dan hidung ditutup untuk meningkat tekanan
melawan tuba eusthacius dan telinga dalam) dapat menyebabkan vertigo pada pasien
dengan fistula perilimfatik atau dehiscence kanalis semisirkularis anterior. Namun nilai
diagnostic berdasarkan klinis ini masih terbatas. 3
- Head impulses test
Pasien duduk tegak dengan mata terfiksasi pada objek sejauh 3 m dan diinstruksikan untuk
tetap melihat objek ketika pemeriksa menolehkan kepala pasien. Dimulai dengan pemeriksa
menolehkan kepala pasien ke salah satu sisi pelan-pelan setelah itu pemeriksa menolehkan kepala
o
pasien sisi lainnya horizontal 20 dengan cepat. Pada orang yang normal tidak ada saccades
mengindikasikan pandangan mereka terfiksasi di
objek. Jika ada sakade setelahnya maka
mengindikasikan bahwa terdapat lesi pada
vestibular perifer pada siis itu.

Gambar 2. Head impulses test

Pemeriksaan Cardiovascular
Perubahan orthostatic pada tekanan darah sistolik (misalnya turun 20 mmHg atau lebih) dan
nadi (misalnya meningkat 10 denyutan per menit) pada pasien dengan vertigo dapat
menentukan masalah dehidrasi dan disfungsi otonom (Allen, 2008).

11. Penatalaksanaan ?
Dimenhidramin
Antitrombus
Gangguan Fisiologis (motion sickness)

12. DD ?
Fisiologis (motion sickness

Kalau mengacu dari istilahnya dalam bahasa Inggris, motion = gerakan, maka mabuk jalan ini
adalah suatusickness (penyakit, gangguan) yang disebabkan oleh adanya gerakan. Penyakit ini
merupakan gangguan yang terjadi pada telinga bagian dalam (labirin) yang mengatur
keseimbangan, dan disebabkan karena gerakan yang berulang, seperti gerak ombak di laut,
pergerakan mobil, perubahan turbulensi udara di pesawat, dll.

Gerakan sebagai etiologi motion sickness?

Gerakan dirasakan oleh otak melalui 3 jalur pada sistem saraf, yang akan mengirim signal dari
telinga bagian dalam (perasaan terhadap gerakan, percepatan, gravitasi), dari mata (penglihatan),
dan jaringan lebih dalam pada permukaan tubuh manusia (yang disebut proprioceptors).Ketika
tubuh digerakkan dengan sengaja, misalnya kita jalan, input dari ketiga jalur tadi akan
dikoordinasikan oleh otak. Ketika terjadi gerakan yang tidak disengaja, seperti ketika
mengendarai mobil, kadang otak tidak bisa mengkordinasikan ketiga input tadi dengan baik.
Adanya konflik dalam koordinasi 3 input tadi diduga menyebabkan orang merasa mabuk jalan
atau motion sickness, dengan gejala mual, pusing, sampai muntah. Konflik input dalam otak ini
diduga melibatkan level neurotransmiter yaitu histamin, asetilkolin, dam norepinefrin. Karena itu,
obat yang bekerja melawan motion sickness adalah obat yang mempengaruhi atau menormalkan
lagi level neurotransmiter ini di otak

Você também pode gostar

  • Form Biodata Internsip
    Form Biodata Internsip
    Documento3 páginas
    Form Biodata Internsip
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Refkas Fraktur Clavicula1
    Refkas Fraktur Clavicula1
    Documento3 páginas
    Refkas Fraktur Clavicula1
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Referat Sindrom Kompartemen22
    Referat Sindrom Kompartemen22
    Documento21 páginas
    Referat Sindrom Kompartemen22
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Form Biodata Internsip
    Form Biodata Internsip
    Documento3 páginas
    Form Biodata Internsip
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • SOL Arif
    SOL Arif
    Documento34 páginas
    SOL Arif
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Absensi
    Absensi
    Documento1 página
    Absensi
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • SGB 2
    SGB 2
    Documento16 páginas
    SGB 2
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Documento40 páginas
    Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • CBD KDS
    CBD KDS
    Documento15 páginas
    CBD KDS
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Cover Jurnal
    Cover Jurnal
    Documento1 página
    Cover Jurnal
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Torch
    Leaflet Torch
    Documento2 páginas
    Leaflet Torch
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Cover Jurnal
    Cover Jurnal
    Documento1 página
    Cover Jurnal
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Jurnal Saraf
    Jurnal Saraf
    Documento7 páginas
    Jurnal Saraf
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • DADRS Kasus
    DADRS Kasus
    Documento32 páginas
    DADRS Kasus
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • DADRS
    DADRS
    Documento45 páginas
    DADRS
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Cover Case Sementara
    Cover Case Sementara
    Documento1 página
    Cover Case Sementara
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • CBD KDS
    CBD KDS
    Documento15 páginas
    CBD KDS
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • DADRS
    DADRS
    Documento45 páginas
    DADRS
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Asfiksi Sedang
    Asfiksi Sedang
    Documento37 páginas
    Asfiksi Sedang
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Leaflet Infeksi TORCH
    Leaflet Infeksi TORCH
    Documento2 páginas
    Leaflet Infeksi TORCH
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Documento40 páginas
    Case Based Discussion: Kejang Demam Simpleks
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • DADRS Kasus
    DADRS Kasus
    Documento32 páginas
    DADRS Kasus
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Tatalaksana Gizi Buruk Dr. Azizah
    Tatalaksana Gizi Buruk Dr. Azizah
    Documento50 páginas
    Tatalaksana Gizi Buruk Dr. Azizah
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Jurnal THT
    Jurnal THT
    Documento8 páginas
    Jurnal THT
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • CBD KDS DR Puji
    CBD KDS DR Puji
    Documento15 páginas
    CBD KDS DR Puji
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • DR Puji
    DR Puji
    Documento45 páginas
    DR Puji
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • Buku Kia 2016 PDF
    Buku Kia 2016 PDF
    Documento100 páginas
    Buku Kia 2016 PDF
    Lin Phoponk
    Ainda não há avaliações
  • DADRS Kasus
    DADRS Kasus
    Documento32 páginas
    DADRS Kasus
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • BBLR Asfiksia
    BBLR Asfiksia
    Documento12 páginas
    BBLR Asfiksia
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações
  • LBM 5
    LBM 5
    Documento23 páginas
    LBM 5
    Arieph Patriana
    Ainda não há avaliações