Você está na página 1de 11

JURNAL OSEANOGRAFI.

Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 191 - 201


Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose

PEMETAAN BATIMETRI DAN SEDIMEN DASAR DI PERAIRAN TELUK


BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
Alvin Hidayat, Agus Anugroho Dwi S, Dwi Haryo Ismunarti

Program Studi Oseanografi, Jurusan Ilmu Kelautan


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang Semarang. 50275 Telp/Fax (024) 7474698
Email : Alvin.nraa@gmail.com

Abstrak
Perairan Teluk Balikpapan merupakan salah satu perairan yang terletak di
Kecamatan Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Barat, Provinsi
Kalimantan Timur. Teluk Balikpapan merupakan perairan yang menjadi hilir dari
Daerah Aliran Sungai (DAS) Wain. Arah aliran Sungai Wain dari hulu ke hilir adalah
dari Utara ke Selatan, dimana sepanjang Muara Sungai Wain terdapat aktivitas
pembangunan industri seperti Kawasan Industri Kariangau (KIK) serta terdapat
Pelabuhan Kariangau yang merupakan pelabuhan penyebrangan Balikpapan - Penajam
Paser Utara. Aliran Sungai Wain membawa material sedimen sehingga aliran sungai
menjadi salah satu sumber sedimen di daerah muara sungai Wain dan mengakibatkan
terjadinya pendangkalan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi
batimetri serta sebaran jenis sedimen dasar perairan yang nantinya akan disajikan
dalam bentuk peta kontur batimetri dan sebaran jenis sedimen dasar Perairan Teluk
Balikpapan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus, yaitu dimana
metode ini memusatkan permasalahan pada suatu kasus secara mendetail dan umumya
menghasilkan gambaran yang longitudinal, yakni dimana data yang dihasilkan hanya
dapat digunakan pada daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan batimetri /
kedalaman pada lokasi penelitian berkisar antara -2,24 meter hingga -53,84 meter
terhadap nilai MSL dan hasil interpolasi kontur berkisar antara -2 meter hingga -35
meter . Morfologi dasar perairan menunjukan kelerengan di Perairan Teluk Balikpapan
yaitu landai, datar-hampir datar dan agak curam. Serta jenis sedimen dasar di lokasi
penelitian terdiri dari 3 macam yaitu, lanau, pasir lanauan, dan pasir.

Kata Kunci : Batimetri, Sedimen Dasar, Perairan Teluk Balikpapan

Abstract
Balikpapan Bay is one of the waters that located in North, Central, and West
Balikpapan District, East Kalimantan Province. Balikpapan Bay is the estuary of the
Wain Watershed. Wain River flows from North to South, and along the estuary there are
industrial development activities. such as Industrial Area of Kariangau (KIK) and there
is a Kariangau Port which is the crossing port of Balikpapan - Penajam Paser Utara.
Wain River flow carries sediment material so that the flow of the river into one of the
sources of sediment in the river mouth area and cause silting Wain. The purposes of this
research are to obtain information about the conditions of bathymetry, and seabed
sediment type that will be displayed as bathymetry and seabed sediment distribution type
map of Balikpapan Bay Waters. The while bathymetry data and sediment sample, The
research method used is survey method, which is to focus the issue on an intensive and
detailed case, because the nature of the detailed, a case study generally produce an idea
that longitudinal data, namely where the only can be used in the area. The sampling
method is by taking several samples to describe the characteristic of the representative
area. The results showed bathymetric / depth at the study site ranged from -2,24 to -53,84
meters to the MSL value and results interpolation of contour ranged from -2 to -35
meters. Seabed morphology shows the slope in Balikpapan Gulf waters that is sloping,
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 192

flat-almost flat and a little steep. And the type of bottom sediments at the study site
consists of three kinds, silt, silty sand, and sand.

Keywords: Bathymetry, Seabed Sediment, Balikpapan Bay Waters

1. Pendahuluan
Perairan Teluk Balikpapan merupakan salah satu perairan yang terletak di Kecamatan
Balikpapan Utara, Balikpapan Tengah dan Balikpapan Barat, Provinsi Kalimantan
Timur.Teluk Balikpapan merupakan perairan yang menjadi hilir dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Wain. Arah aliran Sungai Wain dari hulu ke hilir adalah dari Utara ke Selatan,
dimana sepanjang Muara Sungai Wain terdapat aktivitas pembangunan industri seperti
Kawasan Industri Kariangau (KIK) serta terdapat Pelabuhan Kariangau yang merupakan
pelabuhan penyebrangan Balikpapan - Penajam Paser Utara (Malik et al., 1999). Aliran
Sungai Wain membawa material sedimen sehingga aliran sungai menjadi salah satu sumber
sedimen di daerah muara sungai Wain dan mengakibatkan terjadinya pendangkalan
(Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi, 2002). Menurut Triatmodjo, 1999 Sebaran sedimen
di muara sungai ini dapat dibedakan berdasarkan faktor energi yang dominan antara
gelombang, debit sungai atau pasang surut. Sebaran sedimen perairan mengalami
pendangkalan yang sangat tinggi baik berupa gosong pasir sejajar garis pantai, gosong pasir
sejajar mulut sungai atau sedimen yang menyebar ke arah laut lepas.Pendangkalan yang
terjadi di muara sungai disebabkan oleh sedimentasi, yang menyebabkan aliran air sungai
terganggu dibagian hilir. Sedimentasi tersebut mengakibatkan kenaikan permukaan air yang
diakibatkan oleh perbedaan kedalaman dari kedalaman sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi batimetri dan sebaran jenis sedimen
dasar di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Manfaat penelitian ini adalah
sebagai analisis data yang diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
pengembangan dan perlindungan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 23 hingga 25 April 2015 di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan
Timur. Koordinat lokasi tersebut adalah di 116 48' 51.193" E sampai 116 46' 49.774" E
dan 1 13' 4.877" S sampai 1 13' 28.691" S (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Penelitian


JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 193

2. Materi dan Metode


A. Materi Penelitian
Materi dalam penelitian ini adalah pemetaan batimetri dan sedimen dasar di Perairan
Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Data yang diperlukan dalam penelitiaan ini yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data
kedalaman laut (batimetri), sedimen dasar laut, serta data pasang surut selama 3 hari untuk
koreksi batimetri. Sedangkan data sekunder yang digunakan untuk menunjang penelitian ini
yaitu berupa data pasang surut Teluk Balikpapan 30 hari (1 April - 30 April 2015) dari
DISHIDROS (Dinas Hidro-Oseanografi), peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) Balikpapan
tahun 1999 skala 1:50.000 dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Citra Google Earth
2015 Balikpapan dan Sekitarnya.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dimana metode ini memusatkan
permasalahan pada suatu kasus secara mendetail dan umumya menghasilkan gambaran yang
longitudinal, yakni dimana data yang dihasilkan hanya dapat digunakan pada daerah tersebut
(Surakhmad, 1980). Studi kasus ini digunakan untuk mendapatkan gambaran terperinci
mengenai kedalaman, sedimen dasar laut di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
dan data yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak dapat digunakan oleh daerah lain. Dan
penentuan lokasi pengambilan titik perekaman batimetri dan penentuan titik lokasi
pengambilan sampel sedimen dasar menggunakan metode Purposive sampling method, yaitu
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yaitu mengambil titik sampling yang
mewakili keadaan keseluruhan daerah yang dikaji (Sugiyono, 2009)

Metode Pengukuran Batimetri


Sesuai dengan acuan Standar Nasional Indonesia (2010), mengenai Survei Hidrografi
Menggunakan Single Beam Echosounder pemeruman yang dilakukan termasuk pada kelas
orde satu, survei orde satu berlaku terbatas di daerah dengan kedalaman kurang dari 100
meter. Survei kelas orde satu diberlakukan di pelabuhan, alur pendekat pelabuhan,
lintasan/haluan yang dianjurkan, dan daerah-daerah pantai dengan kedalaman hingga 100
meter.Pengambilan data kedalalaman laut dilakukan menggunakan Single Beam
Echosounder, Garmin tipe GPS map 585 dan menggunakan alat transportasi berupa perahu
motor dengan kecepatan laju perahu 5-6 knot. Sebelum melakukan pemeruman harus
dilakukan kalibrasi menggunakan barcheck, prinsip barcheck membandingkan kedalaman
suatu titik yang ditentukan dengan kedalaman dari hasil pengukuran dengan alat pemeruman.
Selisih antara nilai kedalaman hasil pengukuran dengan nilai kedalaman yang sebenarnya
merupakan kombinasi dari kesalahan alat atau pemasangan transduser.

Metode Pengambilan Sampel Sedimen Dasar


Pengambilan sampel sedimen dasar laut dilakukan menggunakan grab sampler.
Menurut Poerbandono dan Djunasjah (2005), sampel sedimen dasar laut yang diambil
menggunakan grab sampler mewakili karakter sedimen yang terletak di lapisan teratas dari
suatu dasar perairan. Pengambilan sampel sedimen dasar dilakukan diatas kapal
menggunakan alat grab sampler, sedimen grab diatur sedemikian rupa sehingga dengan
kondisi terbuka diturunkan dengan menggulur tali hingga membentur tanah dasar laut. Saat
tali ditarik kembali, secara otomatis mulut sedimen grab akan menggaruk material
dibawahnya hingga tertutup. Sedimen yang telah memuat material dasar ditarik ke atas
(Satriadi, 2012). Pengambilan sampel sedimen sebanyak 300 gram di setiap titik. Sampel
yang telah diambil kemudian disimpan di plastik sampel yang telah diberi label tanda nomor
stasiun titik pengambilan. Hal ini dilakukan agar pendefinisian jenis sedimen sesuai dengan
lokasi pengambilannya. Sampel sedimen ini selanjutnya akan dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan analisa jenis sedimennya.
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 194

Pengolahan Data Batimetri


Menurut Soeprapto (2001) dalam Supriadi (2014), data hasil pengukuran bathimetri
harus dikoreksi terhadap kedudukan permukaan air laut (MSL, Z0, dan TWLt) pada waktu
pengukuran dan dilakukan koreksi terhadap jarak tenggelam transduser (koreksi transduser)
agar diporoleh kedalaman sebenarnya. Reduksi (koreksi) terhadap pasang surut air laut
dirumuskan sebagai berikut:

rt = TWLt (MSL + Z0) (1)

Keterangan :
rt : Besarnya reduksi (koreksi) yang diberikan kepada hasil
pengukuran kedalaman pada waktu t.
TWLt : Kedudukan permukaan laut sebenarnya (true water level) pada
waktu t.
MSL : Muka air laut rata-rata (Mean Sea Level).
Z0 : Kedalaman muka surutan di bawah MSL.

Persamaan (1) menghasilkan besarnya reduksi (koreksi) terhadap pasang surut air laut,
selanjutnya menghitung kedalaman sebenarnya, yaitu dengan rumus sebagai berikut:

D = dT rt (2)

Keterangan :
D : kedalaman sebenarnya
dT : kedalaman terkoreksi tranducer
rt : Reduksi (koreksi) pasang surut laut

Pengolahan Data Sedimen Dasar


Hasil dari pengambilan sampel sedimen dasar laut di lapangan menggunakan grab
sampler selanjutnya dilakukan analisis ukuran butir sedimen (grain size). Analisis ukuran
butir sedimen dilakukan di Laboratorium Geologi Laut, Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas
Diponegoro, dengan metode dry sieving dan wet sieving (pemipetan). Dry sieving dilakukan
menggunakan sieve shaker untuk memisahkan sedimen menurut ukuran butir. Proses dry
sieving menggunakan enam saringan yang ukurannya berbeda, yaitu 2 mm, 0.5 mm, 0.312
mm, 0.125 mm, dan 63m. Metode dry sieving lebih tepat untuk jenis sedimen yang tidak
membentuk agregat yang sering disebut unconsolidated sediment. Analisis grain size dengan
metode dry sieving dan wet sieving (pemipetan). Menurut Buchanan (1984) dalam Mc.Intyre
dan Holme (1984).

Kemiringan Dasar Laut (Slope)


Kemiringan dasar laut (slope) dapat dihitung berdasarkan bentuk morfologi dasar laut
dengan menggunakan persamaan (11), yaitu sebagai berikut :

= 100 % ....................... (3)

dengan :
= nilai kemiringan lereng dasar laut (%)
= elevasi yang diperoleh antara beda ketinggian
= jarak horizontal (tegak lurus) antara beda ketinggian tersebut (m)
Pengklasifikasian nilai kemiringan lereng didasarkan klasifikasi kelas lereng oleh
Verstappen (1953) diperlihatkan pada Tabel 1. Profil penampang melintang profil dasar
perairan (slope) disajikan menggunakan software Global Mapper 13 yang menunjukan nilai
dari kelerengan dasar perairan ( ).
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 195

Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan/Slope (Van Zuidam, 1985 dalam Supriadi, 2014)

No Keterangan Morfologi Morfologi Beda


Lereng () Lereng (%) Tinggi (m)
1 Rata/Hampir Rata 0-2 0-2 <5
2 Berombak dengan lereng Landai 2-4 27 5 50
3 Berombak dengan lereng Miring 4-8 7 15 50 75
4 Berbukit dengan Curam Menengah 8 - 16 15 30 75 200
5 Berbukit Terkikis dengan Lereng 16 - 35 30 70 200 - 500
Curam
6 Berbukit Terkikis Kuat dengan 35 55 70 140 500 1000
Kelerengan Sangat Curam
7 Pegunungan dengan Kelerengan > 55 > 140 > 1000
Curam

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil Pengolahan Data Pasang Surut
Pengolahan data pasang surut dilakukan dengan analisis komponen pasang surut
menggunakan Metode Admiralty. Hasil dari pengolahan pasang surut menggunakan Metode
Admiralty dihasilkanberupa konstanta-konstanta harmonik komponen pasang surut yaitu S0,
M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, MS4 ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Konstanta Pasang Surut

So M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4
Acm 139,7 60,37 65,7 7,07 17,7 16,2 16,7 5,3 1,8 4,7
4
g 228,23 210,4 348,6 210,4 137,3 77,2 137,3 207,9 206,2
Faktor penentu tipe pasang surut atau nilai Formzahl (F) diperoleh sebesar 0,26413
yang menunjukkan bahwa pasang surut di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
adalah bertipe pasang surut campuran condong ke harian ganda. Grafik pasang surut Perairan
Teluk Balikpapan disajikan secara lengkap pada Gambar 2.

Tabel 3. Hasil Nilai Elevasi Pasang Surut

Keterangan Elevasi (cm)


Pasang Tertinggi 29 Hari 280
Surut Terendah 29 Hari 20
MSL (Mean Sea Level) 139,74
Z0 (Muka Surutan) 1,009187
HHWL (Highest High Water Level) 321,94
LLWL ( Lowest Low Water Level) -42,46
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 196

Gambar 2. Grafik Pasang Surut Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur

Kontur Batimetri
Berdasarkan pemeruman yang telah dilakukan di wilayah Teluk Balikpapan,
Kalimantan Timur dihasilkan berupa waktu pemeruman (tanggal dan jam), koordinat titik
fiks perum (X dan Y), dan data kedalaman terbaca transducer (Z) lalu dilakukan koreksi
transduser dan hasil pasang surut (MSL dan Zo), serta kedudukan permukaan laut
sebenarnya (TWLt) pada waktu (t). Sehingga dapat diperoleh nilai kedalaman sebenarnya
yang berkisar antara kedalaman -2,24 hingga -53,84 m.Peta kontur batimetri Perairan Teluk
Balikpapan, Kalimantan Timur diperoleh menggunakan software ArcGis 10.0 dengan cara
interpolasi menggunakan kriging. Kriging merupakan suatu metode yang dapat mengisi
kekosongan data dengan metode tertentu dari suatu kumpulan data untuk menghasilkan
sebaran yang kontinyu pada suatu kedalaman. Peta kontur batimetri dapat disajikan sesuai
dengan wilayah yang telah ditentukan, peta kontur batimetri tersaji pada Gambar 3. Serta
data kedalaman digitasi dengan ArcGis 10 ditampilkan dalam bentuk peta batimetri yang
diinterpolasi menggunakan metode Kriging sehingga menghasilkan garis kontur kedalaman.
Peta batimetri Dishidros hasil digitasi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 3. Peta Kontur Batimetri Lapangan


JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 197

Batimetri hasil lapangan yang berupa garis kontur menunjukan adanya kurva berbentuk
kurva tertutup dengan perbedaan jarak antar kontur yang rapat di daerah muara sungai, hal ini
menunjukan di dasar perairan tersebut terdapat adanya pendangkalan. Kedalaman yang dangkal
juga terdapat di tepi pantai Petrosea dan Tanjung Batu ditunjukan pada jarak antar garis kontur
yang jarang dengan kedalaman -2 meter hingga 10 meter. Pendangkalan di sekitar muara
sungai dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, Menurut Triatmodjo (1999), Apabila tinggi
pasang surut cukup besar, volume air pasang yang masuk sungai sangat besar. Air laut akan
berakumulasi dengan air dari hulu sungai. Pada waktu air surut, volume air yang sangat besar
tersebut mengalir keluar dalam periode waktu tertentu yang tergantung pada tipe pasang surut.
Kecepatan arus selama air surut tersebut besar, yang cukup potensial membentuk endapan di
muara sungai. Kedalaman terdalam didapatkan pada daerah tengah Teluk Balikpapan dengan
menunjukkan pola garis kontur yang semakin rapat, hingga disatu wilayah terdapat kedalaman
yang sangat menjorok hingga kedalaman -35 m, hal ini dikarenakan kedalaman yang terbentuk
di wilayah tengah Teluk Balikpapan dikhususkan untuk pengamanan jalur pelayaran kapal yang
ditandai dengan pembatas berupa buoy, dimana buoy adalah alat bantu pelayaran yang diangker
pada suatu tempat yang dianggap tepat, dan diberi tanda berupa lampu, radar pemantul atau
bel/bunyi peringatan yang disesuaikan dengan penggunanya (Triatmodjo, 2009).

Gambar 4. Lokasi Kontur Batimetri Dishidros


Perbedaan data hasil lapangan dan data Dishidros menunjukan perbedaan nilai
kedalaman. Kedalaman lapangan yang dihasilkan berkisar kedalaman antara 1- 35 meter.
Perubahan kontur yang terjadi akibat perubahan kedalaman di Perairan Teluk Balikpapan
hingga kedalaman 1 10 meter (Gambar 4). Perubahan kedalaman (batimetri) disuatu
perairan yang berubah dari waktu ke waktu mengikuti berubahnya ketinggian muka laut (sea
level changes). Selain itu, peta Dishidros merupakan peta batimetri dengan sumber data
dipetakan Dinas Hidro-Oseanografi Belanda tahun 1903 diperbaruhi tahun 1974 dan 1982
dan dikoreksi kebali pada tahun 2013. Sehingga perubahan kedalaman memungkinkan
terjadi di Perairan Teluk Balikpapan signifikan. Garis kontur peta Laut Teluk Balikpapan
Dishidros menunjukan tidak adanya jarak antar garis kontur yang melebar disekitar Pantai
Tanjung Batu dan Muara Sungai Wain. Hal ini berbeda ditunjukan pada peta hasil lapangan,
garis kontur menunjukan adanya jarak antar garis kontur yang melebar (Gambar 3), hal ini
menunujukan di dasar perairan terdapat pendangkalan.

Model 3 Dimensi Batimetri


Hasil model 3 dimensi batimetri perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur
diperoleh menggunakan software surfer 10 dengan interpolasi kriging, seperti tersaji pada
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 198

Gambar 5. Hasil model 3 dimensi menunjukan bahwa morfologi permukaan dasar laut
(seabed surface) di lokasi penelitian yaitu dominan berbentuk gelombang dan cekungan
yang menjorok. Morfologi permukaan dasar laut (seabed surface) berbentuk gelombang
banyak terdapat di wilayah muara sungai hingga tepi pantai yang ditunjukan warna merah
kekuningan dengan kedalaman berkisar antara 0 hingga 6 meter. Morfologi permukaan dasar
laut (seabed surface) di bagian tengah Teluk Balikpapan terdapat palung laut dengan
kedalaman maksimal hingga -45 meter yang berwarna biru hingga keungu-unguan yang
terdapat di wilayah Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur.

Gambar 5. Model 3 Dimensi Batimetri


Profil Kedalaman Dasar Perairan

Gambar 6.Peta Potongan Profil Kedalaman


Tabel 4. Hasil Nilai Elevasi Pasang Surut
Potongan Rata-rata (%) Klasifikasi
(A-B) 0,8533 Rata Hampir Rata
(C-D) 12,668 Berombak dengan lereng miring
(E-F) 3,077 Berombak dengan lereng landai
Hasil analisa perhitungan kemiringan lereng (slope) dasar perairan yang dilakukan
dengan mengambil jarak secara acak (random), dapat dilihat bahwa hasilnya beragam
dengan rata-rata 0,8553%, 12,668%, dan 3,077 %. Nilai persentase kemiringan lereng
(slope) terendah berada pada potongan (A-B) yang berpotongan di Muara Sungai Wain,
sesuai dengan hasil kontur batimetri terjadi karena proses pendangkalan. Nilai persentase
kemiringan lereng (slope) tertinggi berada pada potongan (C-D) yang terdapat di wilayah
tengah Teluk Balikpapan, hal ini dikarenakan wilayah tengah Teluk Balikpapan terdapat
busur lengkung dengan bentuk relief yang sangat menonjol, hal ini didukung dengan
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 199

pendapat dari Mulyana dan Salahudin (2009), yaitu Indonesia bagian timur yang terdiri dari
sederetan pulau pulau berebentuk busur lengkung dengan perbedaan bentuk relief yang
sangat menonjol dan dipisahkan oleh laut dalam, yang mempunyai palung-palung dalam dan
pegunungan yang tinggi sehingga mempunyai tatanan tektonik lebih rumit. Hasil
perhitungan tersebut berada dalam 3 pada klasifikasi nilai kelerengan (Tabel 3). Menurut
teori Van Zuidam (1953), yaitu bila nilai kelerengan 0 % 2 %, 7 % 15%, dan 2 % 7 %
termasuk klasifikasi dasar perairan yang rata-hampir rata, berombak dengan lereng miring,
dan berombak dengan lereng landai.

Gambar 8. Penampang Melintang Profil Dasar Laut A

Gambar 9. Penampang Melintang Profil Dasar Laut B

Gambar 10. Penampang Melintang Profil Dasar Laut C

Hasil Pengolahan Sampel Sedimen Dasar


Jenis sedimen yang telah dianalisa ukuran butirnya melalui proses pengayakan dan
pemipetan sesuai dengan metode Buchanan (1984) dalam Holme and Mc Intyre (1984),
hingga menghasilkan penamaan tersebut ditampilkan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Jenis Sedimen Dasar di Perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur

Koordinat Pengambilan Sampel


Stasiun Nama Sedimen
Bujur Lintang
1 116 48' 23.047" E 1 12' 52.92" S Pasir
2 116 47' 47.47" E 1 13' 4.36" S Pasir
3 116 47' 13.106" E 1 12' 58.2" S Pasir Lanauan
4 116 47' 10.376" E 1 13' 15.173" S Pasir
5 116 47' 49.535" E 1 13' 12.723" S Lanau
6 116 48' 19.596" E 1 13' 4.674" S Pasir
7 116 48' 18.765" E 1 13' 20.667" S Pasir
8 116 47' 48.848" E 1 13' 25.539" S Lanau
9 116 47' 9.349" E 1 13' 25.821" S Pasir
10 116 47' 12.127" E 1 13' 41.202" S Pasir Lanauan
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 200

11 116 47' 49.613" E 1 13' 37.739" S Pasir Lanauan


12 116 48' 20.657" E 1 13' 34.84" S Pasir
13 116 48' 26.052" E 1 13' 54.207" S Pasir
14 116 47' 55.854" E 1 13' 55.979" S Pasir Lanauan
15 116 47' 15.854" E 1 13' 56.583" S Lanau
Dominasi pasir di Perairan Teluk Balikpapan terdapat di daerah muara sungai dan tepi
pantai Petrosea, hal ini dimungkinkan karena material pasir yang berasal dari erosi dinding
sungai maupun erosi dasar laut pada daerah aliran sungai akan terbawa bersama aliran menuju
muara sungai hingga ke tepi pantai. Muara sungai umumnya dipengaruhi oleh pasang surut.
Pengaruh fluktuasi pasang surut menyebabkan arus muara relatif tenang, sehigga material
sedimen tersebut akan mengalami sedimentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Triatmodjo
(1999), bahwa muara yang didominasi pasang surut akan memiliki volume air pasang yang
masuk ke sungai sangat besar tersebut mengalir keluar dalam periode waktu tertentu yang
tergantung pada tipe pasang surut. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu pengadukan oleh kapal
nelayan atau kapal kapal besar seperti kapal tongkang mengingat wilayah ini merupakan lalu
lintas kapal untuk alur pelayaran kapal.
Sebaran sedimen jenis lanau (silt) dan pasir lanauan (silty sand) terdapat pada daerah
lepas pantai (offshore) dengan tingkat kemiringan sangat landai. Adanya sungai pada daerah
penelitian dimungkinkan mempengaruhi area sebaran sedimen dasar lanau (silt) dan pasir
lanauan (silty sand), sehingga butiran sedimen yang terdistribusi hanya berukuran diameter
kecil. Sedimen jenis lanau (silt) memiliki ukuran butir lebih kecil dari 1 mm dan sangat rentan
terbawa oleh arus mengikuti pola arus dominan di perairan. Sedimen jenis pasir lanauan (silty
sand) terdapat dekat dengan muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasir (sand) yang
tertranspor dari muara sungai dan tepian pantai oleh arus, sehingga jenis sedimen yang dekat
dengan muara sungai memiliki jenis sedimen campuran antara pasir (sand) dan lanau (silt) yang
berasal dari sungai yang masuk ke perairan pantai. Menurut Triatmodjo (1999), semakin
menuju kedalaman perairan, maka sedimen yang tersebar akan semakin halus, dan apabila
arusnya berkurang maka tidak mampu lagi mengangkut sedimen sehingga akan terjadi
sedimentasi di daerah tersebut.

Gambar 11. Peta Sebaran Jenis Sedimen Dasar


Menurut Pethick (1997) dalamPatty (2010), bahwa ukuran sedimen dipengaruhi oleh
kemiringan lereng dasar perairan. Semakin kecil ukuran partikel sedimen maka lereng akan
landai sebaliknya bila ukuran partikel semakin besar, maka kemiringan lereng akan curam. Bila
dihubungkan dengan peta kontur batimetri lapangan (Gambar 3) dan (Gambar 11), jenis
sedimen dasar dipengaruhi oleh kelerengan dasar perairan, kelerengan dasar perairan yang
landai di dominasi oleh jenis sedimen yang berukuran partikel halus yaitu pasir lanauan (silty
sand) hingga lanau (silt) dengan kedalamn berkisar lebih dari 5 m, dan untuk sebaran jenis
sedimen dasar yang berukuran partikel besar yaitu pasir (sand), maka kelerengan dasar
JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 201

perairannya berbentuk curam yang berada pada daerah wilayah Teluk Balikpapan dengan
kedalaman berkisar hingga 40m.

4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa, data
kedalaman yang diukur secara langsung yang kemudian dilakukan koreksi terhadap pasang
surut dan draft transduser dapat diketahui batimetri/kedalaman pada lokasi penelitian berkisar
antara -2,24 meter hingga -53,84 meter terhadap nilai MSL (Mean Sea Level), dengan nilai
persentase rata-rata morfologi dasar perairan (slope) (A-B), (C-D), dan (E-F) yaitu0,8553%,
12,668%, dan 3,077 %. Hasil tersebut menunjukan potongan kelerengan (slope) di Perairan
Teluk Balikpapan yaitu rata-hampir rata, berombak dengan lereng miring, dan berombak
dengan lereng landai. Serta jenis sedimen dasar di lokasi penelitian terdiri dari 3 macam yaitu,
lanau (silt), pasir lanauan (silty sand), dan pasir (sand).

Daftar Pustaka
Holme, M.G. and N.D. McIntyre. 1984. Methods for Study of Marine Benthos. Second Edition.
Blackwell Scientific Publication, Oxford, 387 hlm.
Kelompok Kerja Erosi dan Sedimentasi. 2002. Kajian Erosi dan Sedimentasi pada DAS Teluk
Balikpapan Kalimantan Timur. [Laporan Teknis Proyek Pesisir]. TE-02/I3-I, CRC/URI,
Jakarta, 38 hlm.
Malik, R. Zulficar, M. M, Dharmawan, A. S. 1999. Survey Identifikasi Isu dan Masalah di
Teluk Balikpapan, Jakarta.
Mulyana, W dan M. Salahudin. 2009. Morfologi Dasar Laut Indonesia. Puslitbang Geologi
Kelautan (PPPGL), Dep. ESDM, Bandung.
Patty, W. 2010. Karakteristik Tipe Dasar dan Pemanfaatan Perairan di Sekitar Pulau Gangga
Kabupaten Minut. Jurnal Perikanan dan Kelautan, Staf Pengajar Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Sam Ratulangi, vol VI-2.
Poerbandono dan E. Djunasjah. 2005. Survei Hidrografi. Refika Aditama, Bandung, 166 hlm.
Satriadi, A. 2012. Studi Bathimetri dan Sedimen dasar laut di perairan Marina Semarang Jawa
Tengah. Buletin Oseanografi Marina Oktober 2012, Program Studi Oseanografi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, vol 1: 53-62.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2010. Survei Hidrografi Menggunakan Single Beam. Badan
Standar Nasional, Jakarta, SNI 7646:2010, 25 hlm.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung.
Supriadi, A. 2014. Pemetaan Batimetri Untuk Alur Pelayaran Pelabuhan Penyebrangan
Mororejo Kabupaten Kendal. Jurnal Oseanografi, Program Studi Oseanografi Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, vol 3 : 284 -293.
Surakhmad, W. 1980. Pengantar Penelitian Ilmiah. Tarsito, Bandung.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta, 397 hlm.
___________. 2009. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset, Yogyakarta, 488 hlm.
Verstappen, H.Th, 1983. Applied Geomorphology, Geomorphological Surveys for
Environmental Development, Elsivier, Amsterdam.

Você também pode gostar