Você está na página 1de 8

Anamnesis

Fakta Teori
Didapatkan keluhan pada pasien Manifestasi klinis Hipoglikemia:
sebagai berikut: Aktivasi simpatoadrenal berkeringat,
Penurunan kesadaran sakit kepala, gemetaran, mual,
Badan lemas takikardi, takipnea.
Pusing Gejala neuroglikopenia penurunan
Berkeringat kesadaran, lemas yang berat,
Gemetar saat memegang bedna penurunan respons terhadap stimulus
Mual dan bahaya, perubahan status mental,
Muntah kejang, koma, hingga kematian.
Mendapatkan terapi insulin Trias Whipple ialah gejala muncul dan
Menderita DM selama 2 tahun. konsisten dalam keadaan hipoglikemia,
nilai konsentrasi glukosa plasma
Riwayat: rendah, dan terdapat perbaikan klinis
Riwayat dirawat dengan ketika konsentrasi glukosa plasma
keluhan yang sama (+) dinaikkan.
sebanyak 2 kali. Faktor Resiko
Pasien DM dengan terapi insulin
Kurangnya pemahaman penggunaan
insulin atau OAD serta gejala
hipoglikemi.
Lamanya penyakit yang diderita
Penggunaan insulin&OAD golongan
insulin secretouge
Penyakit kritis gangguan hati,
gangguan ginjal
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah wanita berusia 44 tahun, pasien tidak
dapat bangun karena mengalami lemas yang berat namun pasien masih tampak sadar ketika
dibawa ke IGD RS Raden Mattaher. Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien
mengeluhkan seluruh badan lemas dan kemudian pingsan diwaktu pagi hari. Pasien mengaku
sering mengalami keluhan seluruh badan lemas seperti yang dirasakan saat ini, dimana keluhan
seperti ini pernah dirasakan pasien ketika pasien menggunakan terapi insulin yaitu sekitar 8
bulan yang lalu dan sekitar 4 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Hipoglikemia adalah keadaan di mana kadar gula darah di bawah 60 mg/dl disertai
adanya gelaja klinis pada penderita.Pada kasus ini, pasien perempuan 44 tahun, saya diagnosis
hipoglikemia dikarenakan kadar glukosa plasma pasien ketika pertama kali masuk adalah 44
mg/dL. Pendekatan diagnosis kejadian hipoglikemia pada pasien ini juga dilakukan dengan
bantuan Whipples Triad yang meliputi: keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia, kadar
glukosa plasma yang rendah, dan perbaikan kondisi setelah perbaikan kadar gula darah. Ketika
pertama kali datang glukosa plasma pasien 44 mg/dL, setelah dilakukan pemberian IVFD NaCl
0,9% 10 tpm dan Bolus Dextrose 40% sebanyak 100 ml glukosa plasma pasien menjadi 224
mg/dL.

Dari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa pasien ini pernah mengalami
hipoglikemia ringan dan sedang. Dimana ketika 8 bulan yang lalu ketika pengobatan diabetes
pasien diganti menjadi terapi insulin pasien mengalami hipoglikemia ringan. Ketika
menggunakan terapi insulin pasien sering merasa pusing berputar, tampak berkeringat dingin,
gemetar saat memegang benda, dan badan terasa lemas, lemas dirasakan sepanjang hari terutama
sebelum dan 2 jam setelah makan, pasien mengaku keluhan seperti ini tidak sampai mengganggu
aktivitas sehari-hari dan masih dapat diatasi sendiri oleh pasien. Keluhan hipoglikemia ringan
ditandai dengan: 1)Keluhan yang berhubungan dengan hipoglikemia, 2) Keluhan-keluhan ini
masih dapat diatasi sendiri oleh pasien, 3) Tidak ada aktivitas sehari-hari yang nyata.

Kemudian dari anamnesis yang didapatkan pasien pernah mengalami hipoglikemia


sedang yaitu sekitar 4 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien sering merasakan badannya
lemas dan cepat letih meskipun hanya dengan beraktivitas sedang, keluhan yang dialami semakin
hari dirasakan semakin memberat, sudah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari pasien,
sehingga pasien memutuskan untuk tidak bekerja lagi. Pasien lebih banyak berbaring seharian
dirumah. Hipoglikemia sedang ditandai dengan: 1)Keluhan yang berhubungan dengan
hipoglikemia, 2) Keluhan-keluhan ini masih dapat diatasi sendiri oleh pasien, 3) Menimbulkan
gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

Sejak 2 tahun yang lalu, pasien menderita kencing manis. Hal tersebut diketahui ketika
petugas puskesmas setempat melakukan pemeriksaan kesehatan ke setiap rumah warga, ketika
dilakukan pemeriksaan gula darah, didapatkan hasil bahwa pasien memiliki kadar gula darah
yang cukup tinggi ( 200 mg/dl). Sebelum adanya pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh
petugas puskesmas, pasien mengaku sering terbangun pada malam hari untuk kencing dengan
frekuensi BAK 4-5 kali, cepat merasa lapar, haus, dan pasien juga mengaku mengalami
penurunan berat badan lebih dari 5 kg dalam waktu 6 bulan. Pasien lupa dengan nama obat anti
diabetes yang sering diminumnya. Pada pasien ini saya diagnosis DM Tipe 2 tidak terkontrol,
dikarenakan dari anamnesis didapatkan pasien tidak rutin meminum obat anti diabetes yang
didapatkan, tidak mengontrol pola makannya, serta pasien mengaku pernah mendapatkan
kombinasi 2 macam obat, 3 macam obat, dan terakhir berupa terapi insulin. Dikarenakan pasien
tidak rutin meminum obat oral anti diabetes yang diberikan dan tidak mengontrol pola makannya
atas anjuran dokter pasien mendapatkan kombinasi tiga obat oral ketika di rawat di RS DKT .
Kemudian ketika di rawat di RS Royal Prima, dokter mengganti pengobatan diabetes pasien
dengan terapi insulin. Pasien DM Tipe 2 dapat diberikan sampai dengan kombinasi 3 macam
obat antidiabetes apabila tidak sesuai dengan target pengendalian DM dan terakhir diberikan
intensifaksi terapi insulin apabila kombinasi 3 macam obat tidak mencapai target pengendalian
DM. Definisi DM terkendali baik adalah apabila sesuai dengan beberapa parameter yang telah
ditetapkan, yaitu sebagai berikut: 1) IMT (kg/m2) : 18,5-23, 2) Tekanan Darah Sistolik : < 140
mmHg, 3) Tekanan Darah Diastolik : <90 mmHg, 4) Glukosa darah preprandial kapiler (mg/dl) :
80-130, 4) Glukosa darah 1-2 jam PP kapiler (mg/dl): <180, 4) HbA1C (%) : < 7 (atau
individual), 5) Kolesterol LDL (mg/dl) : < 100 (<70 bila risiko kardiovaskuler sangat tinggi), 6)
Kolesterol HDL (mg/dl) : Laki-laki : >40; Perempuan: >50, 7) Trigliserida : < 150.

Insulin mulai diberikan pada pasien rawat jalan DM Tipe 2 apabila target terapi tidak
tercapai dengan Anti-Diabetik Oral (ADO) kombinasi atau terdapat kontraindikasi terhadap
ADO. Idealnya, sesuai keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali untuk kebutuhan
basal dan tiga kali dengan insulin prandial. Terapi insulin dapat dimulai dengan basal 1x/hari,
campuran/premixed 1-2x/hari, prandial 1-3 x/hari, dan basal bolus. Perhitungan kebutuhan
Insulin Harian Total (IHT) pada pasien yang mendapatkan terapi insulin adalah sebagai berikut:
IHT = 0,5 unit x Berat Badan (Kg). Untuk kebutuhan Insulin Prandial Total (IPT) yaitu, IPT =
60 % dari IHT, yang nantinya dibagi lagi menjadi 1/3 dari IPT untuk kebutuhan insulin yang
disuntikkan sebelum pasien makan, kebutuhan Insulin Basal Total (IBT) yaitu, IBT = 40 % dari
IHT. Pada pasien ini mendapatkan insulin prandial berupa Novorapid 20 unit dan insulin basal
berupa Lovemir 16 unit. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan Insulin Harian Total (IHT),
Insulin Harian Total yang didapatkan pada pasien ini sebanyak 19 unit, sehingga seharusnya
kebutuhan Insulin Prandial Total (IPT) pasien yaitu, IPT = 60 % dari 19 unit, didapatkan
sebanyak 11,4 ~ 10 unit, dan seharusnya kebutuhan Insulin Basal Total (IBT) pasien yaitu, IBT =
40 % dari 19 unit, didapatkan sebanyak 7,6 unit~ 8 unit. Insulin basal diberikan dengan dosis
awal 10 U/hari, diberikan saat sebelum tidur (kerja menengah atau panjang) atau pagi hari (kerja
panjeng). Insulin prandial diberikan mulai dari dosis 4 U dan dapat dinaikkan 2 unit tiap 3 hari
bila sasaran belum tercapai. Pemberian insulin prandial berupa Novorapid 20 unit dan insulin
basal berupa Lovemir 16 unit pada pasien ini mungkin didasarkan setelah pemberian insulin
basal dan prandial total dengan dosis titrasi yang optimal telah diberikan namun glukosa darah
masih belum dapat dikendalikan, maka pasien mendapatkan terapi intensifikasi terapi insulin
oleh dokter spesialis penyakit dalam yang merawat pasien pada saat itu.

Hipokalemia didefinisikan sebagai (K+) plasma kurang dari < 3,5 mg/dl. Kadar Kalium
plasma pada pasien ditemukan menurun yaitu 2,85 mmol/L. Penyebab hipokalemia yang
ditemukan pada pasien ini dapat disebabkan karena kehilangan cairan tubuh yaitu melalui
muntah yang berlebihan yang ditemukan ketika pasien dibawa ke IGD RS Raden Mattaher.
Penyebab lain dari hipokalemia seperti diantaranya 1) Asidosis tubular ginjal, 2) Penggunaan
diuretic, 3) Penyakit hormon endokrin (Sindrom Cushing), 4) Asupan kalium rendah. Pada
pasien ini diberikan Kalium Slow Release (KSR) dengan dosis 1 x 600 mg tab. Pemberian KSR
adalah salah satu cara untuk mengatasi keadaan hipokalemia yang terjadi pada pasien.

Pada pasien ini ditemukan peningkatan ureum dan kreatinin, pada pasien ini didapatkan
kadar ureum berupa 104 mg/dl, dan kadar kreatinin 2,0 mg/dl. Setelah dilakukan perhitungan
Creatinin Clearance Test (CCT) ditemukan menurun yaitu pada pasien ini ditemukan sebesar
21,53 ml/mnt/1,73 m2. Nilai rujukan CCT adalah 97 ml/mnt/1,73 m2 137 ml/mnt/1,73 m2 pada
pria dan 88 ml/mnt/1,73 m2 128 ml/mnt/1,73 m2 pada wanita. Secara laboratorium, CCT
menggambarkan Glomerulus Filtration Rate (GFR). Menurut Kidney Disease Outcome Quality
Initiative (KDOQI), terdapat 5 manifestasi klinis berdasarkan GFR, yaitu derajat 1 dengan GFR
90 ml/mnt menggambarkan kerusakan awal beberapa kelainan ginjal misalnya nefrotik
sindrom dan tubular sindrom, derajat 2 dengan GFR 60-89 ml/mnt menggambarkan adanya
komplikasi ringan, derajat 3 GFR 30-59 ml/mnt menggambarkan komplikasi sedang, derajat 4
GFR 15-29 ml/mnt menggambarkan komplikasi berat, derajat 5 GFR < 15 ml/mnt
menggambarkan sudah terjadi uremia dan penyakit kardiovaskular. Pada pasien ini kadar ureum
dan kreatinin serum ditemukan meningkat serta CCT yang menurun (21,53 ml/mnt/1,73 m2)
menandakan manifestasi klinis sudah sampai pada derajat 4 yaitu komplikasi berat. Pada pasien
ini tidak saya diagnosis dengan DM Tipe 2 dengan komplikasi Nefropati Diabetik karena tidak
memenuhi kriteria nefropati diabetik. Kriteria nefropati diabetik meliputi proteinuria kuantitatif
>0,5 g/24 jam, DM, retinopati diabetik, dan proteinuria dalam 2 kali pemeriksaan dengan
interval 2 minggu. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya proteinuria kuantitatif >0,5 g/24 jam
dan retinopati diabetik.

Keadaan hipoglikemia pada pasien diabetes tergambar pada hasil laboratorium yaitu
penurunan kadar glukosa plasma <60 mg/dL. hal tersebut ditemukan pada pasien laporan kasus,
dimana kadar glukosa plasmaya ialah 44 mg/dL. Dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa pasien memenuhi gambaran hipoglikemia
pada diabetes mellitus tipe 2. Hal ini dapat dibuktikan dari pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
disesuaikan dengan trias whipple.
Penatalaksanaan

Fakta Teori
- O2 Nasal Cannule 2L/menit Bila sadar:
- Catheter terpasang 1. Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau
- Obat diabetes dihentikan sirop atau permen, gula murni (bukan pemanis
sementara pengganti gula) atau gula diet atau gula diabetes)
- Cek GDS setiap jam dan makanan yang mengandung karbohidrat
2. Hentikan obat hipoglikemik sementara
- IVFD NaCl 0,9% 10 tpm 3. Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
- Bolus Dextrose 40% sebanyak 100 4. Pertahankan glukosa darah sekitar 200 mg/dl (bila
ml (awal) sebelumnya tidak sadar)
5. Cari penyebab

Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak


sadar dan curiga hipoglikemia)

1. Diberikan larutan Dextrose 40% sebanyak 2 flakon


(=50 ml) bolus intravena
2. Diberikan cairan Dextrose 10% per infus, 6 jam per
kolf
3. Periksa glukosa darah sewaktu (GDS), kalau
memungkinkan dengan glukometer:
a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose
40% 50ml IV
b. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose
40% 25ml IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian
Dextrose 40%
a. Bila GDs < 50 mg/dl ditambah bolus Dextrose
40% 50ml IV
b. Bila GDs < 100 mg/dl ditambah bolus Dextrose
40% 25ml IV
c. Bila GDs 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dextrose
40%
d. Bila GDs > 200 mg/dl, pertimbangkan
menurunkan kecepatan drip Dextrose 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-
turut, pemantauan GDS setiap 2 jam, dengan
protocol sesuai diatas. Bila GDS > 200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose
5% atau NaCl 0,9%
6. Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-
turut, pemantauan GDS setiap 4 jam, dengan
protocol sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dl,
pertimbangkan mengganti infuse dengan Dextrose
5% atau NaCl 0,9%
7. Bila GDs > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-
turut, sliding scale setiap 6 jam :
8. Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan
pemberian antagonis insulin seperti adrenalin,
kortison dosis tinggi, atau glucagon 0,5-1 mg IV/IM
(bila penyebabnya insulin)
9. Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dl :
Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
Deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg
tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/kgBB IV setiap 6-8
jam. Cari penyebab lain kesadaran menurun.

Pemberian terapi pada pasien ini sudah sesuai dengan teori yang ada. Terapi penyakit lain
diberikan sesuai dengan tanda klinis. Pemeriksaan GDS tetap harus dilakukan secara rutin
dengan mengamati gejala klinis untuk kepentingan terapi pulang karena tidak jarang pada pasien
hipoglikemia terdapat pelonjakan nilai GDS, sehingga memerlukan terapi tambahan.

Você também pode gostar