Você está na página 1de 28

LAPORAN KASUS

STROKE PERDARAHAN INTRASEREBRAL

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Saraf
Rumah Sakit TentaraTk II. Dr. Soedjono Magelang

Disusunoleh:
Mualimatul Kurniyawati
01.211.6451

Pembimbing:
Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Mualimatul Kurniyawati


NIM : 01.211.6451
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian : Ilmu Saraf
Judul : Stroke Intraserebral

Semarang, Agustus 2015


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Saraf RST Tk II. Dr. Soedjono Magelang

Pembimbing

Letkol CKM dr. Heriyanto, Sp.S


BAB I

LAPORAN KASUS

STATUS KHUSUS COASS NEUROLOGI

DEPARTEMEN NEUROLOGI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG

No. Reg : 150010006

NamaPasien : TnM Sex : L Umur : 51

Alamat : Grogol, Larangan, Magelang

I SUBJEK

A. KeluhanUtama

Tubuh sebelah kanan lemas, sulit berjalan, dan pusing

B. RiwayatPenyakitSekarang

Pasien datang dengan keluhan anggota tubuh sebelah kanan tiba-tiba


lemas, sulit berjalan dan kepala menjadi pusing sejak 3 hari yang lalu.
Keluhan tersebut muncul setelah pasien pergi dari pasar. Oleh karena itu
pasien dibawa keluarga ke RST Tk II dr.Soedjono Magelang. Mual (+)
muntah (-) BAK (+) BAB (+)

C. RiwayatPenyakitDulu

Riwayat hipertensi (+) DM disangkal, asma disangkal, jantung disangkal

II OBJEK

A. Status Interna
Anemis : -

Ikterik : -

Rhonkihalus/ kasar : -/-

Wheezing : -/-

Bunyijantung :reguler

Abdomen :Peristaltik (+) Normal

NyeriLumbal :-

Ekstremitas :Oedem -/- , akralhangat

B. Status Neurologi
a. GCS : E4V5M6
b. Meningeal Sign :
i. Brudzinski I-IV : DBN
ii. Laseque : -
c. N. Craniales
i. N. Olfaktorius : tidak dilakukan
ii. N. Opticus :
1. Visual Acuity : Tidak dilakukan
2. Visual Field : DBN
3. Warna : tidak dilakukan
4. Funduskopi : tidak dilakukan
iii. N. Oculomotor, N. Abducens, N. Trochlearis : DBN
iv. N. Trigeminus :
1. Sensorik : DBN
2. Motorik :
Rapat gigi : DBN
Buka Mulut : DBN
Gigit tongue spatel : tidak dilakukan
Gerak rahang : DBN
v. N. Facialis :
1. Motorik :
Diam : terdapat ke tidak simetrisan pada
sudut mulut sebelah kanan
Bergerak :

Kerut dahi (+) / (+)

Menutupmata (+) / (+)

Angkatsudutbibir (+) / (+)

Tersenyum (+) / (+)

2. Sensorik : DBN
vi. N. Stato-akustikus : tidak dilakukan
vii. N. Glossopharyngeus & N Vagus:
1. Menelan air : DBN
2. Suara parau : DBN
viii. N. Accessorius : tidak dilakukan
ix. N. Hypoglossus :
1. Diam : DBN (tidak ada fasikulasi)
2. Bergerak : DBN

d. Motorik
i. Observasi : Normal
ii. Palpasi : tidak ada atrofi, kenyal padat normal
iii. Perkusi : normal (cekung 1-2 detik)
iv. Tonus : normo tonus , kuat tonus atas 5/5, bawah 5/5
Kekuatan otot :
1. Ex atas :
M. Deltoid : DBN/ DBN
M. Biceps brachii : DBN/ DBN
M.Triceps : DBN/ DBN
M.Brachioradialis : DBN/ DBN
M.Pronator teres : DBN/ DBN
Genggamantangan : DBN/ DBN
2. Ex bawah :
M. Iliopsoas : DBN
M. Quadriceps : DBN
M. Hamstring : DBN
M. Tibialis Anterior : DBN
M. Gastrocnemius : DBN
M. Soleus : DBN
e. Sensorik
i. Protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar) : DBN
ii. Propioseptif (gerak/posisi, getar tekan) : DBN
iii. Reflek Fisiologi
1. BHR : DBN
2. Cremaster : tidak dilakukan
iv. Reflek tendon :
BPR/biceps : +2/+2
TPR/triceps : +2/+2
KPR/patella : +2/+2
APR/achilles : +2/+2

f. Reflek Patologis :
i. Babinski : +/+
ii. Chaddock : -/-
iii. Oppenheim : -/-
iv. Gordon : -/-
v. Stransky : -/-
vi. Gonda : -/-
vii. Schaeffer : -/-
viii. Rossolimo : -/-
ix. Mendel-Bechtrew : -/-
x. Hoffman : -/-
xi. Tromner : -/-
g. Px Cerebellum :
i. Koordinasi : DBN
ii. Keseimbangan : DBN
iii. Berjalan / gait : DBN
iv. Tonus : DBN
v. Tremor : DBN
h. Px fungsi luhur : tidak dilakukan
i. Tes sendi sakro iliaka :
i. Patricks : -/-
ii. Kontra patricks : -/-
j. Tes Nafzinger : -
k. Tes Valsava :-
l. Tes Provokasi n. Ischiadicus :
i. Laseque : -

III ASSESMENT

A. Klinis : Hemiparesis dextra, pusing kepala, mual


B. Topis : Hemisfer sinistra
C. Etiologi : Intracerebral Hemorrhage

IV PLANNING

A. Diagnosa
CT scan Kepala tanpa Kontras
B. Therapi :
Inj. Neuciti 500 mg
Inj. Norages
Inj. Extrace 2x1
Inj. Lapibal 2x1
Per Oral
o Tonicard 2x1
o Neofer 3x1
C. Monitoring : Keadaan Umum + Vital Sign (Tensi)
D. Edukasi :
mengurangi aktifitas
istirahat
makan makanan bergizi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah


tanda-tanda klinisyang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejalayang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
dapat menyebabkan kematian, tanpa adanyapenyebab lain selain vaskuler.

B. Epidemiologi

Di Amerika Serikat hampir juta penduduk menderita stroke setiap


tahun, dan 150 000 orang diantaranya meninggal dunia.2 Di Indonesia
prevalensi stroke sebesar 8,3 per 100 penduduk sehingga diperkirakan ada 1
950 000 penderita.3 Di negara barat kira-kira 80% - 85% kasus stroke
merupakan tipe iskemia sedangkan tipe perdarahan hanya sebesar 10-15%.
Sebaliknya di Asia angka kejadian perdarahan lebih tinggi daripada di negara
Barat. Di Jepang ditemukan 1 400 000 juta penderita stroke yang terdiri atas
61% iskemia, 25% perdarahan intraserebral (PIS), 11% perdarahan
subarakhnoid, dan hampir 132 000 orang meninggal dunia setiap tahun.4-6

Angka kejadian iskemia lebih banyak namun morbiditas dan mortalitas


stroke berdarah lebih tinggi. Penelitian Yamada et al.5 mendapatkan angka
mortalitas PIS sebesar 34,6%, dan hanya 38% yang mencapai glasgow
outcome scale (GOS) empat atau lima setelah enam bulan serangan. Pada
GOS 5, pasien kembali pulih sempurna seperti sebelum sakit sedangkan GOS
4 adalah moderate dissability, pasien dapat melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan, minum, dan naik mobil umum namun tidak dapat
melakukan aktivitas yang memerlukan kecakapan dan intelektual yang lebih
tinggi. Penelitian Sinurat,7 di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia di
Jakarta mendapatkan angka kematian stroke berdarah pasca operasi mencapai
42%, dan 72% dari pasien yang selamat mengalami cacat
berupahemiparesemaupunafasia.

C. Klasifikasi

Stroke diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Berdasarkan kelainan patologis
a. Stroke hemoragik
1) Perdarahan intra serebral
2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
1) Stroke akibat trombosis serebri
2) Emboli serebri
3) Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke
4) Completed stroke
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler
1) Sistem karotis
a. Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral,
amaurosis fugaks
d. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
a. Motorik : hemiparese alternans, disartria
b. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
D. Stroke Hemoragik PIS
Perdarahan intraserebral spontan (PIS) adalah salah satu tipe stroke
berdarah, akibat ruptur pembuluh darah sehingga darah menggenangi
parenkim otak.
Pada PIS terjadi kerusakan jaringan yang akan diikuti proses
pemulihan atau regenerasi sel. Selama ini diyakini bahwa sel saraf pada
susunan saraf pusat tidak akan mengalami regenerasi bila terjadi kerusakan
sehingga kecacatannya tinggi. Penelitian terkini menunjukkan ada sel punca di
area subventrikel dan hipokampus. Sel punca tersebut akan bermigrasi dan
menjadi sel neuron, astrosit, dan oligodendrosit di area iskemia dan peri-
hematom, menggantikan sel yang mati.
Paradigma yang menyatakan bahwa tidak ada proses regenerasi pada
susunan saraf pusat setelah terjadi kerusakan ternyata telah berubah.

E. Faktor Resiko PIS


1. Hipertensi
Hipertensi merupakanfaktorrisiko yang paling pentingpada PIS.20
Hipertensimeningkatkanrisiko PIS, terutamabagiindividu yang
tidaktaatmenggunakanobatantihipertensipadausia 55
tahunataulebihmuda,
atauperokok.Meningkatnyapengendalianhipertensitampaknyamenurunka
ninsiden PIS.Dalamstudi Hypertension Detection and Follow-up
Program, individudenganhipertensi (TD diastoliksekurang-kurangnya 95
mm Hg) yang berusia 30 sampai 69
tahundanmendapatkanterapiantihipertensistandarmemilikirisiko stroke
(termasuk PIS) sebesar 1,9 per 100 orang; dibandingkan 2,9 per 100
orang padamereka yang
hanyamenerimaperawatankesehatanrutin.Pendekatandenganterapiantihip
ertensiberdampakpenurunanrisiko yang tajamsebanyak 46%
padaindividuberusia 65 tahunataulebih. Dalam studi Systolic
Hypertension in the Elderly Program, insiden lima-tahunan dari
keseluruhan stroke, termasuk PIS, pada penderita berusia lebih dari 60
tahun yang memiliki TD sistolik sekurang-kurangnya 160 mm Hg adalah
5,2 per 100 bagi kelompok yang mendapatkan terapi antihipertensi
ketimbang 8,2 per 100 bagi kelompok yang hanyamendapatkanplasebo.
2. Alkohol
Penggunaalkohol yang berlebihan juga meningkatkan risiko PIS
melalui terganggunya sistem koagulasi dan pengaruh langsung alkohol
terhadap integritas pembuluh darah serebral
3. CAA (Cerebral amyloid angiopathy)
CAA (Cerebral amyloid angiopathy), yang ditandai oleh adanya
deposisi protein -amyloid pada pembuluh darah korteks serebral dan
leptomeningen, adalah faktor risiko lainnya dari PIS, terutama pada
penderita berusia tua
4. Genetik
O'Donnell et al.6 melaporkan bahwa adanya allela 2 and 4 pada
gen apolipoprotein E berhubungan dengan risiko tigakali lipat untuk
mengalami perdarahan berulang pada penderita yang dapat bertahan
setelah mengalami PIS lobar akibat angiopati amiloid (amyloid
angiopathy). Masing-masing allela tersebut menimbulkan terjadinya
peningkatkan deposisi protein -amyloid sehingga mengakibatkan proses
degeneratif (seperti fibrinoid necrosis) pada dinding pembuluh darah.
Ekspresi dari kedua allela tersebut tampaknya meningkatkan risiko PIS
melalui peningkatan efek vaskulopatik dari deposisi amiloid pada
pembuluh darah serebral.

F. Patofisiologi PIS dan Neurogenesis


1. Patofisiologi

Cedera primer padaperdarahan intraserebral dapat terjadi akibat


kerusakan neuron dan glia secara mekanis yang diikuti oleh deformasi,
pelepasan neurotransmitter, disfungsi mitokondria dan depolarisasi
membran sel. Desakan bekuan darah juga menekan mikrovaskular yang
menimbulkan iskemia. Semua hal di atas menyebabkan pelepasan
glutamat, yang diikuti masuknya kalsium ke intra sel secara
berlebihan,dan kegagalan mitokondria mengakibatkan akumulasi
Natrium, edema sitotoksik dan nekrosis (Gambar 1). Kejadian itu
berlangsung pada empat jam pertama pasca PIS. Selanjutnya akan terjadi
cedera sekunder akibat degradasi hemoglobin dan faktor koagulasi
khususnya trombin. Hal tersebut dimulai empat jam setelah serangan dan
berlangsung sampai tujuh hari. Produk degradasi akan mengaktivasi
mikroglia yang pada akhirnya berakibat kematian sel. Mikroglia bentuk
yang aktif akan mengekspresikan substansi faktor toksik seperti reactive
oxygen species (ROS), matrix metalloproteinase (MMP),

cyclooksigenase-2,

Gambar 1. Kaskade kerusakan saraf pada PIS (dimodifikasi dari Qureshi)


Keterangan: MMP, matrix metalloproteinase.
prostaglandin, heme oxygenase-1 (HO-1), faktor komplemen, tumor
necrotizing factor (TNF), interleukin 1.9,10 Disisi lain, ROS, TNF,
dan interleukin 1 akan menyebabkan peningkatan ekspresi protein
aquaporin 4 (AQ4) oleh sel astrosit, kerusakan sawar otak dan ekspresi
molekul adesi. Hal itu meningkatkan permiabilitas sawar otak dan edema
vasogenik serta perekrutan makrofag dan sel polimorfonuklear (PMN)
terutama neutrofil. Neutrofil yang menginfiltrasi akan merusak jaringan
otak melalui produksi ROS, dan memodulasi permeabilitas sawar otak.10-
12 Faktor komplemen khususnya C3a dan C5a dengan TNF, dan
interleukin 1 mengaktifkan enzim kaspase yang akan merangsang proses
apoptosis neuron dan glia, danmengakibatkankematian sel.

2. Neurogenesis

Beberapapenelitianpadaotak tikus dan manusia memperlihatkan


neurogenesis atau pertumbuhan sel punca menjadi sel saraf. Penelitian
Merkle et al,15 pada tahun 2004 dengan teknik labeling pada tikus putih
baru lahir dan pemeriksaan imunohistokimia menyimpulkan bahwa
dinding ventrikel neonatal menghasilkan berbagai kelas sel otak yang
berasal dari sel glia radial yaitu astrosit, sel ependim, sel neuron, dan yang
terpenting sel glia radial tersebut akan bertumbuh menjadi sel punca
dewasa di subventricle zone (SVZ). PenelitianSanai et al,pada 65
spesimen subventrikel otak manusia yang didapat dari reseksi prosedur
bedah saraf serta 45 spesimen otopsi menyimpulkan bahwa SVZ memiliki
sel astrosit yang berproliferasi in vivo dan bersifat multipoten
padapengujian in vitro.
Shen et al, pada tahun 2008 untuk pertama kali, menemukan neural
stem cells (NSC) atau sel progenitor dengan petanda spesifik yang
diekspresikan di daerah peri-hematom ganglia basalis dan lobus parietal
orang dewasa yang mengalami perdarahan intraserebral spontan.
Penemuan tersebut sangat mendukung teori bahwa perdarahan
intraserebral menginduksi neurogenesis pada otak orang dewasa.
Spesimen yang diteliti didapat dari lima pasien perdarahan intraserebral
spontan yang menjalani pembedahan dan diteliti dengan pemeriksaan
imunohistokimia menggunakan marker Nestin, Musashi, serta TUJ-1
untuk mendeteksi NSC. Selain itu, proliferasi sel punca dapat dideteksi
dengan imunohistokimia menggunakan marker antibodi primer
monoklonal anti-Ki.
Padaorganismehidup, sel punca terlindung dari siklus mitosis karena
terletak dalam lingkungan (niche) khusus. Lingkungan tersebut dibentuk
oleh komponen selular dan non selular. Komponen non selular terdiri atas
extracellular matrix (ECM), yaitu molekul kolagen, elastin, proteoglikan,
fibronektin, dan laminin yang dihasilkan oleh sel endotel di sekitar sel
punca. Sel punca berkontak dengan ECM melalui integrin, suatu protein
transmembran yang berinteraksi dengan asam amino spesifik yang
ditemukan pada ECM. Ohab et al., menunjukkan ada neurovascular niche
di daerah peri-infark pasca stroke iskemik. Pada perdarahan intraserebral
spontan juga terjadi proses iskemik di sekitar lesi yang memungkinkan
terbentuknya neurovascular niche yang baru. Ada dua niche penting di
SVZ, yaitu pertama di daerah apikal ependim yang terdiri atas sel
ependim bersilia, dan sel intercalated B yang membatasi ventrikel
lateralis. Kedua, niche vaskulatur basal yang kaya pembuluh darah dan
berhubungan dengan lamina basal yang kaya laminin. Pada masa
perkembangan embrional, sel glial fibrilary astrocyt protein positif
(GFAP+) astrocyt-like type akan teraktivasi dan meningkatkan produksi/
aktivitas epidermal growth factor reseptor (EGFR) sehingga sel primitif
tersebut menjadi sel GFAP+ EGFR+. Sel itu akhirnya menjadi sel GFAP+
EGFR+ transit-amplifying type C. Kedua jenis sel itu berhubungan erat
dengan niche vascular SVZ. Sel tipe C selanjutnya menjadi tipe A yaitu
neuroblast, suatu progenitor yang membelah selagi bermigrasi
meninggalkan habitat/niche dan menjadi sel neuron (Gambar 2).
Pada orang dewasamigrasi sel punca terjadi untuk mengganti sel
mati, baik karena usia maupun bila terjadi lesi misalnya karena
perdarahan. Migrasi sel punca melibatkan beberapa langkah, yaitu
pertama tethering dan rolling, yang dimediasiolehmolekul adesi (selectin
atau 4 integrin). Langkah kedua adalah kemotaksis yang dirangsang oleh
kemoatraktan terutama melalui Gi-coupled seven transmembrane
domain receptors. Langkah berikutnya adalah sticking yang dimediasi
oleh molekul adesi sekunder, terutama integrin 2 dan 4.20 Migrasi atau
pergerakan sel punca neural diatur melalui aksis SDF-1-CXCR4. SDF-1
merupakan kemo-atraktan utama untuk memulai migrasi sel punca.
Molekul SDF-1 secara rutin dihasilkan sel endotel sumsum tulang,
mengakibatkan sel punca tetap tinggal dalam sumsum tulang disebut
integrin-mediated arrest of stem cell.8 Pada keadaan iskemia, SDF -1
dilepaskan oleh jaringan yang cedera sehingga kadar SDF-1 dilokasi
tersebut meningkat. Peninggian produksi SDF-1 di area lesi akan
merekrut sel punca ke daerah tersebut sehingga terbentuk habitat baru.
Selanjutnya sel punca akan membelah menjadi sel dewasa.
Kemokin CXCL12 atau SDF-1 merupakan salah satu protein yang
mengatur perjalanan lekosit ke lokasi lesi saat terjadi respons imun
terhadap keadaaan patologis. Selanjutnya protein tersebut akan berikatan
dengan suatu reseptor yaitu reseptor seven-transmembran G-protein
coupled yaitu CXCR4 dan CXCR7, namun hanya CXCR4 yang
mengeluarkan sinyal, sehingga diduga sinyal CXCL2-CXCR4 merupakan
faktor penting dalam pertumbuhan dan perkembangan sistim saraf dan
migrasi sel punca sehingga dapat disebut aksis SDF-1/CXCR4 merupakan
pusat pengaturan migrasi sel punca.
Neurogenesis terjadi pada PIS tetapi Arvidson21 menyimpulkan,
lebih dari 80% sel neuron yang baru terbentuk akan mati pada enam
minggu pertama pasca-stroke, dan hanya kira-kira 0,2% dari sel yang
rusak tergantikan oleh sel neuron baru.21 Karena itu dapat disimpulkan
walaupun terjadi proses neurogenesis namun bila terjadi banyak kematian
sel pada stroke khususnya PIS maka luaran klinis pasien akan buruk.

G. Gambaran Klinis PIS


1. Status Neurologis di Awal Serangan
Penderita dengan hematom berukuran besar umumnya mengalami
penurunan tingkat kesadaran sebagai akibat dari meningkatnya tekanan
intrakranial dan adanya kompresi langsung atau distorsi terhadap thalamic
dan brain-stem reticular activating system. Menurunnya pengikatan
terhadap central benzodiazepine-receptor pada neuron kortikal pada lesi
berukuran kecil yang berada dikedalaman dapat juga menimbulkan
penurunan kesadaran. Penderita dengan PIS supratentorial yang mengenai
putamen, nukleus kaudatus, dan thalamus akan mengalami defisit sensori-
motorik kontralateral dengan tingkat keparahan yang bervariasi sebagai
akibat dari terlibatnya kapsula interna. Abnormalitas yang menandakan
adanya disfungsi kortikal luhur seperti afasia, neglect, gaze deviation, dan
hemianopia, dapat terjadi sebagai akibat dari terkoyaknya serabut
penghubung (connecting fibers) yang berada pada wilayah subkortikal dari
substansia alba serta terjadinya functional suppression terhadap lapisan
korteks diatasnya yang dikenal sebagai diaschisis.
Pada penderita dengan PIS infratentorial akan dijumpai tanda
disfungsi batang otak yang meliputi diskonjugat (abnormalities of gaze),
abnormalitas nervus kranialis, dan defisit motorik kontralateral. Pada PIS
yang mengenai serebellum, gambaran klinis yang menonjol adalah ataksia,
nistagmus, dan dismetria. Gejala nonspesifik yang umum meliputi nyeri
kepala dan muntah sebagai akibat dari meningkatnya tekanan intrakranial,
dan meningismus sebagai akibat dari adanya darah intraventrikular.
2. Deteriorasi Sekunder
Sebanyak seperempat penderita dengan PIS yang diawalmulanya
memiliki tingkat kesadaran baik (alert), mengalami deteriorasi tingkat
kesadaran dalam kurun 24 jam setelah onset perdarahan.64,65 Adanya
hematom berukuran besar serta darah intraventrikular meningkatkan risiko
terjadinya deteriorasi dan kematian. Pembesaran hematom merupakan
penyebab paling sering yang melatarbelakangi terjadinya deteriorasi
neurologis dalam kurun tiga jam pertama setelah onset perdarahan.
Perburukan edema serebral juga menyumbang terjadinya deteriorasi
neurologis yang berlangsung dalam kurun 24 sampai 48 jam setelah onset
perdarahan. Terkadang, berlangsung deteriorasi yang muncul lambat (late
deterioration) yang diakibatkan oleh adanya progresi edema selama
minggu kedua dan minggu ketiga setelah onset perdarahan.
H. Diagnosis
Untuk menentukan diagnosis stroke, biasanya dilakukan langkah-langkah,
antara lain:
1. Anamnesis
Anamnesis yang cermat sangat membantu untuk menidagnosis secara tepat.
Beberapa hal yang perlu ditanyakan kepada penderita stroke adalah :
Ditanya bagaimana permulaannya. Apakah mendadak sehingga pasien
langsung jatuh tidak sadarkan diri atau terjadi perlahan dalam jangka waktu
yang lama, hal tersebut menandakan adanya infark.
Apakah ada permulaan serangan penderita baru bangun ataukah serangan
pertama muncul pada saat penderita habis marah atau melakukan aktivitas.
Hal tersebut yang terakhir biasanya dialami pada pasien stroke perdarahan.
Berapa kali serangan terjadi? Pada infark sebelumnya terjadi serangan
kemudian sembuh kembali (TIA), kemuadian terjadi lagi dan membaik
kembali dan terus berulang dan terus memberat.
Apakah terjadi nyeri kepala sebelum dan selama serangan.
Apakah pasien merasa mual dan muntah (biasanya pada bleeding)
Apakah intelektual penderita mengalami pemunduran
Apakah mengalami penyakit lain ( hipertensi, diabetes)
Apakah terdapat kelumpuhan atau kesemutan
Apakah pasien sering menagalami pusing kemudian pingsan
Apakah terjadi gangguan penglihatan
2. Pemeriksaan objektif
Setelah melakukan pemeriksaan interna secara teliti. Maka dilakukan
pemeriksaan neurologi, pada saat pemeriksaan tersebut biasanya dilakukan
pemeriksaan neurovaskular, antara lain:
Mengukur tekanan arteri ophtalmica, apakah menurun pada sisi infark
Mendengar dan mencari bruit cranial atau servikal
Palpasi dan auskultasi pada arteri karotis maupun cabang arteri tersebut
dipermukaan
Melakukan pengukuran tekanan darah pada posisi berbaring dan bangun
Melihat retina menggunakan optalmoskop tertama pembuluh darahnya
Untuk membedakan stroke perdarahan atau infark dapat dilihat pada tabel
dibawah ini, antara lain:

Tabel 2.1 Perbedaan antara stroke perdarahan dan infark


Untuk membedakan lesi apakah di kortikal atau subkortikal dapat dilihat pada
tabel dibawah ini, antara lain:

Tabel 2.2 letak lesi kortikal dan subkortikal


3. Pemeriksaan penunjang
Untuk ketepatan diagnosis, maka diperlukan pemeriksaan penunjang yang lain
seperti :
CT SCAN
CT SCAN kepala tanpa kontras harus di lakukan sesegera mungkin untuk
mengetahui penyebab dari kelemahan tersebut apakah akibat stroke
perdarahan atau infark.
EKG
Karena penyebab terjadinya stroke akibat dari penyakitjantung, maka
dianjurkan pemasangan EKG pada semua pasien stroke.
Kadar gula darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat penting dilakukan, untuk memeriksa
apakah penderita stroke ini mengalami diabetes militus. Karena dengan ratio
tinggi nya kadar gula darah maka meningkatkan resiko kecacatan dan
kematian. Dan dapat mengetahui apakah hipoglikemi yang menyebabkan
stroke.
Elektrolit serum da faal ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan berkaitan dengan rencana pemberian obat
osmoterapi yang disertai peningkatan tekanan intrakranial.
X-Foto thorax
Untuk menilai dari ukuran jantung, aapakah ada kalsifikasi jantung dan ada
atau tidak odem pulmo.
Darah rutin
Untuk mengetahui status hematologik yang menyebabkan stroke iskemik.
Seperti anemia, polisitemia dan keganasan.
Faal hemostasis
Pemeriksaan jumlah trombosit dan waktu protrombin, tromboplastin yang
berguna pada saat pemberian obat anti koagulan atau trombolitik.
I. Penatalaksanaan
Pendekatan Umum dalam Penanganan PIS Potensi terapi pada PIS meliputi:
1. Menghentikan atau memperlambat perdarahan awal yang berlangsung
selama beberapa jam pertama setelah onset;
2. Evakuasi darah dari parenkim atau ventrikel untuk menghentikan faktor
mekanik maupun kimia yang menjadi penyebab injuri jaringan otak;
3. Manajemen terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh darah didalam
jaringan otak yang meliputi:
a. meningkatnya TIK dan
b. menurunnya perfusi serebral; dan
4. Manajemen suportif umum (good general supportive management) untuk
penderita dengan injuri jaringan otak derajat berat. Upaya klinis (good clinical
practice) yang dapat dilakukan meliputi manajemen terhadap:
a. jalan nafas,
b. oksigenasi,
c. sirkulasi,
d. kadar glukosa serum,
e. demam, dan
f. nutrisi, serta
g. profilaksis terhadap deep vein thrombosis (DVT).

Rekomendasi untuk Terapi Medik Awal Class I


1. Penatalaksanaan dan pemantauan penderita dengan PIS harus dilakukan
didalam intensive care unit oleh karena: kritisnya (acuity) kondisi, seringkali
mengalami peningkatan TIK dan tekanan darah, seringkali memerlukan
tindakan intubasi dan assisted ventilation, dan problema komplikasi medik
multipel (Class I, Level of Evidence B).
2. Terapi antiepileptik yang memadai harus selalu diberikan untuk
mengatasi clinical seizures pada penderita dengan PIS (Class I, Level of
Evidence B).
3. Merupakan kesepakatan umum bahwa sumber demam harus diatasi dan
antipiretik harus diberikan untuk menurunkan suhu tubuh pada penderita
stroke yang disertai febris. (Class I, Level of Evidence C).
4. Seperti halnya penderita dengan stroke iskemik,93 direkomendasikan
upaya mobilisasi dan rehabilitasi dini pada penderita PIS yang telah stabil
secara klinis (ClassI, Level of Evidence C).
Class II
1. Terapi terhadap peningkatan TIK memerlukan pendekatan seimbang
dan bertahap (balanced and graded approach) yang dimulai dengan upaya
sederhana, seperti: meninggikan dasar kepala dari tempat tidur (elevation of
the head of the bed) dan pemberian analgesia dan sedasi. Terapi lebih agresif
untuk mengurangi peningkatan TIK, seperti pemberian osmotic diuretics
(mannitol dan larutan saline hipertonik), tindakan drainase LCS melalui
kateter ventrikular, blokade neuromuskular, dan tindakan hiperventilasi,
umumnya secara bersamaan memerlukan pemantauan TIK dan tekanan darah
dengan target mempertahankan CPP >70 mm Hg (Class IIa, Level of
Evidence B).
2. Pembuktian menunjukkan hiperglikemia persisten (>140 mg/dL) selama
periode 24 jam pertama setelah serangan stroke berhubungan dengan outcome
yang buruk, sehingga merupakan kesepakatan umum keadaan hiperglikemia
pada penderita stroke akut harus diatasi. Guidelines untuk stroke iskemik
menyarankan peningkatan kadar glukose (>185 mg/dL dan mungkin juga
>140 mg/dL) perlu mempertimbangkan pemberian insulin, seperti halnya
kondisi akut lainnya yang disertai hiperglikemia. Penerapan guidelines ini
untuk PIS juga rasional. Hasil uji klinis yang sedang berlangsung akan
mengklarifikasi manajemen hiperglikemia pada stroke. (Class IIa, Level of
Evidence C).
3. Sambil menunggu hasil uji klinis intervensi tekanan darah pada PIS
yang sedang berlangsung, manajemen terhadap tekanan darah masih
berdasarkan pembuktian yang ada saat ini (present incomplete evidence). Saat
ini, rekomendasi yang disarankan untuk target tekanan darah pada sejumlah
situasi beserta medikamentosa pilihan disajikan pada Tables 2 and 3;
rekomendasi ini dapat menjadi pertimbangan (Class IIb, Level of Evidence C).
4. Terapi menggunakan rFVIIa dalam kurun 3 sampai 4 jam pertama
setelah onset dengan tujuan mengurangi progresi perdarahan adalah modalitas
yang menjanjikan, terbukti dalam satu moderate-sized phase II trial; namun,
efikasi dan keamanan terapi ini perlu dibuktikan dalam suatu phase III trials
sebelum penggunaannya pada penderita dengan PIS dapat direkomendasikan
pada situasi diluar uji klinis (Class IIb, Level of Evidence B).
5. Pemberian terapi antiepileptik profilaksis periode singkat (brief period)
segera setelah onset PIS dapat mengurangi risiko kejang tempo dini pada
penderita dengan perdarahan lobar (Class IIb, Level of Evidence C).
BAB III

KESIMPULAN

Stroke adalahtandaklinis yang ditandaidefisitneurologisfokalatau global


yang berlangsungmendadakselama 24 jam ataulebihataukurangdari 24 jam yang
dapatmenyebabkankematian, yang disebabkanolehgangguanpembuluhdarah.

Untukmendiagnosis stroke perdarahan


intraserebraldapatditegakkanmelaluianamnesayg detail
danmelaluipemeriksaanfisikneuologidanpemeriksaanpenunjanglainnya.

Dari
hasilanamnesadanpemeriksaanfisikbesertapemeriksaanpenunjanglainnya di
dapatkanbahwapasientersebutdidiagnostic stroke perdarahan intraserebral

DAFTAR PUSTAKA
1. Purwanto ET. Hernia Nukleus Pulposus Lumbalis. Jakarta: Perdossi
2. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke-14. PT Dian Rakyat.
Jakarta. 2009
3. Sidharta, Priguna. Sakit Pinggang. In: Neurologi Klinis Dalam Praktik
Umum. PT Dian Rakyat. Jakarta.1999
4. Sidharta, Priguna. Sakit Neuromuskuloskeletal Dalam Praktek Umum. PT
Dian Rakyat. Jakarta 2002
5. Nuarta, Bagus. Ilmu Penyakit Saraf. In: Kapita Selekta Kedokteran. Media
Aesculapius. Jakarta. 2004
6. Majalah Kedokteran FK UKI 2012 Vol XXVIII No.4Oktober-Desember
7. Suplemen, Majalah Kedokteran Nusantara 332 Volume 39, No. 3,
September 2006

Você também pode gostar