Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstrak
Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di
Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara dengan metode
penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat
ini, telah terjadi beberapa kasus longsor yang disebabkan oleh kondisi massa batuan yang
lemah yang berasosiasi dengan keberadaan struktur geologi yang intensif. Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui tipe longsor dan kondisi kestabilan lereng utara desain Phase
6 Tambang Batu Hijau yang sedang dioperasikan. Data yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi struktur geologi sepanjang lereng hasil pemetaan geologi (line mapping), data
pemboran geoteknik, sifat keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik terhadap
beberapa longsor di daerah penelitian. Dinding utara desain Phase 6 dibagi menjadi tujuh
blok analisis, yaitu blok TL-1, TL-2 dan TL-3 di bagian timurlaut, blok U-1, U-2 dan U-3
di bagian utara dan blok BL-1 di bagian baratlaut. Untuk mengetahui tipe longsor yang
mungkin terjadi, analisis kinematika menggunakan Schmidt net dilakukan berdasarkan
orientasi dan besar sudut kemiringan lereng pada setiap blok analisis. Analisis
kesetimbangan batas menggunakan metode General Limit Equilibrium (GLE) dilakukan
pada blok yang berpotensi tidak stabil secara kinematika. Hasil analisis kinematika
menunjukkan bahwa lereng penambangan di dinding utara tambang Batu Hijau Phase 6
berpotensi mengalami longsoran baji dan bidang dan/atau kombinasi keduanya. Hasil
analisis kestabilan lereng menunjukkan bahwa hampir semua blok yang dianalisis memiliki
kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman.
Kata kunci: analisis kinematika, analisis kesetimbangan batas, kestabilan lereng, tambang terbuka.
PENDAHULUAN
Longsor merupakan pergerakan massa batuan atau tanah menuruni lereng karena pengaruh
secara langsung dari gaya gravitasi (West, 2010). Lereng stabil jika gaya penahan lebih
besar dari gaya penggerak longsor. Tipe longsoran berdasarkan bidang gelincirnya dapat
dibedakan menjadi empat (Hoek dan Bray, 1981), yaitu: Longsoran bidang (plane failure),
Longsoran baji (wedge failure), toppling failure dan circular failure (Gambar 1).
Longsoran bidang merupakan longsoran yang terjadi jika massa batuan bergerak menuruni
lereng sepanjang bidang gelincir (Gambar 1a). Longsoran baji merupakan longsoran yang
terjadi akibat adanya dua diskontinuitas yang berpotongan dan longsoran terjadi di
sepanjang diskontinuitas tersebut sehingga menghasilkan bentuk membaji (Gambar 1b).
Toppling failure merupakan jenis longsoran yang terjadi jika pergerakan massa batuan
tanpa melalui bidang gelincir dan sebagian besar perjalanan materialnya berada di udara
(Gambar 1c). Circular failure merupakan jenis longsoran yang terjadi pada batuan yang
1
terlapukkan secara intensif, pada material lepas ataupun pada batuan dengan diskontinuitas
yang rapat dengan orientasi tidak teratur (Gambar 1d).
Tambang Batu Hijau merupakan salah satu tambang emas dan tembaga terbesar di
Indonesia yang dioperasikan oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) dengan metode
penambangan terbuka. Selama pengoperasian tambang dari awal tahun 2000 hingga saat
ini, telah terjadi beberapa kasus longsor. Longsoran di Tambang Batu Hijau pada
umumnya disebabkan oleh kondisi massa batuan yang lemah yang berasosiasi dengan
struktur geologi yang intensif (Adriansyah, 2012). Sebagai bidang gelincir, struktur geologi
akan menentukan geometri, arah dan tipe longsoran (Hoek dan Bray, 1981).
Struktur geologi patahan dan kekar banyak dijumpai pada dinding utara Desain Phase
6 Tambang Batu Hijau saat penelitian ini dilakukan (Maryadi, 2014). Untuk menjaga
desain lereng tambang yang stabil sehingga operasional penambangan dapat berjalan
dengan aman diperlukan analisis kemungkinan tipe longsoran dan kondisi kestabilan
lereng.
Tambang Batu Hijau berada di Kecamatan Sekongkang dan Kecamatan Jereweh,
Kabupaten Sumbawa Barat, Propvinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Penelitian ini
dilakukan pada bagian timurlaut sampai baratlaut lereng utara Desain Phase 6 Tambang
Batu Hijau.
Struktur Geologi
Struktur geologi di Tambang Batu Hijau pada umumnya dikontrol oleh sesar dan kekar
sebagai produk dari fase tektonik dan akibat intrusi magma. Arah umum struktur yang
berkembang di daerah penelitian umumnya berarah baratlaut - tenggara dan timurlaut-barat
daya. Struktur mayor berarah baratlaut-tenggara di Batu Hijau antara lain Zona Sesar
Tongoloka Puna, Zona Sesar Tongoloka dan Zona Sesar Katala (Garwin, 2000) dapat
dilihat pada Gambar 5. Kondisi kekar dan sesar di lapangan dapat dilihat pada Gambar 6.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain struktur geologi sepanjang lereng
hasil pemetaan geologi dengan metode line mapping, data pemboran geoteknik, sifat
keteknikan hasil uji laboratorium dan analisis balik (back analysis) terhadap beberapa
longsoran yang terjadi di daerah penelitian. Analisis longsoran meliputi analisis
2
kinematika (kinematic analysis) menggunakan program Dips v.5 (Rocscience, Inc.) dan
analisis kesetimbangan batas (limit equilibrium analysis) menggunakan program Slide v.6
(Rocscience, Inc.) dan perhitungan manual.
Analisis Kinematika
Analisis kinematika merupakan salah satu metode analisis kestabilan lereng yang
menggunakan parameter orientasi struktur geologi, orientasi lereng dan sudut geser dalam
batuan yang diproyeksikan pada stereonet (Hoek dan Bray, 1981). Analisis kinematika
pada penelitian ini menggunakan asumsi semua bidang diskontinuitas mempunyai sudut
geser dalam () = 30 dan kohesi (c) = 0 kPa. Pada penelitian ini daerah penelitian dibagi
menjadi 7 blok analisis yang telah ditentukan berdasarkan orientasi dan sudut kemiringan
lereng tambang (Gambar 8). Dalam analisis kinematika digunakan Schmidt net dengan
proyeksi bidang menjadi titik (pole plot) maupun garis lengkung (plane). Analisis
longsoran baji menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi garis lengkung sedangkan
analisis longsoran bidang menggunakan prinsip proyeksi bidang menjadi titik. Data yang
digunakan antara lain data line mapping dan data pemboran geoteknik. Pada data kekar
perlu dilakukan contouring untuk mengetahui arah orientasi utama selanjutnya arah
orientasi utama tersebut digunakan dalam analisis kinematika maupun analisis
kesetimbangan batas. Berdasarkan hasil analisis kinematika, dengan masukan data
orientasi bidag diskontinuitas yang berupa struktur geologi (sesar dan kekar), maka dapat
diketahui tipe longsor dan kemungkinan ketidakstabilan lerengnya.
Analisis Balik
Suatu analisis balik dilakukan pada suatu longsoran untuk mengetahui parameter kekuatan
batuan penyusun lereng, yaitu c dan , saat lereng dalam keadaan setimbang atau sesaat
sebelum longsor (Hoek dan Bray, 1981). Analisis balik dilakukan pada longsoran yang
telah terjadi dengan mengunakan geometri lereng sebelum longsor terjadi. Lebih lanjut,
analisis balik juga menggunakan bidang gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang
gelincir lereng yang telah mengalami longsor. Nilai c dan bidang gelincir diperkirakan
hingga diperoleh nilai faktor keamanan lereng (FS) =1 atau mendekati 1. Dalam penelitian
ini dilakukan analisis balik pada 3 longsoran, yaitu longsoran F#X1, F#X2 dan F#X3
(Gambar 9), yang berada pada lokasi paling dekat dengan sayatan A, sayatan B dan sayatan
C yang akan digunakan dalam analisis kesetimbangan batas (Gambar 10).
3
dan faktor keamanan terhadap kesetimbangan momen. Selain itu, metode ini
mempertimbangkan gaya-gaya interslices (Krahn, 2004), sehingga diharapkan hasil yang
diperoleh lebih akurat. Dalam analisis menggunakan anisotropic strength function
diperlukan data orientasi utama bidang diskontinuitas pada masing-masing sayatan.
Misalnya, dalam analisis kesetimbangan batas sayatan C yang berada di bagian lereng
timurlaut akan digunakan data orientasi utama dari blok analisis TL-1, TL-2 dan TL-3.
Data parameter kekuatan batuan yang digunakan adalah data hasil uji laboratorium dimana
setiap litologi, nilai RMR, faktor gangguan (disturbance factor, D) dan domain yang
berbeda akan mempunyai nilai yang berbeda. Domain merupakan pengelompokan massa
batuan berdasarkan litologi, kekuatan massa batuan dan struktur geologi. Nilai faktor
gangguan (D) yang diterapkan di Tambang Batu Hijau adalah D= 1 pada kedalaman 0-30
m, nilai D=0,7 diterapkan pada kedalaman 30-50 m dan nilai D=0,5 diterapkan pada
kedalaman > 50 meter dari permukaan. Selain itu berat jenis diorit kuarsa dan andesit yang
digunakan dalam analisis masing-masing adalah 26 dan 27 kN/m3 (Departemen Geoteknik,
PT NNT, 2014)
Analisis kesetimbangan batas untuk longsoran baji dilakukan dengan perhitungan
manual menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart. Analisis ini menggunakan
asumsi bahwa bidang diskontinuitas memiliki c = 0 kPa. Data yang digunakan antara lain
dip dan dip direction kedua diskontinuitas dan nilai yang diperoleh berdasarkan hasil
analisis balik. Kestabilan lereng untuk longsoran tipe baji dihitung dengan persamaan
berikut:
FS = A tan A + B tan B
Konstanta A dan B diperoleh dari Hoek-Bray wedge stability chart, dimana nilainya
ditentukan oleh besar perbedaan sudut kemiringan dan arah kemiringan kedua bidang
diskontinuitas. A dan B adalah sudut geser dalam masing-masing bidang diskontinuitas A
dan B. Sudut kemiringan bidang diskontinuitas A< sudut kemiringan bidang
diskontinuitas B.
KESIMPULAN
Hasil analisis kinematika menunjukkan bahwa potensi longsoran di daerah penelitian
didominasi oleh tipe bidang, baji dan kombinasi keduanya. Hampir semua blok yang
dianalisis memiliki kondisi kritis, kecuali blok TL-3 dan U-3 memiliki kondisi aman.
Dalam perhitungan Fs longsoran tipe baji menggunakan Hoek-Bray Wedge Stability Chart
perlu dilakukan analisis lebih lanjut karena metode perhitungan ini tidak memperhitungkan
jarak kedua bidang diskontinuitas.
REFERENSI
Adriansyah, Y., 2013. Prediksi Longsor Berdasarkan Data Hasil Pemantauan Pergerakan
Lereng di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara (Studi Kasus dari
Beberapa Longsoran). Seminar Nasional Geomekanika II, Peran Geomekanika
dalam Pembangunan Sektor Pertambangan, Perminyakan dan Infrastruktur, Aston
Primera Pasteur, Bandung, Indonesia.
Departemen Geoteknik, PT NNT, 2013, Laporan Intern Departemen Geoteknik dan
Hidrogeologi PT. Newmont Nusa Tenggara, Sumbawa Barat (Tidak diterbitkan).
Bieniawski, Z.T., 1989. Engineering Rock Mass Classification. John Wiley & Sons, New
york, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapore, 257h.
Garwin, S., 2000. Distric-scale Expression of Intrusion-related Hydrothermal Systems Near
the Batu Hijau Porphyry Copper-Gold Deposit, Sumbawa, Indonesia. Proceedings
of Banda and Eastern Sunda Arcs 2012 MGEI Annual Convention, Malang, Jawa
Timur.
Hoek, E. dan Bray, J.W., 1981, Rock Slope Engineering, 3rd Ed, The Institution of Mining
and Metallurgy, London, 356h.
Krahn, J., 2004. Stability Modelling with SLOPE/W. GEO-SLOPE/W International, Ltd.,
Canada, 1st ed., 396h.
Lisle, R. J. dan Leyshon, P. R., 2004. Stereographic Projection Technique: for Geologist
and Civil Engineers. Cambridge University Press, United Kingdom, 2nd ed., 112h.
Maryadi, D., 2014. Komunikasi secara langsung.
6
Priest, S.D. dan Brown, E.T. 1983. Probabilistic stability analysis of variable rock slopes,
Transactions of Institution of Mining and Metallurgy. (Section A: Mining Industry),
pp A1 - A12.
Read, J. dan Stacey, P., 2009. Guidelines for Open Pit Slope Design. CSIRO Publishing,
Collingwood VIC 3066, Australia, 485.
Sudradjat, A., Mangga, S.A. dan Suwarna, N., 1980. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat, skala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi,
Bandung.
Syarbini, K., 2014. Komunikasi secara langsung.
West, Terry, R., 1995. Geology applied to Engineering. Waveland Press Inc, USA, 560h.
Wyllie, D.C. dan Mah, Ch. W., 2004. Rock Slope Engineering: Civil and Mining. Spon
Press, London dan New York, 4th ed., 431h.
Tabel 2. Data perpotongan bidang diskontinuitas yang berpotensi longsoran baji di blok
TL-1.
Perpotongan bidang Orientasi garis Zona daylight
diskontinuitas perpotongan /non-daylight
(Plunge, Trend)
Charly dan Ciremai 56, N230E Non-daylight
Charly dan Kerinci 53, N219E Non-daylight
Charly dan Ferry 44, N202E Non-daylight
Ferry dan Joint set (7) 39, N197E Daylight
Charly dan Joint set (7) 39, N218E Daylight
Tabel 5. Hasil perhitungan faktor keamanan lereng (FS) untuk longsoran baji.
Lereng Perpotongan bidang Nilai FS
diskontinuitas
Timurlaut (TL-1) Charly dan Set_1 1,34
Ferry dan Set_1 1,76
Timurlaut (TL-2) Charly dan Set_10 1,26
Timurlaut (TL-3) Set_1 dan Set_2 2,6
Utara Set_2 dan Set_5 1,01
(U-1)
Set_2 dan Set_4 1,47
Baratlaut (Bl-1) Set_2 dan Set_3 1.1
Set_2 dan 1.12
Tongolokapuna
Set_3 dan 1,79
Tongolokapuna
Tongolokapuna 0.87
dan Ferry
Tongolokapuna 1,00
dan Kerinci
Perigi dan Set_2 1,08
Perigi dan Ferry 0,82
Perigi dan Sindoro 1,86
Perigi dan Kerinci 0,96
Kerinci dan Set_2 0,96
Kerinci dan Set_3 5,373
Kerinci dan Ferry 3,64
Ferry dan Sindoro 0,96
Ferry dan Set_2 0.93
Ferry dan Set_3 2,3
8
Gambar 1. Tipe keruntuhan lereng (Hoek dan Bray, 1981).
9
Gambar 2. Lokasi penelitian di Tambang Batu Hijau PT. Newmont Nusa Tenggara.
10
Gambar 4. Peta Geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, 2013 dengan
modifikasi).
Gambar 5. Struktur geologi daerah penelitian (Dept Geoteknik PT. NNT, Desember 2013
dengan modifikasi).
11
Gambar 6. Kenampakan sesar (A); Kenampakan kekar (B) di Dinding Utara Tambang
Batu Hijau.
Gambar 7. Peta RMR daerah penelitian (Departemen Hidrogeologi dan Geoteknik PT.
NNT, Maret 2014 dengan modifikasi).
Gambar 8. Pembagian blok analisis kinematika (Departemen Geoteknik PT. NNT, Maret
2014 dengan modifikasi).
12
Gambar 9. Lokasi longsoran di daerah penelitian (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014
dengan modifikasi).
Gambar 10. Lokasi pembuatan sayatan untuk analisis kesetimbangan batas terhadap
longsoran bidang (Dept. Geoteknik, PT. NNT, 2014 dengan modifikasi).
13
Gambar 11. Analisis kinematika blok TL-1. Lingkaran putus-putus menunjukkan titik
perpotongan diskontinuitas yang berpotensi wedge failure.
14
Gambar 13. Hasil analisis kesetimbangan batas plane failure untuk sayatan 50.
15