Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
102013320
B1
Pendahuluan
Mata mempunyai sistem pelindung yang baik seperti rongga orbita, kelopak, dan
jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip. Namun, mata
masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma mata yang disebabkan oleh benda
tumpul merupakan peritiwa yang sering terjadi. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan
perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, yang terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.
Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata yang dapat mengakibatkan
terganggunya fungsi penglihatan.
Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat
terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek iris atau badan siliar. Darah yang
terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah
yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Bila pasien
duduk hifema akan terlihat terkumpul di bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi
seluruh ruang bilik mata depan. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Pasien akan
mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme. Oleh karena itu memerlukan
perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan
mengakibatkan kebutaan.1
1
Anamnesis
Keluhan utama digolongkan menurut lama, frekuensi, hilang timbul, dan cepat
timbulnya gejala. Lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus
diperhatikan, demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat-obat mata yang dipakai
belakangan ini dan semua gangguan mata yang pernah maupun yang sedang terjadi harus
dicatat. Selain itu, semua gejala mata lain yang berhubungan perlu dipertimbangkan.3
Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum
dan bila ada penyakit sistemik yang penting. Gangguan vascular yang biasanya menyertai
manifestasi mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus ditanyakan secara spesifik. selain itu,
seperti halnya riwayat medic umum, harus diketahui obat-obatan mata yang sedang dipakai
dan obat-obat sistemik pasien. Hal ini menunjukkan kesehatan umum dan dapat diketahui
obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan mata, seperti kortikosteroid. Setiap alergi obat
juga harus dicatat.3
Dari anamnesis yang sudah dilakukan pada pasien didapati pasien mengalami mata
kanan merah, sakit dan berair sejak 30 menit yang lalu. Keluhan pasien timbul mendadak
karena mata pasien mengalami truma fisik yaitu terkena bola saat bermain futsal.
Pemeriksaan Fisik
2
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.
Inspeksi kunjungtiva bulbaris dilakukan untuk mencari adanya perdarahan, benda asing atau
laserasi. Kedalaman dan kejernihan bilik mata dicatat. Ukuran dan bentuk pupil, serta reaksi
pupil terhadap cahaya harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan adanya
defek pupil aferen di mata yang cedera. Mata yang lembek, visus turun, defek pupil aferen
atau perdarahan atau perdarahan vitreus mengisyaratkan adanya rupture bola mata. Bila bola
mata tidak rusak, palpebral, konjungtiva palpebrali, dan forniks dapat diperiksa lebih teliti,
termasuk inspeksi dengan eversi palpebral superior. Oftalmoskop direk dan indirek untuk
mengamati lensa, vitreus, diskus optikus, dan retina. Pada kasus trauma mata, mata yang
tampak tidak cidera juga harus diperiksa dengan teliti.3
Dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada pasien didapati visus mata
kanan 1/60 pinhole tidak maju, visus mata kiri 6/6. Terjadi spasme palpebral, konjungtava
hiperemis, kornea edema sedikit keruh, terdapat cairan darah pada kamera okuli anterior,
lensa dan segmen posterior sulit dinilai. Tekanan intra okular (TIO) n+2.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding
Uveitis Anterior
Istilah uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis), corpus
siliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau koroid (koroiditis).
Uveitis bisa terjadi sekunder akibat radang kornea (keratitis), radang sklera (skleritis), atau
keduanya (sklerokeratitis). Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun dan berpengaruh
3
pada 10-20% kasus kebutaan yang tercatat di Negara-negara maju. Uveitis lebih banyak
ditemukan pada Negara-negara berkembang dibandingkan Negara-negara maju karena lebih
tingginya prevalensi infeksi yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan
tuberculosis di Negara-negara berkembang.3
Uveitis anterior adalah temuan paling umum dan biasanya unilateral dengan onset
akut. Gejala yang khas meliputi nyeri, fotofobia, dan pengelihatan kabur. Pada pemeriksaan
biasanya ditemukan kemerahan sirkumkorneal dengan injeksi konjungtiva palpebralis dan
secret minimalis. Pupil kemungkinan miosis atau irregular karena terdapat sinekia posterior.
Peradangan yang terbatas pada bilik mata depan disebut iritis; peradangan pada bilik mata
depan dan vitreus anterior sering disebut sebagai iridoskleritis.3
Endoftalmitis
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi
setelah trauma atau bedah atau endogen akibat sepsis.1 Berbentuk radang supuratif di dalam
rongga mata dan struktur di dalamnya. Peradangan supuratif di dalam bola mata akan
memberikan abses di dalam badan kaca. Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan
jamur yang masuk bersama truma tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah
(endogen).
Peradangan yang disebabakan bakteri akan memberikan gambaran klinik rasa sakit
yang sangat, kelopak mata yang merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, konjungtiva
kemotik dan merah, kornea keruh, bilik mata depan keruh yang kadang-kadang disertai
hipopion. Bila sudah terlihat hipopion keadaan sudah lanjut sehingga prognosis lebih buruk.
Kekeruhan ataupun abses di dalam badan kaca, keadaan ini akan memberikan reflex pupil
berwarna putih sehingga gambaran seperti retinoblastoma atau pseudoretinoblastoma.
4
ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit didalam badan kaca,
dengan proyeksi sinar yang baik.
Diagnosis Kerja
Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.1
Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Pengelihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terkumpul dibagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang
terlihat iridoplegia dan iridodialisis.1
Etiologi
Hifema umumnya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata yang telah dijelaskan
sebelumnya.4 Trauma tumpul tersebut mengenai bagian bola mata yang terekspos ke dunia
luar tanpa perlindungan tulang orbita.4 Oleh karena itu, benda-benda yang cukup kecil seperti
bola kecil, paintball, batu kerikil, atau peluru airgun merupakan penyebab trauma tersering
yang dapat menimbulkan hifema. Akan tetapi, hal ini tidak menutupi kemungkinan objek
yang lebih besar dibandingkan tulang orbita untuk mengakibatkan trauma pada mata selama
memiliki elastisitas yang cukup untuk mengenai bagian yang terekspos tadi.4
Sebagian kecil hifema terjadi oleh karena hal selain trauma tumpul tersebut diatas.
Hifema dapat terjadi sebagai komplikasi post-operasi intraokuli. Selain itu, dapat pula terjadi
hifema secara spontan, yang biasanya dapat disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi pada
iris. Hifema spontan karena neovaskularisasi ini dapat ditemukan pada pasien diabetes
mellitus, sikatriks, uveitis, dan neoplasma okular seperti retinoblastoma.4 Dapat juga terjadi
hifema karena anomali vaskuler dalam mata lain, seperti yang terjadi pada juvenile
5
xanthogranuloma. Bahkan, hifema idiopatik pun dapat terjadi tanpa penyebab jelas,
meskipun hal ini sangat jarang.4
Epidemiologi
Menurut satu studi yang dilakukan di Amerika Serikat, kejadian hifema, terutama
hifema traumatik, diperkirakan sebanyak 12 kasus per 100.000 orang populasi.5 Anak-anak
dan remaja usia 10-20 tahun memiliki persentase penderita terbanyak, yaitu sebesar
70%.2Hifema lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita dengan perbandingan 3 : 1.4
Patofisiologi
Penatalaksanaan
Medikamentosa4
Sikloplegik/midriatik untuk mengurangi rasa sakit dan risiko terjadinya sinekia
posterior. Pemberian sikloplegik dapat menstabilkan blood-aqueous barrier,
meningkatkan kenyamanan pasien, dan memfasilitasi evaluasi segmen posterior.
Tetapi ternyata atropin topikal tidak memiliki efek menguntungkan dalam
mengurangi kejadian perdarahan ulang, resorpsi darah, atau perbaikan visus.
Analgesik bila perlu, berupa asetaminophen atau codein, bergantung pada tingkat
nyeri yang dirasakan pasien.
Kortikosteroid topical untuk mengurangi inflamasi dan mencegah iritis/iridosiklitis.
Agen antifibrinolitik seperti asam aminokaproat topical dan/atau oral serta asam
traneksamat oral untuk mengurangi risiko perdarahan ulang. Dosis untuk asam
aminokaproat adalah 50 mg/kgBB setiap 4 jam, maksimal 30 gram/hari selama 5 hari.
Dosis untuk asam traneksamat adalah 25 mg/kgBB, 3 kali sehari selama 6 hari.
Kontraindikasi pada gangguan clotting intravaskuler dan kehamilan.
6
Tissueplasminogen activator untuk fibrinolisis clotting yang stagnan. Dengan dosis
10 mikrogram, diberikan injeksi intrakamera.
Terapi antiglaukoma jika dibutuhkan, seperti dengan pemberian asetazolamid atau
beta-blocker seperti timolol.
Non-medikamentosa
Selain dari elevasi kepala 30-450 untuk membantu proses penyerapan darah,
sesungguhnya secara umum bedrest, rawat inap, dan patching tidak perlu dilakukan. Namun
jika hifema terjadi pada pasien yang tidak kooperatif, pada penderita sickle cell disease, atau
terjadi perdarahan ulang, terapi-terapi non-medikamentosa di atas perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi berikut.7
Monitoring TIO (tekanan intra ocular), pewarnaan kornea, dan perdarahan sekunder
perlu dilakukan secara berkala untuk mengetahui kemunculan komplikasi dan pemberian
penatalaksanaan sesuai.3
Operatif
Indikasi untuk melakukan operasi pada pasien hifema adalah3,4,7:
Absorpsi darah secara spontan terlalu lambat
Terdapat kelainan penggumpalan darah yang dapat menjadi resiko perdarahan
sekunder, seperti hemoglobinopati atau sickle cell disease.
Peningkatan TIO tidak bisa diatasi dengan obat-obatan (>35 mmHg selama 7
hariatau>50 mmHg selama 5 hari) dan adanya kemungkinan corneal blood staining.3
Pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan parasentesis.1 Langkahnya adalah
dengan membuat insisi pada kornea sepanjang 2 cm dari limbus kearah kornea sejajar
permukaan iris.Kemudian dilakukan penekanan pada bibir luka sehingga koagulum/darah
pada bilik mata depan keluar. Bila tetap tidak keluar maka dapat dibilas/dilakukan irigasi
dengan garam fisiologis. Luka insisi ini tidak perlu dijahit.1
Komplikasi
1. Sinekia Posterior
Sinekia posterior atau adhesi iris terhadap lensadapat terjadi pada pasien dengan
hifema traumatik karena efek dari terjadinya iritis atau iridosiklitis. Akan tetapi, komplikasi
7
ini jarang terjadi pada pasien yang mendapat tatalaksana dengan baik. Sinekia posterior lebih
banyak terjadi pada pasien hifema yang menjalani evakuasi lewat pembedahan.4
4. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder dapat terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses
sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.
Prognosis
8
Prognosis visus akhir pasien dengan hifema bergantung kepada tiga faktor utama,
yaitu kerusakan organ mata lain, apakah terjadi perdarahan sekunder, serta apakah terjadi
komplikasi layaknya glaukoma.4 Lebih dari 75% pasien dengan hifema memiliki visus akhir
>20/40.4 Besar hifema tidak memengaruhi prognosis hifema. Perdarahan berulang sering
dihubungkan dengan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler, blood staining, indikasi
operasi, dan visus akhir yang buruk. Namun, sebenarnya penurunan visus pada pasien hifema
lebih dipengaruhi oleh kerusakan segmen posterior (terutama retina) dibanding gangguan
pada segmen anterior.4,7
Kesimpulan
Meskipun mata sudah dilindungi oleh palpebral dan releks fisiologis berkedip, namun
mata tetap rentan terhadap trauma fisik yang dapat menyebabkan perdarahan. Hifema
merupakan salah satu bentuk perdarahan pada mata yang pada umumnya disebabkan oleh
benda tumpul. Hifema timbul akibat rupturnya pembuluh darah pada iris dan badan basier.
Penanganan hifema dapat berupa bedrest, terapi topical kortikosteroid dan operasi. Umumnya
prognosis hifema baik, dengan pasien memiliki visus akhir >20/40
Daftar Pustaka
1. Ilyas S.Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3.Jakarta:FKUI. 2006.
2. Mochtar I. Dokter Juga Manusia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.2009.
3. Chang DF. Pemeriksaan Oftalmilogik. Dalam : Vaughan, Asbury. Oftamologi Umum.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.2010.
4. Sheppard JD. Hyphema. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview pada tanggal 14 Januari
2013 pukul 16.00
5. Anonim. Traumatic hyphema. Diakses dari
http://www.uptodate.com/contents/traumatic-hyphema-epidemiology-anatomy-and-
pathophysiology pada tanggal 14 Januari 2013 pukul 19.00.
6. Anonim. Hyphema. Diakses dari http://cms.revoptom.com/handbook/sect4f.htmpada
tanggal 14 Januari 2013 pukul 20.00.
7. Irak-Dersu I. Hyphema glaucoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1206635-overviewpada tanggal 14 Januari
2013 pukul 21.00.