Você está na página 1de 25

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Pengertian
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
turun dibawah normal (Wong,2003). Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar Hb
dan/ atau hitung eritrosit lebih rendah dari nilai normal. Dikatakan sebagai anemia
bila Hb < 14 g/dl dan Ht < 41 % pada pria atau Hb < 12 g/dl dan Ht <37 % pada
wanita. (Arif Mansjoer,dkk. 2001)
Tabel Batasan kadar hemoglobin anemia berdasarkan usia
KELOMPOK UMUR HEMOGLOBIN (gr/dl )
Anak 6 bulan 6 tahun <11
6 tahun 14 tahun <12
Dewasa Wanita dewasa <12
Laki-laki dewasa <13
Ibu hamil <11
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum wahtunya. Pada anemia
hemolitik, umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah
merah, baik didalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau ditempat lain
dalam tubuh (ekstravaskular) (Handayani, 2008).

2. Epidemiologi/Insiden Kasus
Kebanyakan jenis anemia hemolitik sama-sama sering terjadi pada pria maupun
wanita dan dapat terjadi pada usia berapapun. Orang-orang dari semua ras dapat
mengembangkan anemia hemolitik. Sferositosis herediter merupakan anemia
hemolitik yang sangatberpengaruh di Eropa Barat, terjadi sekitar 1 dari 5000 individu.
Insiden anemia hemolitik autoimun kira-kira 1 dari 80.000 populasi. Pada perempuan
predominan terjadi tipe idiopatik. Tipe sekunder terjadipeningkatan pada umur 45
tahun dimana variasi idiopatik terjadi sepanjang hidup.

3. Penyebab/Faktor Predisposisi
Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk
terjadinya anemia hemolitik yaitu:
1. Faktor Intrinsik (Intra Korpuskuler).
Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu: a) Kelainan membran, b)
Kelainan molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzim yang berperan dalam

1
metabolisme sel eritrosit. Sebagai contoh, bila darah yang sesuai ditransfusikan
pada pasien dengan kelainan intra korpuskuler maka sel eritrosit tersebut akan
hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan kelainan dengan kelainan
intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sel eritrosit
tersebut akan mudah hancur atau lisis.
2. Kelainan Faktor Ekstrinsik (Ekstra Korpuskuler)
Biasanya merupakan kelainan yang didapat (acquired) dan selalu disebabkan oleh
faktor imun dan non imun. Bila eritrosit normal ditransfusikan pada pasien ini,
maka penghancuran sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila
eritrosit pasien dengan kelainan ekstra korpuskuler ditransfusikan pada orang
normal maka sel eritrosit akan normal. Umur sel eritrosit yang memendek tidak
selalu dikaitkan dengan anemia hemolitik, ada beberapa penyakit yang
menyebabkan anemia dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan
kedalam anemia hemolitik, diantaranya yaitu : a) leukemia, b) limfoma malignum,
c) gagal ginjal kronik, d) penyakit liver kronik, e) rheumatoid arthritis, f) anemia
megaloblastik (Sulistyo, 2008).

4. Patofisologi terjadinya penyakit (Pathway Terlampir)


Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi
akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat
penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau
hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah.
Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan
meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang ; kadar
1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera (Smeltzer & Bare. 2002 : 935 ).

5. Klasifikasi
Secara umum anemia dikelompokan menjadi :
1) Anemia mikrositik hipokrom

2
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung
konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit: MCV <73 fl,
MCH <23 pg, MCHC 26 -35%).
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia penyakit kronik
2) Anemia makrositik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom
karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada
anak MCV > 73 fl, MCH => 31 pg, MCHC => 35%). Ditemukan pada anemia
megaloblastik (defisiensi vitamin B12, asam folat), serta anemia makrositik non-
megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia).
1) Anemia Pernisiosa
Anemia yang terjadi karena kekurangan vitamin B12
2) Anemia defisiensi asam folat
Anemia ini umumnya berhubungan dengan malnutrisi, namun penurunan
absorpsi asam folat
3) Anemia karena perdarahan
a. Perdarahan akut
Mungkin timbul renjatan bila pengeluaran darah cukup banyak, sedangkan
penurunan kadar Hb baru terjadi beberapa hari kemudian.
b. Perdarahan kronik
Penyebab yang sering antara lain ulkus peptikum, menometroragi,
perdarahan saluran cerna, dan epistaksis.
4) Anemia hemolitik
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah (normal 120
hari), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena
kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun,
infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan
splenomegali.
5) Anemia aplastik
Terjadi karena ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel
darah.
Pembagian derajat anemia menurut WHO dan NCI (National Cancer Institute)
DERAJAT WHO NCI
Derajat 0 (nilai normal) >11.0 g/dL Perempuan 12.0 - 16.0 g/dL
Laki-laki 14.0 - 18.0 g/dL

3
Derajat 1 (ringan) 9.5 - 10.9 g/dL 10.0 g/dL - nilai normal
Derajat 2 (sedang) 8.0 - 9.4 g/dL 8.0 - 10.0 g/dL
Derajat 3 (berat) 6.5 - 7.9 g/dL 6.5 - 7.9 g/dL
Derajat 4 (mengancam jiwa) < 6.5 g/dL < 6.5 g/Dl

6. Gejala Klinis
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat, takikardi, sakit
dada, dyspnea, nafas pendek, cepat lelah, pusing, kelemahan, tinitus, penderita
defisiensi yang berat mempunyai rambut rapuh dan halus, kuku tipis rata mudah
patah, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah
daging meradang dan sakit (Guyton, 1997).
Menurut Anie Kurniawan, dkk (1998), tanda-tanda Anemia meliputi:
a. Lesu, Lemah, Letih, Lelah, Lalai (5L)
b. Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
c. Gejala lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan
menjadi pucat
Menurut Handayani dan Haribowo (2008), gejala anemia dibagi menjadi tiga
golongan besar yaitu sebagai berikut:
1. Gejala Umum anemia
Gejala umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada
semua jenis anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun. Gejala-
gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena adalah:
Sistem Kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak napas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem Saraf: saki kepala, pusing, telinga mendenging mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
Sistem Urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta
rambut tipis dan halus.
2. Gejala Khas Masing-masing anemia
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis.
Anemia defisisensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.

Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi.

7. Pemeriksaan Fisik
Tujuan utamanya adalah menemukan tanda keterlibatan organ atau multisystem untuk
menilai beratnya kondisi penderita. Pemeriksaan fisik perlu memperhatikan (Schrier,
2011):
4
Adanya takikardia, dyspepsia, hipotensi postural
Pucat: sensitivitas dan spesifisitas untuk pucat pada telapak tangan, kuku, wajah
atau konjungtiva sebagai predictor anemia bervariasi antara 19-70% dan 70-100%.
Icterus: menunjukan kemungkinan adanya anemia hemolitik. Icterus sering sulit
dideteksi diruangan dengan cahay lampu artifisil. Pada penelitian 62 tenaga medis,
icterus ditemukan pada 58% penderita dengan bilirubin >2.5 mg/dL dan pada 68%
penderita dengan bilirubin 3.1 mg/dL.
Penonjolan tulang frontoparietal, maksila (facies rodent/chipmunk) pada
thalassemia
Limfadenopati, hepatosplenomegaly, nyeri tulang (terutama di sternum); nyeri
tulang disebabkan oleh adanya ekspansi karena penyakit infiltrative (seperti pada
leukekia mielositik kronik), lesi litik (pada myeloma multiple atau metastasis
kanker).
Petekhie, ekimosis dan perdarahan lain
Ulkus rekuren dikaki (penyakit sickle cell, sferositis herediter, anemia sideroblastik
familial)
Infeksi rekuren karena neutropenia atau defisiensi imun.
Kelainan fisik diagnostik yang umumnya didapat adalah berupa adanya: a) anemia,
b) ikterus dan c) pembesaran limpa (splenomegali) akan memberikan kesan
kemungkinan adanya anemia hemolitik.

8. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit dan
SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
3. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
4. Tes Comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
5. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin abnormal pada
penyakit sel sabit.
Pemeriksaan Laboratorium:
Complete blood count (CBC)
CBC terdiri dari pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, ukuran
eritrosit, dan hitung jumlah leukosit. Pada beberapa laboratorium, pemeriksaan
trombosit, hitung jenis, dan retikulosit harus ditambahkan dalam permintaan
pemeriksaan (tidak rutin diperiksa). Pada banyak automated blood counter,

5
didapatkan parameter RDW yang menggambarkan variasi ukuran sel (Schrier,
2011).
Pemeriksaan morfologi apusan darah tepi
Apusan darah tepi harus dievaluasi dengan baik. Beberapa kelainan darah
tidak dapat dideteksi dengan automated blood counter. Sel darah merah berinti
(normoblas) Pada keadaan normal, normoblas tidak ditemukan dalam
sirkulasi. Normoblas dapat ditemukan pada penderita dengan kelainan
hematologis (penyakit sickle cell, talasemia, anemia hemolitik lain) atau
merupakan bagian dari gambaran lekoeritroblastik pada penderita dengan bone
marrow replacement. Pada penderita tanpa kelainan hematologis sebelumnya,
adanya normoblas dapat menunjukkan adanya penyakit yang mengancam
jiwa, seperti sepsis atau gagal jantung berat. (Schrier, 2011).
Hitung retikulosit
Retikulosit adalah sel darah merah imatur. Hitung retikulosit dapat berupa
persentasi dari sel darah merah, hitung retikulosit absolut, hitung retikulosit
absolut terkoreksi, atau reticulocyte production index. Produksi sel darah
merah efektif merupakan proses dinamik. Hitung retikulosit harus
dibandingkan dengan jumlah yang diproduksi pada penderita tanpa anemia
(Schrier, 2011).
Jumlah leukosit dan hitung jenis
Adanya leukopenia pada penderita anemia dapat disebabkan supresi atau
infiltrasi sumsum tulang, hipersplenisme atau defisiensi B12 atau asam folat.
Adanya leukositosis dapat menunjukkan ada-nya infeksi, infl amasi atau
keganasan hematologi. Adanya kelainan tertentu pada hitung jenis dapat
memberikan petunjuk ke arah penyakit tertentu:
- Peningkatan hitung neutrofi l absolut pada infeksi
- Peningkatan hitung monosit absolut pada mielodisplasia
- Peningkatan eosinofi l absolut pada infeksi tertentu
- Penurunan nilai neutrofi l absolut setelah kemoterapi
- Penurunan nilai limfosit absolut pada in-feksi HIV atau pemberian
kortikosteroid
- Jumlah trombosit

6
Trombositopenia didapatkan pada beberapa keadaan yang berhubungan
dengan anemia, misalnya hipersplenisme, keterlibatan keganasan pada
sumsum tulang, destruksi trombosit autoimun (idiopatik atau karena obat),
sepsis, defisiensi folat atau B12. Peningkatan jumlah trombosit dapat
ditemukan pada penyakit mieloproliferatif, defi siensi Fe, infl amasi, infeksi
atau keganasan. (Schrier, 2011).
Pansitopenia
Pansitopenia merupakan kombinasi anemia, trombositopenia dan netropenia.
Pansitopenia berat dapat ditemukan pada anemia aplastik, defi siensi folat,
vitamin B12, atau keganasan hematologis (leukemia akut). Pansitopenia
ringan dapat ditemukan pada penderita dengan splenomegali dan splenic
trappingsel-sel hematologis. Evaluasi kadar hemoglobin dan hematokrit secara
serial dapat membantu diagnostic (Schrier, 2011).

Pemeriksaan atas indikasi khusus: pemeriksaan ini akan dikerjakan jika telah
mempunyai dugaan diagnosis awal sehingga fungsinya adalah untuk mengomfirmasi
dugaan diagnosis tersebut pemeriksaan tersebut memiliki komponen berikut ini:
Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC, saturasi transferin, dan feritin serum.
Anemia megaloblastik: asam folat darah/ertrosit, vitamin B12.
Anemia hemolitik: hitung retikulosit, tes coombs, dan elektroforesis Hb.
Anemia pada leukeumia akut biasanya dilakukan pemeriksaan sitokimia.

9. Diagnosis/Kriteria diagnostic
Untuk menegakkan diagnostik anemia hemolitik dan penyebabnya maka kita harus
berpatokan pada dua keadaan yang berbeda yaitu:
1. Menentukan ada tidaknya anemia hemolitik, yaitu:
a. Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang
berlebihan pada waktu yang sama.
b. Terjadi anemia yang persisten yang diikuti dengan hipereaktivitas dari sistem
eritropoesis .
c. Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bisa diimbangi
dengan eritropoesis normal.
d. Adanya tanda-tanda hemoglobinuria atau penghancuran eritrosit intravaskular.
2. Menentukan penyebab spesifik dari anemia hemolitik, yaitu dengan mendapatkan
informasi dari anamnesa yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil

7
pemeriksaan sediaan apus darah tepi Clan Antiglobulin Test (Coombs Test) , dari
data ini dapat kita bedakan lima grup pasien yaitu :
a. Anemia hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat
kimia dan kontak fisik .
b. Hasil pemeriksaan Coombs Test positif menunjukan Anemia Hemolitik
Autoimune (AlHA).
c. Hasil pemeriksaan Coombs Test negatif kemungkinan adanya anemia
hemolitik spherositik yaitu pada hereditary spherositosis.
d. Kelainan morfologi sel eritrosit spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemi .
e. Golongan pasien dengan Coombs test negatip dan tidak adanya kelainan
morfologi eritrosit yang spesifik, hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu
Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test untuk unstable
hemoglobin diseases. Bila hasil pemeriksaan laboratorium tersebut diatas
menunjukan hasil normal maka diagnosis anemi hemolitik menjadi sulit,
kelainan enzym-enzym eritrosit merupakan penyakit yang sangat jarang kali
dijumpai, namun perlu dilakukan pemeriksaan enzym eritrosit tersebut
diantaranya yaitu enzim Glukose 6-phosphat dehydrogenase dengan
pemeriksaan secara enzimatik.

10. Therapy/Tindakan Penanganan


Jenis-jenis terapi yang dapat diberikan adalah
a. Pada kasus anemia dengan payah jantung atau ancaman payah jantung, maka harus
segera diberikan terapi darurat dengan transfuse sel darah merah yang
dimampatkan (PRC) untuk mencegah perburukan payah jantung tersebut.
b. Terapi khas untuk masing-masing anemia terapi ini bergantung pada jenis anemia
yang di jumpai, misalnya preperat besi untuk anemia defesiensi besi.
c. Terapi kausal, terapi kausal merupakan terapi untuk mengobati penyakit dasar yang
menjadi penyebab anemia misalnya anemia defesiensi besi yang disebabkan oleh
infeksi cacing-cacing tambang.
d. Terapi ex-juvantivus (empires) terapi yang terpaksa diberikan sebelum diagnosis
dapat dipastikan jika terapi ini berhasil berarti diagnosis dapat dikuatkan. Terapi.
Terapi ini hanya dilakukan jika tersedia fasilitas diagnosis yang mencukupi. Pada
pemberian terapi jenis ini, penderita harus diawasi dengan ketat. Jika terdapat

8
respon yang baik, terapi diteruskan, tetapi jika tidak terdapat respon, maka harus
dilakukan evaluasi kembali. (Wiwik, h., & Hariwibowo, A. S (2008, hal: 42)

Terapi pada Anemia Hemolitik


Pengibatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut serta
penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus. Akan tetapi
pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu:
Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut maka harus
diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok, mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit, sertaa memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat,
pertimbangan transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga memberatkan
fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah teerjadi maka tidak ada
pilihan lain selain transfusi.
Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa. Pada anemia
hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan transfusi darah teratur untuk
mempertahankan kadar hemoglobin. Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik
supertransfusi atau hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan
pertumbuhan pasien.Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat
0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan kesembuhan total.
Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau disebabkan oleh penyebab herediter-
familier yang belum dapat dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah
jelas maka terapi kausal dapat dilaksanakan (Bakta, 2009).
Penatalaksanaan anemia hemolitik disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena
reaksi toksik-imunologik yang didapat diberikan adalah kortikosteroid (prednison,
prednisolon), kalau perlu dilakukan splenektomi. Apabila keduanya tidak berhasil,
dapat diberikan obat-obat sitostatik, seperti klorambusil dan siklofosfamid (Price &
Sylvia, 2005)

11. Komplikasi

9
Anemia juga menyebabkan daya tahan tubuh berkurang. Akibatnya, penderita anemia
akan mudah terkena infeksi. Gampang batuk-pilek, gampang flu, atau gampang
terkena infeksi saluran napas, jantung juga menjadi gampang lelah, karena harus
memompa darah lebih kuat. Pada kasus ibu hamil dengan anemia, jika lambat
ditangani dan berkelanjutan dapat menyebabkan kematian, dan berisiko bagi janin.
Selain bayi lahir dengan berat badan rendah, anemia bisa juga mengganggu
perkembangan organ-organ tubuh, termasuk otak. Anemia berat, gagal jantung
kongesti dapat terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Selain itu dispnea, nafas pendek dan
cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengurangan oksigen (Price &Wilson, 2006)

12. Prognosis
Prognosis jangka panjang pada pasien penyakit anemia hemolitik ini adalah baik.
Splenektomi sering kali dapat mengontrol penyakit ini atau paling tidak dapat
memperbaikinya (Weiss & Goodnough, 2005).

13. Pencegahan
Pencegahan anemia Menurut Tarwoto, dkk (2010), upaya-upaya untuk mencegah
anemia, antara lain sebagai berikut:
a. Makan makanan yang mengandung zat besi dari bahan hewani (daging, ikan,
ayam, hati, dan telur); dan dari bahan nabati (sayuran yang berwarna hijau tua,
kacang-kacangan, dan tempe).
b. Banyak makan makanan sumber vitamin c yang bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi, misalnya: jambu, jeruk, tomat, dan nanas.
c. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid.
d. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasikan ke dokter
untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (data subjektif dan objektif)
a. Identitas pasien
b. Keluhan utama klien
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Nadi, Frekuensi pernapasan, Suhu
tubuh)
e. Riwayat Kesehatan
f. Pemeriksaan laboratorium
g. Pengkajian Pola Gordon

10
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Dalam
kasus anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu Apakah kondisi sekarang
menyebabkan perubahan persepsi terhadap kesehatan dan bagaimana
pemeliharaan kesehatan klien setelah mengalami gangguan ini.
2. Pola Nurtisi dan Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit. Dalam kasus
anemia yang dikaji yaitu bagaimana asupan nutrisi makan/minum/sulit menelan
(frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi) pasien dan apakah ada mengkonsumsi
vitamin.
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan defekasi,
ada tidaknya masalah defekasi, dan karakteristik urin dan feses. Dalam kasus
anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu keadaan sebelum sakit dan saat sakit.
Dikaji adalah bagaimana pola BAB dan BAK klien, aapakah BAB/BAK pasien
teratur, bagaimana frekuensi, warna, konsistensi, apakah konstipasi atau diaere.
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi Dalam
kasus anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu apakah pasien bisa melakukan
aktivitasnya sehari-hari dalam memenuhi kebutuhnnya, apakah mengalami
kelelahan saat beraktivitas dan apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas.
Dan dapat juga menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi berpakaian,
eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik tangga.
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Dalam kasus anemia yang dapat
dikaji dari yaitu bagaimana pasien menghindari rasa sakitnya, apakah mengalami
penurunan panca indera dan apakah menggunakan alat bantu misalnya
kacamata/alat bantu.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi tentang energy. Dalam kasus
anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu apakah tidur pasien terganggu, berapa
lama tidurnya, bagaiman kualitas tidurnya pada siang dan malam hari dan
bagaimana kebiasaan pasien sebelm tidur.
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Dalam kasus anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu bagaimana pasien

11
menggambarkan dirinya sendiri bagaimana harapan pasien terkait dengan
penyakit yang dialaminya sekarang.
8. Pola Peran dan Hubungan
Dalam kasus anemia yang dapat dikaji dari pasien yaitu keadaan sebelum sakit
dan saat sakit yang dikaji yaitu bagaimana hubungan klien dengan sesama. Saat
sakit yang perlu dikaji adalah bagaimana hubungan pasien dengan orang lain
(teman, keluarga, perawat, dan dokter), dan apakah peran/pekerjaan pasien
terganggu, jika terganggu siapakah yang menggantikan peran pasien.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau dirasakan dengan
seksualitas. Dalam kasus anemia yang dikaji yaitu apakah ada gangguan pada
hubungan seksual pasien. Saat sakit yang perlu dikaji adalah apakah ada
gangguan pada hubungan seksual pasien, apakah klien mengalami gangguan
pada alat reproduksinya.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan penggunaan system
pendukung. Dalam kasus anemia yang perlu dikaji yaitu bagaimana pasien
menghadapi masalahnya, apakah pasien stress dengan penyakitnya saat ini,
bagaimana cara pasien untuk mengatasinya, dan siapa yang membantu mengatasi
masalahnya atau mencarikan pasien solusi dari masalah-masalahnya.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan termasuk spiritual. Dalam
kasus anemia yang dikaji yaitu bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran
agama. Perlu dikaji adalah apakah ada tindakan medis yang bertentangan dengan
kepercayaan pasien, apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam
menjalankan ajaran agama yang dianut pasien.

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. PK: Anemia
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penyakit
(anemia) ditandai dengan nadi melemah, perubahan karakteristik kulit, waktu
pengisian kapiler >3 detik, paresthesia, warna kulit puct saat elevasi.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (hepatomegaly dan
splenomegaly) ditandai dengan perubahan frekuensi pernapasan, perubahan
tekanan darah, laporan isyarat, perilaku distraksi, mengekspresikan perilaku
nyeri (meringis), sikap melindungi area nyeri, perubahan posisi untuk

12
menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi area nyeri, melaporkan nyeri
secara verbal.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen ditandai dengan menyatakan merasa letih dan lemah.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
factor biologis ditandai dengan penurunan berat badan 20%, kurang minat
pada makanan, mual.
6. Defisiensi pengetahuan Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang
pajanan terhadap informasi ditandai merasa khawatir terhadap perubahan
status kesehatan.

13
No Diagnosa Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional Evaluasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan NIC Label : NIC Label : Pain Management S:
berhubungan keperawatan selama x Pain Management 1. Mengetahui level atau Pasien
dengan agen ...jam diharapkan rasa nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri kualitas nyeri, mengetahui melaporkan
cedera biologis yang dirasakan pasien secara komprehensif meliputi frekuensi, durasi nyeri, nyeri
(hepatomegaly berkurang dengan kriteria lokasi, karakteristik, durasi, intensitas atau keparahan berkurang
dan hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri, dan cara mengatasinya. O:
2. Mengetahui tingkat nyeri
splenomegaly) atau keparahan nyeri dan Pada saat
misalnya dari ekspresi wajah
ditandai dengan NOC Label : Pain Control faktor presipitasi. dibersihkan
2. Observasi reaksi nonverbal atau mimik pasien dan
perubahan 1. Pasien mampu luka
dari ketidaknyamanan pasien. ketidaknyamanan pasien.
frekuensi mengenali nyeri ditemukan:
3. Gunakan teknik komunikasi 3. Untuk mendapatkan informasi
pernapasan, (skala, intensitas, Ekspresi
terapeutik untuk mengetahui mengenai riwayat nyeri
perubahan frekuensi, lokasi dan wajah
pengalaman nyeri pasien. pasien
tekanan darah, lamanya nyeri) 4. Kontrol lingkungan yang 4. Mengontrol lingkungan meringis
2. Pasien mampu Nyeri
laporan isyarat, dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
menggunakan teknik berkurang
perilaku seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
non farmakologi yang skala 3 dari
distraksi, pencahayaan dan kebisingan. mampu mengurangi atau
5
14
mengekspresika direkomendasikan 5. Pilih dan lakukan penanganan mencegah timbulnya rasa A:
3. Pasien mampu
n perilaku nyeri nyeri (farmakologi, non nyeri. Tujuan tercapai
mengatakan intensitas 5. Dengan memberikan pilihan
(meringis), farmakologi dan sebagian
nyeri berkurang dalam penanganan nyeri
sikap interpersonal) P:
6. Ajarkan tentang teknik non sehingga dapat menentukan
melindungi area Kaji secara
NOC Label : Pain Level
farmakologis (distraksi dan manajemen nyeri yang tepat
nyeri, komprehensi
1. Skala nyeri pasien
relaksasi) untuk pasien
perubahan f nyeri,
berkurang 7. Berikan analgesik untuk 6. Dengan memberikan teknik
posisi untuk 2. Rasa nyeri pasien lokasi, awal
mengurangi nyeri (sesuai nonfarmakologis dapat
menghindari berkurang ketika sedang kejadian,
instruksi dokter) membantu mengalihkan
nyeri, sikap melakukan distraksi 8. Tingkatkan istirahat durasi,
perhatian pasien terhadap rasa
tubuh nyeri frekuensi
nyeri sehingga rasa nyeri
3. Pasien mampu NIC Label : Analgesic Ajarkan
melindungi area
pasien akan terasa berkurang
mempertahankan tanda administration penggunaan
nyeri,
misalnya latihan tarik nafas
tanda vital dalam 1. Mengetahui lokasi, teknik
melaporkan
dalam dan pengalihan seperti
rentang normal ( T = karakteristik, kualitas, dan relaksasi dan
nyeri secara
0 menonton TV atau
36,5-37,5 C, TD = derajat nyeri sebelum napas dalam
verbal.
mendengarkan musik.. Berikan
120/80 mmHg, RR = 16- memberikan pasien medikasi
7. Analgesik adalah zat-zat yang
2. Melakukan pengecekan medikasi
20x/menit, N = 60-100
mengurangi atau menghalau
terhadap riwayat alergi analgesic
x/menit )
3. Memilih analgesik yang sesuai rasa nyeri tanpa
atau kombinasikan analgesik menghilangkan kesadaran.
saat di resepkan analgesik Analgesik antiinflamasi
lebih dari satu diduga dapat bekerja
4. Memonitor tanda-tanda vital

15
sebelum dan setelah diberikan berdasarkan penghambatan
analgesik dengan satu kali sintesis prostaglandin
dosis atau tanda yang tidak (mediator nyeri)
8. Istirahat dapat membantu
biasa dicatat perawat
5. Mengevaluasi keefektian dari meningkatkan kondisi pasien
analgesik menjadi lebih baik sehingga
rasa nyeri dapat berkurang.

NIC Label : Analgesic


administration
1. Dapat menentukan medikasi
yang tepat agar tujuan tercapai
maksimal.
2. Mencegah terjadinya alergi
ketika pemberian medikasi.
3. Dapat mengoptimalkan
penggunaan analgesik dalam
upaya mengurangi skala nyeri
klien.
4. Mengetahui adanya perubahan
tanda-tanda vital sebelum dan
setelah diberikan analgesik
sehingga dapat menentukan
kondisi klien saat ini.

16
5. Untuk menentukan
keberlanjutan pemakaian
analgesik.
2 Ketidakefektifa Setelah diberikan asuhan Hemodynamic Regulation Hemodynamic Regulation S : Klien
Perfusi keperawatan selama ...x24 Auskultasi suara paru-paru
1. Sebagai indicator derajat
n mengatakan
untuk mengetahui adanya keadekuatan perfusi jaringan
Jaringan Perifer jam diharapkan klien dapat 2. Indicator keadaan umumm suhu
keabnormalan
berhubungan mengeluarkan sekresi yang pasien ektremitasny
Auskultasi suara jantung
dengan penyakit adekuat dengan kriteria Monitor dan catat detak 3. Meninggikan ekspansi paru a hangat
dan memaksimalkan O : Nadi klien
(anemia) hasil : jantung, irama, nadi
oksigenasi normal,
ditandai dengan NOC Label: Monitor nadi perifer, CRT, 4. Dispnea, gemeritik
Tissue Perfusion : temperature, dan warna CRT< detik,
nadi melemah, menunjukkan gangguan
Peripheral ektremitas jantung tekanan
perubahan
1. CRT < 2 detik Bila perlu tinggikan kepala 5. Memaksimalkan tranmisi O2 ke systolic dan
karakteristik
2. Suhu ektremitas normal klien dari tempat tidur jaringan diastolic
kulit, IMB < Monitor adanya edema perifer
3. Nadi ektremitas normal normal
0,90, waktu
A : Tujuan
4. Tekanan systolic dan
pengisian
tercapai
diastolic normal
kapiler >3 detik,
sebagian
paresthesia, P : Lanjutkan
warna kulit puct intervensi
saat elevasi.
3. Ketidakseimban Setelah dilakukan tindakan NIC Label : S:
Nutrition Management Nutrition Management
gan nutrisi keperawatan selama ...x 24 O:
1. Tanyakan apakah pasien 1. Alergi terhadap makanan
kurang dari jam, diharapkan kebutuhan Pasien

17
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, memiliki alergi terhadap menjadi indikator makanan memiliki
tubuh dengan kriteria hasil : makanan tertentu. apa saja yang boleh dan tidak keinginan
NOC Label :
berhubungan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi boleh dikonsumsi oleh pasien untuk makan
Appetite
dengan factor 1. Memiliki keinginan untuk menentukan jumlah dalam pemenuhan nutrisinya. dan memiliki
biologis untuk makan dan kalori dan nutrisi yang 2. menentukan metode diet yang keinginan
ditandai dengan memiliki keinginan dibutuhkan pasien. memenuhi asupan kalori dan terhadap
penurunan berat terhadap makanan 3. Anjurkan asupan kalori yang nutrisi yang optimal. makanan
tepat sesuai umur, aktivitas dan 3. Asupan kalori yang tepat Asupan
Nutritional Status
badan 20%,
1. Asupan nutrisi yang
nutrisi
kurang minat gaya hidup sesuai dengan umur, aktivitas
adekuat
adekuat
pada makanan, 2. Jumlah cairan dan 4. Sediakan makanan pilihan dan gaya hidup dapat
Jumlah
mual. makanan yang diterima yang disesuaikan dengan memenuhi intake nutrisi yang
cairan dan
sesuai dengan kebutuhan keinginan dan kondisi pasien. optimal.
makanan
tubuh pasien 5. Monitor jumlah nutrisi dan 4. Jenis makanan merupakan
3. Rasio berat badan dan yang
kandungan kalori. faktor yang mempengaruhi
tinggi badan dalam diterima
6. Berikan informasi tentang keinginan/nafsu makan
rentang normal (IMT sesuai
kebutuhan nutrisi. seseorang.
18,5-22,9) dengan
5. Jumlah asupan nutrisi dan
Hidration kebutuhan
Nutrition Therapy kandungan kalori harus tepat
1. Turgor kulit normal tubuh pasien
1. Lakukan pengkajian lengkap sesuai dengan kebutuhan Rasio berat
(cubitan kembali < 2
mengenai nutrisi klien. pasien. badan dan
detik)
2. Pilih suplemen nutrisi jika 6. Pasien dapat mengetahui tinggi badan
2. Membran mukosa
diperlukan. mengenai kebutuhan atau dalam
lembab

18
3. Intake dan output cairan Fluid Management kecukupan nutrisi yang harus rentang
seimbang 1. Pantau berat badan pasien di penuhi sehingga penting normal (IMT
setiap hari untuk memberikan informasi 18,5-22,9)
Turgor kulit
2. Pertahankan intake yang
normal
akurat dan catat output cairan Nutrition Therapy
(cubitan
3. Monitor status hidrasi 1. Mengetahui status nutrisi klien
kembali < 2
(membran mukosa lembab, sangat penting sehingga dapat
detik)
nadi normal (60-80 kali per melakukan intervensi yang
Membran
menit)) tepat.
mukosa
4. Berikan cairan apabila 2. Suplemen diberikan untuk
lembab
diperlukan meningkatkan asupan nutrisi Intake dan
5. Tingkatkan intake cairan pasien selain dari intake output cairan
peroral makanan. seimbang
6. Berikan cairan infus (melalui Fluid Management A:
IV) bila diperlukan 1. 60% berat tubuh
adalah Berdasarkan
volume cairan sehingga tujuan yang di
apabila pasien mengalami harapkan semua
kekurangan cairan
dapat tujuan tercapai
tercermin dari berat tubuh P:
pasien Pertahankan
2. Untuk menjaga keseimbangan kondisi klien
cairan tubuh dan mengetahui dengan

19
perkembangan cairan pasien intervensi baru
3. Status hidrasi mencerminkan khususnya
keseimbangan cairan di dalam dengan Health
tubuh Education
4. Pemberian cairan dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan
cairan pasien dan menjaga
keseimbangan cairan pasien
5. Pemberian cairan peroral
dapat meningkatkan intake
cairan untuk memenuhi
kebutuhan cairan pasien
6. Pemberian cairan infus dapat
dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan cairan yang tidak
mampu dipenuhi dengan
intake peroral
4. Intoleransi Setelah dilakukan asuhan NIC Label: S:
aktivitas keperawatan selama ......x24 Activity Therapy Activity Therapy O:
berhubungan jam klien dapat melaporkan 1. Kolaborasikan dengan Tenaga 1. Perencanaan program terapi Tanda tanda
dengan peningkatan aktivitas Rehabilitasi Medik dalam yang tepat bertujuan untuk vital dalam
ketidakseimban dengan kriteria hasil : merencanakan program terapi melatih dan meningkatkanbatas normal
gan antara NOC Label: yang tepat energy pasien secara bertahap Klien dapat

20
suplai dan Activity Tolerance 2. Bantu untuk memilih aktivitas sehingga nantinya dapat melakukan
kebutuhan 1. Tanda tanda vital konsisten yang sesuai dengan beraktivitas secara optimal aktivitas dan
2. Untuk menghindari pasien
oksigen ditandai dalam batas normal kemampuan fisik, psikologi istirahat
2. Klien dapat melakukan tidak melakukan aktivitas yang
dengan dan sosial. dengan
aktivitas dan istirahat 3. Fasilitasi aktivitas pengganti telah ditentukan
menyatakan tenang
3. Ketika aktivitas lain yang
dengan tenang ketika pasien memiliki Klien
merasa letih dan
3. Klien melakukan dilakukan menyebabkan
keterbatasan energi dan melakukan
lemah.
aktivitas sesuai dengan gangguan pada pasien
peningkatan frekuensi aktivitas
kemampuan misalnya sesak napas,bisa
pernapasan sesuai dengan
4. Klien tidak
4. Kaji pasien dan keluarga untuk dilakukan aktivitas lain yang
kemampuan
menunjukkan tanda
mengidentifikasi defisit lebih ringan yang tidak Klien tidak
tanda keletihan
aktivitas menimbulkan gangguan menunjukkan
Endurance 4. Untuk dapat menentukan
Energy management tanda tanda
1. Sesak napas tidak penyebab kelemahan yang
1. Monitor respons repirasi ketika keletihan
memburuk saat menyebabkan tidak
dapat Sesak napas
beraktivtas
beraktivitas normal 2. Pilih intervensi yang tepat melakukan aktivitas secara tidak
untuk mengatasi penyebab optimal dan dapat membenahi memburuk
kelemahan, berikan intervensi kausa saat
farmakologi dan non- beraktivitas
Energy management
farmakologi normal
3. Batasi stimulasi lingkungan 1. Untuk mengetahui
A:
yang dapat mengganggu waktu perkembangan kondisi pasien
Berdasarkan
istirahat pasien saat beraktivitas
2. Kelemahan dapat teratasi tujuan yang di

21
apabila etiologi kelemahan itu harapkan semua
teratasi. Untuk mengatasi tujuan tercapai
kelemahan, dapat dilakukan P:
intervensi nonfarmakologi dan Pertahankan
berkolaborasi dengan dokter kondisi klien
menggunakan intervensi dengan
farmakologi apabila intervensi baru
kelemahan tidak segera khususnya
teratasi menggunakan teknik dengan Health
nonfarmakologi Education
3. Kondisi lingkungan yang
tenang dapat menunjang
peningkatan istirahat dan tidur
pasien sehingga pasien dapat
beristirahat dengan tenang dan
nyaman dengan begitu
pemulihan energi dapat
dicapai.
5. Defisiensi Setelah diberikan asuhan NIC Label : Teaching Disease NIC Label : Teaching Disease S : Klien
pengetahuan keperawatan selamax 24 Process Process mengatakan
1. Nilai pengetahuan klien
Defisiensi jam diharapkan 1. Dengan Menggali level sudah lebih
sekarang tentang spesifik
pengetahuan pengetahuan klien pengetahuan mengenai penyakit nyaman
proses penyakitnya
berhubungan bertambah dengan criteria kepada pasien, perawat dapat karena sudah
2. Jelaskan tentang patofisiologi

22
dengan kurang hasil : penyakit dan ceritakan melakukan intervensi yang tepat mengetahui
NOC Label : Knowledge :
pajanan anatomi dan fisiologinya 2. Dengan menjelaskan mengenai tentang
disease process
terhadap secara tepat patofisiologi penyakit dan penyakitnya
Klien mengetahui 3. Tanyakan pengetahuan klien O: Klien dapat
informasi manifestasi klinis nya,
spesifik penyakitnya tentang kondisinya menjelaskan
ditandai merasa Klien mengetahui faktor diharapkan pasien tidak bingung
4. Mengakui adanya
tentang
khawatir penyebab penyakitnya lagi mengenai penyakitnya
pengetahuan klien tentang
Klien mengetahui tanda faktor
terhadap
kondisinya
dan gejala penyakitnya penyebab,
perubahan 5. Gambarkan tanda dan gejala
tanda dan
status kesehatan yang biasa dari penyakit
gejala
secara tepat
6. Gali kemampuan klien untuk penyakitnya
A : Tujuan
memanage gejalanya
7. Gambarkan proses penyakit tercapai
secara tepat sebagian
8. Diskusikan untuk memilih P : Lanjutkan
terapy/perawatan intervensi

6. PK: Anemia Setelah diberikan asuhan NIC Label : Blood product NIC Label : Blood product S : Klien
keperawatan selama ...x24 Administration Administration mengatakan
jam diharapkan klien dapat 1. Pantau tanda dan
gejala 1. Mengetahui keadaan pasien pusing sudah
mengeluarkan sekresi yang anemia yang terjadi dan tingkat keparahan anemia berkurang
2. Menjelaskan kepada klien dan yang dialami O : Tekanan
adekuat dengan kriteria
keluarga tentang tanda dan 2. Agar dapat segera melaporkan darah klien
hasil : kepada perawat jika terjadi
gejala dari reaksi transfuse normal
NOC Label : reaksi transfuse dan A : Tujuan

23
blood coagulation (gatal, pusing, sesak napas, mendapatkan penanganan tercapai
1. Hemoglobin dalam dan nyeri dada) segera sebagian
3. Mamantau vital signs 3. Tanda tanda vital menjadi P : Lanjutkan
rentang normal
(tekanan darah, suhu, nadi, bandingan untuk temuan intervensi
Circulation Status abnormal
pernapasan) 4. Mengetahui adanya riwayat
1. Tekanan darah sistolik
4. Kaji adanya riwayat transfusi
klien kembali normal 5. Memantau reaksi transfuse reaksi alergi saat transfusi
5. Untuk mengetahui adanya
yaitu 120 mmHg yang diberikan
reaksi alergi
2. Tekanan darah diastolic 6. Hentikan transfuse jika terjadi
6. Mencegah terjadinya keadaan
klien kembali normal reaksi alergi yang lebih parah
yaitu 80 mmHg
3. CRT>2 detik

24
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. 2006. HematologiKlinikRingkas. Jakarta : EGC


Bulechek, G.M., Butcher, H.W., Dochterman, J.M., & Wagner C.M. 2013. Nursing Intervention
Classification (NIC) Sixth Edition. St Louis: Elsevier
Handayani, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika
Herdman, T. H. Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &
Classifications, 2015-2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Mansjoer S, Suprohaita., Wardhani, W., Setiowulan, W. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid
II. Jakarta: Media Aesculapius.
Morrhead, S., Johnson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. 2008. Nursing outcomes classification
(NOC) (5th edition). St.Louis: Mosby Elsevie.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Pedersen GW. 1987. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa. Purwanto, Basoeseno. Jakarta :
EGC
Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzzane C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 1.
Jakarta: ECG
Sulistyo A. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.
Jakarta: Salemba Medika. hal 48-88.
Weiss G. and Goodnough, 2005, Anemia of Chronic Disease, download from www.nejm.org on
November 2011
WHO, 2011. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010.
http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report_chapter1.pdf

25

Você também pode gostar