Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ABSTRAK
Pelepasan emisi karbon yang berlebihan dihasilkan dari penggunaan kendaraan
bermotor, pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas industri, pembakaran sampah plastik
dan kebakaran hutan yang saat ini terjadi di Indonesia. Data Sign Smart yang didapatkan
lewat pengukuran emisi dari 514 kabupaten/kota di 34 provinsi itu mengungkap, pada
tahun 2000, emisi karbon dioksida dari batubara masih 444.738 ton, tetapi pada tahun
2013 mencapai 2.290.082 ton, ini menunjukkan peningkatan emisi yang pesat. Proses
diplomasi tidak semata hanya berbicara dalam konteks kepentingan nasional, akan
tetapi lebih luas melihat bagaimana proses diplomasi juga meref leksikan kemampuan
mengkomunikasikan kondisi global ke dalam konteks domestik, dan begitu juga
sebalikanya memperjuangkan kepentingan dan kebutuhan domestik dalam ranah
rezim internasional perubahan iklim. Dengan demikian, hubungan antara faktor
domestik (lokal) dengan kondisi global/ internasional bisa tercermin dalam kebijakan-
kebijakan yang dihasilkan (win-set). Lebih lanjut, implementasi kebijakan perubahan
iklim global pada level domestik akan lebih acceptable dan populis karena kebijakan
yang dirumuskan tidak lagi bersifat parsial melainkan bersifat menyeluruh
(komprehensif) yang merefleksikan kebutuahan dari berbagai sektor dan level.
1.1. Pendahuluan
Perubahan iklim ditandai dengan (nationalgeographic.co.id).
pelepasan emisi karbon ke atmosfer Komitmen Indonesia dalam
secara berlebihan. Pelepasan emisi menanggulangi isu perubahan iklim
karbon yang berlebihan dihasilkan dari global ditandai dengan meratifikasi
penggunaan kendaraan bermotor, keanggotaannya dalam The United
pembakaran bahan bakar fosil, aktivitas
Nations Framework Convention on
industri, pembakaran sampah plastik dan
Climate Change ( UNFCCC) melalui
kebakaran hutan yang saat ini terjadi di
Indonesia (mangrovemagz.com). Undang Undang No. 6 Tahun 1994 dan
Data Sign Smart yang didapatkan juga telah meratifikasi skema kebijakan
lewat pengukuran emisi dari 514 dalam Protokol Kyoto melalui UU no.
kabupaten/kota di 34 provinsi itu 17/2004 (Apriwan, 2010). Keberlanjutan
mengungkap, pada tahun 2000, emisi dari Skema Protokol Kyoto di atas akan
karbon dioksida dari batubara masih diperbaharui pada 2012, dan Skema
444.738 ton, tetapi pada tahun 2013 pengurangan emisi dan deforestasi dan
mencapai 2.290.082 ton, ini menunjukkan
degradasi hutan (REDD) dipromosikan
peningkatan emisi yang pesat.
UNIVERSITAS RIAU 2015, Teknik Lingkungan S1
sebagai salah satu skema yang akan (berdasarkan skenario Business As Usual-
dijadikan penerus skema pengurangan BAU) menjadi 41 % dengan bantuan
emisi gas rumah kaca bagi negara - negara negara-negara industry maju pada tahun
berkembang. Skema ini bertujuan untuk 2040 (Purwanto, Sartika dan
Rahman,2010: 2).
memberi harga pada karbon yang bisa
Akan tetapi masih banyak pro dan
diserap hutan dan yang bisa ditahan jika
kontra terkait kesiapan di tingkat lokal
terjadi penebangan hutan. Sederhananya
maupun nasional. Dimana, adanya
skema REDD memberikan insentif kepada
keprihatinan bahwa skema REDD hanya
negara-negara pemilik hutan tropis untuk
memprioritaskan, kepentingan
menjaga dan tidak mengekploitasi
konservasi dan menguatkan kontrol
hutannya untuk kepentingan ekonomi
negara/global terhadap pemanfaatan
(Ica, 2010: 55).
pengelolaan hutan. Sementara isu
Kondisi ini memungkinkan bagi pihak
pengentasan kemiskinan, bagi
negara maju untuk membeli karbon ke
masyarakat yang hidupnya bergantung
negara-negara berkembang melalui
pada hutan,termasuk masyarakat adat,
produksi hutan mereka. Dengan
justru tidak mendapatkan porsi yang
membayar Oksigen yang dihasilkan oleh
seimbang. Muncul keprihatinan lebih
hutan negara-negara berkembang,
dalam mengingat bahwa skema REDD
negara-negara maju tidak harus
yang didanai oleh institusi yang
menurunkan produksi emisi karbon,
dikontrol oleh negara maju (seperti
tetapi bisa diganti dengan mekanisme
Bank Dunia), atau sektor swasta
perdagangan karbon melalui skema REDD
(melalui pasar karbon) hanya akan
tersebut.
melayani kepentingan negara-negara
Indonesia sebagai negara
dan perusahaan itu, daripada penduduk
berkembang cukup proaktif untuk
berpartisipasi dalam skema terakhir ini. yang tinggal dan bergantung pada hutan
Dengan luas hutan sekitar 144 juta demi keberlansungan kehidupan mereka
hektar dan merupakan negara yang (Keadilan Iklim dan Penghidupan yang
memiliki hutan tropis terluas ketiga di Berkelanjutan, 2008).
dunia, Indonesia merupakan pasar yang
potensial dalam penerapan skema REDD 2.1. Pembahasan
tersebut. Partisipasi Indonesia ini terlihat Putnam (1988), menawarkan sebuah
dari aktifnya Indonesia mempromosikan
kerangka atau model yang reliable untuk
skema REDD ini disetiap pertemuan
menjembatani faktor domestik dan
UNFCCC mulai dari COP 13 Bali 2007
sampai pada COP 15 Copenhagen 2009. internasional atau faktor internal dan
Komitmen Indonesia ini juga tercermin eksternal dengan pendekatan two level
dari pernyataan Presiden Susilo Bambang games, konsep ini menjelaskan
Yudhoyono pada COP 15, bahwa bagaimana faktor domestik suatu negara
Indonesia optimis untuk menurunkan sangat menentukan keberhasilan politik
GHG Emission nya dari 26 % luar negeri mereka di tengah konstelasi
UNIVERSITAS RIAU 2015, Teknik Lingkungan S1
Karbon.http://mangrovemagz.com/in
dex.php/berita-mangrove/opini/238-
gagasan-hutan- mangrove-dalam-
menangani-emisi-karbon
Padang Ekspres. 20 April 2011.
Perdagangan Karbon Ditunda.
(Online),
(http://unfccc.int/essential_backgrou
nd/feeling_the_heat/items/
2917.php, diakses 10 Juni 2009).