Você está na página 1de 9

Asuhan keperawatan Hepatitis B

HEPATITIS B DAN ASUHAN KEPERAWATANNYA

Disusun oleh:
Winda ardiniati
A/KP/VI
04.07.1605

Definisi
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh "Virus Hepatitis B" (VHB), suatu
anggota famili Hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun yang
pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosi hati atau kanker hati. Mula-mula dikenal
sebagai "serum hepatitis" dan telah menjadi epidemi pada sebagian Asia dan Afrika. Hepatitis B
telah menjadi endemik di Tiongkok dan berbagai negara Asia.

Etiologi
Penyebab Hepatitis ternyata tak semata-mata virus. Keracunan obat, dan paparan berbagai
macam zat kimia seperti karbon tetraklorida, chlorpromazine, chloroform, arsen, fosfor, dan zat-
zat lain yang digunakan sebagai obat dalam industri modern, bisa juga menyebabkan Hepatitis.
Zat-zat kimia ini mungkin saja tertelan, terhirup atau diserap melalui kulit penderita.
Menetralkan suatu racun yang beredar di dalam darah adalah pekerjaan hati. Jika banyak sekali
zat kimia beracun yang masuk ke dalam tubuh, hati bisa saja rusak sehingga tidak dapat lagi
menetralkan racun-racun lain.

Tanda dan Gejala

1.Masa tunas
Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari)

2.Fase Pre Ikterik


Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7
hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati)
dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek
terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing,
nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B.

3.Fase Ikterik
Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan
bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap
dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh badan,
rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.

4.Fase penyembuhan
Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul
bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine
tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.

Patofisiologi

Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh
reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar
disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem
imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien
yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.

Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan
peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran
kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum
mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati
dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut
didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak
sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel
ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek),
maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul
disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi
bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena
bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin
terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan
menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

Diagnosis
Dibandingkan virus HIV, virus Hepatitis B (HBV) seratus kali lebih ganas (infectious), dan
sepuluh kali lebih banyak (sering) menularkan. Kebanyakan gejala Hepatitis B tidak nyata.
Hepatitis B kronis merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi
virus Hepatitis B persisten. Hepatitis B kronis ditandai dengan HBsAg positif (> 6 bulan) di
dalam serum, tingginya kadar HBV DNA dan berlangsungnya proses nekroinflamasi kronis hati.
Carrier HBsAg inaktif diartikan sebagai infeksi HBV persisten hati tanpa nekroinflamasi.
Sedangkan Hepatitis B kronis eksaserbasi adalah keadaan klinis yang ditandai dengan
peningkatan intermiten ALT>10 kali batas atas nilai normal (BANN). Diagnosis infeksi
Hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi, biokimiawi dan
histologi. Secara serologi, pemeriksaan yang dianjurkan untuk diagnosis dan evaluasi infeksi
Hepatitis B kronis adalah: HBsAg, HBeAg, anti HBe dan HBV DNA (4,5). Pemeriksaan
virologi, dilakukan untuk mengukur jumlah HBV DNA serum sangat penting karena dapat
menggambarkan tingkat replikasi virus. Pemeriksaan biokimiawi yang penting untuk
menentukan keputusan terapi adalah kadar ALT. Peningkatan kadar ALT menggambarkan
adanya aktivitas kroinflamasi. Oleh karena itu pemeriksaan ini dipertimbangkan sebagai prediksi
gambaran histologi. Pasien dengan kadar ALT yang menunjukkan proses nekroinflamasi yang
lebih berat dibandingkan pada ALT yang normal. Pasien dengan kadar ALT normal memiliki
respon serologi yang kurang baik pada terapi antiviral. Oleh sebab itu pasien dengan kadar ALT
normal dipertimbangkan untuk tidak diterapi, kecuali bila hasil pemeriksaan histologi
menunjukkan proses nekroinflamasi aktif. Sedangkan tujuan pemeriksaan histologi adalah untuk
menilai tingkat kerusakan hati, menyisihkan diagnosis penyakit hati lain, prognosis dan
menentukan manajemen anti viral.
Pada umumnya, gejala penyakit Hepatitis B ringan. Gejala tersebut dapat berupa selera makan
hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan, kadang-kadang disertai
nyeri sendi dan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan timbul gejala utama
seperti bagian putih pada mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni
berwarna seperti teh.
Ada 3 kemungkinan tanggapan kekebalan yang diberikan oleh tubuh terhadap virus Hepatitis B
pasca periode akut. Kemungkinan pertama, jika tanggapan kekebalan tubuh adekuat maka akan
terjadi pembersihan virus, pasien sembuh. Kedua, jika tanggapan kekebalan tubuh lemah maka
pasien tersebut akan menjadi carrier inaktif. Ketiga, jika tanggapan tubuh bersifat intermediate
(antara dua hal di atas) maka penyakit terus berkembang menjadi hepatitis B kronis.
Penularan
Hepatitis B merupakan bentuk Hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis
lainnya. Penderita Hepatitis B bisa terjadi pada setiap orang dari semua golongan umur.Ada
beberapa hal yang dapat menyebabkan virus Hepatitis B ini menular.
Secara vertikal, cara penularan vertikal terjadi dari Ibu yang mengidap virus Hepatitis B kepada
bayi yang dilahirkan yaitu pada saat persalinan atau segera setelah persalinan.
Secara horisontal, dapat terjadi akibat penggunaan alat suntik yang tercemar, tindik telinga, tusuk
jarum, transfusi darah, penggunaan pisau cukur dan sikat gigi secara bersama-sama serta
hubungan seksual dengan penderita.
Sebagai antisipasi, biasanya terhadap darah-darah yang diterima dari pendonor akan di tes
terlebih dulu apakah darah yang diterima reaktif terhadap Hepatitis, Sipilis dan HIV.
Sesungguhnya, tidak semua yang positif Hepatitis B perlu ditakuti. Dari hasil pemeriksaan darah,
dapat terungkap apakah ada riwayat pernah kena dan sekarang sudah kebal, atau bahkan virusnya
sudah tidak ada. Bagi pasangan yang hendak menikah, tidak ada salahnya untuk memeriksakan
pasangannya untuk menenularan penyakit ini.

Perawatan
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan
sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh
kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-
bulan dengan diet dan istirahat yang baik.
Hepatitis B akut umumnya sembuh, hanya 10% menjadi Hepatitis B kronik (menahun) dan dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Saat ini ada beberapa perawatan yang dapat
dilakukan untuk Hepatitis B kronis yang dapat meningkatkan kesempatan bagi seorang penderita
penyakit ini. Perawatannya tersedia dalam bentuk antiviral seperti lamivudine dan adefovir dan
modulator sistem kebal seperti Interferon Alfa ( Uniferon).Selain itu, ada juga pengobatan
tradisional yang dapat dilakukan. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk
mencegah dan membantu pengobatan Hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai
hepatoprotektor, yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga
bersifat anti radang, kolagogum dan khloretik, yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati.
Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan Hepatitis, antara lain
yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis
paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut/mirten, jamur kayu/lingzhi (Ganoderma
lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa),
pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda
citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).

Pemeriksaan Diagnostik
1.Laboratorium

a.Pemeriksaan pigmen
- urobilirubin direk
- bilirubun serum total
- bilirubin urine
- urobilinogen urine
- urobilinogen feses

b.Pemeriksaan protein
- protein totel serum
- albumin serum
- globulin serum
- HbsAG

c. Waktu protombin
- respon waktu protombin terhadap vitamin K
d. Pemeriksaan serum transferase dan transaminase
- AST atau SGOT
- ALT atau SGPT
- LDH
- Amonia serum

2. Radiologi
- foto rontgen abdomen
- pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel radioaktif
- kolestogram dan kalangiogram
- arteriografi pembuluh darah seliaka
3.Pemeriksaan tambahan
- laparoskopi
- biopsi hati

Komplikasi
Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia
serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan
paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak
ditemukan pada alkoholik.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati

1.Aktivitas
- Kelemahan
- Kelelahan
- Malaise

2. Sirkulasi
- Bradikardi ( hiperbilirubin berat )
- Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa

3. Eliminasi
- Urine gelap
- Diare feses warna tanah liat

4. Makanan dan Cairan


- Anoreksia
- Berat badan menurun
- Mual dan muntah
- Peningkatan oedema
- Asites/Acites

5. Neurosensori
- Peka terhadap rangsang
- Cenderung tidur
- Letargi
- Asteriksis

6. Nyeri / Kenyamanan
- Kram abdomen
- Nyeri tekan pada kuadran kanan
- Mialgia
- Atralgia
- Sakit kepala
- Gatal ( pruritus )

7. Keamanan
- Demam
- Urtikaria
- Lesi makulopopuler
- Eritema
- Splenomegali
- Pembesaran nodus servikal posterior

8. Seksualitas
- Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman
di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar
4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu
6. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus

C. INTERVENSI

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman
di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah.

Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
Intervensi :
a.Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan
R/keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan
b.Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi
paling sering
R/adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan
kapasitasnya.
c.Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan
R/akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang
menurunkan nafsu makan.
d.Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan
e.Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit
untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
2.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami
inflamasi hati dan bendungan vena porta.

Hasil yang diharapkan :


Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan,
menangis intensitas dan lokasinya)
intervensi :
a.Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas
nyeri
R/nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat
peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan
kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri.
b.Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri
- Akui adanya nyeri
- Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami
nyeri
c.Berikan informasi akurat dan
- Jelaskan penyebab nyeri
- Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya
akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat
penjelasan)
d. Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri.

3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap
inflamasi hepar.

Hasil yang diharapkan :


Tidak terjadi peningkatan suhu
intervensi:
a. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi
b. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk
mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
d. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan
mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.

4. Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis


intervensi :
a. Jelaskan sebab-sebab keletihan individu
R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang
b. Sarankan klien untuk tirah baring
R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat
digunakan untuk penyembuhan penyakit.
c. Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan
minat-minat
R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan
meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting
d. Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu
kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan
R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan
keletihan
e. Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik
relaksasi)
R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder
terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu

Hasil yang diharapkan :


Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
Intervensi :
a. Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering
- Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin)
- Keringkan kulit, jaringan digosok
R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf
b. Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan
kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal
R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui
vasodilatasi
c. Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area
pruritus untuk tujuan menggaruk
R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus
d. Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin
R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan

6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites
penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret.

Hasil yang diharapkan :


Pola nafas adekuat

Intervensi :
a. Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan
R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam
abdomen
b. Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
c. Berikan posisi semi fowler
R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan
ukuran sekret
d. Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif
R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
e. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia

7. Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus
Hasil yang diharapkan :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
a. Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua
cairan tubuh
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen
- Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh
- Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup
kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun
R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis
b. Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk
membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi
R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan
mencegah transmisi penyakit
c.Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain
dan petugas pelayanan kesehatan.
R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi
d. Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat
R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang
lain terinfeksi

DAFTAR PUSTAKA
http://teguhsubianto.blogspot.com
Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta.
Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta.
Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung.
Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta

Você também pode gostar