Você está na página 1de 10

Penggunaan Model Pembelajaran discovery learning Sebagai Upaya

Meningkatkan Kemampuan Memahami Unsur Kebahasaan Teks Cerita


Moral/Fabel
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII SMPN 9 Kota Tasikmalaya)

Anggi Rahmat Ginanjar 1)


Prof. Dr. H Dedi Heryadi.Mpd2)
Hj. Iis Lisnawati, Mpd3)

Anggi Rahmat Ginanjar. 2014. The use of discovery learning Learning Model
For Understanding Ability to Increase Text Linguistic Elements of Moral Stories
/ Fables "(Classroom Action Research In Class VIII students SMP 9
Tasikmalaya) Study Program Indonesian Language and Literature. Faculty of
Teacher Training and Education. Siliwangi University Tasikmalaya.
The ability to understand the language of text elements on a moral story / fable is a
must-have basic competencies of students. Reality on the ground shows that there are
many students who are not able to understand the elements of the text kebahsaan
moral story / fable. The formulation of this research is the discovery learning learning
model can improve the ability to understand the language element text moral story /
fable in class VIII SMP 9 Tasikmalaya 2014/2015 school year.
This study aims to determine whether or not learning discovery learning method
increases the ability to understand the language elements of moral narrative text /
fabel.Metode this research is a class act. The research model used in this study were
(1) observation, (2) engineering test, and (3) interview techniques.
Change and improvement of students' ability to understand the language element text
moral story / fable can be seen through the value of the process and outcomes of
student learning, the learning process of students in the first cycle of the activity
Students are inactive about 10 people (27.77%), students who are less active
amounted to 22 people (61.11%), students who are not serious about 10 people
(27.77%), students who are less bersunggung really 25 people (69.44%). Of the
participation of students who did not participate 8 people (22.22%), which is enough
to participate 22 people (61.11%). The learning process of students in the second
cycle is of the seriousness of students who earnestly 22 people (61.11%). Of the
active involvement of the student 22 people (61.11%) ,. Of the participation of
students who participated 21 people (58.33%).
In the first cycle of the acquisition of student learning outcomes is 54.33 with 11
percent of students scored 42.85 (30.55%), 10 students received a score of 50
(27.77%) who have not yet reached KKM. Student learning outcomes increase in
cycle II all students have reached KKM (100%).
Based on these data, the formulation of the problem and action hypothesis in this
study can be verified. That is, learning discovry learning model used in the teaching
of writing can improve the ability to understand the language element text moral story
/ fable in eighth grade students of SMP Negeri 9 Tasikmalaya academic year
2014/2015?

ABSTRAK

Anggi Rahmat Ginanjar . 2014. Penggunaan Model Pembelajaran


discovery learning Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan
Memahami Unsur Kebahasaan Teks Cerita Moral/Fabel (Penelitian
Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas VIII SMPN 9 Kota Tasikmalaya)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Siliwangi Tasikmalaya.
Kemampuan memahami unsur teks kebahasaan pada cerita moral /fabel
merupakan kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang tidak mampu memahami unsur
kebahsaan teks cerita moral/fabel. Rumusan masalah penelitian ini adalah dapatkah
model pembelajaran discovery learning meningkatkan kemampuan memahami unsur
kebahasaan teks cerita moral/fabel pada siswa kelas VIII SMPN 9 Kota Tasikmalaya
tahun ajaran 2014/2015.
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dapat tidaknya metode
pembelajaran discovery learning meningkatkan kemampuan memahami unsur
kebahasaan teks cerita moral/fabel.Metode penelitian ini adalah metode tindakan
kelas. Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah (1) teknik
observasi, (2) teknik tes, dan (3) teknik wawancara.
Perubahan dan peningkatan kemampuan siswa memahami unsur kebahasaan
teks cerita moral/fabel dapat diketahui melalui nilai proses dan hasil belajar siswa,
proses belajar siswa pada siklus I adalah dari keaktifan Siswa yang tidak aktif
berjumlah 10 orang (27,77%), siswa yang kurang aktif berjumlah 22 orang (61,11%),
siswa yang tidak bersungguh-sungguh 10 orang (27,77 %), siswa yang kurang
bersunggung-sungguh 25 orang (69,44 %). Dari partisipasi siswa yang tidak
berpartisipasi 8 orang (22,22 %), yang cukup berpartisipasi 22 orang (61,11 %).
Proses belajar siswa pada siklus II adalah dari kesungguhan siswa yang bersungguh-
sungguh 22 orang (61,11 %). Dari keaktifan siswa yang aktif 22 orang (61,11 %),.
Dari partisipasi siswa yang berpartisipasi 21 orang (58,33 %).
Pada siklus 1 perolehan hasil belajar siswa adalah 54,33 dengan persentase 11
siswa mendapat nilai 42,85 (30,55%), 10 siswa mendapat nilai 50 (27,77 %) yang
belum mencapai KKM. Hasil pembelajaran siswa meningkat pada siklus ke II semua
siswa telah mencapai KKM (100%).
Berdasarkan data tersebut, maka rumusan masalah dan hipotesis tindakan
dalam penelitian ini dapat dibuktikan kebenarannya. Artinya, model pembelajaran
discovry learning yang digunakan dalam pembelajaran menulis dapat meningkatkan
kemampuan memahami unsur kebahasaan teks cerita moral/fabel pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 9 kota Tasikmalaya tahun ajaran 2014/2015 ?

A. Latar Belakang Masalah

Penulis menyadari bahwa informasi sangat diperlukan manusia untuk dapat

mengimbangi kehidupan di zaman yang serba modern ini. Terlebih informasi-

informasi yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.Informasi tidak hanya dapat

disampaikan melalui bahasa lisan tetapi juga dapat disampaikan melalui bahasa tulis.
Informasi yang disampaikan dalam bentuk tulis disebut dengan teks. Terdapat

berbagai teks yang memuat cerita fiksi dan di dalamnya terdapat pesan moral yang

dapat diambil, di antaranya teks cerpen dan fabel. Melalui kegiatan membaca

berbagai teks tersebut, pembaca akan mendapatkan berbagai informasi sekaligus

pesan moral yang terkandung di dalam teks tersebut.


Uraian diatas mengisyaratkan bahwa membaca teks memiliki peran penting

bagi pembaca. Karena itu membaca teks dijadikan kemampuan yang harus dimiliki

siswa kelas VIII khususnya untuk memahami kebahasaan. Meskipun demikian,

dilapangan masih banyak siswa yang belum memahami unsur kebahasaan.


Penulis juga mewawancarai salah seorang guru Bahasa Indonesia yang

mengajar di kelas VIII SMP Negeri 9 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2014/2015

bernama Bapak Marsetyo Beliau mengungkapkan bahwa ketika siswa diberi tugas
menganalisis unsur kebahasaan pada teks cerita moral/fabel ternyata masih tergolong

kedalam kategori kurang.


Berdasarkan hasil wawancara tersebut, penulis memastikan bahwa

permasalahan berasal dari ketidakmampuan siswa dalam menganalisis unsur

kebahasaan dalam teks cerita moral/fabel dengan tepat. Selain itu dilihat dari adanya

transisi kurikulum, yaitu dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi

Kurikulum 2013.
Berdasarkan permasalahan diatas penulis melakukan penelitian yang hasilnya

penulis wujudkan dalam bentuk karya tulis ilmiah yang berjudul Penggunaan Model

Pembelajaran Penemuan Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Memahami

Unsur Kebahasaan Teks Cerita Moral/Fabel (PTK Pada Siswa Kelas VIII SMPN 9

Kota Tasikmalaya)

A. Kajian Teoretis

1. Pembelajaran Teks Cerita Moral/Fabel Kurikulum 2013

Pembelajaran bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum baru, yaitu Kurikulum

2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya yaitu Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Perbedaan tersebut terlihat dengan adanya perubahan yaitu

diharapkan oleh pemerintah bahkan semua pihak tentunya. Salah satu perbedaan

tersebut dapat dilihat dari tujuan kuriulum 2013 yakni membentuk insan Indonesia

yang unggul dalam berbagai aspek, sedangkan KTSP memiliki tujuan agar siswa

mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan menggunakan bahasa

Indonesia yang baik dan benar.


Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa

masa kini dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013

dikembangkan berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk

membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangn dasar bagi kehidupan bangsa

yang lebih baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa

depan selalu menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa

kurikuum adalah rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi

muda bangsa.
Dengan demikian tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas

utama suatu kurikuum. Untuk mempersiapkan kehidupan asa kini dan masa depan

peserta didik. Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang

memberikan kesempatan luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang

diperlukan bagi kehidupan di masa kini dan masa depan, sehingga terciptalah pada

suatu waktu bersamaan tetap mengembangkan kemampuan mereka sebagai pewaris

budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap permasalahan masyarakat dan bangsa

masa kini.
Hal diatas mengandung arti bahwa dengan menetapkan kurikulum 2013 pada

pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu menghasilkan insan Indonesia

yang unggul dalam berbagai aspek. Misalnya, siswa yang belajar bahasa Indonesia

akan memiliki kemampuan dalam berbahasa baik secara lisan maupu tulisan dan

menerapkannya dalam kehidupan nyata serta mampu mengaitkan dengan bidang-

bidang ilmu yang lai. Berikut penulis jelaskan yang menjadi karakteristik

pembelajaran berdasarkan Kurikulum 2013.


A. Metode Penelitian

Heryadi (2010:42) menjelaskan, metode penelitian adalah cara melaksanakan

penelitian yang telah direncanakan berdasarkan pendekatan yang dianut, sesuai.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,

metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode Penelitian Tindakan Kelas

(PTK). Menurut Arikunto (2009:3) Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu

pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja

dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama.


Ada sebuah batasan tentang PTK yang berbunyi penlitian tindakan sebagai

sebuah proses investigasi terkendali yang siklis dan bersifat reflektif dan mandiri,

yang memiliki tujuan untuk melakukan perbaikan-perbaikan terhadap sistem, cara

kerja, proses, isi, kompetensi, atau isi (depdiknas dalam Heryadi, 2010:57)
Metode penelitian tindakan kelas yang penulis laksanakan dalam penelitian ini

terdiri atas beberapa tahap yaitu, tahapan perencanaan tindakan planning, penerapan

tindakan action, mengobservasi dan mengevaluasi proses dan hasil tindakan

observational evaluation, melakukan refleksi reflection dan seterusnya sampai

dicapai kualitas pembelajaran dan hasil belajar yang diinginkan (Depdiknas dalam

Heryadi, 2010:58),
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, penulis menyimpulkan bahwa metode

penelitian ini merupakan tolak ukur atau titik tolak yang sangat penting dalam sebuah

penelitian dengan menggunakanan pendekatan. Penulis dalam penelitian ini

menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tujuan agar proses

penelitian dalam pembelajaran menuju kea rah yang lebih baik.


Langkah-langkah yang dapat dilalui dalam melaksanakan Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) menurut Heryadi (2010:64) sebagai berikut.

Langkah-langkah melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

B. Pembahasan

1. Proses Siklus satu

Perolehan nilai rata-rata proses belajar siswa pada siklus I masih rendah. Agar

lebih jelas, penulis akan mempresentasekan perolehan nilai proses belajar siswa di

atas sebagai berikut. Siswa yang tidak aktit berjumlah 10 orang (27,77%), siswa yang

kurang aktif berjumlah 22 orang (61,11%), dan siswa yang aktif berjumlah 4 orang

(11,11%). Kemudian siswa yang tidak bersungguh-sungguh berjumlah 10 orang


().Kemudian siswa yang kurang bersungguh-sungguh berjumlah 25 (), siswa yang

bersungguh-sungguh berjumlah 1 orang (). yang tidak berpartisifasiberjumlah 8 orang

(22,22%), yang kurang berpartisifasi berjumlah 22 orang (61,11%).Kemudian siswa

berpartisipasi berjumlah 6orang (16,66%).

2. Perolehan hasil belajar

nilai rata-rata yang diperoleh masih rendah, yaitu 54,33 Sehingga perolehan nilai

hasil belajar memahami unsur kebahasaan teks cerita moral/fabel dengan

menggunakan model pembelajaran discovery learning belum mencapai pada hasil

yang memuaskan, sebab masih ada siswa yang belum mencapai Kriteria

Ketuntasan Minimum (KKM).

Perolehan hasil belajar pada siklus I ini penulis persentasekan sebagai berikut.

Siswa yang mendapat nilai 30 berjumlah 11 orang (30,55%). Siswa yang mendapat

nilai 35 berjumlah 10 orang (27,77%). Siswa yang mendapat niali 40 berjumlah 4

orang (11,11%), siswa yang mendapat nilai 45 berjumlah 5 orang (13,88%), siswa

yang mendapatkan nilai 50 berjumlah 5 orang (13,88%), dan siswa yang

mendapatkan nilai 55 berjumlah 1 orang (2,77%).

1. Proses siklus II

Perolehan nilai rata-rata proses belajar siswa pada siklus II menunjukan

Peningkatan Agar lebih jelas, penulis akan mempersentasekan perolehan nilai

proses belajar siswa di atas sebagai berikut. Siswa yang aktit berjumlah 22 siswa
(61,11%), yangbersungguh-sungguh berjumlah 22 siswa (61,11%), dan siswa

yang berpartisipasi berjumlah 21 siswa (58,33%).

Perolehan hasil belajar

Nilai rata-rata perolehan hasil belajar siswa pada siklus II, yaitu 74,77. Hal

tersebut membuktikan bahwa pembelajaran padasiklus II mengalami penimngkatan

dari pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus I. untuk memperoleh

gambaran yang lenih jelas, perolehan nilai hasil belajar siswa tersebut akan penulis

persentasekan sebagai berikut. Siswa yang mendapat nilai 71,42 berjumlah 23 orang

(25%). Siswa yang mendapat nilai 78,57 berjumlah 9 orang (8,33%), dan siswa yang

mendapatniali 85,71 berjumlah 4 orang (41,66%).

Penjabaran perolehan nilai hasil belajar siswa di atas menunjukan bahwa pada

siklus II ini siswakelas VII SMP Negeri 9 Kota Tasikmalaya tahun ajaran 2014/2015,

dalammemahami unsur kebahasaan teks cerita moral/fabel, seluruhnya telah lulus

atau mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), yaitu sebanyak 36 siswa.

Gambar 4.1
Grafik Nilai Hasil Belajar Siswa
Pada Siklus I dan Siklus II
80

70

60

50

40 Hasil Belajar

30

20

10

0
siklus I siklus II

Você também pode gostar