Você está na página 1de 30

MAKALAH FARMASI KLINIK

PATOFARMAKOLOGI WANITA HAMIL DAN


MENYUSUI

Oleh :
Nur Candranurlina (D1A140980)
Wilda Ayu Barokah (D1A140996)
A-10 A FARMASI NONREG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL - GHIFARI
BANDUNGKATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan petunjuk-Nya makalah ini dapat disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmasi Klinik.
Beberapa kendala dan rintangan banyak dialami oleh penulis dalam menyelesaikan
makalah ini, namun berkat bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikannya.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu. Penulis yakin dan sadar, bahwa makalah ini
belumlah sempurna, oleh karena itu penulis tetap terbuka akan semua saran dan kritik yang
bertujuan untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi saya dan bagi pembaca pada
umumnya.

Bandung, Agustus 2017

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................i

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................................................1

1.3 Glossary.......................................................................................................................1

BAB II KEHAMILAN DAN MENYUSUI...............................................................................1

2.1 Kehamilan....................................................................................................................1

2.1.1 Proses Kehamilan.................................................................................................1

2.1.2 Proses Perkembangan Janin.................................................................................1

2.1.3 Masalah yang sering terjadi pada kehamilan.......................................................1

2.2 Menyusui.....................................................................................................................1

2.2.1 Proses Laktasi.......................................................................................................1

2.2.2 Masalah yang sering terjadi pada menyusui........................................................1

BAB III FARMAKOKINETIKA DAN FARMAKODINAMIK PADA KEHAMILAN DAN


MENYUSUI...............................................................................................................................1

3.1 Farmakokinetika dan Farmakodinamik pada Kehamilan............................................1

3.2 Farmakokinetika dan Farmakodinamik pada Menyusui.............................................1

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI PADA IBU HAMIL DAN


MENYUSUI...............................................................................................................................1

4.1 Pengkajian / Penilaian Peresepan (Pedoman Telaah Ulang Regimen Obat (Drug
Regimen Review))..................................................................................................................1

4.2 Pedoman Pemantauan Penggunaan Obat....................................................................1

4.3 Pemberian Informasi dan Edukasi...............................................................................1

BAB V KESIMPULAN.............................................................................................................1
2
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................1

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan, persalinan dan menyusui merupakan proses fisiologi yang perlu


dipersiapkan oleh wanita dari pasangan subur agar dapat dilalui dengan aman. Selama masa
kehamilan, ibu dan janin adalah unit fungsi yang tak terpisahkan. Kesehatan ibu hamil adalah
persyaratan penting untuk fungsi optimal dan perkembangan kedua bagian unit tersebut.
Obat dapat menyebabkan efek yang tidak dikehendaki pada janin selama masa
kehamilan. Selama kehamilan dan menyusui, seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan
atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Banyak ibu hamil menggunakan obat dan
suplemen pada periode organogenesis sedang berlangsung sehingga risiko terjadi cacat janin
lebih besar. Di sisi lain, banyak ibu yang sedang menyusui menggunakan obat-obatan yang
dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki pada bayi yang disusui.
Karena banyak obat yang dapat melintasi plasenta, maka penggunaan obat pada wanita
hamil perlu berhati-hati. Dalam plasenta obat mengalami proses biotransformasi, mungkin
sebagai upaya perlindungan dan dapat terbentuk senyawa antara yang reaktif, yang bersifat
teratogenik/dismorfogenik. Obatobat teratogenik atau obat-obat yang dapat menyebabkan
terbentuknya senyawa teratogenik dapat merusak janin dalam pertumbuhan.
Beberapa obat dapat memberi risiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada
janin juga. Selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir (teratogenesis), dan
risiko terbesar adalah kehamilan 3-8 minggu. Selama trimester kedua dan ketiga, obat dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat
meracuni plasenta.
Penulisan resep untuk masa kehamilan, jika memungkinkan konseling seharusnya
dilakukan untuk seseorang waktu sebelum merencanakan kehamilan termasuk diskusi tentang
risiko-risiko yang berhubungan dengan obat-obat spesifik, obat tradisional, dan pengaruh
buruk bahan kimia seperti rokok dan alkohol. Suplemen seperti asam folat sebaiknya
diberikan selama penatalaksanaan kehamilan karena penggunaan asam folat mengurangi cacat
selubung saraf. Obat sebaiknya diresepkan pada kehamilan hanya jika keuntungan yang
diharapkan bagi ibu hamil /dipikirkan lebih besar daripada risiko bagi janin. Semua obat jika
mungkin sebaiknya dihindari selama trimester pertama.

1
Pada proses menyusui, pemberian beberapa obat (misalnya ergotamin) untuk
perawatan si ibu dapat membahayakan bayi yang baru lahir, sedangkan pemberian digoxin
sedikit pengaruhnya. Beberapa obat yang dapat menghalangi proses pengeluaran ASI antara
lain misalnya estrogen.
Keracunan pada bayi yang baru lahir dapat terjadi jika obat bercampur dengan ASI
secara farmakologi dalam jumlah yang signifikan. Konsentransi obat pada ASI (misalnya
iodida) dapat melebihi yang ada di plasenta sehingga dosis terapeutik pada ibu dapat
menyebabkan bayi keracunan. Beberapa jenis obat menghambat proses menyusui bayi
(misalnya phenobarbital). Obat pada ASI secara teoritis dapat menyebabkan hipersensitifitas
pada bayi walaupun dalam konsentrasi yang sangat kecil pada efek farmakologi.
Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh terhadap
kinetika obat dalam ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan berdampak terhadap
perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.
Dengan demikian, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja yang relatif
tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun menyusui agar tidak merugikan
ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.
Untuk memberikan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada ibu hamil dan
menyusui, maka apoteker perlu dibekali pedoman dalam melaksanakan pelayanan
kefarmasian bagi ibu hamil dan menyusui.

1.2 Tujuan
Memandu apoteker untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian dalam penanganan ibu hamil
dan menyusui.

1.3 Glossary
Aerola : Daerah kehitaman sekitar puting susu
Alat bantu puting susu (Nipple Shield) : Sebuah alat yang terbuat dari plastik berbentuk
cincin dan mempunyai puting susu yang terbuat dari karet yang kadang-kadang dipakai ibu-
ibu di payudara ketika menyusui. Alat ini sebaiknya jangan dipakai karena dapat meragukan
bayi tentang puting susu, menimbulkan cara menghisap yang salah, mengurangi rangsangan
terhadap puting susu dan berkurangnya persediaan dan aliran ASI.
Apnea : Berhenti nafas
Farmakokinetik : Aspek kinetika yang mencakup nasib obat dalam darah yaitu absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi.

2
Farmakodinamik : Aspek efek obat terhadap berbagai organ tubuh dan mekanisme kerjanya.
Fetus/Janin : Buah kehamilan pada masa pasca embrionik (> 12 minggu setelah fertilisasi
sampai kelahiran)
Insufisiensi : Keadaan tidak mencukupi / tidak memadai untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan
Iritabilia : Respon abnormal terhadap rangsangan yang halus
Jaundice : Sindrom yang ditandai dengan hiperbilirubinemia dan penumpukan pigmen
empedu di kulit, membran mukosa dan sklera dengan akibat pasien tampak kuning
Labor / persalinan : Proses keluarnya rahim dari janin ke dunia luar.
Malformasi : Kelainan bentuk / cacat.
Malformasi kongenital : Cacat yang ditemukan saat kelahiran bayi ( terjadinya cacat pada
saat dalam kandungan )
Mastitis : Peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi
Neonatal : Masa selama 4 minggu setelah kelahiran.
Neonatus : Bayi baru lahir sampai usia 4 minggu.
Organogenesis : Proses pembentukan organ
Osteopenia : Kerapuhan tulang karena berkurangnya unsur-unsur pembentuk tulang
Osteoporosis : Kerapuhan tulang karena berkurangnya matriks / struktur tulang (tulang
keropos)
Ototoksiksitas : Kualitas bersifat racun bagi / mengeluarkan efek merusak terhadap saraf ke
VIII / terhadap organ organ pendengaran dan keseimbangan.
Post natal : Terjadi setelah kelahiran
Postmatur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung lebih dari 42 minggu
Prematur : Usia gestasi / kandungan yang berlangsung antara 20 38 minggu
Trimester pertama : Kehamilan 0 14 minggu
Trimester kedua : Kehamilan 14 28 minggu
Trimester ketiga : kehamilan 28 42 minggu
Telaah ulang regimen obat : Suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh apoteker sebelum
obat disiapkan atau sesudahnya untuk menilai kesesuaian terapi obat dengan indikasi
kliniknya, mengevaluasi kepatuhan pasien, mengidentifikasi kemungkinan adanya efek yang
nerugikan akibat penggunaan obat, serta memberikan rekomendasi penyelesaian masalah.
Usia gestasi : Umur janin
Usia kehamilan : Umur hamil (ibu)

3
BAB II

KEHAMILAN DAN MENYUSUI

2.1 Kehamilan

2.1.1 Proses Kehamilan

Proses kehamilan di dahului oleh proses pembuahan satu sel telur yang bersatu
dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk zigot. Zigot mulai membelah diri
satu sel menjadi dua sel, dari dua sel menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke
empat zigot tersebut menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel / nidasi
pada lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak terjadinya
proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah tersusun menjadi lapisan
sel yang mengelilingi suatu ruangan yang berisi sekelompok sel di bagian dalamnya.
Sebagian besar manusia, proses kehamilan berlangsung sekitar 40 minggu (280 hari)
dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 20 38
minggu disebut kehamilan preterm, sedangkan bila lebih dari 42 minggu disebut
kehamilan postterm.
Menurut usianya, kehamilan ini dibagi menjadi 3 yaitu kehamilan trimester pertama 0
14 minggu, kehamilan trimester kedua 14 28 minggu dan kehamilan trimester
ketiga 28 42 minggu. Gangguan pada kehamilan :
Mual dan muntah
Liur melimpah
Tekanan pada dada
Lemah dan pusing
Sariawan
Gangguan buang air besar
Varises
Wasir atau ambeien
Kejang kaki
Keputihan

4
2.1.2 Proses Perkembangan Janin

Tabel.1 Proses Perkembangan Janin


BLN KE - KETERANGAN
bakal janin mengalami bentuk fisik diantaranya
zygot yang kemudian membelah diri jadi
I (0 4 minggu) puluhan sel dan pada akhirnya bakal janin
tersebut berbentuk seperti koma
tonjolan jantung yang telah terbentuk dalam
rongga dada dan mulai berdetak dan sudah
mampu memompa darah ke seluruh tubuh
embrio
II (4 8 minggu) Menuju usia ke 5 minggu, tulang punggung,
sistem dan otak mulai berkembang
minggu ke sembilan mulut dan hidung janin saat
ini sudah terbentuk dan terlihat jelas

III (8 12 minggu) merupakan awal dari trimester kedua sebagai


tahap utama perkembangan janin
Janin sudah bisa membuka dan menutup
mulutnya serta mulai berlatih melakukan gerakan
manghisap dan menelan
Berat janin bertambah sampai 65 g dan
panjangnya 10 cm
Tungkai dan lengan terus tumbuh dan panjang
janin 39 mm.
minggu ke sepuluh, bagian luar telinga janin
sudah tampak.
Pada Kuku jari tangan sudah terbentuk dan sudah
mampu menekuk tangannya menjadi setengah
kepalan
Bagian luar alat kelaminnya sudah terbentuk
5
IV (12 16 minggu) Lengan, pergelangan dan jari-jarinya sudah dapat
ditekuk dan mengepal.
minggu ke 17 bisa menghisap jempol, bobotnya
sekitar 285 g.
Gigi susu dan tunas gigi sudah berkembang di
dalam gusinya.
V (16 20 minggu) tumbuh rambut di kelopak mata, alis dan kulit
kepala.
Hampir seluruh sistem di dalam tubuh sudah
mulai menjalankan tugasnya termasuk sistem
saraf
Alat kelaminnya sudah terbentuk dan
berkembang
dengan baik
Sel darah putih sudah terbentuk, kulit janin pun
sudah menebal dan tidak tembus cahaya.
Bobotnya sekitar 425 g dan panjangnya 30 cm
VI (20 24 minggu) Detak jantung bayi dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop di perut ibu.
Kelopak mata janin dapat membuka dan
menutup, jantungnya berdetak 150 kali per menit.
Otot-otot tubuhnya kian kuat, bobot janin sekitar
150 g.
Kulit dan tubuh janin yang kurus akan tampak
berisi
VII (24 28 minggu) Paru-paru dan otaknya belum berkembang
sempurna namun saraf dan jaringannya sudah
berfungsi
Pada usia 33 minggu, kuku jari tangannya tumbuh
sempurna.
Panjang sekitar 43 cm dengan bobot 2 kg.

6
Bakal bayi mulai memproduksi hormon kortison
yang membantu menyempurnakan pembentukan
VIII (28 32 minggu) paru-paru agar siap bernafas saat dilahirkan.
Di akhir bulan, kepalanya umumnya sudah
benarbenar masuk ke rongga panggul dan siap
untuk dilahirkan.
Beratnya 2,75 kg dengan panjang sekitar 45-50
cm
IX (36 minggu) Pada bulan ini normalnya bayi berada di posisi
siap untuk lahir.
Vernix yang melindungi kulitnya dari cairan
amnion mulai larut.
Janin di usia 39 minggu sudah dapat menjalankan
fungsi tubuhnya sendiri.
Bobotnya sekitar 3 kg dan panjangnya sekitar 50
cm.

2.1.3 Masalah yang sering terjadi pada kehamilan


a) Toksoplasmosis
Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh
Toxoplasma gondii. Pola transmisinya ialah transplasenta pada wanita hamil. Bila
infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan 20 % janin
terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada
trimester ke tiga 65 % janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama
kahamilan. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara : memasak daging
sampai matang , menggunakan sarung tangan baik saat memberi makan maupun
membersihkan kotoran hewan ternak, dan menjaga agar tempat bermain anak
tidak tercemar kotoran hewan ternak.
b) Sifilis
Penyakit ini disebabkan infeksi Treponema pallidum. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui plasenta sepanjang masa kehamilan. Biasanya respon janin
yang hebat akan terjadi setelah pertengahan kedua kehamilan dengan manifestasi
klinik hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis,
dan lesi tulang. Infeksi penyakit ini juga dapat menyebabkan bayi lahir dengan
berat badan yang rendah, atau bahkan kematian janin.
7
Pencegahan antara lain dengan cara : promosi kesehatan tentang penyakit menular
seksual, mengontrol prostitusi bekerjasama dengan lembaga sosial,
memperbanyak pelayanan diagnosis dini dan pengobatannya, untuk penderita
yang dirawat dilakukan isolasi terutama terhadap sekresi dan ekresi penderita.
c) HIV/AIDS
Penyakit ini terjadi karena infeksi retrovirus. Pada janin penularan terjadi secara
transplasenta, tetapi dapat juga akibat pemaparan darah dan sekret serviks selama
persalinan. Kebanyakan bayi terinfeksi HIV belum menunjukan gejala pada saat
lahir. Pencegahan antara lain dengan cara : menghindari kontak seksual dengan
banyak pasangan terutama hubungan seks anal, skrining donor darah lebih ketat
dan pengolahan darah dan produknya dengan lebih hati hati.
d) Rubella (German measles)
Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Tgaviridae dan
genus Rubivirus. Pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa
inkubasinya rata rata 16 18 hari.
Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubella hanya mengancam
janin bila didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester
pertama) Ibu hamil terinfeksi rubella makin serius akibatnya pada bayi yaitu
kematian janin intrauterin, abortus spontan, atau malformasi kongenital pada
sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan).
e) Herpes simpleks ( Herpervirus hominis)
Penyakit ini disebabkan infeksi herpes simplex virus (HSV). Pada bayi infeksi ini
didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini mempunyai
kesempatan naik melalui mukosa yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala
pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-
kadang baru pada minggu ke dua atau ketiga.
Pencegahan antara lain dengan cara : menjaga kebersihan perseorangan dan
pendidikan kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan
kondom dalam aktifitas seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani
lesi infeksius.

8
2.2 Menyusui

2.2.1 Proses Laktasi

A. Persiapan Psikologi
Langkah langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan ibu secara kejiwaan
untuk menyusui adalah :
Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses
dalam menyusui bayinya; menjelaskan pada ibu bahwa persalinan dan
menyusui adalah proses alamiah yang hampir semua ibu berhasil
menjalaninya; bila ada masalah, dokter/petugas kesehatan akan menolong
dengan senang hati
Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian
susu buatan/formula
Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai
pengalaman menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain
Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan
dalam keluarga, ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan
bayi sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga
Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam
membantu ibu sehingga hilang keraguan atau ketakutan untuk bertanya
tentang masalah yang tengah dihadapinya
B. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
1. Ukuran dan Bentuk
Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan;
seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
2. Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada
kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya.
Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan
membuat gambaran seperti kulit jeruk
3. Warna Kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu
diperhatikan adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau
bahkan keganasan
4. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada
puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai
desinfektan dan menjaga kelembaban puting susu
5. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
9
Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik
menggunakan kursi yang rendah (kaki ibu tidak tergantung dan
punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi
terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan
bokong bayi ditahan dengan telapak tangan)
Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu di
depan
Perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya membelokkan kepala bayi)
Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
Ibu menatap bayi dengan kasih sayang
6. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau areolanya saja.

1. Masalah yang sering terjadi pada menyusui

a) Mastitis
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi.
Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis. Abses payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis. Dua penyebab utama mastitis
adalah stasis ASI dan infeksi. Patogen yang paling sering diidentifikasi adalah
staphilokokus aureus. Pada mastitis infeksius, ASI dapat terasa asin akibat kadar
natrium dan klorida yang tinggi dan merangsang penurunan aliran ASI. Ibu harus
tetap menyusui. Antibiotik (resisten-penisilin) diberikan bila ibu mengalami
mastitis infeksius.
Gejala mastitis non infeksius
Ibu memperhatikan
adanya bercak panas, atau area nyeri tekan yang akut
Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri
tekantersebut
Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja
Gejala mastitis infeksius
Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu
Ibu dapat mengeluh sakit kepala
Ibu demam dengan suhu diatas 34oC

10
Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara
Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya (tanda-
tanda akhir)
Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang pembengkakan

Pengobatan :

Lanjutkan menyusui
Berikan kompres panas pada area yang sakit
Tirah baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik
(Ibuprofen, asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri
Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi
(<39oC), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya infeksi
streptokokal
Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika
demam dan gejala berkurang.
Tabel.2 Penisilin Anti Stafilokokus

Dosis harian
Obat Dewasa Cara
(gr)
Methcillin (Staphcillin) 4 - 12 Injeksi
Oxacillin (Prostaphlin) 4 - 12 Oral,
Injeksi
Nafcillin (Unipen) 4 12 Oral.
Injeksi
Cloxacillin (Cloxapen, Tegopen) 1- 2 Oral
Dicloxacillin (Dynapen) 0,5 1 Oral
Erythtromicin (jika alergi terhadap 0,5 1,0 Oral
penisilin)
b) Kandida/Sariawan
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi setelah
pengobatan antibiotik. Manifestasinya seperti area merah muda yang menyolok
menyebar dari area puting, kulit mengkilat, nyeri akut selama dan setelah
menyusui; pada keadaan yang parah, dapat melepuh. Ibu mengeluh nyeri tekan
yang berat dan rasa tidak nyaman, khususnya selama dan segera setelah menyusui

11
Bayi dapat menderita ruam popok, dengan pustula yang menonjol, merah, tampak
luka dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada kasus-kasus yang berat,
bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat merasakan nyeri dan
menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
Obati ibu dan bayinya
Oleskan krim atau losion topikal antijamur ke puting dan payudara
setiap kali sehabis menyusui, dan seka mulut, lidah dan gusi bayi setiap kali
sehabis menyusui
Anjurkan ibu untuk mengkompreskan es pada puting sebelum
menyusui untuk mengurangi nyeri
Tabel.3 Pengobatan Kandida/Sariawan

Obat Aplikasi
Nistatin - Oleskan pada payudara empat kali
sehari
- Berikan supisitoria vagina setiap
hari
Klotrimazol - Oleskan pada payudara empat kali
sehari
- Berikan supositoria vagina setiap
hari (tersedia bebas)
Mikonazol Oleskan pada payudara empat kali
sehari
Flukonazol Gunakan dosis oral tunggal 150 mg
untuk kandidiasis vagina
c) Cacar Air (Virus Varisela Zoster)
Periode infeksius dapat bermula 1-5 hari sebelum erupsi vesikel. Lesi bermula
dari leher atau tenggorokan dan menyebar ke wajah, kulit kepala, membran
mukosa dan akstremitas.
Kebanyakan ibu dan pekerja rumah sakit pernah menderita cacar air dan tidak
berisiko. Ketika ibu mengidap cacar air beberapa hari sebelum kelahiran bayi,
bayi menjadi berisiko karena antibodi ibu yang memberikan kekebalan pada bayi
belum mempunyai kesempatan untuk berkembang.
Perawatan :

12
a. Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan memberikan
antibodi kepada bayi. Menyusui tidak perlu dihentikan
b. Jika ibu belum pernah mengidap cacar air, ibu dan bayinya harus
menerima vaksin varisela jika mereka sudah terpapar
c. Jika ibu mengidap cacar beberapa hari sebelum melahirkan :

ibu dan bayi harus diisolasi secara terpisah jika neonatus tidak
mengalami lesi. Hanya sekitar 50 % bayi yang terpapar akan berkembang
menjadi penyakit
keluarkan ASI jika bayi ditempatkan pada tempat lain
jika bayi menderita lesi, isolasi bayi dengan ibu; menyusui tidak
dihentikan.

d) Cytomegalovirus (CMV)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi CMV di dalam
darahnya. Organisme tersebut dapat dijumpai dalam saliva, urin dan ASI. Janin
mungkin sudah terinfeksi sejak di dalam uterus. Masalah kongenital yang paling
serius terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang memiliki CMV primer selama
kehamilan Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan imunitas
pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV melalui ASI
akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari infeksi primer selama
kehamilan.
Perawatan :
Bayi cukup bulan
Anjurkan supaya bayi cukup bulan disusui jika ibu telah terbukti seropositif
selama kehamilan. Mengkonsumsi ASI yang terinfeksi akan mengarah pada
infeksi CMV dan sero-konversi dari bayi tanpa akibat yang merugikan.
Bayi preterm
Pertimbangkan dengan hati-hati faktor risiko pemberian ASI dari ibu yang
terinfeksi CMV pada bayi prematur khususnya jika bayi seronegatif. Segera ke
neonatolog untuk evaluasi dan pembuatan keputusan
e) Hepatitis B (HBV)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan) dan ditularkan
melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi tubuh atau transfusi darah.
Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV + langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di
dalam rahim.

13
Perawatan :
Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain
itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B
(HBIG)
Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV
f) HIV/AIDS
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (510%), persalinan
(10-20%) dan menyusui (10-15%). Meskipun secara umum prevalensi HIV di
Indonesia tergolong rendah (kurang dari 0,1 %), tetapi sejak tahun 2000 Indonesia
telah dikategorikan sebagai negara dengan tingkat epidemi terkonsentrasi karena
terdapat kantung-kantung dengan prevalensi HIV lebih dari 5% pada beberapa
populasi tertentu (pada pengguna narkoba suntikan, PSK, waria, dan narapidana).
Karena mayoritas pengguna narkoba suntukan yang terinfeksi HIV berusia
reprodukasi aktif (15-24 tahun), maka diperkirakan jumlah kehamilan dengan HIV
positif akan meningkat.
Dengan intervensi yang tepat maka risiko penularan HIV dari ibu ke bayi sebesar
25-45% bisa ditekan menjadi kurang dari 2%. Menurut estimasi Depkes, setiap
tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia. Berarti,
jika tidak ada intervensi sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif
setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko
terinfeksi HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing)
untuk mengetahui status serologis secepatnya.
Bila status serologisnya negatif, dianjurkan untuk mempertahankannya
dengan menghindari paparan menggunakan kondom setiap sanggama,
melakukan perilaku hidup sehat, dan melakukan evaluasi ulang serologis sesuai
anjuran (memastikan hasil pemeriksaan di luar masa jendela).
Bila status serologisnya positif, dianjurkan untuk melaksanakan
profilaksis Antiretrovirus (ARV Profilaksis), bersalin dengan seksio sesarea,
dan tidak menyusui/menghentikan menyusui sedini mungkin/menggunakan
susu formula (Exclusive Formula Feeding)
Pemakaian susu formula harus memenuhi syarat AFASS dari WHO :
Affordable (Terjangkau), Feasible (Layak), Acceptable (Dapat diterima), Safe
(Aman), dan Sustainable (Berkelanjutan). Apabila kelima syarat AFASS tidak
14
dapat terpenuhi, maka ASI tetap diberikan setelah melalui proses konseling
mengenai kemungkinan penularan infeksi.
Setelah persalinan, ibu dengan HIV positif dianjurkan melanjutkan
pengobatan ARV (ARV Terapi) sesuai Pedoman Nasional Pengobatan ARV
Bayi dari ibu HIV positif perlu dijaga kesehatan dengan pemberian
nutrisi yang sesuai, dan diperikasa status serologisnya pada usia 18 bulan
Pasangan seksual dari ibu HIV positif dianjurkan untuk melakukan
VCT dan anjuran yang sesuai.

15
BAB III

FARMAKOKINETIKA DAN FARMAKODINAMIK PADA KEHAMILAN DAN


MENYUSUI

3.1 Farmakokinetika dan Farmakodinamik pada Kehamilan

A. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang mempengaruhi
farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi peningkatan cairan tubuh misalnya
penambahan volume darah sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada
akhir semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada akhir kehamilan
aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga 600-700 ml/menit. Peningkatan cairan
tubuh tersebut terdistribusi 60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan
si ibu.
Perubahan volume cairan tubuh tersebut diatas menyebabkan penurunan kadar
puncak obat-obat di serum, terutama obat-obat yang terdistribusi di air seperti
aminoglikosida dan obat dengan volume distribusi yang rendah. Peningkatan cairan tubuh
juga menyebabkan pengenceran albumin serum (hipoalbuminemia) yang menyebabkan
penurunan ikatan obat-albumin. Steroid dan hormon yang dilepas plasenta serta obat-obat
lain yang ikatan protein plasmanya tinggi akan menjadi lebih banyak dalam bentuk tidak
terikat. Tetapi hal ini tidak bermakna secara klinik karena bertambahnya kadar obat
dalam bentuk bebas juga akan menyebabkan bertambahnya kecepatan metabolisme obat
tersebut.
Gerakan saluran cerna menurun pada kehamilan tetapi tidak menimbulkan efek
yang bermakna pada absorpsi obat. Aliran darah ke hepar relatif tidak berubah. Walau
demikian kenaikan kadar estrogen dan progesteron akan dapat secara kompetitif
menginduksi metabolisme obat lain, misalnya fenitoin atau menginhibisi metabolisme
obat lain misalnya teofilin.
Peningkatan aliran darah ke ginjal dapat mempengaruhi bersihan (clearance)
ginjal obat yang eliminasi nya terutama lewat ginjal, contohnya penicilin.
Perpindahan obat lewat plasenta

16
Perpindahan obat lewat plasenta umumnya berlangsung secara difusi sederhana sehingga
konsentrasi obat di darah ibu serta aliran darah plasenta akan sangat menentukan
perpindahan obat lewat plasenta.
Seperti juga pada membran biologis lain perpindahan obat lewat plasenta dipengaruhi
oleh hal-hal dibawah ini :
Kelarutan dalam lemak
Obat yang larut dalam lemak akan berdifusi dengan mudah melewati plasenta masuk
ke sirkulasi janin. Contohnya , thiopental, obat yang umum digunakan pada dapat
menyebabkan apnea (henti nafas) pada bayi yang baru dilahirkan.
Derajat ionisasi
Obat yang tidak terionisasi akan mudah melewati plasenta. Sebaliknya obat yang
terionisasi akan sulit melewati membran Contohnya suksinil kholin dan tubokurarin
yang juga digunakan pada seksio sesarea, adalah obat-obat yang derajat ionisasinya
tinggi, akan sulit melewati plasenta sehingga kadarnya di di janin rendah. Contoh
lain yang memperlihatkan pengaruh kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi
adalah salisilat, zat ini hampir semua terion pada pH tubuh akan melewati akan tetapi
dapat cepat melewati plasenta. Hal ini disebabkan oleh tingginya kelarutan dalam
lemak dari sebagian kecil salisilat yang tidak terion.
Permeabilitas membran plasenta terhadap senyawa polar tersebut tidak absolut. Bila
perbedaan konsentrasi ibu-janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta
dalam jumlah besar.
Ukuran molekul
Obat dengan berat molekul sampai dengan 500 Dalton akan mudah melewati pori
membran bergantung pada kelarutan dalam lemak dan derajat ionisasi. Obat-obat
dengan berat molekul 500-1000 Dalton akan lebih sulit melewati plasenta dan obat-
obat dengan berat molekul >1000 Dalton akan sangat sulit menembus plasenta.
Sebagai contoh adalah heparin, mempunyai berat molekul yang sangat besar
ditambah lagi adalah molekul polar, tidak dapt menembus plasenta sehingga
merupakan obat antikoagulan pilihan yang aman pada kehamilan.
Ikatan protein
Hanya obat yang tidak terikat dengan protein (obat bebas) yang dapat melewati
membran. Derajat keterikatan obat dengan protein, terutama albumin, akan
mempengaruhi kecepatan melewati plasenta. Akan tetapi bila obat sangat larut dalam

17
lemak maka ikatan protein tidak terlalu mempengaruhi, misalnya beberapa anastesi
gas. Obat-obat yang kelarutannya dalam lemak tinggi kecepatan melewati plasenta
lebih tergantung pada aliran darah plasenta. Bila obat sangat tidak larut di lemak dan
terionisasi maka perpindahaan nya lewat plasenta lambat dan dihambat oleh besarnya
ikatan dengan protein. Perbedaan ikatan protein di ibu dan di janin juga penting,
misalnya sulfonamid, barbiturat dan fenitoin, ikatan protein lebih tinggi di ibu dari
ikatan protein di janin. Sebagai contoh adalah kokain yang merupakan basa lemah,
kelarutan dalam lemak tinggi, berat molekul rendah (305 Dalton) dan ikatan protein
plasma rendah (8-10%) sehingga kokain cepat terdistribusi dari darah ibu ke janin.
Metabolisme obat di plasenta dan di janin
Dua mekanisme yang ikut melindungi janin dari obat disirkulasi ibu adalah :
1. Plasenta yang berperan sebagai penghalang semipermiabel juga sebagai
tempat metabolisme beberapa obat yang melewatinya. Semua jalur utama
metabolisme obat ada di plasenta dan juga terdapat beberapa reaksi oksidasi
aromatik yang berbeda misalnya oksidasi etanol dan fenobarbital. Sebaliknya ,
kapasitas metabolisme plasenta ini akan menyebabkan terbentuknya atau
meningkatkan jumlah metabolit yang toksik, misalnya etanol dan benzopiren.
Dari hasil penelitian prednisolon, deksametason, azidotimidin yang struktur
molekulnya analog dengan zat-zat endogen di tubuh mengalami metabolisme
yang bermakna di plasenta.
2. Obat-obat yang melewati plasenta akan memasuki sirkulasi janin lewat
vena umbilikal. Sekitar 40-60% darah yang masuk tersebut akan masuk hati
janin, sisanya akan langsung masuk ke sirkulasi umum janin. Obat yang masuk
ke hati janin, mungkin sebagian akan dimetabolisme sebelum masuk ke sirkulasi
umum janin, walaupun dapat dikatakan metabolisme obat di janin tidak
berpengaruh banyak pada metabolisme obat maternal.
Obat-obat yang bersifat teratogenik adalah asam lemah, misalnya talidomid, asam
valproat, isotretinoin, warfarin. Hal ini diduga karena asam lemah akan mengubah
pH sel embrio. Dan dari hasil penelitian pada hewan menunjukkan bahwa pH cairan
sel embrio lebih tinggi dari pH plasma ibu, sehingga obat yang bersifat asam akan
tinggi kadarnya di sel embrio.
B. Farmakodinamik
Mekanisme kerja obat ibu hamil

18
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar susu, pada kehamilan kadang
dipengaruhi oleh hormon-hormon sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan
tidak berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau terjadi perubahan
misalnya curah jantung, aliran darah ke ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan
wanita hamil membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak hamil.
Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang dibutuhkan pada kehamilan karena
peningkatan beban jantung pada kehamilan. Atau insulin yang dibutuhkan untuk
mengontrol glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan.
Mekanisme kerja obat pada janin
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin berkembang dengan pesat,
yang berkaitan dengan pemberian obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk
pengobatan janin walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas. Contohnya
kortikosteroid diberikan untuk merangsang matangnya paru janin bila ada prediksi
kelahiran prematur. Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim hati
untuk metabolisme bilirubin sehingga insidens jaundice ( bayi kuning) akan berkurang.
Selain itu fenobarbital juga dapat menurunkan risiko perdarahan intrakranial bayi kurang
umur. Anti aritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk mengobati janinnya yang
menderita aritmia jantung.
Kerja obat teratogenik
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat mempengaruhi struktur janin pada
saat terpapar. Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya pada
perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera sesudah terjadi pemaparan.
Pemaparan ini akan berefek pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu
selama minggu ke empat sampai minggu ke tujuh kehamilan. Mekanisme berbagai obat
yang menghasilkan efek teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh multi
faktor.
Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga secara tidak langsung
mempengaruhi jaringan janin.
Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta
sehingga mempengaruhi jaringan janin.
Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin,
misalnya vitamin A (retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal.
Dervat vitamin A (isotretinoin, etretinat) adalah teratogenik yang potensial.

19
Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada
abnormalitas. Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan
insiden kerusakan pada selubung saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
Paparan berulang zat teratogenik dapat menimbulkan efek kumulatif. Misalnya konsumsi
alkohol yang tinggi dan kronik pada kehamilan , terutama pada kehamilan trimester
pertama dan kedua akan menimbulkan fetal alcohol syndrome yang berpengaruh pada
sistem saraf pusat, pertumbuhan dan perkembangan muka.

3.2 Farmakokinetika dan Farmakodinamik pada Menyusui

A. Farmakokinetika
Hampir semua obat yang diminum perempuan menyusui terdeteksi didalam ASI,
untungnya konsentrasi obat di ASI umumnya rendah. Konsentrasi obat dalam darah ibu
adalah faktor utama yang berperan pada proses transfer obat ke ASI selain dari faktor-
faktor fisiko-kimia obat. Volume darah/cairan tubuh dan curah jantung yang meningkat
pada kehamilan akan kembali normal setelah 1 bulan melahirkan. Karena itu pemberian
obat secara kronik mungkin memerlukan penyesuaian dosis.
Obat yang larut dalam lemak, yang non-polar dan yang tidak terion akan mudah
melewati membran sel alveoli dan kapiler susu. Obat yang ukurannya kecil (< 200
Dalton) akan mudah melewati pori membran epitel susu. Obat yang terikat dengan
protein plasma tidak dapat melewati membran, hanya obat yang tidak terikat yang dapat
melewatinya.
Plasma relatif sedikit lebih basa dari ASI. Karena itu obat yang bersifat basa
lemah di plasma akan lebih banyak dalam bentuk tidak terionisasi dan mudah menembus
membran alveoli dan kapiler susu. Sesampainya di ASI obat yang bersifat basa tersebut
akan mudah terion sehingga tidak mudah untuk melewati membran kembali ke plasma.
Fenomena tersebut dikenal sebagai ion trapping.
Rasio M:P adalah perbandingan antara konsentrasi obat di ASI dan di plasma ibu.
Rasio M:P yang >1 menunjukkan bahwa obat banyak berpindah ke ASI , sebaliknya
rasio M:P < 1 menunjukkan bahwa obat sedikit berpindah ke ASI.
Pada umumnya kadar puncak obat di ASI adalah sekitar 1- 3 jam sesudah ibu
meminum obat. Hal ini mungkin dapat membantu mempertimbangkan untuk tidak
memberikan ASI pada kadar puncak. Bila ibu menyusui tetap harus meminum obat yang
potensial toksik terhadap bayinya maka untuk sementara ASI tidak diberikan tetapi tetap
harus di pompa. ASI dapat diberikan kembali setelah dapat dikatakan tubuh bersih dari
obat dan ini dapat diperhitungkan setelah 5 kali waktu paruh obat.

20
Rasio benefit dan risiko penggunaan obat pada ibu menyusui dapat dinilai dengan
mempertimbangkan :
1. Farmakologi obat : reaksi yang tidak dikehendaki
2. Adanya metabolit aktif
3. Multi obat : adisi efek samping
4. Dosis dan lamanya terapi
5. Umur bayi
6. Pengalaman/bukti klinik
7. Farmakoepidemiologi data
Farmakokinetika bayi
Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi pada bayi berbeda nyata dengan orang
dewasa. Kecepatan absorpsi lewat saluran cerna lebih rendah, misalnya absorpsi
fenobarbital, fenitoin, asetaminofen dan Distribusi obat juga akan berbeda karena
rendahnya protein plasma, volume cairan tubuh yang lebih besar dari orang dewasa.
Metabolisme obat juga rendah karena aktivitas enzim yang rendah . Ekskresi lewat renal
pada awal kehidupan masih rendah dan akan meningkat dalam beberapa bulan.
Selain banyaknya obat yang diminum oleh bayi melalui ASI, juga kinetika obat pada
bayi menentukan akibat yang ditimbulkan oleh obat. Yang perlu diperhatikan adalah bila
efek yang tidak diinginkan tidak bergantung dari banyaknya obat yang diminum,
misalnya reaksi alergi, maka sedikit atau banyaknya ASI yang diminum bayi menjadi
tidak penting, tetapi apakah si bayi meminum atau tidak meminum ASI menjadi lebih
penting.
B. Farmakodinamik
Mekanisme kerja obat pada ibu menyusui dapat dikatakan tidak berbeda. Sedangkan
farmakodinamik obat pada bayi masih sangat terbatas dipelajari. Kemungkinan
sensitivitas reseptor pada bayi lebih rendah, sebagai contoh, dari hasil penelitian bahwa
sensitivitas d-tubokurarin meningkat pada bayi.

21
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN FARMASI UNTUK IBU HAMIL DAN MENYUSUI

4.1 Pengkajian / Penilaian Peresepan (Pedoman Telaah Ulang Regimen Obat (Drug
Regimen Review))

Tujuan :
Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau
meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan
pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu hamil/menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah ulang rejimen
obat :
- Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
- Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang berisiko tinggi
untuk mengalami efek samping yang serius
- Menderita tiga penyakit atau lebih
- Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
- Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
- Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
- Berobat pada banyak dokter
- Mengalami efek samping yang serius, alergi
Tatalaksana telaah ulang rejimen obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang prinsip-
prinsip farmakoterapi ibu hamil dan menyusui dan ketrampilan yang memadai
b. Melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat ibu hamil / menyusui :
- Meminta ibu hamil/menyusui untuk memperlihatkan semua obat yang sedang
digunakannya
- Menanyakan mengenai semua obat yang sedang digunakan ibu
hamil/menyusui, meliputi: obat resep, obat bebas, obat
tradisional/jamu, obat suplemen
- Aspek-aspek yang ditanyakan meliputi: nama obat, frekuensi, cara penggunaan
dan alasan penggunaan

22
- Melakukan cek silang antara informasi yang diberikan ibu hamil/menyusui
dengan data yang ada di catatan medis, catatan pemberian obat dan hasil
pemeriksaan terhadap obat yang diperlihatkan
- Memisahkan obat-obat yang seharusnya tidak digunakan lagi oleh ibu hamil /
menyusui
- Menanyakan mengenai efek yang dirasakan oleh ibu hamil / menyusui, baik
efek terapi maupun efek samping
- Mencatat semua informasi di atas pada formulir pengambilan riwayat
penggunaan obat ibu hamil/ menyusui
c. Meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter
d. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
e. Melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi

4.2 Pedoman Pemantauan Penggunaan Obat

Tujuan :
Mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat
penggunaan obat.
Tatalaksana pemantauan penggunaan obat :
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang
patofisiologi, terutama pada ibu hamil dan menyusui, prinsipprinsip farmakoterapi, cara
menafsirkan hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik yang berkaitan
dengan penggunaan obat, dan ketrampilan berkomunikasi yang memadai.
b. Mengumpulkan data ibu hamil/menyusui, yang meliputi :
- Deskripsi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, nama ruang
rawat/poliklinik, nomor registrasi)
- Riwayat penyakit terdahulu
- Riwayat penggunaan obat (termasuk riwayat alergi, penggunaan obat non
resep)
- Data hasil pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan diagnostik
- Masalah medis yang diderita
- Data obat-obat yang sedang digunakan
Data /informasi dapat diperoleh melalui :
- wawancara dengan ibu hamil / menyusui atau

23
- catatan medis
- kartu indeks (kardeks)
- komunikasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, perawat)
c. Berdasarkan data/informasi pada (b), selanjutnya mengidentifikasi adanya masalah-
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
d. Memberikan masukan/saran kepada tenaga kesehatan lain mengenai penyelesaian
masalah yang teridentifikasi.
e. Mendokumentasikan kegiatan pemantauan penggunaan obat pada formulir yang
dibuat khusus.
Obat Yang Digunakan Pada Masa Kehamilan

Pertimbangkan perawatan pada masa kehamilan


Obat hanya diresepkan pada wanita hamil bila manfaat yang diperolah ibu diharapkan
lebih besar dibandingkan risiko pada janin
Sedapat mungkin segala jenis obat dihindari pemakaiannya selama trimester pertama
kehamilan
Apabila diperlukan, lebih baik obat-obatan yang telah dipakai secara luas pada
kehamilan dan biasanya tampak aman diberikan daripada obat baru atau obat yang belum
pernah dicoba secara klinis
Obat harus digunakan pada dosis efektif terkecil dalam jangka waktu sesingkat
mungkin
Hindari polifarmasi
Pertimbangkan perlunya penyesuaian dosis dan pemantauan pengobatan pada
beberapa obat (misalnya fenitoin, litium)
Obat Yang Digunakan Pada Wanita Menyusui
Penggunaan obat yang tidak diperlukan harus dihindari. Jika pengobatan memang
diperlukan, perbandingan manfaat/risiko harus dipertimbangkan pada ibu maupun
bayinya.
Obat yang diberi ijin untuk digunakan pada bayi umumnya tidak membahayakan
Neonatus (dan khususnya bayi yang lahir prematur) mempunyai risiko lebih besar
terhadap paparan obat melalui ASI. Hal ini disebabkan oleh fungsi ginjal dan hati yang
belum berkembang, sehingga berisiko terjadi penimbunan obat
Harus dipilih rute pemberian dan pembagian obat yang menghasilkan jumlah kadar
obat terkecil yang sampai pada bayi

24
Hindari atau hentikan sementara menyusu

Jika suatu obat digunakan selama menyusui, maka bayi harus dipantau secara cermat
terhadap efek samping yang mungkin terjadi
Sebaiknya dihindari obat baru, yang hanya memiliki sedikit data

4.3 Pemberian Informasi dan Edukasi

Informasi perlu diberikan kepada semua wanita yang merencanakan kehamilan, peran
farmasis selain memberikan informasi tentang obat, juga memberikan penyuluhan tentang
kesuburan dan perencanaan kehamilan. Informasi yang diberikan secara umum adalah untuk
menghindari segala jenis obat, alkohol, rokok, dan obat penenang.
Yang harus ditekankan dalam pemberian penyuluhan tentang penggunaan obat pada
wanita hamil adalah manfat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar daripada risiko
jika tidak diberikan pengobatan. Contohnya adalah pada wanita hamil yang menderita
epilepsi, lebih berbahaya apabila tidak diberikan pengobatan karena risiko terjadi kejang pada
ibu dan janin lebih berbahaya dibandingkan dengan potensi kelainan janin sebagai akibat
pemberian obat. Oleh karena itu, nasehat tentang pengobatan secara berkesinambungan pada
wanita hamil yang menderita penyakit kronis sangat diperlukan. Apabila pemberian obat tidak
dapat dihentikan selama kehamilan, maka pengobatan harus berada dalam pengawasan dan
pemantauan dokter.
Selain itu, juga harus diberikan informasi mengenai bahaya penggunaan beberapa obat
selama menyusui. Beberapa obat dapat tepenetrasi ke dalam ASI melalui proses difusi pasif,
dosis yang masuk biasanya 1-2 % dosis yang digunakan ibu. Dengan ini maka bayi akan
terpengaruhi, sehingga penyuluhan penting dilakukan. Metode penyuluhan dapat diberikan
dengan penyuluhan langsung (tatap muka) ataupun dengan penyebaran pamflet ke masyarakat
(melalui RS ataupun puskesmas) agar informasi tersebar dengan luas dan menghindari efek-
efek yang merusak janin ataupun bayi.

25
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

1. Pedoman Pelayanan Farmasi untuk Ibu Hamil dan Menyusui, merupakan


suatu panduan yang diharapkan dapat membantu para tenaga kesehatan terutama
yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan dalam melayani ibu hamil.
2. Dalam rangka peningkatan pengetahuan mengenai penggunaan obat pada
ibu hamil dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa saja
yang relatif tidak aman hingga harus dihindari selama kehamilan ataupun
menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.
Karena Perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh
terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan
berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

26

Você também pode gostar