Você está na página 1de 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

LATIHAN AKTIF DAN PASIF ( ROM ) PADA


PENDERITA DIABETES MELLITUS

Disusun oleh :
Kelompok Virginia Henderson

Romi Azhari, S.Kep Ekky Herian, S.Kep

Melani Dwi Ratnasari, S.Kep Rahmat Budiman, S.Kep

Mardiana, S.Kep Erwin Septiansyah, S.Kep

Purnama Marga Ningsih, S.Kep Zahidin Ikhsan, S.Kep

Yustiza Nirmala A, S.Kep M. Sauky, S.Kep

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURRAHIM JAMBI
2017
SATUAN ACARA PENYULUHAN
LATIHAN AKTIF DAN PASIF (ROM) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

A. Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang
cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan. Hal ini
menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (WHO, 2012).
Menurut hasil survei WHO, jumlah penderita diabetes melitus (DM) di Indonesia menduduki
ranking ke 4 terbesar di dunia. DM menyebabkan 5% kematian di dunia setiap tahunnya.
Diperkirakan kematian karena DM akan meningkat sebanyak 50% sepuluh tahun yang akan datang.
Sebanyak 80% responden DM menderita DM tipe 2 dan mereka membutuhkan pengobatan secara
terus menerus (WHO, 2008). Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Jambi tahun 2014, penyakit DM
termasuk 10 penyakit terbanyak di provinsi jambi dengan jumlah penderita mencapai 111. 697 orang.
Menurut Departemen Kesehatan RI, diabetes melitus (DM) membutuhkan perhatian dan
perawatan medis dalam waktu lama baik untuk mencegah komplikasi maupun perawatan sakit.
Diabetes Melitus terdiri dari dua tipe yaitu tipe pertama DM yang disebabkan keturunan dan tipe
kedua disebabkan gaya hidup. Secara umum, hampir 80 % prevalensi diabetes melitus adalah DM
tipe 2. Ini berarti gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM.
Bila dicermati, penduduk dengan obesitas/ kelebihan berat badan mempunyai risiko terkena DM lebih
besar dari penduduk yang tidak obesitas (Depkes , 2009)
Berdasarkan hasil penelitian di beberapa Negara, angka ketidakpatuhan pasien diabetes dalam
berobat mencapai 40-50%. Menurut 2 laporan WHO pada tahun 2003, kepatuhan rata-rata pasien
pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di negara maju hanya sebesar 50% dan di negara
berkembang jumlah tersebut bahkan lebih rendah. Tahun 2006 jumlah penderita diabetes di Indonesia
mencapai 14 juta orang, dari jumlahitu baru 50% penderita yang sadar mengidap dan sekitar 30% di
antaranya melakukan pengobatan secara teratur (Pratiwi,2007)
Ketidakpatuhan pasien dalam melakukan tata laksana diabetes akan memberikan dampak
negatif yang sangat besar meliputi peningkatan biaya kesehatan dan komplikasi diabetes. Komplikasi
diabetes terjadi pada semua organ dalam tubuh yang dialiri pembuluh darah kecil dan besar dengan
penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat gagal ginjal. Diabetes juga
menyebabkan kecacatan, sebanyak 30% penderita mengalami kebutaan akibat komplikasi retinopati
dan 10% harus menjalani amputasi tungkai kaki, bahkan diabetes membunuh lebih banyak
dibandingkan dengan HIV/AIDS (Soegondo, 2008).
Roglic, et al. (2005) mengemukakan bahwa DM merupakan salah satu penyakit serius yang
dapat menimbulkan berbagai komplikasi dan kematian. Komplikasi DM yang sering timbul dapat
bersifat akut maupun kronik Berbagai komplikasi DM inilah yang merupakan penyebab utama
peningkatan angka kesakitan dan kematian pada kasus DM (Smeltzer & Bare, 2003; Unnikrishnan,
2008). Kurang lebih 60-70% penderita DM dapat mengalami neuropati dan mengalami peningkatan

2
risiko seiring dengan peningkatan usia, lama menderita DM, kadar gula darah yang tidak terkontrol,
hiperkolesterol, hipertensi dan kelebihan berat badan (Lemone & Burke, 2008).
Neuropati diabetikum timbul sebagai dampak dari adanya hiperglikemi yang menyebabkan
penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu yang kemudian dirubah menjadi sorbitol
yang merupakan penyebab kerusakan dan perubahan fungsi sel atau jaringan dimana sorbitol
tersebut terakumulasi (Simmons & Feldman, 2002; Almazini, 2009). Akibat lain dari hiperglikemia
akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa
lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal inilah yang menyebabkan semua
komplikasi baik makro maupun mikro vaskular (Frykberg, 2006; Lemone & Burke, 2008; Almazini,
2009).
Frykberg (2006) dan Worley (2006) menjelaskan bahwa gangguan sensorik pada neuropati
diabetikum akan menyebabkan penurunan sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita DM akan
mudah mengalami trauma tanpa terasa yang berlanjut pada terjadinya ulkus diabetikum. Gangguan
motorik akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki dan menimbulkan deformitas sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Gangguan yang bersifat otonomik
akan menyebabkan penurunan sensasi pada saraf simpatis yang berdampak pada gangguan aliran
darah ke kaki. Neuropati otonomik ini secara tidak langsung menyebabkan gangguan pada vaskuler
(pembuluh darah). Manifestasi gangguan pembuluh darah yang muncul antara lain nyeri (pada
malam hari), ujung kaki terasa dingin, denyut arteri melemah sampai hilang, kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Ketiga gangguan baik sensorik, motorik dan otonom mengakibatkan timbulnya ulkus
diabetikum.
Pencegahan dan penanganan neuropati diabetikum serta perbaikan sirkulasi perifer ditujukan
untuk mencegah penderita DM mengalami ulkus diabetikum. Pencegahan dan penanganan faktor
risiko penyebab ulkus diabetikum dengan baik akan menurunkan risiko amputasi pada penderita
DM, yang berarti pula menurunkan biaya karena hospitalisasi yang lama (Terzi, 2008). Tindakan
pencegahan neuropati pada umumnya lebih diarahkan kepada pengontrolan kadar gula darah, kadar
lipid darah, tekanan darah, serta edukasi terkait dengan kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan
perawatan kaki (Smeltzer & Bare, 2003; Boulton, 2005; PERKENI, 2006; ADA, 2010). Berbagai
intervensi untuk mencegah atau memperlambat munculnya neuropati diabetikum pun telah banyak
dikembangkan melalui penelitian. Beberapa penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan
manfaat dari berbagai intervensi tersebut dalam mengurangi gejala neuropati diabetik secara empiris.
Intervensi yang pernah diteliti antara lain senam kaki, masase kaki serta latihan rentang gerak sendi
(range of motion exercise).
Bentuk intervensi lain yang juga dapat diterapkan untuk mengurangi gejala neuropati
diabetikum adalah latihan range of motion (ROM), namun penelitian tentang manfaat latihan ROM
sampai saat ini lebih banyak dikaitkan pada kasus muskuloskeletal maupun neurologi seperti stroke,
sedangkan pada penderita DM masih sangat minim. Goldsmith, Lidtke & Shott (2002) dalam
penelitiannya memperoleh hasil bahwa latihan ROM dapat menurunkan tekanan kaki bagian plantar
pada penderita DM. Peningkatan tekanan kaki bagian plantar berkaitan dengan terjadinya ulkus
3
diabetikum yang disebabkan oleh neuropati. Menurut Andreassen (2006) kelemahan dalam
melakukan gerakan fleksi ankle menunjukkan progresivitas dan berhubungan dengan tingkat
keparahan neuropati diabetikum. Fernando, Masson, Veves & Boulton (1991) dalam penelitiannya
menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut 1) keterbatasan mobilitas sendi merupakan faktor
utama penyebab abnormalitas tekanan plantar kaki, 2) ulkus diabetikum tidak hanya disebabkan oleh
abnormalitas tekanan plantar kaki semata dan 3) keterbatasan mobilitas sendi berkontribusi
menimbulkan ulkus pada penderita DM dengan neuropati diabetikum. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ROM dapat menurunkan risiko penderita DM mengalami komplikasi lanjut
akibat neuropati diabetikum. Rathnayake (2009) menyebutkan bahwa latihan otot secara progresif
dapat meningkatkan kekuatan otot pada penderita DM dengan neuropati motorik.
Latihan ROM merupakan sekumpulan gerakan yang dilakukan pada bagian sendi yang
bertujuan meningkatkan fleksibilitas dan kekuatan otot (Potter & Perry, 2005). ROM dapat
diterapkan dengan aman sebagai salah satu terapi pada berbagai kondisi pasien dan memberikan
dampak positif baik secara fisik maupun psikologiis (Tseng, Chen, Wu & Lin.2007). Dawe dan
Moore-Orr (1995) menyatakan bahwa latihan ringan seperti latihan ROM memiliki beberapa
keuntungan antara lain lebih mudah dipelajari dan diingat oleh pasien, mudah diterapkan dan
merupakan intervensi keperawatan dengan biaya murah yang dapat diterapkan oleh penderita DM di
rumah. Bentuk terapi yang dikenal oleh penderita DM adalah senam kaki yang memiliki beberapa
kesamaan gerak khususnya pada bagian ankle dan sendi lutut. Senam kaki ini bertujuan
meningkatkan aliran darah dan kekuatan otot.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti penyuluhan, pasien mampu memahami latihan aktif dan pasif (ROM) pada
penderita Diabetes Melitus dengan benar.
2. Tujuan Khusus
Setelah diadakan penyuluhan selama 30 menit, pasien dapat menjelaskan tentang:
1. Pengertian Diabetes Melitus
2. Gejala-Gejala Diabetes Melitus
3. Komplikasi Diabetes Melitus
4. Pengelolaan Diabetes Melitus
5. Latihan Aktif dan Pasif ( ROM ) pada Penderita Diabetes Mellitus

4
C. Pelaksana Kegiatan
A. Pelaksanaan Kegiatan
a. Topik : Range of Motion ( ROM ) latihan aktif dan pasif.
b. Sasaran dan target
Sasaran : Keluarga dan pasien Diabetes Melitus yang dirawat di Ruang
Interne RSUD R. Mattaher Jambi
Target : Keluarga dan pasien.
c. Metode
Ceramah
Diskusi
d. Media
flip chart,
leaflet
LCD
e. Waktu Tempat
Hari tanggal :
Tempat : Ruang Penyakit Dalam RSUD R. Mattaher Jambi
Waktu :
f. Topik : Range of Motion ( ROM ) latihan aktif dan pasif.

g. Pengorganisasian

Penanggung jawab : Kelompok Virginia Henderson PSIK Ners STIKBA

Moderator : Melani Dwi Ratnasari S. Kep

Pemateri : Romi Azahari S.Kep

Observer : Purnama S.Kep

Fasilitator : Mardiana S.Kep

Rahmat Budiman S.Kep

Erwin Septiansyah S.Kep

Yustiza Nirmala S.Kep

Ekky Herian S.Kep

M. Sauky S.Kep

Zahidin Ikhsan S.Kep

5
D. Uraian Tugas
1. Moderator
Membuka acara
Memperkenalkan mahasiswa dan dosen pembimbing
Menjelaskan tujuan dan topic
Menjelaskan kontrak waktu
Evaluasi awal penyakit dengan latihan ROM
Memimpin jalannya diskusi
Menutup acara

2. Pemateri
Mempresentasikan materi untuk penyuluhan
Menjawab pertayaan yang diajukan audiens
Bersama audiens menyinmpulkan materi penyuluhan

3. Fasilitator
Memotivasi peserta untuk berperan aktif dalam jalannyapenyuluhan.
Membantudalam menanggapi pertanyaan dari peserta.

4. Observer
Mengamati proses pelaksanaan kegiatan dari awal sampai akhir.

E. Setting Tempat

D M

D
F
F F

F F F

Keterangan :
= Pemateri M = moderator

O = Observer = Klien

F = Fasilitator D = Dosen

6
F. Proses Penyuluhan
No Kegiatan/waktu Perawat Kegiatan peserta
1. 5 menit Pembukaan
Pembukaan Memperhatikan
Memberi salam Menjawab salam
Memperkenalkan mahasiswa Memperhatikan
Memperkanalkan dosen/ CI Memperhatikan
Menjelaskan tujuan penyuluhan Memperhatikan
Kontrak waktu penyuluhan memperhatikan
Evaluasi awal tentang DM dan ROM
2. 15 Menit Penyampaian materi tentang: Mendengarkan
(leafleat) 1. Pengertian Diabetes Mellitus dengan penuh
2. Penyebab Diabetes Mellitus perhatian.
3. Klasifikasi Diabetes Mellitus
4. Manifestasi Klinis Diabetes Mellitus
5. Komplikasi Diabetes Mellitus
6. Penatalaksanaan ROM pada penderita Mendengarkan
Diabetes Mellitus
Pengertian latihan aktif dan pasif
(ROM).
Tujuan latihan aktif dan pasif (ROM)
Langkah-langkah latihan aktif dan
pasif (ROM)
7. Demontrasi
5 menit
Diskusi Mengajukan
Evaluasi akhir pertanyaan
Kesimpulan
3. 5 menit Penutup
Mengucap salam Berpartisipasi
Mengajukan
jawaban
Menjawab salam

B. Kriteria Evaluasi
7
a. Evaluasi Struktur
Laporan telah dikoordinasi sesuai rencana
Peserta mengikuti penyuluhan
Tempat dan media serta alat penyuluhan sesuai rencana
b. Evaluasi Proses
Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan
Peserta dapat mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai
Peserta berperan aktif selama kegiatan penyuluhan
c. Evaluasi Hasil
Peserta mampu :
Menyebutkan pengertian Pengertian, Penyebab, tanda dan gejal sserta komplikasi penyakit
DM menurut bahasanya sendiri.
Menyebutkan pengertian dan tujuan latihan aktif dan pasif ( ROM ) dengan bahasanya
sendiri.
Memperagakan kembali cara melakukan latihan aktif dan pasif ( ROM ).

8
Materi Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian Diabetes Mellitus


Menurut American Diabetes Association [ADA] (2010), DM merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau keduanya. DM merupakan penyakit kronis yang membutuhkan
pelayanan kesehatan dan edukasi pada pasien untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan
menurunkan risiko komplikasi jangka panjang. Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan
oleh Black & Hawks (2005) yang menyebutkan bahwa DM merupakan penyakit kronis
sistemik yang ditandai dengan adanya defisiensi insulin atau ketidakmampuan tubuh
menggunakan insulin dan berhubungan dengan berbagai komplikasi yang serius yang dapat
dilakukan tindakan pencegahan.
2. Penyebab
Kriteria individu yang berisiko menderita DM tipe II menurut ADA (2010) dan PERKENI
(2006) yaitu individu yang belum terkena DM namun berpotensi untuk menderita DM dan individu
yang masuk dalam kelompok intoleransi glukosa. Faktor risiko keduanya sama yang meliputi:
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Ras dan etnik
b. Genetik (keluarga penderita DM)
c. Usia (> 45 tahun)
d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan (BB) > 4 kg atau pernah menderita DM
gestasional
e. Riwayat lahir dengan BB lahir rendah < 2,5 kg
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :
a) Berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] > 23 kg/m2)
b) Kurangnya aktivitas fisik
c) Hipertensi (> 140/90 mmHg)
d) Dislipidemia (High Density Lipoprotein [HDL] < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL)
e) Diit tinggi gula dan rendah serat
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :
a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin
b. Penderita sindrom metabolik
c. Memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya.
d. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, Penyakit Jantung Koroner (PJK),
Peripheral Arterial Diseases (PAD).

3. Klasifikasi
9
Ada beberapa tipe Diabetes Mellitus yang berbeda, klasifikasi diabetes yang utama menurut
ADA (2010) dan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia [PERKENI] (2006) sebagai berikut
a. Tipe I: Diabetes Mellitus tergantung insulin (insulin dependent Diabetes Mellitus [IDDM]), di
akibatkan oleh destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun atau idiopatik
b. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent Diabetes Mellitus
[NIDDM]), diakibatkan karena resistensi insulin (reseptor insulin mengalami gangguan) atau
karena defek insulin
c. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
d. Diabetes Mellitus Gestasional (Gestational Diabetes Mellitus [GDM]), peningkatan kadar gula
darah yang menyertai kehamilan

4. Tanda dan gejala Diabetes Mellitus


Adapun tanda dan gejala dari penyakit DM yaitu :
Rasa haus yang berlebihan (polidipsi)
Sering buang air kecil dengan volue banyak (poliuri)
Merasakan lapar yang luar biasa (polipagia)
Penglihatan kabur
Berat badan turun (pada sebagian penderita)
Luka sulit sembuh
Gatal-gatal terutama didaerah kemaluan
Cepat lelah dan mengantuk

5. Komplikasi
Klasifikasi komplikasi pada DM menurut Smeltzer & Bare (2003), Tjokroprawiro (2007) dan
Lemone & Burke (2008) sebagai berikut :
Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Diagnosis ditegakkan apabila terdapat gejala klinis (lapar, gemetar, keringat dingin, berdebar,
pusing, gelisah, koma) dan kadar glukosa darah < 30-60 mg/dL.
b. Koma Lakto-Asidosis
Diagnosis ditegakkan apabila terjadi stupor atau koma, kadar glukosa darah sekitar 250 mg/dL
dan anion gap lebih dari 15-20 mEq/l.
c. Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik (KAD)
Kriteria diagnosis KAD jika terdapat gejala klinis (poliuri, polidipsi, mual dan atau muntah,
pernafasan kussmaul, lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu sampai
koma), kadar glukosa darah lebih dari 300 mg/dL (hiperglikemia) dan bikarbonat
kurang dari 20 mEq/l (pH < 7,35) dan terdapat glukosuria dan ketonuria.
d. Koma Hiperosmolar Non-Ketotik (KHONK)

10
Diagnosis Klinis dikenal dengan sebutan tetralogi KHONK (1 Yes, 3 No), yaitu jika kadar
glukosa darah > 600 mg/dL (hiperglikemia) dengan tidak ada riwayat diabetes sebelumnya (No
DM History) biasanya 1000 mg/dL, bikarbonat > 15 mEq/l, pH darah normal (No Kussmaul,
No Ketonemia), glukosa darah relatif rendah bila ada nefropati; dan jika dehidrasi berat
(hipotensi, shock), No Kussmaul, terdapat gejala neurologi, reduksi urine +++, bau aseton tidak
didapatkan, ketonuria tidak didapatkan.
Komplikasi Kronis
a) Infeksi
Yaitu furunkel, karbunkel, Tuberculosis (TBC) Paru, mikosis.
b) Mata
Yaitu retinopati DM, Glaucoma, Perdarahan Corpus Vitreum
c) Mulut
Ludah (kental, mulut kering = Xerostomia Diabetik), Gingiva (edema, merah tua, gingivitis),
periodentium (rusak biasanya karena mikroangiopati periodontitis DM; semuanya
menyebabkan gigi mudah goyah-lepas), lidah (tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati)
d) Jantung
Mudah mengidap penyakit jantung koroner atau infark, silent infarction 40% (karena
neuropati otonom), adanya neuropati otonom menyebabkan kenaikan denyut per menit.
e) Tractus Urogenetalis
Yaitu pada Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis, Diabetic
Neurogenic Vesical Dysfunction, Impotensi Diabetik
f) Saraf
Pada saraf perifer (parestesia, anesthesia, Gloves Neuropathy, nocturnal pain) dan saraf otonom
(gastrointestinalis, gastroparese diabeticorum, diare diabetik).
g) Kulit
Gatal, shinspot (dermopati diabetik), Necrobiosis Lipoidica Diabeticorum, kekuningan dan
selulitis gangren.

6. Penatalaksanaan ROM pada penderita Diabetes Mellitus


I. Latihan aktif dan pasif ( ROM )
A. Pengertian
Latihan dimana klien melakukan pergerakan sendi semaksimal mungkin tanpa menimbulkan
nyeri. Individu normal menggerakkan setiap bagian sendi dalam melakukan aktivitas harian. Latihan
rentang gerak sendi atau ROM merupakan salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi masalah keperawatan Gangguan mobilitas fisik dimana klien mengalami
ketidakmampuan atau keterbatasan dalam menggerakkan satu atau lebih bagian sendi (Ellis & Bentz,
2007). Latihan aktif dan pasif / ROM dapat dilakukan kapan saja dimana keadaan fisik tidak dan
disesuaikan dengan keadaan pasien.
B. Tujuan Latihan
11
Untuk mengkaji kemampuan rentang gerak sendi
Mempertahankan mobilitas dan fleksibilitas fungsi sendi (mempertahankan tonus otot dan
mobilitas sendi)
Untuk mengembalikan fungsi sendi yang mengalami kerusakan akibat penyakit, trauma atau
kurangnya penggunaan sendi
Untuk evaluasi respons klien terhadap suatu program latihan

C. Langkah-langkah latihan aktif dan pasif (ROM).


Timby (2009) menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat
melakukan latihan ROM sebagai berikut
a. Latihan diterapkan pada sendi secara proporsional untuk menghindari peserta latihan mengalami
ketegangan dan injuri otot serta kelelahan
b. Posisi yang diberikan memungkinkan gerakan sendi secara leluasa
c. Latihan dilakukan secara sistematis dan berulang
d. Tekankan pada peserta latihan bahwa gerakan sendi yang adekuat adalah gerakan sampai dengan
mengalami tahanan bukan nyeri
e. Tidak melakukan latihan pada sendi yang mengalami nyeri
f. Amati respons non verbal peserta latihan
g. Latihan harus segera dihentikan dan berikan kesempatan pada peserta latihan untuk beristirahat
apabila terjadi spasme otot.
Adapun langkah-langkah dalam melakukan ROM yaitu :
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara :
- Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk dengan lengan.
- Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lainnya memegang pergelangan
tangan pasien.
- Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
2. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara :
- Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dengan telapak mengarah ke
tubuhnya.
- Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya.
- Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
- Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara :
- Atur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku menekuk.

12
- Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya.
- Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjahuinya.
- Kembalikan ke posisi semula
- Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
- Kembalikan ke posisi semula.
4. Pronasi fleksi Bahu
Cara :
- Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
- Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
- Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5. Abduksi dan adduksi
Cara :
- Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
- Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan
lainnya.
- Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
- Kembalikan ke posisi semula.
6. Rotasi bahu
Cara :
- Atur posisi lengan pasien menjahui tubuh dengan siku menekuk.
- Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan pasien
dengan tangan yang lain.
- Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke bawah.
- Kembalikan lengan ke posisi semula.
- Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas.
- Kembalikan lengan ke posisi semula.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara :
- Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang kaki.
- Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
- Luruskan jari-jari kemudian doro ng ke belakang.
- Kembalikan ke posisi semula.

13
8. Infersi dan Efersi Kaki
Cara :
- Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan kaki
dengan tangan satunya.
- Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya,
- Kembalikan ke posisi semula.
- Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjahui kaki yang lain.
- Kembalikan ke posisi semula.
9. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara :
- Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain di atas
pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
- Kembalikan ke posisi semula..
- Tekuk pergelangan kaki menjahui dada pasien.
10. Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara :
- Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan tangan yang
lain.
- Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
- Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
- Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
- Kembalikan ke posisi semula.
11. Rotasi pangkal paha
Cara :
- Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di atas
lutut.
- Putar kaki menjauhi perawat.
- Putar kaki 14ea rah perawat.
- Kembalikan ke posisi semula.
12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara :
- Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit.
- Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat tidur, gerakkan kaki
menjahui badan pasien.
- Kembalikan ke posisi semula.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medik.
Mansjoer, Arif,dkk.(2007).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:FK UI
PERKENI, (2006). Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006, Agustus, 2017. http://www.scribd.com
Russel. M. 2011. Bebas dari 6 penyakit mematikan. Medpress. Jogjakarta
Widyawati, Ika uni. 2010. Pengaruh Latihan Rentang Gerak Sendi Bawah Secara Aktif terhadap tanda
dan gejala neuripati diabetikum pada penderita DM tipe II di Persadia Unit RSU Dr. Soetomo
Surabaya. Tesis tidak dipublikasikan. Jakarta: FIK UI

15

Você também pode gostar